Emosi Tangguh di Masa Krisis 1

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T581A
Nara Sumber: 
Ev. Sindunata Kurniawan, M.K.,M.Phil.
Abstrak: 
Terima keterhilangan dan rangkullah dukacita, terkejut dan menyangkal, marah, tawar-menawar, depresi, menerima, terapkan manajemen krisis.
Audio
MP3: 
Play Audio: 


Ringkasan

dpo. Ev. Sindunata Kurniawan, M.K., M.Phil.

Tangguh memiliki pengertian: kokoh, handal, ulet, sukar dikalahkan, tahan banting. Kalau diwujudkan dalam sosok hidup, antara lain tampil dalam sosok berikut. Yakni, seorang gadis cilik tanpa kaki, yang berjalan dengan kedua tangannya memegang gagang kayu. Sementara pantatnya menggunakan belahan bola basket untuk melindungi sekaligus memudahkannya menyeret di tanah jika kedua tangan lelah menjadi tumpuan badannya.

Gadis usia 10 tahun ini bernama Qian Hongyan tinggal di Zhuangxia, RRT. Akibat kecelakaan mobil di usia 4 tahun, terpaksa kedua kaki Qian harus diamputasi hingga sebatas pantat. Karena bukan berasal dari keluarga mampu, Qian tumbuh menggunakan kedua tangannya untuk berdiri dan berjalan serta menggunakan belahan bola basket di pantatnya untuk pergi pulang setiap harinya ke sekolah. Jadi, diri yang tangguh bukanlah diri yang sempurna tanpa kelemahan dan keterbatasan, melainkan diri yang bisa merespons kelemahan dan keterbatasannya dengan tepat.

Sebagaimana Qian Hongyan, untuk membangun emosi tangguh di masa mengeluh,

Langkah Pertama, Terimalah Keterhilangan dan Rangkul Dukacita.

Gegara pandemi Covid-19, rata-rata indeks kebahagiaan kita secara alami mengalami penurunan, bahkan mungkin drastis bagi beberapa di antara kita. Kita mengalami ketidakbebasan belajar, bekerja, beribadah, berekreasi dan beraktivitas di luar rumah. Sebagian besar kita bahkan mengalami penurunan pendapatan. Dan ada di antara kita yang mengalami kematian yang dikasihi gegara Covid. Semua kita mengalami kehilangan dan dukacita.

Ada lima tahapan umum respons seseorang saat mengalami dukacita:

  1. Terkejut dan menyangkal
  2. Marah
  3. Tawar-menawar
  4. Depresi
  5. Menerima

Semua orang perlu mengalami tahapan demi tahapan ini untuk mengalami tahapan akhir: menerima dan siap "move on". Tak bisa potong kompas. Sayangnya sebagian masyarakat kita di Indonesia maupun belahan dunia lain, ada yang berhenti di tahapan menyangkal dan marah. Akibatnya, ada yang mengekpresikan dengan ujaran kebencian dan hoax di medsos dan berujung pada dakwaan pencemaran nama baik sebagaimana dialami seorang artis musik Indonesia. Ada pula yang mengekspresikan dengan memilih cuek bebek dengan semua protokol kesehatan dan ujungnya terinfeksi maupun menginfeksi orang lain. Sebagian meninggal sia-sia karena sikap menyangkal dan marahnya.

Maka, untuk membangun emosi yang tangguh di masa mengeluh, Terimalah Keterhilangan Dan Rangkul Dukacita. Kita bisa mengekspresikan rasa keterhilangan kita dengan membaca penuh penghayatan Mazmur 42, 56. Melantunkan sebuah lagu dukacita, menyampaikan doa. Buanglah sampah jiwa kita pada Tuhan, agar hati kita dikosongkan untuk siap menerima penghiburan dan damai sejahtera dari Tuhan sebagai gantinya.

Bayang-bayang resesi ekonomi menjadi kenyataan yang dialami seluruh dunia.