Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerja sama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Daniel Iroth akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini adalah tentang "CINTA UANG" bagian kedua. Kami percaya acara ini akan bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
DI : Pak Sindu, kita sudah membicarakan bagian pertama tentang cinta uang. Pada bagian ini kita akan bicara tentang apa solusinya, karena kita sudah bicara tentang apa tanda dan akibat cinta uang serta tanda dan akibat kita cinta Tuhan. Yang mau kita bicarakan berikut adalah solusi. Bagaimana kita bisa mengaplikasikan kebenaran-kebenaran ini?
SK : Yang pertama, kita perlu mengakui kalau kita seandainya memang mengalami trauma kemiskinan dan disembuhkan, termasuk disembuhkan dari keyakinan-keyakinan yang keliru tentang sukses, harta dan rasa aman.
DI : Apa maksudnya keyakinan yang keliru tentang sukses, harta dan rasa aman?
SK : Kenapa kita terjerat cinta uang padahal kita tahu kebenaran ? Firman Tuhan dengan tegas mengatakan bahwa cinta uang adalah akar segala kejahatan, oleh memburu uanglah orang mengalami berbagai dukacita yang tidak perlu. Tapi toh kita tetap cinta uang, tetap kuatir, tetap ingin menimbun, tetap susah untuk memberi. "Enak saja memberi, saya kerja keras lho." Itu rata-rata dilatarbelakangi oleh luka atau trauma kemiskinan. Mungkin kita tidak mengalami, tapi misalnya orangtua kita mengalami hidup miskin kemudian berhasil kaya raya tapi trauma kemiskinan itu masih ada pada orangtua kita. Sekalipun kita di keluarga kaya raya namun masih ada trauma kemiskinan itu dan diwariskan kepada kita, "Kamu harus kerja keras ! Sukses itu kalau banyak uang. Kamu harus simpan ya. Hemat sehemat-hematnya, tabung sebanyak-banyaknya. Dunia ini penuh ketidakpastian. Siapa lagi yang bisa memastikan hidupmu kalau bukan dirimu sendiri?" Ada keyakinan yang salah yang melekat ditambah kita memang terbukti mengalami peristiwa-peristiwa dimana ketika kita tidak punya uang kita minta bantuan malah dihina dina. Tanpa sadar luka yang masih terpatri dalam hati kita, kita semacam punya sumpah dalam hati "tidak pernah aku akan minta kepada siapapun, aku akan bergantung pada diriku sendiri". Inilah luka, inilah keyakinan yang salah. Maka yang pertama, akui dan sembuhkan diri dengan jalan datang kepada Tuhan mengakui luka, datang kepada konselor yang memahami tentang hal ini untuk menolong membongkar luka-luka yang masih ada sehingga hati kita bersih dan lapang untuk benih firman Tuhan yang kita sudah pahami akan bisa mengakar dan bertumbuh. Maka tunas cinta Tuhan akan hadir dari hati dan jiwa kita.
DI : Apa bisa dikatakan tanda kesembuhan dari trauma kemiskinan ini adalah perubahan pola pikir yang baru tentang masalah sukses, harta dan rasa aman, Pak Sindu?
SK : Ya. Perubahan pola pikir dan pola rasa. Pikiran kognitif dan perasaan afektif kita. Kita akan merasa nyaman. Sukses itu bukan kaya raya. Sukses itu adalah menggenapkan rencana Tuhan atas hidupku. Sukses itu adalah bagaimana hidupku memuliakan Allah dari apapun yang aku miliki. Rasa amanku bukan dari uang dan harta, tapi dari Bapa surgawi. Harta itu titipan, aku managernya Allah, aku bukan pemilik dari harta itu.
DI : Kemudian solusi berikutnya agar kita tidak cinta uang?
SK : Meditasikan senantiasa: Surga rumahku. Meditasikan pula jaminan pemeliharaan Bapa Surgawi.
DI : Apa yang Pak Sindu maksudkan dengan jaminan pemeliharaan Bapa Surgawi? Bagaimana kita bisa memiliki keyakinan tentang hal itu?
SK : Inilah yang dikatakan meditasikan. Artinya tiap hari renungkan, resapi, rasakan, hayati, alami, praktekkan kebenaran firman Tuhan bahwa Surga rumahku, di dunia sifatnya sementara, dunia ini adalah losmen, surga adalah rumah. Dengan cara kita merenungkan, menghidupkan, membayangkan, merasakan dan mempraktekkan kebenaran itu dari cara kita mengelola uang dan harta, termasuk menggunakan waktu, termasuk yang kita fokuskan dalam hidup ini. Jaminan pemeliharaan Bapa, kita belajar, kita meditasikan dari Matius 6:19, "jangan mengumpulkan harta di bumi" dan seterusnya. Tentang ayat 25 "karena itu Aku berkata kepadamu: janganlah kuatir tentang hidupmu, apa yang hendak kamu makan, minum dan apa yang akan kamu pakai dengan tubuhmu… dan seterusnya sampai kepada "karena itu carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya" sebab itu jangan kuatir tentang hari esok dan seterusnya. Nah, ada bagian-bagian firman Tuhan yang kita renungkan berulang-ulang dari hari ke hari dari minggu ke minggu tentang bagaimana Bapa di Surga memelihara. Burung pipit dan bunga bakung yang begitu indah tidak menanam dan tidak memintal tapi Bapa memelihara terlebih lagi aku manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, mari meditasikan. Ini solusi kedua untuk mengubah dari cinta uang menjadi cinta Tuhan dari hamba uang menjadi hamba Tuhan.
DI : Tentunya kebenaran ini sangat menolong ketika kita orang Kristen mengalami kekuatiran tentang masa depan, masalah keuangan, kebenaran akan pemeliharaan Bapa ini menolong mengatasi rasa kuatir itu.
SK : Benar, Pak Daniel.
DI : Bagaimana dengan solusi yang berikutnya, Pak Sindu?
SK : Yang ketiga, mari terapkan gaya hidup perang.
DI : Apa maksudnya gaya hidup perang, Pak Sindu?
SK : Seperti perang yang sesungguhnya, mungkin kita tidak mengalami, mungkin orangtua atau kakek nenek kita pernah mengalami perang di Indonesia, bagaimana kondisi orang yang sedang perang ? Tentu mereka tidak bermewah-mewah. Mereka hidup dengan efisien. Cukup punya 10 setel baju ya sudah cukup. Harta benda di rumah tidak perlu banyak-banyak. Apa yang disimpan yang memang dipakai, bukan ditimbun, apa yang fungsional, apa yang terpakai, apa yang berguna. Gaya hidup perang tidak hanya kita terapkan dalam perang yang sesungguhnya tapi juga dalam hidup sehari-hari, bahwa kita sedang mengalami gaya hidup perang rohani. Hidup di dunia hanya sementara seperti kita sedang di camp pengungsian. Tidak mungkin di camp pengungsian kita membangun tenda dengan pernak-pernik yang mewah karena itu hanya sementara. Dunia inipun sementara, rumah yang sesungguhnya di surga. Maka terapkan gaya hidup perang itu dengan cara hiduplah efektif, tidak bermewah-mewah, untuk Kerajaan Allah, maka penghasilan berlimpah tidak otomatis hidup bermewah-mewah, melainkan penghasilan yang melimpah pakailah secukupnya sesuai kebutuhan dan berilah lebih banyak lagi bagi orang lain bagi pekerjaan Tuhan sebagai wujud mengumpulkan harta di surga dan bukan mengumpulkan harta di bumi.
DI : Konsep ini menarik. Bagaimana dengan solusi keempat, Pak Sindu?
SK : Lebih dulu saya mau menambahkan tentang gaya hidup perang. Mungkin muncul pertanyaan, "Kalau begitu kenapa Tuhan memberkati beberapa orang percaya dengan uang yang lebih banyak? Atau orang-orang lain dengan uang yang lebih banyak?" Jawabannya adalah itu bukan supaya kita dapat menemukan lebih banyak cara menghabiskannya. Harta dan uang yang lebih banyak yang Tuhan percayakan itu juga bukan berarti supaya kita bisa menuruti seluruh keinginan hati kita, seluruh impian kita di dunia atau kemudian memanjakan anak-anak kita, tapi justru dengan lebih banyak uang lagi berarti lebih besar lagi kepercayaan yang Tuhan berikan kepada kita dan lebih banyak lagi tuntutan pertanggungjawaban yang Tuhan akan minta dari uang dan harta yang berlimpah ruah itu. Maka cara mengelola kelebihan uang dan harta itu, tanya pada Tuhan, Tuhan mau aku buat uang ini untuk apa, oh untuk membangun sekolah, untuk mengembangkan pekerjaan Tuhan di tempat ini, untuk membangun proyek usaha di kampung miskin, untuk menolong korban banjir, untuk korban perang, untuk hal ini itu. Tuhan memberi lebih banyak uang seringkali kita pikir ini berkat. Benar. Tapi kalau kita cek firman Tuhan, ketika Tuhan memberi lebih banyak uang dan harta berarti itu sebuah ujian kepercayaan.
DI : Kemudian solusi berikutnya bagaimana, Pak Sindu ?
SK : Yang keempat, mari tetapkan prosentase pemberian wajib. Mulailah dari persepuluhan. Dan sejalan dengan uang dan harta yang Tuhan beri lebih banyak lagi, berilah persembahan wajib minimal yang lebih besar dari sepersepuluh, mungkin dua persepuluh, tiga persepuluh, bahkan untuk beberapa orang sampai pada level sembilan persepuluh, dia hidup dari sepersepuluhnya saja. Itulah tanda atau solusi untuk kita mengubah dari cinta uang menjadi cinta Tuhan.
DI : Ya, saya mendengar orang yang memberi lebih dari sepersepuluh seperti Colgate, mereka betul-betul memakai keuntungan untuk memberkati pekerjaan Tuhan.
SK: Ya, benar. Kisah William Colgate mungkin umum bagi kita. Colgate orang yang sangat miskin, tapi dari kemiskinannya dia menjadi buruh pabrik, dia dengan setia menyisihkan uang memberi sepersepuluh. Sampai dalam anugerah Tuhan, bossnya memercayakan perusahaan itu kepada William Colgate dan bisa mencicil membeli perusahaan itu karena dia takut akan Tuhan dan bisa dipercayai. Sejalan dengan keuntungan yang bertambah besar dia meningkatkan level persembahannya kepada Tuhan sampai akhirnya dia yang hidup hanya dengan sepersepuluh, 9/10 untuk mendonasi seminari-seminari, lembaga-lembaga misi, pendidikan untuk orang miskin dan berbagai hal yang bernilai kekal.
DI : Sangat indah kalau hidup kita tidak untuk mencari keuntungan sendiri lagi. Seperti kisah Colgate ini, dia bisa memfokuskan pada pelayanan dan pekerjaan Tuhan dan jadi berkat yang luar biasa bagi bangsa kita.
SK : Satu kata kunci, kalau Allah memberikan berkat lebih banyak kepada kita itu bukan berarti untuk menaikkan standart hidup kita, tapi justru untuk menaikkan standart pemberian kita. Kadang orang mengatakan, "Wah gajinya naik ! Ganti motor, ganti mobil. "Eh naik lagi, ganti ke mobil yang lebih mewah. Naik lagi, beli property ini dan itu. Kita mengubah gaya hidup kita tiada habis. Kebenarannya adalah ketika Allah percayakan uang dan harta lebih banyak lagi, mari pertahankan pada gaya hidup yang secukupnya, yang fungsional dan harta itu untuk kemuliaan Allah.
DI : Konsep tentang menaikkan pemberian kita itu sangat berguna bagi kita. Apakah solusi berikutnya, Pak Sindu ?
SK : Yang kelima, asahlah kepekaan rohani untuk memberi secara spontan.
DI : Maksudnya bagaimana ?
SK : Kadang kita masih cinta uang sekalipun memberi persepuluhan. "Tuhan, aku sudah memberi persepuluhan lho. Ini ada kebaktian misi, ini ada panitia misi, ini ada proyek untuk menolong orang miskin menyodorkan proposal padaku. Tidak bisa, Tuhan. Sepersepuluh milik-Mu sudah kukembalikan lewat persepuluhan. Sembilan persepuluh berarti hakku lho, Tuhan." Berarti itu kita tetap cinta uang bukan cinta Tuhan, hamba uang bukan hamba Tuhan. Mari sekalipun kita sudah punya pemberian wajib di poin yang keempat tetaplah sisanya itu milik Tuhan dan terbukalah dengan dorongan hati yang Tuhan berikan. Kalau Tuhan menggerakkan kita, berikanlah kepada orang itu, dukunglah pelayanan ini, dukunglah proyek pemerintah ini karena ini memberkati banyak orang. Mari kita dukung, ini kemanusiaan, ini pekerjaan Tuhan. Baik dalam lingkup gereja lokal maupun di luar. Pekalah terhadap dorongan yang Tuhan berikan. Itulah bagian kelima dari memindahkan cinta uang menjadi cinta Tuhan. Masalah kepekaan rohani untuk memberi secara spontan.
DI : Saya pikir sangat menarik kalau memang ada orang Kristen yang bisa dengan uangnya bisa melayani Tuhan, misalnya mendirikan radio Kristen, TV Kristen, lalu bisa memberitakan firman Tuhan dan banyak orang diberkati. Lalu apa komentar Pak Sindu tentang poin berikutnya ?
SK : Yang keenam, berilah dengan tanpa main kuasa, tanpa playing God. Tanpa sadar kita orang-orang percaya mengatakan dan dengan dorongan memberi untuk Tuhan tapi kemudian kita bisa jadi tergoda untuk main kuasa. Mungkin gereja yang menerima uang kita yang banyak itu, lembaga atau seseorang yang sudah menerima banyak bantuan dari kita lalu merasa berutang budi, ini menggoda kita. "Hai Gereja, lakukan yang aku mau. Hai, Lembaga, aku ini donatur terbesar, penuhi keinginanku. Kalau kamu tidak memenuhi keinginanku, aku stop dukungan finansialnya." Kita berdosa. Itu berarti kita bukan cinta Tuhan tapi cinta uang, kita bukan hamba Tuhan tapi hamba uang, karena kita mengkudeta Tuhan dengan uang kita. Karena uang mengandung unsur kuasa, hati-hati. Kalau kita tergoda untuk main kuasa atau playing god, lebih baik berilah secara anonim. Tidak usah minta namanya ditulis besar-besar di warta gereja, tidak usah ada ucapan terima kasih terpampang dalam sebuah buku, tidak perlu dipublikasikan. Kalaupun diketahui untuk administrasi, tak apa tapi tidak usah dipublikasikan. Itu untuk menghindari kita bermain kuasa atau playing god.
DI : Kemudian apa solusi berikutnya ?
SK : Yang ketujuh, hargai secara tidak bersyarat, baik diri kita sendiri maupun orang lain.
DI : Maksudnya ?
SK : Seperti bahasan tadi salah satu tanda cinta uang adalah menghargai orang dari uang dan harta yang dimiliki. "Aku miskin, aku tidak percaya diri. Dia orang kaya raya, aku harus beri hormat." Atau "Aku kaya raya, orang harus menghormatiku." Lha, mari bebaskanlah semuanya itu. Hargai diri sendiri dan orang lain secara tidak bersyarat bukan berdasarkan ukuran uang dan harta, statusnya secara strata masyarakat tapi berdasarkan nilai menetap yang Allah beri. Aku sama berharga, dia sama berharga. Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Itulah praktek mengubah cinta uang menjadi cinta Tuhan.
DI : Untuk mengaplikasikan dalam bentuk yang nyata tentang cinta uang ini kita bisa memberi persembahan di dalam gereja, Pak Sindu. Mungkin Pak Sindu bisa memberi penjelasan makna persembahan dalam ibadah ?
SK : Ingat, persembahan yang kita berikan bagi Tuhan termasuk lewat ibadah-ibadah persekutuan gereja itu bukan sumbangan, itu bukan iuran, itu bukan sesajen, itu bukan penolak bala, tapi itu lebih merupakan wujud syukur atas kasih dan kebaikan Tuhan, itu juga sebagai tanda kita mempersembahkan seluruh hidup kepada Tuhan.
DI : Secara praktis bagaimana kita bisa memberi persembahan pada waktu beribadah ?
SK : Dengan persembahan yang kita berikan, jangan berpikir, "Aku sudah memberi persembahan, sekarang gantian Tuhan harus memberkati aku. Berarti aku harus Kaulindungi dari sakit-penyakit. Aku sudah memberi persembahan, berarti kewajibanku sudah selesai, sekarang kewajiban-Mu memberkatiku." Itu keliru. Kalau kita memberi persembahan di dalam dan di luar gereja lalu kita berhak menuntut Tuhan, itu keliru. Uang dan harta itu milik Tuhan. Pemberian kita itu merupakan bagian dari pengakuan bahwa seluruh uang dan harta juga kesehatan kita adalah milik Tuhan dan kita tidak boleh mengontrol Tuhan dengan semuanya itu.
DI : Lalu bagaimana sikap yang benar dalam memberi persembahan ?
SK : Berikan dengan sukarela, dengan hati yang merdeka dan tidak menuntut balik pada Tuhan, berikan dengan iman. Aku memberi dengan tulus, dengan sukacita dan aku memercayai pemeliharaan Tuhan yang tanpa batas. Kalaupun Tuhan ijinkan aku mengalami sakit penyakit dan masalah, itu bukan berarti Tuhan sedang membenci aku. Tapi kemalangan yang sedang aku alami, sesungguhnya Tuhan sedang mengupayakan hal yang lebih mulia untuk aku alami, hal yang lebih besar untuk aku memuliakan Tuhan. Maka berilah dengan rela dan sukacita. Persiapkanlah sejak di rumah. Satu hal yang penting, mari majelis gereja, penatua gereja, pengurus di gereja baik di level umum ataupun level komisi kategorial, mari mengelola dengan penuh hikmat dan penuh iman. Tidak mengelolanya seperti uang dagang karena ini uangnya Tuhan. Mari kelola dengan iman dan tujuan-tujuan kekekalan.
DI : Apakah ada orang yang punya teladan dalam mengasihi Tuhan melalui persembahannya ?
SK : Ada satu tokoh menarik bernama Rick Warren yang kita kenal dari bukunya "Purpose Driven Life". Buku "Purpose Driven Life" terjual laris dan mencapai rekor penjualan 25 juta eksemplar.
DI : Apa kaitannya dengan ini, Pak Sindu ?
SK : Buku ‘best-seller’ ini membuat Rick Warren tiba-tiba menjadi milyader. Yang menarik, Rick Warren sadar adanya godaan untuk menjadi serakah. Karena sadar akan godaan itu, Rick Warren bersama istri dan anak-anaknya memutuskan untuk menjalankan lima keputusan.
DI : Apa saja, Pak Sindu ?
SK : Pertama, Rick Warren dan keluarga sepakat tidak akan meningkatkan gaya hidup. Tidak akan ganti rumah, tidak akan ganti mobil dan lain-lain. Gaya hidupnya tetap fungsional. "Dengan gaya hidup seperti ini kita sudah cukup, tidak perlu ditingkatkan levelnya." Yang kedua, berhenti menerima tunjangan atau gaji dari gereja sejak hari itu. Yang ketiga, Rick Warren memutuskan untuk mengembalikan seluruh tunjangan dari gereja yang selama 25 tahun telah diterimanya. Wow, luar biasa. Bukan hanya berhenti menerima gaji tapi juga mengembalikan tunjangan yang sudah diterimanya. Yang keempat, memulai tiga yayasan kemanusiaan. Dan yang kelima mereka memutuskan untuk hidup hanya dengan 10% pendapatan dan sisanya 90% untuk pekerjaan Tuhan.
DI : Apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Sindu bagikan buat kita semua ?
SK : Saya bacakan dari Injil Matius 6:31 "Karena dimana hartamu berada disitu juga hatimu berada." Firman Tuhan ini mengakhiri percakapan kita bahwa sangat penting kita menyadari dengan jelas bagaimana kita mengelola uang dan harta yang Tuhan percayakan karena itu menunjukkan dimana sesungguhnya hati kita berada, pada Allah yang benar ataukah pada iblis yang diwakili oleh mammon si dewa uang.
DI : Terima kasih, Pak Sindu. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang topik "CINTA UANG" bagian kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.