Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Bersukacita dalam Tuhan." Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, judul dari perbincangan kita ini mengingatkan saya akan sebuah ayat di dalam Alkitab yang cukup terkenal yang mengatakan, "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan, sekali lagi kukatakan bersukacitalah." Filipi 4:4. Kesan saya waktu membaca ayat ini bahwa ini adalah suatu perintah dari Tuhan untuk kita semua. Apakah memang seperti itu atau bagaimana Pak Paul?
PG : Itu adalah perintah, jadi memang itu adalah kalimat yang dikeluarkan oleh rasul Paulus. Menariknya adalah waktu rasul Paulus menulis ayat ini, dia sendiri dalam posisi yang sebetulnya tida begitu menggembirakan karena dia berada dalam penjara.
GS : Ya, justru itu Pak Paul, yang ingin saya tanyakan adalah sementara dia di dalam penjara dia memerintahkan orang lain untuk bersukacita senantiasa. Dan perintah ini terasa sulit untuk dilaksanakan.
PG : Sudah tentu itu sulit dilaksanakan, namun kalau sampai rasul Paulus mengeluarkan perintah ini atas suruhan Tuhan, saya yakin dia sendiri menghidupi perintah ini bahkan dalam situasinya yan tidak menguntungkan, dia dalam penjara karena iman kristennya namun dia tetap bisa mempertahankan sukacita dalam hatinya.
Memang kita harus juga mengerti sebetulnya apa yang dimaksud dengan sukacita.
GS : Mungkin kita salah mengartikan tentang sukacita, karena seperti yang kita lihat dalam kondisi seperti sekarang ini, orang lebih banyak menangis daripada bersukacita.
PG : Betul, apalagi kalau banyak problem yang harus dihadapi. Jadi apa definisi sukacita, saya kira kita langsung harus kembali pada firman Tuhan, sebab Paulus berkata, "Bersukacitalah senantiaa dalam Tuhan."
Dengan kata lain memang harus ada kondisinya yaitu harus di dalam Tuhan. Asumsinya adalah kita tidak bisa mempertahankan sukacita di luar Tuhan. Apa yang dimaksud dengan sukacita di sini, sukacita merupakan sebuah sikap dan pilihan; sukacita tidak selalu berarti perasaan yang terus menerus kita rasakan. Jadi saya tidak menyamakan dengan perasaan gembira, kadang-kadang ada hal-hal yang terjadi yang membuat kita senang sehingga kita akhirnya gembira. Tapi ini bukanlah yang dimaksudkan oleh Paulus, yang Paulus maksudkan adalah kita memilih sebuah sikap dan sikap kita adalah sikap sukacita. Tapi sekali lagi ini bukanlah berarti kita menjadi orang yang tidak peka, bukankah kita misalkan mengunjungi orang yang sedang berduka karena kematian orang yang dikasihinya, kita juga turut larut dalam kesedihan. Dan saya kira tidaklah benar kalau dalam suasana yang sedang sedih itu kita tertawa-tertawa, gembira dan berkata, "Saya mempunyai sukacita dalam Tuhan." Bukan itu yang Tuhan maksud, sebab waktu Tuhan harus menerima fakta bahwa Lazarus telah meninggal dan Dia berdiri di depan kubur Lazarus, Dia menangis. Kenapa Dia menangis, karena memang Dia sedih, Lazarus adalah sahabatnya dan dalam suasana yang sedang berduka, teman-teman, saudara dan semua sedang berduka, Tuhan sedang berada di sana dan Dia pun turut bersedih hati. Di
Pengkhotbah 3:4, firman Tuhan mengatakan, "Ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa, ada waktu untuk meratap, ada waktu untuk menari." Jadi bukan itu yang dimaksud, setiap kali, setiap menit, setiap detik kita tertawa gembira. Orang yang bersukacita di dalam Tuhan tetap bisa bersedih namun dia tidak terbebani atau ditindih oleh apapun yang dialaminya, nah ini yang dimaksud dengan sukacita.
GS : Memang kita cenderung untuk menampilkan diri sebagai orang yang bersukacita dalam bentuk tertawa, bergembira supaya menimbulkan kesan kepada orang lain bahwa saya ini sedang bersukacita. Bahkan ada kecenderungan beberapa kali saya hadir di rumah duka itu pihak keluarganya sendiri mengajak supaya kita itu tidak usah susah. Bahkan saya pernah membaca sebuah karangan bunga yang biasanya tulisannya "ikut berdukacita", nah ini "ikut bersukacita." Ini sebenarnya bagaimana Pak Paul?
PG : Mungkin saya bisa mengerti maksud yang terkandung di dalamnya yaitu kematian bukanlah akhir dari perjalanan kita sebagai manusia, karena kita adalah orang-orang yang sudah ditebus oleh Tuhn dan dijanjikan kehidupan yang kekal.
Jadi kita tahu bahwa kematian adalah jembatan yang menghantar kita pulang ke rumah Bapa di sorga dan untuk itulah kita bersukacita. Tapi saya kira yang lebih manusiawi adalah dalam suasana kedukaan seharusnyalah kita kehilangan dan karena dia adalah orang yang kita kasihi, kita akan merasakan kesedihan yang dalam. Jadi seyogianyalah kita bersedih dan tidak apa-apa. Perintah Tuhan, bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan bukan berarti kita tak boleh bersedih. Namun artinya kita memilih sebuah sikap dan sikap kita adalah sikap bersukacita, tidak terbebani atau ditindih oleh apapun yang kita alami.
GS : Mungkin yang penting kita mengetahui bagaimana caranya kita bersukacita dalam Tuhan, Pak Paul.
PG : Betul sekali Pak Gunawan dan ini yang kita akan bahas. Ada empat hal yang ingin saya bagikan. Yang pertama adalah kita mesti beriman, apa yang firman Tuhan katakan Filipi 4:6 an 7, "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.
Damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus." Orang yang bersukacita dalam Tuhan adalah orang yang menyandarkan hidupnya pada Tuhan, dia tahu bahwa Tuhan berkuasa dan mengasihinya. Jadi Tuhan mampu melakukan segalanya dan akan memberi yang terbaik kepadanya. Orang yang bersukacita karena dia beriman, menjadi orang yang damai, yang tenteram, sebab dia tahu siapakah yang memelihara hidupnya.
GS : Masalahnya itu kadang-kadang menghadapi kesukaran, menghadapi problem dan sebagainya, iman itu rasanya tiba-tiba hilang Pak Paul. Gejala seperti itu wajar atau tidak?
PG : Saya kira wajar dalam pengertian, pada waktu kita menghadapi sebuah masalah yang mengancam kita dan masalah itu di depan mata, kita harus hadapi. Saya kira reaksi awal adalah cemas, tapi kta harus selalu mengingatkan diri kita, "Jangan cemas, jangan kuatir, tapi kita harus datang kembali kepada Tuhan.
Membawa segala kecemasan kita, kekuatiran kita di dalam doa." Dengan cara inilah kita menyerahkan penanganan masalah itu kepada Tuhan, sebab Tuhan berjanji Dia akan memberikan kepada kita damai sejahtera. Namun sekali lagi damai sejahtera hanya dapat diberikan dan dapat kita terima kalau kita memang sepenuhnya menyerahkan penanganan masalah itu kepada Tuhan. Benar-benar kita berkata, "Tuhan, saya tak sanggup lagi, saya benar-benar tidak tahu apa yang harus saya lakukan, ini di luar kemampuan saya, saya serahkan kembali kepadaMu, biarlah Engkau yang tangani dengan cara Tuhan." Cara-cara yang mungkin kita belum ketahui sekarang, tapi kita percaya Tuhan akan menolong kita dengan caraNya. Orang yang bisa berserah, orang yang bisa beriman kepada Tuhan, menjadi orang yang bisa bersukacita, dia tidak terbebani. Sudah tentu dia tidak tertawa-tertawa di tengah problem yang sedang dihadapinya, tapi problem itu tidak lagi menindihnya, tidak lagi membuatnya murung dan cemas sepanjang waktu. Dia mungkin akan sedikit banyak terganggu untuk waktu yang sementara, tapi setelah itu dia akan bangkit kembali dan dia akan berkata, "Saya tahu ini akan beres karena Tuhan akan menolong saya, Tuhan tidak akan meninggalkan saya." Nah iman yang bersandar seperti inilah yang kita butuhkan untuk dapat tetap hidup bersukacita dalam Tuhan.
GS : Ada orang yang tadinya kita anggap tidak ber-Tuhan, dia tidak ada kegiatan agama yang kita bisa lihat tapi menghadapi kenyataan seperti rumahnya terbakar, dia bisa menghadapinya dengan tenang.
PG : Itu memang adalah kemungkinan besar bentukan, tempaan dari pengalaman hidup sehingga dia menjadi orang yang tenang, sebab dia tahu bahwa tidak ada lagi yang bisa dia perbuat, ini sesuatu yng memang harus dihadapinya.
Dan dia tahu bahwa dengan usaha, dia akan bisa melewati semua ini. Nah kalau orang saja yang tidak dekat dengan Tuhan bisa berkata begitu apalagi kita sebagai orang beriman, sebagai orang yang memang mempunyai Tuhan dalam hidup kita. Bukankah sudah seharusnyalah kita bisa lebih tenang lagi dan bisa lebih bersukacita di tengah-tengah masalah yang kita hadapi.
GS : Itu berarti sebenarnya tiap-tiap hari atau tiap-tiap saat kita harus tahu bahwa hubungan kita ini beres dengan Tuhan.
PG : Betul, dan memang perlu latihan Pak Gunawan, hubungan kita ini beres dengan Tuhan dan latihan untuk hal-hal yang kecil, berserahlah kepada Tuhan. Sehingga suatu hari kelak jika kita menghaapi masalah yang lebih besar, kita lebih mampu untuk berserah kepada Tuhan.
GS : Di dalam hal berserah kepada Tuhan, bukankah itu tidak mengurangi tanggung jawab kita untuk menyelesaikan masalah?
PG : Sudah tentu, Tuhan tidak menginginkan kita menjadi penonton yang pasif dan tidak berbuat apa-apa. Tuhan juga menginginkan agar kita mencoba, berusaha, berpikir, mencari tahu, mendapatkan iformasi, meminta pertolongan, itu adalah bagian manusiawi yang perlu kita kerjakan.
Tapi dalam proses kita mengerjakan semua itu, kita selalu berkata, "Saya hanya melakukan bagian saya sebagai manusia dan bagian saya ini sangat terbatas. Namun saya tahu, di luar dari bagian saya ada Tuhan yang akan meneruskan yang saya kerjakan dan menyempurnakan yang saya kerjakan dan mungkin nanti akan membelokkan saya ke arah yang tidak saya pikirkan sebelumnya sehingga saya menemukan jalan keluar itu. Dengan kata lain saya menggunakan prinsip bersepeda, kita tak bisa berkata, "Saya mau ke sana", tapi tidak mengayuh sepeda itu. Kita mesti mengayuh sepeda itu, kita mesti mendayung sepeda itu barulah sepeda itu berjalan. Setelah sepeda itu berjalan, Tuhan nanti akan memberi petunjuk kepada kita kemanakah kita harus pergi. Jadi keliru kalau orang berkata, "Saya diam saja, pokoknya Tuhan bereskan semuanya"; seolah-olah kita tidak mau bertanggung jawab, saya kira itu tindakan yang keliru.
GS : Mungkin ada cara yang lain di dalam kita bersukacita dalam Tuhan ini?
PG : Yang kedua adalah bersyukur. Firman Tuhan di Filipi 4:12-13 berkata, "Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tiak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan.
Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." Orang yang bersukacita menerima porsi kehidupannya sebab dia tahu bahwa Tuhan memberi tepat dan sesuai dengan rencanaNya yang terbaik. Orang yang bersukacita belajar menerima rencana Tuhan dalam hidupnya dan bergantung pada kekuatan Tuhan untuk memampukannya menerima. Ini kuncinya.
GS : Sering kali justru di dalam menghadapi kesulitan kita sulit untuk bersyukur seperti itu, kadang-kadang kita malah menyalahkan Tuhan atau meragukan Tuhan, "kenapa Tuhan itu membiarkan saya mengalami hal seperti ini."
PG : Ada seorang sanak saudara saya yang memberikan kepada saya resep hidup yang saya kira baik untuk saya bagikan. Dia berkata begini kepada saya, "Saya itu bisa makan di kaki lima tapi saya jga bisa makan di bintang lima."
Saya suka dengan perumpamaan itu. Artinya adalah dia bisa menikmati hidup di tingkatan yang paling sederhana, dia pun bisa menikmati hidup di tingkatan yang lebih mewah atau yang paling mewah. Saya kira kita haruslah memiliki kemampuan itu, kita bisa hidup di kaki lima, kita bisa hidup di bintang lima. Firman Tuhan berkata: "Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku. Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." Jadi kuncinya memang adalah kekuatan Tuhan, kekuatan Tuhan menolong kita menerima porsi. Kita adalah orang yang sering kali tidak puas, mengeluh dengan porsi yang Tuhan tetapkan untuk kita. Kita tak bisa menerima porsi kita dan meminta Tuhan untuk mengubah porsi kita. Pada waktu Tuhan memberikan kepada kita porsi untuk kita, Tuhan tahu ini yang terbaik untuk kita maka kita harus belajar menerimanya. Orang yang tidak bisa menerima porsi yang Tuhan berikan tidak akan bisa bersukacita, dia akan senantiasa bersungut-sungut. Ini yang kita lihat pada umat Israel dalam perjalanan dari Mesir menuju ke Kanaan. Apapun yang Tuhan berikan, tak pernah cukup dan memuaskan hati mereka, selalu mengeluh dan bersungut-sungut, dan berkali-kali menuntut Musa mengembalikan mereka ke tanah Mesir, ke tanah di mana mareka hanyalah akan menjadi budak. Malahan dalam perjalanan itu mereka memuji-muji kondisi di Mesir, seolah-olah mereka itu menjadi orang-orang merdeka dan sangat menikmati hidup di Mesir. Kenyataannya tidak seperti itu tapi mereka seolah-olah membandingkan perjalanan dengan Tuhan di padang gurun menjadi sesuatu yang jauh lebih buruk daripada tinggal di Mesir menjadi seorang budak. Nah orang yang hanya melihat hal-hal yang seperti itu tidak akan bisa bersukacita, malahan hidupnya akan terus-menerus dirundung oleh kemalangan.
GS : Sering kali kita memang kehilangan saat bersyukur itu tatkala kita mulai membanding-bandingkan, Pak Paul.
PG : Betul sekali Pak Gunawan, ketidakpuasan sering kali muncul tatkala kita melihat orang lain lebih beruntung daripada kita. Kalau kita melihat orang lain lebih malang dari kita, kita sedikitlebih terhibur.
GS : Sering kali kita bukan melihat apa yang kita miliki, tetapi apa yang kita harapkan sehingga kita kehilangan kesempatan untuk bersyukur.
PG : Betul, makanya saya tidak begitu setuju dengan wejangan orang yang berkata: "Ya..., kalau dalam kesusahan, lihatlah orang yang lebih susah daripadamu, nah kamu seharusnya bersyukur kamu tiak sesusah mereka."
Saya pikir wejangan ini mempunyai kelemahan. Kelemahannya adalah kalau kita bisa membandingkan diri dalam keadaan susah, kita bisa membandingkan diri dalam keadaan senang juga, indikasinya seperti itu. Kalau kita senang dan melihat orang lain lebih senang, bagaimana kita bisa senang kita menjadi susah karena orang lain lebih senang daripada kita. Saya kira yang lebih tepat dan lebih alkitabiah adalah kita mensyukuri apa yang Tuhan berikan kepada kita, tanpa kita menoleh ke kiri atau ke kanan. Jadi dasar syukur kita bukan kita lebih baik daripada orang lain yang susah, dasar syukur kita adalah iman bahwa Tuhan telah memberi kepada kita porsi yang paling tepat, paling sesuai dengan rencanaNya yang terbaik dalam hidup kita. Kita mesti percaya itu dan atas dasar itu kita bersyukur.
GS : Cara yang lain apa, Pak Paul?
PG : Yang ketiga adalah baik hati atau berbudi. Filipi 4:5 berkata: "Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat!" Orang yang bersukacita adalah orang yang bik, dia murah hati sebab dia tahu bahwa apapun yang ada padanya merupakan pemberian Tuhan.
Dia memberi sebab dia yakin pada pemeliharaan Tuhan atas hidupnya. Bagi orang ini memberi, tidak akan membuatnya kekurangan sebaliknya memberi membuatnya menerima lebih banyak dari Tuhan.
GS : Ini saya rasa salah satu wujud nyata dari bersyukur Pak Paul.
PG : Betul sekali Pak Gunawan, karena kita tahu ini pemberian Tuhan dan kita mensyukurinya, kita ingin membagikannya dengan orang lain.
GS : Jadi walaupun dia sendiri kekurangan dia masih bisa berbagi, misalnya janda yang memberi mata uang yang terakhir, saya rasa itu dia menunjukkan bahwa dia mensyukuri kehidupannya.
PG : Betul sekali Pak Gunawan, memang Tuhan adil ada orang yang kaya tapi tidak sukacita, ada orang yang miskin tapi bersukacita. Mengapa? Karena adakalanya orang yang miskin mensyukuri pemberin Tuhan, porsi Tuhan atas hidupnya dan dia tidak melihat dirinya miskin karena dia tahu apa yang dia terima dia bisa bagikan, nanti Tuhan akan tambahkan dan kembalikan kepadanya.
Jadi orang yang bersukacita memang orang yang baik, artinya orang yang murah hati, orang yang mau menolong, orang yang mau memberi. Nah orang yang senang memberi kebanyakan menjadi orang yang bersukacita kebalikannya orang yang tidak senang memberi tidak penuh dengan sukacita. Pandangannya hanya terpusat pada dirinya saja, dia tak bisa melihat orang lain, tapi orang yang memberi bersukacita. Bukankah kalau kita menolong, memberi kepada orang kita akan mengalami sukacita sebab kita melihat apa yang kita lakukan melihat orang lain juga bersukacita.
GS : Jadi sukacita yang kita berikan itu membuahkan sukacita yang lain lagi sehingga ini terus merupakan suatu kesinambungan yang tidak ada putusnya.
GS : Pak Paul, ada bagian yang lain dalam mewujudkan sukacita ini di dalam Tuhan?
PG : Yang terakhir Pak Gunawan, kita mesti bersih. Kita telah membahas, beriman, bersyukur, baik hati dan yang terakhir adalah bersih. Firman Tuhan di Filipi 4:8 berbunyi, "Jadi akirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua uang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu."
Orang yang bersukacita adalah orang yang berpikiran dan berhati bersih, dia tidak mengisi benaknya dengan hal-hal yang najis sebaliknya dia mengisi pikirannya dengan muatan yang indah dan yang bersih. Orang yang diisi terus-menerus dengan hal-hal yang bersih; benaknya bersih, hatinya bersih, pikirannya bersih, orang ini akan jauh lebih bisa bersukacita. Tapi orang yang mengisi pikirannya dengan yang najis-najis, yang penuh dengan dosa akhirnya tidak ada lagi sukacita dalam hidupnya. Jadi saya sangat meyakini ada kaitan antara kebersihan batiniah dengan sukacita.
GS : Orang yang tidak jujur Pak Paul, memang sulit sekali untuk bersukacita.
PG : Betul sekali, sebab dia akan melihat orang lain pun tidak jujur, dia sendiri pun ketakutan nanti ditipu orang lain sebab dia sering menipu orang.
GS : Dan kita hanya bisa mendapatkan pikiran dan perasaan yang bersih itu kalau mengisinya dengan Firman Tuhan.
PG : Tepat sekali Pak Gunawan, itu adalah santapan pertama dan utama. Firman Tuhan adalah hal yang paling kudus, yang dapat kita masukkan dalam kehidupan kita dan sudah tentu yang kita masukkanadalah hal-hal yang kudus, nanti yang keluar dari diri kita juga adalah hal-hal yang kudus.
GS : Sebenarnya Pak Paul, kalau kita bersyukur, kalau kita bersukacita, orang-orang di sekeliling kita itu juga akan bisa ikut menikmati sukacita itu.
PG : Betul, dan orang senang bersama dengan atau berada dengan orang-orang yang bersukacita. Sebaliknya kalau orang ini bawaannya menggerutu, mengeluh, saya kira dia akan justru menghalau orangpergi menjauh darinya.
Dan bukankah semakin orang menjauh darinya semakin dia tidak bersukacita. Makanya seperti siklus, semakin dia bersukacita, semakin orang tertarik untuk dekat dengan dia dan semakin dia bersukacita karena di kelilingi orang-orang yang mengasihinya. Dan kebalikannya juga betul, orang yang sungut-sungut, tidak pernah senang, tidak pernah bersukacita, menghalau orang pergi. Dan semakin dia sendirian semakin dia nanti menggerutu dan bersungut-sungut.
GS : Sebenarnya kehidupan gereja yang mula-mula, bukankah itu adalah suatu kesaksian melalui kehidupan yang penuh sukacita itu?
PG : Betul sekali, mereka seolah-olah menjadi sinar yang begitu terang di tengah-tengah masyarakat yang tidak mengenal Tuhan, di tengah-tengah masyarakat yang menjadi jajahan koloni dari kerajan Romawi.
Mereka menjadi orang-orang yang bersinar dan ini mempengaruhi sekeliling mereka untuk akhirnya bertanya dan mau mengenal apa itu yang membuat mereka berbeda dari orang lain, dan itu adalah iman mereka di dalam Kristus Yesus. Seperti Paulus, dalam penjara justru berkata, "Bersukacitalah senantiasa di dalam Tuhan." Dia tidak menggerutu, justru dia berkata penahanan ini justru adalah hal yang positif, dia bisa membawa Injil Tuhan ke dalam penjara dan kita tahu itulah yang terjadi pada akhirnya.
GS : Berarti perintah Tuhan dari Filipi 4:4, bukan sesuatu yang mustahil untuk dilakukan di tengah-tengah keluarga kita, Pak?
PG : Betul sekali, kalau tak mustahil dilakukan Paulus didalam penjara, apalagi dilakukan oleh kita di dalam keluarga sendiri.
GS : Terima kasih banyak Pak Paul, untuk perbincangan ini semoga kita menjadi orang-orang yang selalu bersukacita dalam Tuhan. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Bersukacita dalam Tuhan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.