Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerja sama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Daniel Iroth akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini adalah tentang "Anakku Gay". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
DI : Pak Sindu, tema tentang "Anakku Gay" ini sesuatu yang menarik karena banyak orang yang mengalami pergumulan anak-anaknya suka sesama jenis. Saya mengingat satu peristiwa di Surabaya ada seorang anak yang disekolahkan ke Amerika lalu ketika pulang selesai dari sekolah ternyata dia menjadi gay. Kalau menurut Pak Sindu, bagaimana orangtua bisa mengetahui kapan anak itu atau mengetahui anaknya menjadi gay ?
SK : Ya. Umumnya memang sifatnya tidak terduga, Pak Daniel. Adakalanya orangtua semacam menangkap basah anak tersebut. Kalau era yang lalu mungkin orangtua mendapati dari koleksi majalah yang dimiliki sang anak, ternyata kok majalah-majalahnya tentang sesama lelaki, majalah yang tidak umum. Atau juga ketika orangtua menyelidiki surat-surat yang ada di dalam koleksi kamar anaknya, terlihat lho kok surat menyurat sesama lelaki pakai kata cinta-cintaan. Atau kalau era sekarang mungkin dari foto-foto yang tersimpan di handphone anak tersebut. Jadi, tidak terduga.
DI : Jadi, kalau orangtua sudah mengenali anak sudah mulai ke arah sana tentu orangtua perlu merespons, apakah anak ini sudah menjadi gay atau tidak melalui media-media yang mereka lihat itu.
SK : Iya. Tapi memang seperti saya katakan ini tidak terduga. Jadi, tidak kentara pada umumnya. Tidak kentara tapi memang ketika anak itu sendiri untuk beberapa peristiwa dialah yang mengakui ke orangtuanya karena dia merasa sudah mulai diarahkan untuk, "Mana pacarmu ? Ayo dijodohkan. Ayo kamu jadian, PDKT-lah. Kamu ‘kan laki-laki." Tapi anak itu mungkin lama-lama terganggu atau mungkin dia tidak ingin ada konteks didorong untuk menikah atau dia ingin kebebasan yang lebih besar untuk menjadi diri sendiri maka dia mengungkapkan kepada salah satu atau kedua orangtuanya, mengakui bahwa "Aku gay" atau untuk yang wanita, "Aku lesbi, Mama."
DI : Kalau boleh mengulas secara singkat, apa yang membuat anak itu menjadi gay? Mungkin kita sudah pernah membicarakan hal itu tapi kalau boleh disingkat apa yang menjadi penyebab anak menjadi gay, Pak Sindu?
SK : Ya. Ketertarikan sejenis itu muncul secara mendasar di dalam fase 0 – 12 tahun. Itu titik kritisnya. Dimasa 12 tahun pertama kehidupan anak itu ketika dia tidak mendapatkan peneguhan dari kedua orangtuanya- peneguhan berupa rasa aman dari pernikahan yang baik yang hangat dari kedua orangtuanya dan proses pembapakan dan pengibuan dari kedua orangtuanya yang meneguhkan jati diri seksualnya. Kalau anak itu tidak mendapatkan di 12 tahun pertama sangat mungkin saat memasuki masa akil balig, masa remaja, masa ABG, sudah sebuah modal untuk tertarik sejenis. Itu pondasi dasarnya.
DI : Kemudian kalau orangtua mengetahui anaknya gay atau lesbian, biasanya apa respons yang orangtua punya ?
SK : Umumnya bisa kita duga ya. Sangat terkejut. Sangat terpukul. Dan umumnya, apalagi kalau anak itu memang kedapatan juga aktif secara seksual, artinya sudah melakukan hubungan seks sejenis – laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan – umumnya orangtua menanggapi secara reaktif.
DI : Lalu sikap apa yang anak biasa lakukan ketika dia diketahui sebagai gay oleh orangtuanya?
SK : Ketika diketahui, kalau dia ketahuannya ketangkap basah tentu anak itu yang merasa ketakutan ya. Ketakutan dan memang apalagi kalau orangtua minim pemahamannya yang menyeluruh tentang dinamika ketertarikan sejenis ini. Jadi, orangtua tidak memahami bagaimana dan seperti apa ketertarikan sejenis itu, tidak memahami secara menyeluruh. Dan kalau orangtua sudah punya label atau pencitraan negatif yang dikenakan kepada kaum yang tertarik sejenis, "Wah ini seperti kena HIV/AIDS, ini kena penyakit menular, ini aib besar buat keluarga!" Nah, rata-rata orangtua reaktif, akan sangat marah, apalagi dalam konteks tertentu beberapa ayah karena merasa malu, merasa dipermalukan, harga diri jatuh dan tidak siap, akhirnya untuk mendapati fakta bahwa anaknya gay atau lesbi sehingga mereka berpikir, "Apa kata dunia? Aku dikatakan orangtua macam apa? Aku pasti akan dicap orangtua yang tidak becus mendidik anak-anaknya."
DI : Ya. Ternyata itu tidak hanya menghantam anak. Tetapi kondisi anak yang gay atau lesbian itu ternyata juga menghantam harga diri orangtua juga ya ketika tahu anaknya gay atau lesbian.
SK : Betul. Akhirnya kondisi seperti ini membuat beberapa anak memilih untuk meninggalkan rumahnya, meninggalkan kota asalnya, termasuk kuliahnya. "Sudahlah. Aku tidak mau terpasung. Tidak mau tertekan dan ditekan terus menerus." Dia lari ke kota lain untuk bekerja, minimal untuk cari tempat tinggal. Dia ‘kan sudah punya jaringan teman-teman di kota lain yang senasib sepenanggungan sebagai kaum ketertarikan sejenis. Tetapi beberapa yang lain tetap tinggal di rumah orangtua karena merasa masih bergantung secara ekonomi, apalagi kalau orangtuanya sangat kaya.
DI : Anak pun akhirnya mempunyai respons yang berbeda-beda ya. Apakah mereka meninggalkan rumah karena malu atau mereka karena tidak bisa membiayai diri sendiri akhirnya masih bergantung dengan orangtuanya atau tetap tinggal meskipun dalam kondisi mereka diketahui sebagai gay. Kira-kira apa respons yang salah dari orangtua ketika tahu bahwa anaknya gay atau lesbian? Atau maksudnya respons ini tidak memberikan pertolongan.
SK : Respons itu bisa berupa orangtua memaksakan kehendaknya dengan maksud supaya anak-anaknya sembuh. Dianggapnya ketertarikan sejenis itu seperti penyakit yang bisa disembuhkan sehingga di antaranya, yang pertama orangtua mungkin menyuruh anak ini aktif di kegiatan-kegiatan yang identik dengan gender tertentu. Misalnya, "Kamu laki-laki. Kenapa kamu tertarik sesama laki-laki? Ayo, mulai hari ini mama minta kamu ikut olahraga bela diri, kungfu, wushu, silat, karate atau tinju." Atau "Ini wanita kok tertarik sesama wanita? Memang sih kamu terlalu maskulin. Ayo, ikut kursus kecantikan. Kursus kepribadian untuk tampil menarik sebagai wanita. Kursus memasak." Ada yang demikian.
DI : Mereka berharap dengan anak-anak itu mengikuti kegiatan-kegiatan yang bersifat maskulin atau feminin itu bisa menyembuhkan. Harapan orangtua itu seperti itu ya.
SK : Ya. Ada lagi orangtua yang kemudian memaksakan anaknya untuk menikah! Dicarikan jodohnya, "Sudahlah kamu tidak usah bingung pasanganmu siapa. Papa mama yang carikan! Kalau sudah nikah pasti beres. ‘Kan berhubungan seksual dengan lawan jenis. Nanti punya anak. Nanti ‘kan sebagai laki-laki kebapakannya akan muncul. Sebagai wanita naluri keibuannya akan muncul dan kamu akan sembuh." Bahkan saya pernah membaca ini disayembarakan. Wah, ini di sebuah negara orangtuanya konglomerat. Disayembarakan, "Siapa yang mau menikahi anak perempuan saya yang lesbian, saya akan bayar sekian dollar. Anak saya lesbian. Siapa yang bisa menikahi, yang mau, saya akan limpahkan harta warisan yang luar biasa." Jadi, sampai sejauh itu.
DI : Ya. Saya tahu ada kasus gay menikah dengan wanita akhirnya berakhir dengan perceraian atau berpisah. Menurut saya itu merugikan. Merugikan orang lain, merugikan pasangan yang kita minta untuk menikah dengan anak kita yang gay.
SK : Betul, Pak Daniel. Itu sebuah pernikahan gadungan. Karena memang esensinya bukan soal menikah tapi soal naluri yang sudah bersifat seperti menetap dalam diri pribadi tersebut, baik yang tertarik sesama lelaki atau yang sesama perempuan. Dalam hal ini ada yang berpikir karena memandang ketertarikan sejenis ini sebagai suatu penyakit, maka dibawa kepada dokter. Dokter medis, dokter otak, dokter syaraf. "Tolong, Dokter. Supaya bisa diberi obat atau suntikan tertentu." Tapi dokter pasti mengerti dan akan angkat tangan, karena tidak mungkin. Sebaliknya ada yang dibawa ke KKR Kesembuhan Ilahi. Dibawa ke pendeta-pendeta yang dikenal seperti memiliki kekhususan pelayanan pelepasan.
DI : Apakah ini bisa menolong, Pak Sindu? Maksudnya apakah bisa sungguh-sungguh melepaskan kalau orang ikut KKR, didoakan untuk pelepasan, apakah semua ini bisa menolong atau maksud saya betul-betul menyelesaikan masalah, Pak Sindu?
SK : Sayang seribu sayang memang tidak bisa, Pak Daniel. Ada anggapan oh ini ada roh gay, roh lesbi, roh homoseksual. Tidak bisa. Itu bukan soal kerasukan setan, orang yang mengalami ketertarikan sejenis. Ini soal kesembuhan Ilahi ya tentu kita tetap memercayai adanya mujizat, tetapi secara manusia kemungkinan itu kecil. Karena itu sudah menjadi bagian dari struktur jiwa, struktur kepribadian dari orang tersebut untuk mengalami ketertarikan sejenis.
DI : Saya melihat respons orangtua dalam menolong anak mereka baik membawa mereka olahraga, mereka didoakan, ini lebih kepada untuk menutupi saja, atau lebih kepada luarnya saja, atau bersikap dari luar saja penyelesaiannya. Tidak sungguh-sungguh dari dalam.
SK : Benar. Maka dibutuhkan respons yang benar, cara menanggapi yang tepat untuk menghadapi fakta ketika kita mengetahui bahwa anak kita adalah seorang gay atau lesbian.
DI : Oke. Kalau begitu menurut Pak Sindu kira-kira respons yang benar yang orangtua perlu punyai kalau tahu anak mereka gay atau lesbian, apa yang mereka perlu miliki?
SK : Yang pertama, BUANGLAH KEMARAHAN KEPADA ALLAH AGAR TIDAK TERTUMPAH KEPADA SANG ANAK ATAU PADA PASANGAN KITA. Dengan demikian kita akan bisa menghadapi anak dengan hati yang lapang dan pikiran yang cukup jernih.
DI : Apa bentuk yang lebih riil dari membuang kemarahan kepada Allah itu, Pak Sindu?
SK : Ya kita datang kepada Allah di dalam doa kita secara pribadi. "Tuhan, aku sangat kaget. Aku sangat terpukul tahu bahwa putraku seorang gay. Aku tidak bisa terima ini, Tuhan. Kenapa ini terjadi padaku? Tapi aku mau datang kepada-Mu, Bapa. Engkau adalah sandaranku. Aku mau lepaskan amarahku. Aku mau lepaskan kepahitanku. Aku mau lepaskan rasa sesalku. Aku mau datang kepada-Mu. Aku mau berdiam di hadapan-Mu. Mari Tuhan, aku mau lepaskan ikatan kemarahan ini, ikatan kepanikan ini, aku mau menerima roh damai sejahtera dari-Mu." Jadi, secara sadar dan sengaja kita orang tua yang sedang panik, panik itu manusiawi, tetapi langkah berikutnya adalah pilihan kita. Apakah kita terbakar dengan rasa panik dan amarah, artinya kita reaktif melabrak anak kita, pasangan kita dan membuat masalah semakin runyam, atau kita memilih yang benar, yaitu datang kepada Allah mengakui amarah, kekagetan kita, menyerahkan kepada Allah, mengundang Allah hadir untuk memberi damai dan kita melanjutkan dengan langkah yang tepat.
DI : Berarti sangat baik sekali kalau orangtua bisa mengungkapkan perasaan marahnya, kepanikannya, segala emosi negatifnya kepada Tuhan ya.
SK : Tepat, Pak Daniel.
DI : Lalu mengapa itu sangat perlu, Pak Sindu? Mengapa mengungkapkan emosi negatif kepada Allah itu berguna sekali buat orangtua?
SK : Itu menolong karena Dialah pribadi yang menjadi andalan yang sejati. Sejak awal mari libatkan Allah. Jangan jadikan Allah ban serep. Sedari awal. Dan sejalan dengan itu, Pak Daniel, langkah yang kedua mari CARI REKAN-REKAN UNTUK KITA MENCURAHKAN ISI HATI DAN MENERIMA DUKUNGAN. Kita datang kepada orang-orang yang cukup aman untuk kita, khususnya saudara-saudara seiman kita, kepada rekan-rekan di persekutuan atau di gereja. Atau juga kita bisa datang kepada konselor-konselor yang kita tahu atau kita kenal. Kita mencurahkan juga isi hati kita untuk kita menerima respons dukungan dari teman, sahabat, rekan seiman, dari konselor.
DI : Saya pikir melibatkan Tuhan itu sebagai sesuatu yang bijaksana sekali. Pak Sindu juga menyebutkan kita melibatkan orang lain untuk menolong kita jika kita mempunyai problem ini. Apa manfaatnya kita melibatkan orang lain? Mengapa orangtua perlu melibatkan orang lain dalam pergumulan anaknya yang gay atau lesbian?
SK : Pertanyaan yang baik, Pak Daniel. Karena memang pada dasarnya secara kultur budaya kita menganggap itu aib, noda, cela, buat apa dibuka. Tapi justru inilah prinsip kebenarannya bahwa Allah merancang kita tidak menjalani hidup seorang diri semata tapi dalam komunitas dalam tubuh Kristus. Jadi, di dalam Kristus ada kasih, ada dukungan, ada tangisan airmata, ada saling mendoakan, saling menyembuhkan. Mari kita ubah konsep kita tentang berkomunitas tentang tubuh Kristus ini. Justru dengan kita membagikan pergumulan kita kepada Allah dan kepada tubuh Kristus, kita sedang menggenapi apa yang Allah maksudkan. Karena kalau kita semakin menutup diri, tekanan jiwa kita akan semakin besar, potensi untuk gelap mata, salah langkah, salah urus akan semakin besar, masalah yang ada akan semakin besar dan mendalam. Tapi kalau kita sedari awal melibatkan Allah dan tubuh Kristus, masalah itu lebih mungkin akan semakin kecil dan kita akan bisa mengambil langkah-langkah berikut yang tepat.
DI : Sangat bersyukur Tuhan memberi kita tubuh Kristus atau orang-orang yang bisa dipercaya atau bisa menolong ya. Mereka merupakan modal atau asset yang luar biasa untuk menolong orangtua-orangtua yang mengalami pergumulan dalam hal ini.
SK : Yang ketiga, langkah respons yang benar adalah JAGA KOMUNIKASI TETAP TERBUKA DENGAN ANAK. Ketika anak sudah membuka diri atau ketika kita menangkap basah dan memperjelas dan anak itu mengakui bahwa dia tertarik sejenis, maka langkah ketiga adalah pertahankan keterbukaan. Sekalipun ini menyakitkan, jangan tutup jembatan komunikasi ini, malah pertahankan dan semakin lapangkan. Jadilah pendengar yang baik kenapa anak kita demikian, sejak kapan, apa yang melatarbelakangi, apa yang selama ini dilakukannya berkenaan dengan kehidupan ketertarikan sejenis ini dan sebagai orangtua mari hindari perdebatan. Buatlah sang anak cukup aman untuk dapat bercerita dengan leluasa.
DI : Tentu sangat bermanfaat ya jika anak bisa menceritakan pergumulan-pergumulan mengapa dia gay kapan dia gay. Menurut Pak Sindu apa manfaatnya komunikasi yang tetap terbuka dengan anak itu? Keuntungan apa yang didapat oleh orangtua kalau komunikasinya terus berjalan?
SK : Dengan komunikasi yang tetap terbuka kita akan lebih memahami kondisi anak kita dengan lebih mendalam dan menyeluruh. Anak kita gay, anak kita lesbian. Itu sebuah kebenaran. Tapi baru sepotong. Sejak kapan, bagaimana dia demikian dan apa yang selama ini dia rasakan? Kalau kita bisa memahami maka kita akan bisa menangani langkah berikutnya dengan lebih tepat. Tidak bisa seorang dokter buru-buru, "Oh kamu sakit ya? Minum obat ini ya." Lho, lho, lho, loh? Belum tanya, belum mendiagnosis, sudah langsung memberi resep. Sesat ini ya. Malpraktek. Sama. Orangtua ketika menghadapi anaknya dalam masalah, mari dengar dulu, pahami sudut anak kita dan baru kita menetapkan langkah berikutnya. Dan jangan lupa masalah ketertarikan sejenis bukan sekadar masalah sakit penyakit, tapi masalah jati diri, masalah kemanusiaan. Dengan mendengar, berkomunikasi yang baik dan empatik membuat kemanusiaannya hadir dan jalan untuk proses penanganan yang berikutnya akan lebih tepat.
DI : Kecenderungan ketika orangtua mendengar itu, reaksi mereka bisa reaksi yang salah. Tapi kalau kita mau kembali kepada Tuhan, kira-kira apa yang firman Tuhan beri nasihat tentang hal ini Pak Sindu?
SK : Saya bacakan dari Filipi 2:2, "Karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan." Bagian firman Tuhan ini menegaskan kepada kita bahwa Allah menghendaki kita memberi diri kepada tubuh Kristus satu kesatuan, satu hati, satu jiwa, satu tujuan. Jadi, termasuk ketika kita mengalami kemalangan karena mengetahui anak kita mengalami ketertarikan sejenis, maka mari kita memberi diri kepada tubuh Kristus untuk membuka dan kalau kita sebagai tubuh Kristus yang lain mendengarnya, kita pun pasti akan kaget, Pak Daniel. Tapi mari kita tidak berhenti pada rasa kaget dan kemudian menghakimi, tapi dari rasa kaget mari kita kembali kata firman Tuhan "sehati sepikir", kita turut berempati, turut berduka, turut merasakan, bersedia mendengar, mendukung keluarga tersebut di tengah kemalangannya.
DI : Ya. Begitu indah sekali Tuhan menyediakan tubuh Kristus untuk boleh menolong. Tidak hanya Tuhan sendiri menolong tapi Tuhan juga menyediakan tubuh Kristus untuk menolong kita. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang topik "Anakku Gay" bagian pertama. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.