[memilih_karier_1] =>
Lengkap
Hidup Tanpa Penyesalan -"Memilih Karier"
oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari seri Hidup Tanpa Penyesalan dan kali ini kami memilih tema"Memilih Karier". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Hampir semua orang, baik pria maupun wanita yang sudah cukup dewasa pasti akan bekerja. Tetapi memilih pekerjaan bukan sesuatu yang mudah, kadang-kadang latar belakang pendidikan kita tidak sama dengan apa yang kita kerjakan atau karier yang harus kita tempuh dan itu seringkali menimbulkan penyesalan pada hari tuanya. Tapi kalau tidak bekerja juga akan tetap menyesal dan ini bagaimana, Pak Paul ?
PG : Jadi memang betul bahwa pemilihan karier kalau keliru seringkali nantinya membuahkan penyesalan dan masalahnya adalah setelah kita melewati usia tertentu kita sukar sekali kembali untuk bia mengubah arah karier kita.
Jadi benar-benar karier seperti membangun rumah mulai dari fondasi, membangun tiang-tiangnya kemudian membangun tembok dan sebagainya. Begitu rumah itu selesai baru kita sadari bahwa ada masalah pada fondasinya dan sebagainya, maka akan sulit bagi kita untuk mengubahnya. Jadi kita bisa mengakui bahwa ini adalah hal yang penting, jangan sampai akhirnya kita membuat kesalahan yang kita sesali seumur hidup.
GS : Sebenarnya yang menjadi alasan utama seseorang bisa menyesal karena salah memilih karier itu apa, Pak Paul ?
PG : Sudah tentu ada banyak penyebab kenapa kita mengambil arah yang keliru dalam pemilihan karier namun pada dasarnya satu penyebab yang acapkali mendasari kekeliruan kita adalah kita terlalu ersemangat untuk memerbaiki hidup.
Kita tidak bisa menyangkali bahwa kita ini memilih karier supaya kita bisa memerbaiki hidup kita, ada yang ingin memerbaikinya secara moneter atau keuangan, atau ada juga yang ingin memerbaikinya secara kwalitas. Akhirnya karena terlalu bersemangat, menggebu-gebu untuk memerbaiki kehidupan kita, kita terjun memilih karier. Kadang-kadang dalam ketergesaan itulah kita melakukan kesalahan.
GS : Tapi di sekeliling kita dalam kehidupan kita sehari-hari kita selalu ditekan untuk selalu berkarier dengan lebih bersemangat, mencapai target yang ditentukan, akhirnya mau tidak mau orang terdorong untuk bersemangat.
PG : Betul sekali. Sudah tentu semangat untuk bekerja adalah hal yang baik, namun kita harus bijaksana dalam menentukan langkah-langkah kita. Jangan karena kita terlalu cepat berjalan, kita malh terantuk dan jatuh.
GS : Kalau kita mau merinci satu-satu, hal-hal apa yang membuat seseorang terlalu bersemangat untuk memerbaiki kehidupan, Pak Paul ?
PG : Ada beberapa yang dapat saya utarakan, yang pertama adalah sebagian kita memang ingin cepat kaya. Misalnya kita juga harus akui dengan bertambahnya penekanan pada materi dan keberhasilan fnansial maka makin banyak orang termotivasi untuk mendapatkan lebih banyak uang dalam waktu sesingkat mungkin.
Masalahnya adalah kadang-kadang kita bertindak gegabah, begitu melihat peluang kita langsung menabraknya dan tidak mengindahkan rambu-rambu peringatan. Akhirnya kita menetapkan karier bukan atas kesukaan dan kesanggupan kita melainkan atas prospek uang yang nantinya akan dihasilkan. Itu yang seringkali menjadi penyebab akhirnya kita malah jatuh.
GS : Memang orang bekerja untuk mencari uang. Dan bagaimana kita bisa membedakan saya terlalu cepat ingin kaya atau cukup-cukup atau terlambat, untuk membedakannya sulit.
PG : Memang Alkitab berkata kita harus hati-hati dengan kekayaan. Jadi jangan sampai kekayaan menjadi motivasi utama kenapa kita ingin memilih karier tertentu. Sudah tentu bila arah karier memag sesuai dengan kesukaan dan kesanggupan kita maka tidak masalah, namun kalau tidak sesuai akhirnya kita malah menuai masalah dan kita mungkin terseok-seok karena terlalu memaksakan dan tidak jarang keputusan ini malah menjerumuskan keluarga ke lubang hutang dan kebangkrutan.
Namun walaupun arah karier sesuai dengan kesukaan dan kesanggupan, kita tetap harus berhati-hati dalam pengambilan keputusan sebab segala sesuatu harus dipertimbangkan, tidak tentu sesuatu yang baik adalah baik atau cocok untuk dilakukan.
GS : Kalau kita mencari pekerjaan atau meniti suatu karier menunggu sesuai dengan kesukaan dan kesanggupan kita, bisa-bisa tidak bekerja, Pak Paul.
PG : Sudah tentu pada akhirnya nanti kita juga harus realistik dan melihat kondisi kita, kebutuhan kita. Kalau itu yang harus kita kerjakan untuk menunjang kehidupan kita sekarang ini maka kitaharus lakukan dan kita tidak bisa berkata,"Ya sudah saya menunggu saja sampai pekerjaan yang sesuai dengan kesanggupan dan kesukaan kita tiba", tidak ! Jadi kita harus realistik sebab sekali lagi ada orang yang mungkin bergantung pada kita untuk kita cukupi kebutuhannya.
GS : Justru orang-orang yang mencari pekerjaan atau karier yang sesuai dengan kesukaan dan kesanggupannya, itu justru yang tidak selalu menekankan pentingnya uang. Artinya mereka mau dibayar berapa saja asalkan yang penting mereka menikmati kerjanya. Jadi bukan untuk mencari uang. Dan justru orang yang menabrak pekerjaan apa saja, itu kadang-kadang motivasinya adalah karena uang.
PG : Betul. Jadi dalam pemilihan kita harus berhati-hati dan sedapatnya kita tidak langsung tabrak, tapi kita harus cocokkan dengan kesanggupan dan kesukaan kita. Satu lagi yang harus saya tekakan adalah kita juga harus memikirkan dampaknya pada pasangan atau anak, sebab kadangkala karena kita mau mendapatkan karier tertentu, misalkan kita memutuskan untuk pindah maka kita harus mencabut keluarga kita dari tempat tinggalnya dan mencabut anak-anak dari sekolah atau lingkungannya itu berarti anak-anak atau istri atau suami kita nantinya harus menanggung beban tambahan.
Faktor ini pun perlu dipertimbangkan supaya jangan sampai kita mengorbankan orang yang kita kasihi karena kita ingin cepat kaya, jadi kita harus selalu pikirkan dampak pada keluarga kita pula.
GS : Bagaimana kalau justru keluarga yang mendorong kita ? Jadi ada suami yang didorong oleh istrinya untuk bekerja di luar kota demi mendapatkan penghasilan yang lebih banyak, istrinya berkata,"Tidak apa-apa kamu tinggalkan saya, anak-anak saya yang mengurusi, kamu kerja di luar kota saja".
PG : Kalau memang itu adalah kebutuhan dan tidak ada lagi pekerjaan yang lain maka sudah tentu hal ini dapat ditoleransi. Tapi misalkan dia tidak harus bekerja di luar kota, tidak harus meningktkan kondisi ekonominya, tapi itu adalah desakan pasangannya, saya kira lebih baik kita berkata dengan tegas bahwa,"Tidak, karena bagaimana pun juga nanti dampaknya besar pada anak-anak dan sebagainya".
Jadi kadang kita juga harus bersikap tegas terhadap desakan pasangan kita kalau kita tahu itu tidak benar.
GS : Jadi motif untuk mencari uang atau harta sebanyak-banyaknya dalam hal ini kurang tepat, begitu Pak Paul ?
PG : Betul sekali, Pak Gunawan.
GS : Apakah ada alasan yang lain, Pak Paul ?
PG : Alasan yang lain adalah kita kadang terlalu cepat ingin berkembang. Berbeda dengan motivasi yang ingin cepat kaya yang baru saja kita bahas, keinginan untuk mengembangkan diri, tidak selal bermuatan finansial maksudnya bukan karena ingin kaya, tapi ingin memaksimalkan potensi yang ada.
Mungkin kita sudah tidak betah berada di posisi di mana kita berada, sebab kita tidak dapat mengaktualisasikan kemampuan, itu sebabnya kita berusaha untuk mencari kesempatan lain yang dapat memberi kita ruang untuk pengembangan diri meskipun saya tahu ini adalah hal yang wajar, tapi kita harus bersikap bijaksana agar tidak menuai penyesalan di kemudian hari. Misalnya ada orang yang terlalu menggebu untuk mencari kesempatan sehingga akhirnya melalaikan tanggung jawabnya kepada keluarga. Atau yang seringkali terjadi, ada orang yang akhirnya menghabiskan uangnya sehingga tidak ada lagi uang yang tersisa untuk kebutuhan keluarganya. Akhirnya waktu misalnya kebutuhan mendesak kita tidak bisa mengatasinya. Jadi hati-hati dengan keinginan untuk mengembangkan diri atau mengaktualisasi potensi kita. Jangan sampai kita gelap mata dan menghabiskan semua yang kita miliki untuk pengembangan diri atau usaha dan sebagainya. Kita selalu harus pikirkan dampaknya pada orang di sekitar kita.
GS : Tapi sebenarnya ini sama bentuknya dengan yang pertama yaitu keserakahan dengan materi atau uang, tapi yang ini dengan kepuasan pujian dan sebagainya.
PG : Betul. Maka tadi di awal kita sudah menyimpulkan bahwa tema utama kenapa banyak orang yang melakukan hal-hal yang keliru dalam pemilihan karier, karena terlalu bersemangat ingin memerbaikikehidupannya baik itu kepentingan pribadi, baik itu keuangan.
Jadi gara-gara terlalu bersemangat menekankan pada kepentingan sendiri, itulah akibatnya.
GS : Tapi itu biasanya dilatar belakangi dengan masa lampau dari seseorang, entah dia ingin cepat kaya atau entah dia mau memaksimalkan potensi dirinya, itu sangat erat kaitannya dengan masa lalunya, Pak Paul.
PG : Betul sekali. Jadi memang kalau di masa lampau kita kenyang menjadi objek cercaan, tertawaan, ejekan, hinaan karena misalnya keluarga kita kurang mampu. Atau kita dianggap tidak bisa apa-aa, bodoh dan sebagainya kadang-kadang desakan untuk membuktikan diri itu menjadi sangat kuat, yang akhirnya mau membuktikan bahwa saya bisa, mampu, bisa kaya, bisa mengembangkan hidup saya.
Akhirnya desakan itu kalau tidak hati-hati memang bisa menyesatkan kita. Kita kehilangan akal sehat dalam pertimbangan malahan menjerumuskan diri kita dan keluarga kita ke lubang yang dalam.
GS : Di samping itu lingkungan juga sangat kuat memengaruhi gaya hidup kita sehingga kita harus kaya, harus bisa mengekspresikan kemampuan kita secara maksimal. Itu adalah dorongan dari lingkungan.
PG : Tepat sekali. Jadi ada kelompok masyarakat tertentu yang sangat menekankan keberhasilan seperti ini. Bahkan satu hal juga yang memang kita harus camkan adalah tekanan dari keluarga. Jadi msalnya orang tua kita adalah orang tua yang telah menikmati keberhasilan secara ekonomi, maka besar sekali kemungkinan mereka akan menuntut anak-anaknya untuk bisa sesukses mereka dan untuk bisa seperti mereka mengembangkan sayapnya.
Kalau kita kebetulan tidak seperti yang orang tua kita harapkan, maka sudah tentu kita akan menjadi sangat tertekan, dan kalau tidak hati-hati kita malah terjeblos karena ingin membuktikan diri kepada orang tua bahwa kita pun sanggup untuk mengembangkan diri.
GS : Bentuk yang lain tentang terlalu bersemangat untuk memerbaiki kehidupan ini apa, Pak Paul ?
PG : Ada orang yang terlalu cepat ingin bersumbangsih, memang saya akui bahwa sumbangsih membuat kita merasa berguna dan berharga. Saya pernah berbicara dengan seseorang yang baru lulus dari seuah sekolah dan langsung mengatakan,"Saya nanti ingin melatih orang-orang yang dalam bidangnya" saya yang mendengarnya sedikit terkejut karena dia tidak memiliki pengalamannya dan dia baru lulus tapi dia berpikir terlalu muluk ingin memberi sumbangsih lewat kariernya, masalahnya adalah sumbangsih mesti sesuai dengan kebutuhan yang ada dan juga kesiapan diri kita, karena kadang-kadang karena kita ingin terlalu cepat bersumbangsih kita malah meninggikan diri dan menempatkan diri di atas orang lain, padahal kita masih tergolong baru di bidang yang digeluti sekarang dan belum memiliki kesiapan untuk memberi sumbangsih kepada orang lain.
Atau adakalanya kita pun menggebu memberi sumbangsih padahal tidak ada kebutuhan itu, kita ingin memberi dan mengajak orang untuk mendengarkan kita atau menerima apa yang ingin kita sumbangsihkan tapi masalahnya tidak ada kebutuhan. Akhirnya kita kecewa kenapa orang tidak menghargai apa yang kita berikan dan setelah kita mengeluarkan banyak tenaga untuk itu akhirnya tidak ada hasilnya dan kemudian kita menjadikan itu sebagai bahan penyesalan.
GS : Apakah orang-orang yang seperti ini yang disebut idealis, Pak Paul ?
PG : Kadang-kadang ada orang yang idealis, jadi menganggap dirinya yang paling ahli atau dia yang paling tahu cara mengerjakan sesuatu dengan paling tepat dan sebagainya. Jadi saya kira ini adaah sesuatu yang kita harus camkan yaitu kita mesti belajar sebelum memberi sumbangsih.
Jangan sampai keangkuhan menyelinap masuk dan menggelapkan mata, mungkin karena angkuh kita tidak mau berada di bawah orang atau bekerja untuk orang lain, kita langsung mau menjadi atasan atau menjadi orang yang membina orang lain. Masalahnya adalah kita tidak bisa melakukan hal-hal itu kalau kita sendiri belum memiliki bekal pengalaman yang cukup.
GS : Mungkin karena faktor pendidikan yang dia terima dan dia melihat bahwa ini harus disampaikan kepada orang lain untuk menolong orang lain, padahal dia tidak punya pengalaman sehingga orang yang mau diberi sumbangan itu menolak karena tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan.
PG : Betul dan seringkali kita terdorong untuk buru-buru memberikan koreksi, memberitahukan cara yang benar. Tapi masalahnya adalah kita harus ketahui terlebih dahulu mengapa mereka sampai mengunakan cara yang mereka gunakan selama ini, sebab bisa jadi ada alasan tertentu yang tidak kita ketahui sebelumnya.
Jadi jangan buru-buru kita ingin menghapuskan atau menerapkan apa yang kita anggap benar. Jadi jangan sampai kita memilih karier untuk memberikan binaan kepada orang, sebab kitalah yang paling tahu cara melakukan pekerjaan kita.
GS : Justru seringkali orang-orang yang seperti ini gagal di tengah jalan dan dia bisa putus asa dan kecewa karena dia sudah berniat baik mau menolong, memberi tapi ditolak.
PG : Ada orang yang seperti itu, saya lihat dia begitu bergebu-gebu mau mengajarkan orang, namun akhirnya setelah bertahun-tahun saya tidak melihat mereka lagi dan mereka akhirnya benar-benar trkubur dalam hal yang mereka kerjakan.
Jadi kesalahan pertama mereka adalah terlalu ingin cepat bersumbangsih buat orang lain. Padahal mereka belum memiliki kesiapan untuk itu dan orang lain belum tentu membutuhkan sumbangsih mereka.
GS : Dalam hal ini sebenarnya tidak terkait dengan harta atau finansial. Orang seperti ini tidak dibayar pun mau asal ada orang yang mendengarkan dia.
PG : Betul sekali. Jadi memang motivasinya bukanlah uang, tapi ingin berbuat sesuatu untuk orang lain, mungkin ada juga yang tersisipi dengan kebutuhan akan pengakuan tapi memang alasan utamany bukanlah uang namun masalahnya adalah orang belum tentu membutuhkan apa yang diberikannya itu.
GS : Karena motivasinya bukan uang maka ini bisa masuk di dalam gereja atau organisasi yang nirlaba sekalipun.
PG : Betul. Jadi hal seperti ini sering terjadi misalnya di dalam gereja atau pelayanan karena mereka datang bukan untuk mengejar uang, tapi ingin memberi sumbangsih akhirnya mencoba mengajarka orang dan sebagainya.
Sedangkan cara seperti ini telah dilakukan selama ini dan tidak ada hasilnya. Kita mau merombak, akhirnya yang terjadi justru friksi atau ketegangan dan kita merasa kecewa karena apa yang kita lakukan tidak dihargai.
GS : Faktor lain lagi yang sering membuat orang kecewa pada akhir kehidupannya itu di dalam hal berkarier apa, Pak Paul ?
PG : Ada orang yang ingin lari dari kegagalan, maksudnya adakalanya kita memilih karier karena kita ingin lari dari kegagalan. Mungkin kita pernah mencoba melakukan sesuatu namun menemui jalan untu, akhirnya kita ingin lari dari kenyataan dan memilih karier lain sebagai jalan keluar dari masalah.
Tidak jarang pemilihan karier seperti ini hanya seumur jagung, namun dalam perjalanannya korban dan kerugian berjatuhan. Saya menyadari bahwa kegagalan memang membuat kita tidak nyaman, tapi kita harus berhati-hati agar tidak gegabah memilih karier yang lain, mungkin ada baiknya sebelum memutuskan merintis karier baru kita harus mengecek ulang penyebab kegagalan. Adakalanya kegagalan bukanlah pertanda bahwa karier kita selamanya gagal. Kadang kegagalan masih dapat diperbaiki, sehingga kita tidak langsung harus memilih karier yang lain, tapi intinya pada dasarnya kita harus berbesar hati mengakui apa yang telah terjadi dan tidak malu untuk mengakui kegagalan. Dari sinilah kita kemudian memulai kembali.
GS : Ini dibutuhkan ketekunan dan ketabahan. Ada banyak orang yang cepat berhenti karena tidak tahan dengan kegagalan yang dialaminya, Pak Paul.
PG : Betul sekali. Tapi sebetulnya sebelum buru-buru lompat keluar kita harus menyadari di manakah letak kegagalan, sebab seringkali kalau kita dapat menemukan letak kegagalan dan dapat mengoresinya, justru kita menjadi lebih ahli dalam bidang kita, dibandingkan sebelumnya.
Dan ini yang dibuktikan oleh percobaan Thomas Alfa Edison sampai berapa ratus kali dia mengadakan eksperimen yang gagal sebelum akhirnya dia menemukan eksperimen yang berhasil menciptakan listrik itu.
GS : Tapi dia sendiri berpendapat bahwa itu bukanlah kegagalan, tapi dia menganggap ini adalah salah satu cara yang belum menghasilkan.
PG : Dan bagi dia"kegagalan" justru membawa dia sedikit lebih dekat dengan keberhasilan.
GS : Mengapa ada sebagian orang yang memang takut akan kegagalan, Pak Paul ?
PG : Saya kira semua orang takut akan kegagalan, tapi yang terlebih takut adalah sudah tentu orang yang misalnya banyak tanggungannya sebab waktu dia gagal maka resikonya besar untuk orang-oran yang ditanggungnya.
Yang kedua adalah ada orang yang memang sangat memedulikan penilaian orang lain terhadap dirinya, sehingga dia takut kalau dia gagal maka orang akan mencibir, tidak lagi memandang atau menghargainya, sehingga dia tidak bisa menerima kegagalan daripada dia mengakui kalau dia gagal, maka lebih baik dia berhenti dan melompat ke karier yang baru.
GS : Ada orang yang karena gagal lalu tidak berani mencoba lagi.
PG : Betul. Memang ada yang tidak berani mencoba lagi, tapi saya pikir bagaimana pun kita harus terus berusaha dan jangan sampai kita berhenti.
GS : Masih adakah yang lain, Pak Paul ?
PG : Yang lain adalah kita ini terlalu menggebu-gebu ingin melayani Tuhan. Ada yang ingin melayani Tuhan namun tidak memperhitungkan konsekuensinya, misalnya ada yang merasa terpanggil untuk meayani tapi pasangannya tidak memiliki panggilan yang sama.
Sebagai akibatnya pasangannya tidak dapat memberikan dukungan yang dibutuhkan, akhirnya kita mengalami kepincangan sebab pada dasarnya hanya kitalah yang terlibat pelayanan. Pasangan mungkin saja berkata,"Silakan mau melayani Tuhan" tapi dia sendiri tidak mau terlibat. Adakalanya ini yang terjadi, kita ingin melayani Tuhan namun pasangan belum memiliki kesiapan dan kematangan yang dibutuhkan, akhirnya masalah malah bertambah setelah kita terjun ke dalam pelayanan, sebab dia tidak memiliki kematangan sehingga dia nanti marah sini dan situ, tidak suka ini dan itu, ribut sana sini akhirnya masalah yang kita tuai. Ada juga yang seperti ini, kadang kita berdua siap ingin terlibat dalam pelayanan namun anak masih membutuhkan perhatian, karena kita sering keluar rumah akhirnya anak bertumbuh besar di luar pengawasan dan nantinya malah mengembangkan masalah.
GS : Ada orang yang mau melayani kalau pasangannya tidak mendukung, maka hal ini bisa dijadikan sebagai penghambat atau alat iblis yang menghambat dia melayani.
PG : Saya tahu ini yang terbersit dalam benak kita, karena kita merasa kita di jalan Tuhan. Namun saya berprinsip karena kita adalah satu unit yang telah dipersatukan Tuhan, maka kita harus denan sabar menunggu mempersiapkan sebab apa artinya kita melayani Tuhan tapi keluarga kita berantakan, bukankah itu juga tidak menjadi kesaksian yang baik dan Tuhan pun meminta kita untuk memberi perhatian pertama-tama kepada keluarga kita dulu dan baru kepada keluarga yang lain.
GS : Banyak orang yang mengutip perkataan Tuhan Yesus,"Siapa saudaraku, siapa ibuku, siapa kakakku dan sebagainya, itu adalah orang-orang yang melakukan kehendak-Nya". Jadi seolah-olah Tuhan Yesus meremehkan keluarganya demi suatu pelayanan, ini bagaimana, Pak Paul ?
PG : Yang Tuhan maksud adalah bahwa memang keluarga rohani itu berada di tempat di atas keluarga jasmaniah. Artinya bahwa di mata Tuhan kesetiaan kepada Tuhan di atas dari kesetiaan kepada oran lain atau manusia lain bahkan saudara sendiri atau orang tua sendiri, tidak boleh ada yang sejajar dengan Tuhan apalagi di atas Tuhan.
Itulah yang Tuhan Yesus ingin tekankan bahwa kesetiaan pengabdian kepada Tuhan adalah segalanya dan tertinggi di atas segalanya.
GS : Tetapi itu bukan berarti kita boleh mengabaikan keluarga atas nama suatu pelayanan, Pak Paul ?
PG : Betul sekali. Itu sebabnya Paulus dengan tegas berkata bahwa kalau kita tidak bisa mengurus keluarga kita sendiri, bagaimana kita bisa mengurus jemaat Tuhan. Jadi Tuhan sendiri meminta kit mengurus keluarga kita sebelum mengurus yang lainnya.
GS : Tapi kalau kita berpedoman pada hal itu, seolah-olah pelayanan ini nanti terhambat.
PG : Bagi saya segalanya ada waktunya dan lebih baik kita bersabar menunggu waktu yang tepat sehingga semua sehati baru kita melayani, dari pada kita mengambil jalan sendiri dan akhirnya keluara kita kocar-kacir.
Sekali lagi untuk apa kita dipuja-puja orang di luar, kalau di rumah kita malahan dikutuki oleh anak atau pasangan kita.
GS : Banyak orang berdalih,"nabi tidak dipermuliakan di tempat asalnya sendiri" begitu, Pak Paul ?
PG : Betul. Memang ada yang berkata seperti itu. Tapi kita kembali lagi ke firman Tuhan, firman Tuhan meminta kita untuk memerhatikan keluarga kita sendiri sebab Tuhan juga berkata,"Kalau kita idak memerhatikan keluarga kita sendiri, kita itu lebih buruk bahkan dari orang kafir".
Tuhan mau agar kita menjadi kesaksian yang indah pertama bagi keluarga kita dan baru orang lain.
GS : Kalau begitu apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan sehubungan dengan perbincangan ini ?
PG : Firman Tuhan di Amsal 19:8 berkata,"Siapa memperoleh akal budi, mengasihi dirinya; siapa berpegang pada pengertian, mendapat kebahagiaan". Ini penting kita camkan dalam pemilihan karier da gunakan akal budi, gunakan pengertian, jangan asal tabrak dan jangan terlalu bersemangat memerbaiki kehidupan, jangan karena ingin cepat kaya, jangan karena ingin cepat menyumbangsihkan atau ingin meningkatkan kwalitas kehidupan kita dan sebagainya sehingga kita gegabah memilih karier, gunakan pertimbangan, gunakan akal budi, minta hikmat dari Tuhan dan barulah kemudian bertindak.
GS : Baiklah, kita akan melanjutkan perbincangan ini pada kesempatan yang akan datang untuk mengetahui bagaimana cara memilih suatu karier yang tepat. Dan para pendengar sekalian terimakasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang"Memilih Karier" secara tepat agar kita tidak menyesal di hari tua kita. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.