[mengasihi_secara_konsisten] =>
Lengkap
"Mengasihi Secara Konsisten" oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang"Mengasihi Secara Konsisten". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Kalau pada awal pernikahan, baik suami atau istri berkata,"mengasihi" terutama suami pasti mengasihi. Namun dengan berjalannya waktu, Pak Paul, kenapa mutu kasih bisa pudar atau berkurang, Pak Paul ? Dan ini apa penyebabnya apa, Pak Paul ?
PG : Ada beberapa penyebabnya, Pak Gunawan, jadi saya bisa katakan bahwa tidak ada orang yang berencana untuk kehilangan kasih tatkala menikahi pasangannya, tidak ada yang seperti itu. Namun daam perjalanannya itulah yang terjadi seperti yang Pak Gunawan katakan, di tengah-tengah jalan banyak yang kehilangan kasih itu.
Jadi kita mau belajar bagaimana kita bisa terus mengasihi istri kita, sebab itu adalah panggilan dan sekaligus perintah Tuhan sebagai suami untuk istri kita. Dan yang pertama, untuk dapat mengasihi secara konsisten, maka kita harus memahami apa kasih itu. Ternyata kasih adalah gabungan sejumlah perasaan yang menjadi satu dan lahir dari sejumlah faktor yang saling terkait. Jadi point saya adalah kasih bukan muncul dari suatu perasaan atau terwakili oleh satu tindakan atau perbuatan, bukan seperti itu. Tapi ada begitu banyak perasaan yang tergabung di dalam kasih dan ada sejumlah faktor yang saling terkait yang melahirkan kasih. Itu sebabnya di dalam 1 Korintus 13:4-7, ayat-ayat tentang kasih ini, kasih dijabarkan lewat pelbagai perasaan dan tindakan yaitu sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak memegahkan diri, tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan, tidak mencari keuntungan sendiri, tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain, tidak bersukacita karena ketidakadilan, menutupi segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Jadi dari sini kita bisa melihat bahwa kasih terwakili oleh begitu banyak perasaan dan begitu banyak perbuatan. Itulah yang namanya kasih.
GS : Artinya kalau seseorang itu sabar terhadap istrinya tapi dia tidak berlaku sopan terhadap istrinya, kita tidak bisa mengatakan bahwa suami itu mengasihi istrinya, Pak Paul ?
PG : Betul sekali, jadi kasih itu seharusnya diwujudkan di dalam tindakan-tindakan yang Alkitab katakan, kita memerlakukan istri dengan sopan, kita tidak mencari keuntungan sendiri, kita tidak emarah-marahinya.
Jadi kasih itu diwujudkan lewat sejumlah perbuatan dan kasih itu lahir dari sejumlah perasaan juga.
GS : Tapi rasanya tidak mungkin semua perasaan itu tumbuh secara bersamaan dan tumbuh secara sama bagusnya, Pak Paul.
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Jadi kasih itu sesuatu yang kompleks dan memunyai banyak dimensi, itu sebabnya kasih seharusnya dapat bertahan dalam waktu yang lama sebab sekali lagi kasih itu erdiri di atas sejumlah perasaan dan perbuatan dan bukan di atas satu perasaan atau suatu perbuatan saja.
Misalnya kasih berdiri hanya di atas satu perasaan atau satu perbuatan saja, maka dengan mudah kasih akan runtuh bila satu fondasi itu retak, juga kenyataan kasih merupakan pembauran dari pelbagai perasaan dan perbuatan, itu berarti kita bisa memulai kasih dari berbagai perasaan dan perbuatan pula. Jadi maksudnya sebagai manusia tidak selalu sabar dan memang firman Tuhan berkata kasih itu sabar, tapi kita tidak selalu sabar. Waktu kita gagal sabar tidak berarti kita tidak mengasihi pasangan kita. Jadi kita harus memahami bahwa kasih itu lahir dari atau gabungan dari sejumlah perasaan, maka waktu kita misalkan kurang sabar, tidak berarti kita tidak mengasihi pasangan kita, mungkin saat ini kita kurang sabar. Atau waktu kita tidak murah hati, itu juga tidak berarti kita tidak mengasihi istri kita, jadi justru karena kasih sebetulnya adalah gabungan dari berbagai perasaan dan perbuatan maka sebetulnya kasih merupakan seolah-olah memiliki banyak kaki dan sebetulnya Tuhan mendesain kasih untuk dapat dipertahankan. Jadi kalau kita berkata,"Memang susah untuk mempertahankan kasih dan akhirnya padam", tidak seperti itu. Tuhan mendesain kasih sedemikian rupa sehingga kasih dapat bertahan untuk waktu yang sangat lama karena memang banyak sekali kakinya. Di dalam siaran yang sebelumnya kita telah membicarakan hal ini dan Pak Gunawan memunculkan pertanyaan,"Kenapa ada orang atau wanita yang tetap bisa menerima suaminya meskipun suaminya kasar kepada dia ?" Saya menjawab mungkin istrinya itu melihat suaminya memunyai hal-hal lain tentang dirinya yang tetap baik, jadi walaupun kasar kepadanya tetapi istrinya dapat melihat faktor-faktor lain dalam diri si suami yang dia tahu sebetulnya faktor-faktor lain itu sebetulnya merupakan wujud kasih si suami kepada dirinya. Jadi seperti itulah sebetulnya relasi kasih.
GS : Apakah itu berarti makin banyak komponen kasih yang dia rasakan dan dia lakukan, maka makin kuatlah kasih itu terhadap istri atau pasangannya ?
PG : Betul sekali. Jadi makin kita mengaktualisasikan kasih dalam pelbagai cara dan bentuk, sebetulnya kita sedang membangun lebih banyak kaki atau fondasi untuk berdirinya kasih di dalam keluaga kita.
Jadi dari apa yang Pak Gunawan katakan, dapat kita simpulkan bahwa kalau orang mendasarkan kasihnya pada satu atau dua hal saja, padahal selama bertahun-tahun menikah, berarti sedikit banyak kasih itu kurang kuat, Pak Gunawan. Misalkan dia berkata,"Pokoknya kasih saya kepada istri saya adalah saya bekerja dan membawa uang maka itulah kasih saya, dan yang lainnya tidak ada". Itu berarti walaupun dia berkata bahwa dia memiliki kasih namun kasih itu kakinya hanya satu, jadi kasih yang relatif lemah dan tidak kuat. Jadi semakin banyak kaki, bukan hanya dia bekerja dan bertanggung jawab tapi dia juga sabar, dia juga murah hati, dia juga selalu percaya, dia tidak mendendam, dia tidak menghitung kesalahan, maka makin banyak kaki-kaki itu, maka makin kuatlah kasih.
GS : Mungkin ada suatu kunci atau suatu prinsip yang penting tentang kasih ini, Pak Paul ?
PG : Saya kira kuncinya adalah kita mesti konsisten dalam mengasihi. Jadi pada umumnya yang terjadi adalah kita hanya melakukan perbuatan-perbuatan kasih misalnya sabar, menunggu, tidak ikut maah dan sebagainya di awal pernikahan, namun gagal meneruskannya setelah kita menikah untuk kurun yang lebih lama.
Mungkin kita beranggapan bahwa hal-hal seperti ini tidak penting dan pasangan kita tidak lagi membutuhkannya. Namun masalahnya adalah begitu kita mulai menghentikan melakukan perbuatan kasih ini, maka sebetulnya kasih ini mulai surut dan kita tidak menyadarinya. Jadi kita masih beranggapan kalau kasih itu masih ada, padahalnya sudah mulai surut. Dan begitu mulai surut sebetulnya relasi nikah mulai mengering perlahan-lahan, relasi itu akhirnya seperti ranting kering yang mudah tersulut api dan sedikit kesalahpahaman pasti akan memercikkan api pertengkaran dan makin sering terbakar pertengkaran, maka makin termakan habis kasih itu. Jadi terpenting adalah menjaga kekonsistenan perbuatan-perbuatan yang umum dilakukan untuk menyatakan kasih pada pasangan. Jangan sampai karena kita semakin sibuk akhirnya makin berkurang waktu sehingga tidak bisa lagi melakukan perbuatan-perbuatan kasih itu, sebab jangan lupa perbuatan yang konsisten akan makin melestarikan kasih.
GS : Seringkali masalahnya adalah kita tidak menyadari bahwa kasih makin hari makin padam, karena kesibukan kita atau pasangan kita dan tahu-tahu kondisinya memburuk.
PG : Betul sekali. Jadi kita harus menyadari tahapan-tahapan sebelumnya. Kasih akhirnya padam karena relasi kita sudah kering, kenapa relasi kita kering ? Karena miskinnya perbuatan-perbuatan yng mengasihi dan kita tidak lagi melakukannya.
Contoh yang gampang adalah dulu kalau istri kita ulang tahun, kita tidak mungkin melupakannya dan kita membelikan ini dan itu dan membuatnya sangat spesial, tapi lama-lama hilang kespesialan itu sehingga istri kita ulang tahun tapi kadang-kadang kita melupakannya, kadang-kadang hanya menelepon dan tidak memberikan kartu dan sebagainya. Sebetulnya waktu kita tidak lagi mengingat ulang tahunnya dan tidak melakukan hal yang spesial untuk dia, maka lama kelamaan pandangan kita terhadap istri kita mulai berubah dan kita mulai melihat dia tidak spesial lagi. Jadi perbuatannya itu akhirnya memengaruhi sikap kita. Maka kita bisa melihat di dalam negara-negara yang masih mementingkan tata negara dalam bentuk kerajaan, sampai sekarang masih ada peraturan-peraturan, waktu menghadap raja ada hal-hal yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Misalnya seperti yang pernah saya baca, misalkan kita bertemu dengan raja atau ratu Inggris, kita tidak boleh sembarangan menyentuhnya dan kita hanya boleh menyambutnya kalau dia mengulurkan tangan bersalaman dengan kita, dan kita tidak boleh dengan sengaja menyentuhnya karena memang tidak boleh. Jadi ada tatakrama yang sengaja dipertahankan agar respek dan kenilaian kita yang tinggi kepada si raja atau si ratu tetap dilestarikan. Dan sama dengan istri kita, ketika kita tidak peduli dengan istri kita maka tanpa terasa perlahan-lahan perlakuan kita yang tidak lagi mengkhususkan dia, mulai mengerogoti penilaian kita terhadap dia pula.
GS : Jadi kasih itu bukan sesuatu yang statis, tapi tetap harus dikembangkan dan kalau tetap tidak berkembang berarti kita tidak bisa mengasihi secara konsisten.
PG : Betul. Jadi benar-benar kuncinya di sini adalah konsisten. Kalau dulu kita biasa berjalan-jalan dengan istri kita baik pagi hari dan sebagainya, maka tetap peliharalah. Misalkan kita biasaya seminggu sekali atau dua minggu sekali berjalan-jalan ke mall atau ke pasar atau nonton film maka pertahankanlah kebiasaan itu.
Jadi perbuatan-perbuatan yang konsisten itu nantinya tetap akan memelihara kasih itu. Kalau kita mau melihat dua orang tua yang tetap harmonis dan saling mengasihi, maka mereka menjadi dua orang yang terus melakukan hal-hal rutin yang biasa mereka lakukan, mereka misalnya biasa berjalan kaki bersama maka mereka terus berjalan kaki bersama sampai usia tua. Jadi ada hal-hal yang terus dipertahankan sampai usia tua.
GS : Tapi ada beberapa hal yang tidak bisa dipertahankan karena faktor usia atau karena faktor ekonomi dan sebagainya, sehingga yang dulu pernah dilakukan sekarang tidak lagi. Tapi itu bisa dikompensasi dengan perbuatan lain yang tetap menumbuhkan kasih itu.
PG : Betul sekali. Jadi kalau ada hal-hal yang tidak bisa dilakukan lagi karena keterbatasan ekonomi, fisik, maka tidak mengapa dan kita mencoba melakukan hal yang lain supaya kita bisa menerusan perbuatan-perbutan yang konsisten.
GS : Faktor lain yang membuat kasih itu bisa konsisten apa lagi, Pak Paul ?
PG : Mengasihi istri berarti menikmati istri. Jadi tidak bisa dipisahkan menikmati dan mengasihi istri. Dan kita bisa menikmati istri dalam berbagai cara. Misalnya dapat mengajak istri pergi besama, jalan pagi bersama, bercengkrama bersama, bernyanyi bersama, bermain bersama dan merayakan cinta bersama.
Singkat kata, mengasihi tidak dapat terlepas dari unsur menikmati. Jika kita tidak menikmati istri maka mustahil kita bisa mengasihi istri. Jadi peliharalah upaya untuk menikmati satu sama lain. Lakukanlah hal-hal yang membawa kenikmatan bersama dan berilah diri untuk dinikmati. Inilah salah satu kunci memelihara kasih dalam pernikahan.
GS : Tetapi pernyataan Pak Paul membuktikan bahwa kenikmatan itu harus dari dua belah pihak. Jadi kalau kenikmatan itu hanya dirasakan oleh satu pihak maka itu pun tidak akan menumbuhkan kasih atau membuat kasih itu konsisten.
PG : Betul sekali. Jadi harus ada kesediaan untuk memberikan diri dinikmati oleh pasangan kita. Misalnya ada suami yang ingin pergi dengan istrinya, jalan-jalan berdua, tapi ada istri misalkanyang sudah mulai menua berkata,"Tidak perlu lagi, untuk apa jalan-jalan tidak perlu".
Akhirnya sudah tentu si suami rasanya seperti api disiram air, jadinya padam dan tidak bisa melakukannya. Jadi dalam hal ini si istri sendiri tidak memberikan dirinya untuk dinikmati oleh suaminya, berjalan bersama, atau bercengkrama bersama. Jadi sekali lagi dua-dua harus bekerjasama.
GS : Tapi dalam hal ini kadang-kadang salah satu pihak harus mengorbankan dirinya untuk tidak menikmati apa yang mereka lakukan demi menjaga kasih itu tetap konsisten.
PG : Betul sekali. Jadi tidak tentu apa yang kita mau harus kita peroleh. Dan dalam pernikahan selalu ada waktu untuk segalanya, ada waktu untuk mendapatkan, ada waktu justru untuk mengeluarkan.
GS : Ada faktor lain, Pak Paul ?
PG : Mengasihi istri sama dengan mengutamakannya, mustahil kita mengasihi istri bila kita tertarik atau membina kedekatan dengan wanita lain, itu tidak mungkin. Wajar bagi kita untuk memunyai tman, baik teman pria atau wanita, namun khusus untuk teman wanita, kita tidak bisa menjalin pertemanan akrab dengan teman wanita.
Pertemanan akrab dengan teman wanita berpotensi menyedot perhatian yang seyogianya diberikan kepada istri sendiri. Jadi susah sekali menjaga keseimbangan itu. Juga pertemanan akrab acapkali membuka pintu berseminya perasaan suka dan tertarik kepada sang sahabat, sebab Tuhan mendesain pria dan wanita sebagai dua makhluk yang memunyai daya tarik kepada satu dengan lain, itu sebabnya kita harus mengambil keputusan yang jelas dan tegas. Apabila kita ingin membangun pernikahan yang kuat maka kita harus mengutamakan istri dan benar-benar menghilangkan kesempatan untuk mengembangkan perasaan terhadap wanita lain.
GS : Di tengah-tengah dunia yang maju dan teknologi yang begitu canggih, Pak Paul. Itu menjadi tantangan yang berat bagi suami, karena kita dalam pertemanan tidak perlu harus bertatap muka, ada banyak sarana untuk memungkinkan pertemanan secara intim tanpa harus bertatap muka dan ini tetap mengerogoti kasih itu sendiri, Pak Paul.
PG : Kita harus belajar tegas mengutamakan pasangan kita dan pernikahan kita. Kadang-kadang ada orang yang mengeluh, saya tidak bisa menikmati cinta dan relasi dengan istri saya, tidak bisa bear—benar merasakan kasih.
Tapi masalahnya adalah dia sendiri tidak mengutamakan istri dan dia sendiri sering bergaul dengan teman-teman wanita yang lain, dan bagaimana mungkin cinta dengan istrinya dapat bersemi dan akhirnya bisa berakar kuat kalau dia terus menerus tertarik kanan kiri dengan yang lain. Jadi kalau kita mau membangun pernikahan yang kuat, cinta itu juga semakin bersemi sampai hari tua, maka kita harus memprioritaskan hubungan ini dengan cara tidak memberikan ijin kepada diri untuk tertarik kepada orang lain. Jadi jangan subur-suburkan relasi dengan orang. Dan salah satu hal yang dilakukan oleh orang dewasa sekarang ini istilahnya BB-an (Blackberry) bisa ‘email’, ‘chatting’ dan sebagainya. Jadi seperti sudah kerasukan setan ‘blackberry’, dan kebanyakan orang menaruh ‘blackberry’ di sampingnya dan malam-malam cetak-cetik dengan teman-teman, kalau hanya dengan teman-teman sejenis mungkin tidak apa-apa, tapi kalau misalnya dengan teman-teman lama dan teman-teman lawan jenis. Dan belum lagi lewat ‘facebook’ bertemu dengan teman-teman yang kita taksir, akhirnya kacau semua. Bagaimana bisa berkata,"Kenapa saya tidak bisa memiliki pernikahan yang kuat ?" karena kesalahan kita adalah kita tidak mengutamakan pasangan kita.
GS : Berarti menjaga kekonsistenan kasih dibutuhkan waktu dan usaha yang sungguh-sungguh dari semua pihak, Pak Paul.
PG : Betul sekali. Kalau kita sungguh-sungguh berkomitmen mau menyuburkan komunikasi kita maka kita harus bayar harga dan jangan menyuburkan relasi dengan orang lain, silakan berteman tapi ada atas dan tidak perlu menyambung lewat ‘blackberry’ atau ‘chatting’, itu tidak perlu.
Sebab makin banyak kita berhubungan dengan orang itu, maka perhatian kita kepada mereka makin bertambah dan perhatian kita kepada pasangan pasti akan berkurang.
GS : Apakah ada faktor lain yang ingin Pak Paul sampaikan ?
PG : Mengasihi istri harus dilandasi atas penerimaan penuh. Kebanyakan wanita memiliki keraguan atas dirinya terutama pada saat menua. Istri misalnya mulai bertanya-tanya apakah kita masih mencntainya, karena penurunan penampilan dan fungsi fisiknya.
Sebagai contoh setelah mati haid dan berhentinya produksi hormon ekstrogen maka mulai terganggulah daya ingat si istri sehingga mulai sering terjadi pelupa. Singkat kata inilah saat di mana kita mencurahkan perhatian dan penerimaan atas dirinya, jangan sampai kita mengkritiknya dan jangan sampai keluar perkataan yang menghinanya, dan kita harus mengunci mulut kita. Mungkin kadang-kadang kita kesal karena keterbatasan-keterbatasan istri kita, jangan sampai mengeluarkan kata-kata yang menyakiti dan menghinanya. Ingat bahwa kita pun tidak sempurna dan kita rentan mengidap sakit pula. Singkat kata, kita harus senantiasa mengingat bahwa kita saling membutuhkan.
GS : Dalam arti menerima penuh, apakah kita menerima istri kita seperti apa adanya itu, Pak Paul ?
PG : Dengan keterbatasannya kita menerima dia dan kita tidak mempersoalkan, kalau kita takut nanti lupa maka kita yang harus ingatkan dan lakukan. Dan jangan kita mengkritik-kritiknya karena seakin dikritik maka biasanya semakin memburuk dan dia semakin sering lupa.
Jadi justru lebih tunjukkan bahwa meskipun engkau menua atau daya fungsimu berkurang, tetap saya mengasihimu, tidak ada orang lain dalam hidup saya selain engkau.
GS : Hal itu juga memberi rasa aman terhadap si istri itu, Pak Paul ?
PG : Betul. Jadi dia tahu kalau dia diterima penuh oleh si suami maka itu akan memberikan ketenangan dalam jiwanya.
GS : Mungkin ada hal lain yang ingin Pak Paul sampaikan ?
PG : Terakhir adalah kasih merupakan perpanjangan atau kelanjutan dari rasa syukur. Dalam hubungan dengan Tuhan misalnya, semakin kita bersyukur, makin kita mengasihi, sewaktu kita bersyukur seungguhnya kita hendak mengingat kebaikan yang telah kita terima.
Kasih itu sirna tatkala kita tidak lagi mengingat kebaikan yang diterima dan sesungguhnya kita dapat terus mengasihi istri, asalkan kita terus mengingat pengorbanannya bagi kita. Begitu banyak kebaikan yang sudah kita terima dari istri maka makin kita mengingatnya maka semakin hati dipenuhi rasa syukur atas keberadaannya dan rasa syukur ini akhirnya akan melahirkan rasa kasih kepada istri kita.
GS : Yang penting di sini adalah menemukan alasan untuk kita bersyukur atas kondisi istri kita itu, Pak Paul.
PG : Betul. Kita harus jeli dan juga rendah hati melihat, kalau bukan istri saya maka siapa yang melakukan ini dan siapa yang mengurus anak-anak dan siapa yang membantu saya seperti ini. Jadi trus ingatlah hal-hal yang pernah istri kita lakukan untuk kita dan syukurilah.
Dari rasa syukur akan terus bersemi cinta kasih.
GS : Tetapi pelan-pelan walaupun bertahap, kita tetap harus belajar untuk bersyukur atas kehadiran istri kita walaupun ada banyak hal yang sebenarnya kita tidak punya alasan untuk bersyukur, Pak Paul.
PG : Betul. Kadang-kadang hidup itu tidak selalu di atas dan kadang-kadang hidup itu anjlok di bawah dan ketika di bawah kita tidak bisa lagi melihat apa yang menjadi keuntungan kita menikah degan istri kita, sebab sekarang kita seringnya harus memberi.
Tapi sekali lagi kita masih bisa bersyukur bahwa Tuhan memberi seorang pendamping kepada kita dan Tuhan mempercayakan dia kepada kita dan meskipun dia terbatas, tapi telah mendampingi dan mendukung kita dan telah memberi hidupnya untuk kita dalam keterbatasannya dan untuk itu, kita juga bersyukur.
GS : Sebenarnya dengan kita melatih diri kita untuk bisa mengasihi pihak lain secara konsisten, ini menolong kita untuk mengasihi Tuhan dengan lebih konsisten lagi.
PG : Tepat sekali. Tatkala kita belajar berdisiplin, mengasihi pasangan kita secara konsisten maka ini memang akan sangat menolong kita untuk mengasihi Tuhan pula. Rasa syukur terus kita pupuk epada Tuhan pula dan tidak menjadi seperti orang yang kalau mendapat untung dari Tuhan kemudian barulah bersyukur.
GS : Apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan sehubungan dengan ini ?
PG : Mazmur 115:1 berkata,"Bukan kepada kami, ya TUHAN, bukan kepada kami, tetapi kepada nama-Mulah beri kemuliaan, oleh karena kasih-Mu, oleh karena setia-Mu!". Si pemazmur merasa tidak layak enerima kemuliaan atau perhatian apa pun.
Itu sebabnya dia berseru supaya Tuhanlah yang menerima kemuliaan oleh karena kasih dan setia-Nya. Tuhan telah memberi kepada kita istri yang berkorban dalam kasih dan berlaku setia serta bertanggung jawab mengurus keluarga kita. Maka kita harus memberi penghargaan kepadanya dan penghargaan teragung yang dapat kita berikan kepada istri kita adalah kasih.
GS : Memang kita perlu berusaha dengan keras bagaimana menjaga kekonsistenan dari kasih kita kepada pasangan. Tetapi saya juga yakin tanpa pertolongan Tuhan, maka usaha ini akan sia-sia saja.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini dan para pendengar sekalian terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang"Mengasihi Secara Konsisten". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.