[suami_kasar] =>
Lengkap
"Suami Kasar" oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang"Suami Kasar". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Di dalam kehidupan rumah tangga, Pak Paul, seringkali ada banyak korban kekerasan dalam rumah tangga, dan seringkali yang melakukan adalah suami, walaupun kadang-kadang ada beberapa kasus di mana istri yang bersikap seperti itu. Tapi kebanyakan suami sifatnya kasar, apakah ini sudah sifat alamiahnya atau ada faktor-faktor lain yang menyebabkan suami itu bersikap kasar terhadap istrinya ?
PG : Biasanya memang ada faktor-faktor lain yang mendorong suami untuk bersikap kasar, nah sudah tentu tidak menutup kemungkinan ada pria yang dasarnya kasar sehingga cenderung memperlakukan kaar pula, namun dalam pernikahan saya kira lebih sering terjadi bahwa ada faktor-faktor pendorongnya yang membuat suami itu bersikap kasar kepada istrinya.
GS : Itu juga termasuk keluarga Kristen Pak Paul, dimana sang suami itu tahu jelas bahwa dia harus mengasihi istrinya, Pak Paul ?
PG : Betul. Saya kira kebanyakan suami Kristen mengerti bahwa Tuhan meminta agar kita mengasihi istri kita. Dan berdasarkan Efesus 5:25-30, tersirat suatu pesan bahwa mengasihi berarti memperlaukan istri dengan lembut dan penuh respek.
Masalahnya adalah dengan berjalannya waktu kelembutan berubah menjadi kekasaran dan respek akhirnya berubah menjadi sebuah penghinaan. Jadi saya kira hal ini yang cukup sering terjadi dan sudah tentu nanti kita akan melihat penyebab-penyebabnya sebab ada beberapa hal yang menjadi alasan kenapa pria itu bersikap kasar dan sudah tentu tidak dibenarkan tapi kita akan melihat latar belakangnya.
GS : Tapi itu bukan menjadi sebuah alasan untuk memaafkan karena memang seperti itu, apakah ini menjadi alasan untuk itu, Pak Paul ?
PG : Bukan, jadi apa pun alasannya kenapa kita bersikap kasar kepada istri itu tetap tidak dibenarkan karena Tuhan meminta kita untuk mengasihi dan memperlakukan istri dengan lembut dan penuh rspek.
GS : Kira-kira faktor apa yang membuat suami bersikap kasar terhadap istrinya, Pak Paul ?
PG : Yang pertama adalah saya kira secara sosial budaya masih ada orang yang mengajarkan bahwa perempuan adalah objek atau alat untuk melayani suami dan memelihara anak-anak, berdasarkan nilai idup ini maka perempuan tidaklah dipandang sama berharganya dengan laki-laki.
Itu sebabnya kita bisa melihat sampai sekarang masih ada orang yang lebih menginginkan anak laki-laki daripada anak perempuan atau kita juga bisa menyaksikan kebanggaan orang tua juga lebih ditumpukan kepada anak laki-laki, sebagai akibatnya dari nilai-nilai sosial budaya ini, akhirnya kita merasa tidak terlalu perlu untuk memberi penghargaan kepada istri dan kita menggangap bahwa apa yang dilakukannya sebagai seorang istri adalah kewajiban belaka atau sesuatu yang sudah seharusnya dilakukan. Jadi dapat kita bayangkan betapa mudahnya nilai hidup seperti ini akhirnya melahirkan sikap kasar dan akhirnya tidak jarang kekerasanlah yang diperbuat terhadap istri.
GS : Kalau itu masalah pengaruh dari sosial budaya, Pak Paul, maka itu adalah sesuatu yang sukar dihindari oleh si suami atau si pria ini tadi, karena memang sejak kecil dia sudah terbentuk seperti itu dan apakah dia mau disalahkan, Pak Paul ?
PG : Sudah tentu dia akan mencoba untuk bersikukuh dan berkata bahwa hal seperti ini tidaklah salah, jadi dia tidak mau berubah. Tapi memang apapun yang sosial budaya katakan memperlakukan istr sebagai objek atau alat dan tidak memunyai harga atau nilai adalah hal yang salah.
Sebab tidak berarti yang ditanamkan oleh lingkungan kita berarti adalah hal yang berkenan kepada Tuhan, ada hal-hal yang ditanamkan oleh lingkungan yang berlawanan dengan kehendak Tuhan. Dan kalau lingkungan kita menekankan bahwa wanita adalah alat yang dipakai dan tidak memiliki harga setinggi laki-laki, maka itu adalah konsep yang keliru dan apa yang tidak berkenan kepada Tuhan, maka kita harus mengubahnya.
GS : Tapi kita tidak bisa menggeneralisir bahwa suatu etnis tertentu pasti menjadi orang keras, buktinya ada suami-suami yang dari etnis itu memang bisa lembut terhadap istrinya, dan ini bagaimana, Pak Paul ?
PG : Memang ada Pak Gunawan, dalam lingkungan tertentu ada anggapan suami yang memberi perhatian yang besar pada si istri dipandang sebagai suami yang lemah, Pak Gunawan, hal ini sangat disayankan tapi ada lingkungan yang seperti ini.
Di dalam lingkup budaya seperti ini kelembutan suami malah diidentikkan dengan kelemahan dan bukan kekuatan. Mendahulukan kepentingan istri, disamakan dengan kebodohan,"Kamu ini bodoh, mau saja mengalah dan mendahulukan istrimu". Misalnya lagi kecintaan kepada istri dianggap sebagai ketakutan kepada istri, jadi akhirnya menjadi bahan olok-olokan, alhasil tekanan sosial seperti ini menciptakan suami yang tidak tanggap terhadap kebutuhan istri dan malah cenderung menekan atau menindas si istri agar taat kepadanya, setiap perkataannya harus dituruti, bila tidak maka dia tidak akan segan-segan menggunakan kekerasan supaya jangan sampai lingkungannya mengejek dia atau memandang dia lemah atau memandang dia takut kepada istrinya.
GS : Sebenarnya si suami itu bisa mencegah hal itu terjadi di dalam dirinya Pak Paul, kalau itu adalah pengaruh di lingkungan, misalnya dia bisa menghindar atau dia tidak menanggapi tanggapan-tanggapan seperti itu.
PG : Atau memang bisa juga dia bersikap lebih berani untuk mengoreksi pandangan-pandangan orang di sekitarnya dengan mengatakan bahwa"Kenyataan saya mengasihi istri bukankah itu justru membuahkn cinta di dalam keluarga kami dan sekarang coba lihat kehidupanmu yang tidak mau bersikap lembut kepada istri dan malahan menindas atau menginjak-injaknya, apakah istrimu mencintaimu ? Apakah kamu bisa menikmati hubungan cinta dalam pernikahanmu ?" Jadi adakalanya kita harus berani melawan tanggapan-tanggapan atau persepsi yang buruk yang tidak semestinya itu.
GS : Mungkin ada alasan yang lain, Pak Paul, kenapa suami itu bersikap kasar ?
PG : Adakalanya suami bersikap kasar sebagai pembalasan atau reaksi terhadap kegagalan istri untuk memenuhi kebutuhannya. Saya berikan contoh, misalkan suami mengharapkan istri untuk bekerja gua menunjang kebutuhan keluarga namun istri menolak dan memang ada istri yang menolak dan tidak mau bekerja dengan dalih bahwa sudah seharusnya suamilah yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sekalipun itu berarti suami harus bekerja lembur dan bahkan sampai malam.
Akhirnya si suami menyimpan kemarahan tapi dia tidak berdaya untuk memaksa istri karena dalih yang ditekankan istri bahwa suami harus menyediakan kebutuhan keluarga itu. Akhirnya kemarahan yang dipendam ini melahirkan sikap kasar, sebab pada dasarnya lewat perilaku kasar sebetulnya dia tengah membalas dendam terhadap istrinya. Singkat kata kegagalan atau ketidakrelaan istri membantunya menjadi penyebab ia bersikap kasar.
GS : Apa ini bukan karena penyebab komunikasi antara suami istri itu, Pak Paul ? Jadi bagaimana si suami menyampaikan harapannya dan bagaimana si istri menyampaikan pendapatnya sendiri ?
PG : Memang seringkali itu yang terjadi, bisa jadi suami meminta istri bekerja tapi dengan suara yang tidak enak didengar, menyalahkan istri tidak mau peduli dengan suami, tidak mau memikul bebn dan istrinya kemudian marah dan berkata,"Saya diam di rumah mengurus rumah tangga, bukan berarti santai-santai saja, tapi saya juga capek mengurus rumah tangga, kalau kamu pulang kerja beres tapi kalau saya sampai malam pekerjaan saya tidak ada beresnya dan sekarang kamu meminta saya bekerja, seolah-olah saya harus memunyai dua pekerjaan purna waktu" jadi memang ada istri yang menolak, tapi bisa jadi karena caranya si suami menyampaikannya tidak bijaksana.
GS : Mungkin ada contoh lain yang bisa menjelaskan lebih konkret mengenai masalah suami yang ditolak ketika meminta istrinya bekerja itu.
PG : Misalnya ada contoh lain tentang kebutuhan untuk diutamakan, saya kira sebagai laki-laki memiliki kebutuhan ingin diutamakan. Misalkan kebutuhan ini tidak dipenuhi oleh istri kita, misalny suami melihat si istri cenderung mendahulukan kebutuhan keluarga asalnya di atas dirinya.
Misalnya dia pernah memunculkan hal ini,"Kenapa kamu ini lebih peduli dengan orang tuamu, kakakmu daripada saya", namun tidak mendapatkan tanggapan yang menggembirakan dari si istri maka akhirnya dia bersikap kasar kepada istrinya sebagai wujud pelampiasan kemarahannya atas kebutuhan yang tidak terpenuhi itu. Jadi sekali lagi kita bisa melihat bahwa kebutuhan yang tidak terpenuhi cenderung melahirkan sikap kasar suami terhadap istrinya.
GS : Ini kebutuhan emosional seorang pria atau kebutuhan emosional seorang suami, Pak Paul ?
PG : Betul. Waktu dia merasa istrinya tidak mementingkan atau mengusahakan memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosionalnya, maka dia bisa menyimpan marah dan mencoba melampiaskannya dengan kekasaran.
GS : Tapi kekasaran yang muncul akibat ini hanyalah sesaat saja, Pak Paul ?
PG : Karena memang tidak terus menerus dan biasanya dalam saat-saat yang lain mereka bisa saja baik dan tidak ada apa-apa, tapi biasanya secara berkala akan terus berulang karena masalah utama ni tidak terselesaikan dan kebutuhannya tidak terpenuhi.
Memang untuk sementara bisa dikesampingkan, dilupakan atau fokus pada perhatian yang lain. Tapi akan kembali lagi selama kebutuhan-kebutuhan itu tidak dirasakan dipenuhi oleh istri maka tinggal tunggu waktu dia akan bersikap kasar lagi sebagai pelampiasan kemarahannya kepada istri.
GS : Apakah itu bisa untuk kebutuhan-kebutuhan yang sepele, akhirnya dia akan bersikap kasar seperti itu, Pak Paul.
PG : Ada besar sekali kemungkinan itu. Jadi kalau dia sudah marah dan merasa kebutuhannya tidak dipenuhi atau dianggap penting oleh si istri, seolah-olah secara tidak sadar dia mencari kesempatn untuk membalas si istri.
Jadi misalkan ada kesalahan kecil yang dibuat oleh si istri, misalkan si istri lupa untuk membangunkannya padahal dia sudah meminta,"Tolong bangunkan saya" dan akhirnya dia terlambat. Seharusnya dia mau memaklumi hal kecil seperti itu dan hanya terjadi sekali-sekali dan bukan terjadi seminggu sekali atau sebulan sekali. Tapi dia bisa marah dan kadang-kadang istri tidak mengerti,"Kenapa masalah kecil tapi kamu sangat marah" mungkin si suami sudah merasa gengsi untuk menceritakan alasan sebenarnya kenapa dia bisa marah dan bisa jadi ketika ditanya oleh si istri,"Kenapa marahnya bisa seperti ini" dia akan fokuskan pada kesalahan istri yang lupa untuk membangunkannya itu.
GS : Jadi kemarahan itu sudah ada di dalam dirinya, Pak Paul, kemudian ini menjadi alasan bagi dia untuk dilampiaskan kepada istri ini tadi, Pak Paul ?
GS : Mungkin ada alasan yang lain, Pak Paul ?
PG : Kadang suami bersikap kasar kepada istri guna menunjukkan kalau dia tetap berkuasa, Pak Gunawan. Mungkin dia melihat kalau istri makin naik daun dalam pekerjaannya, sedangkan dia tidak. Atu tidak selalu dia setara dengan istrinya, tapi misalkan dulu jarak ekonomi atau penghasilannya dengan istri berbeda jauh, dia di atas dan si istri di bawah tapi perlahan-lahan istri mulai merangkak naik sehingga gajinya makin mendekati gaji si suami dan itu menghasilkan sikap kurang aman dari si suami dan apa yang istrinya lakukan cenderung ditafsir dari sudut,"Kamu itu sengaja mau memberontak, sekarang kamu tidak mau menghormati saya, mentang-mentang sekarang kamu sudah punya penghasilan sendiri dan penghasilan kamu sekarang lumayan baik".
Jadi cukup banyak suami yang menafsir tindakan-tindakan si istri dari kacamata negatif seperti itu. Jadi akhirnya waktu dia mulai melihat istrinya itu semakin naik dan semakin naik, akhirnya dia mau menyatakan kalau dia itu yang berkuasa dan dia menggunakan kekerasan atau dia menggunakan kekasarannya.
GS : Jadi alasannya adalah karena dia merasa terancam, baik posisinya maupun pergaulannya, Pak Paul. Kalau istrinya punya banyak teman dan bisa bergaul dengan bebas dan kemudian dia sendiri tidak memiliki teman atau tidak diperhatikan orang nanti dia bisa marah-marah, Pak Paul.
PG : Betul sekali sebab dia merasa kalau orang itu hanya mencari istrinya, ketika telepon berdering yang dicari adalah istrinya sebab istrinya memang lebih supel dan lebih banyak teman atau munkin istrinya lebih murah hati, lebih banyak memberi kepada orang sehingga lebih banyak orang yang menyukai istrinya, akhirnya dia bisa merasa terancam tapi dia malu atau gengsi untuk mengatakan,"Saya merasa terancam karena kamu semakin populer".
Biasanya kita sebagai laki-laki tidak pernah mengatakan seperti itu, tapi yang kita lakukan adalah melakukan tindakan-tindakan kasar kepada istri, sekali lagi untuk menunjukkan bahwa,"saya tetap berkuasa, jadi jangan main-main". Jadi kalau kita di dalam kondisi sensitif seperti itu sebagai laki-laki, kita cenderung menafsir tindakan istri, sedikit saja si istri bicara dengan keras atau lebih berani membantah dan sebagainya kemudian langsung kita tafsir sebagai"Sekarang ini kamu sudah mulai kurang ajar, kamu sekarang tidak lagi hormat dengan saya gara-gara kamu ini memunyai penghasilan sendiri dan sebagainya". Jadi kita cenderung menarik kesimpulan yang negatif.
GS : Padahal seperti penghasilan istri yang lebih tinggi, itu adalah hal yang di luar dugaan atau rencana dari si istri, karena memang kariernya menanjak maka dia patut mendapatkan gaji yang lebih tinggi maka seharusnya itu bisa disyukuri bersama-sama, Pak Paul ?
PG : Betul, betul. Jadi ada laki-laki yang peka dalam kondisi yang seperti itu, jadi kecenderungannya untuk menunjukkan dia berkuasa adalah lewat kekasaran-kekasarannya itu.
GS : Apakah ada alasan-alasan yang lain, Pak Paul ?
PG : Misalnya adalah suami yang bersikap kasar kepada istri karena istri tidak menghormati suami, hal itu ada dan kita tidak ingin menutup kemungkinan tersebut. Kadang suami tidak memperlihatka kehidupan yang berintegritas dan sudah tentu hal ini mengundang tanggapan yang tidak menghormati si suami dari pihak si istri, namun ada istri yang memang sukar untuk menghormati suami karena berbagai alasan yang tidak dapat dibenarkan.
Misalnya ada istri yang menuntut suami untuk berpenghasilan tinggi dan bila ini tidak tercapai kemudian dia tidak menghormati si suami, ada yang seperti itu. Dan ada juga si istri yang mengharapkan suami agar tetap bugar sebab si istri kebetulan sangat menjaga kesehatan, sering senam dan sebagainya. Jadi dia mengharapkan suaminya agar tetap bugar dan sebagainya, ketika suaminya menua dan tidak sebugar dulu tiba-tiba respek si istri terhadap suami pun berkurang. Sudah tentu jika ini yang terjadi maka mudah sekali bagi suami akhirnya untuk bersikap kasar kepada istrinya.
GS : Jadi ini bukan kasus di mana suaminya itu gila hormat, tapi dia merasa dilecehkan oleh si istri ?
PG : Betul. Dan memang benar-benar dilecehkan sebab memang ada istri yang seperti ini yakni benar-benar mengukur nilainya suami dari besarnya penghasilan. Jadi kalau penghasilan suami tidak mennjak dan teman-temannya sudah menanjak maka ada istri yang langsung memandang rendah suaminya dan sengaja menyakiti hati si suami dengan membandingkannya dengan orang lain, hal itu juga ada.
Jadi baik kita laki-laki maupun perempuan, kita semua adalah orang berdosa dan orang yang berdosa bisa berbuat dosa.
GS : Apalagi kalau pelecehan itu dilakukan di depan umum, di hadapan teman-teman suaminya maka suami bisa bersikap sangat kasar, bahkan ada yang di tengah-tengah orang dia mengungkapkan kekasarannya terhadap istrinya, Pak Paul.
PG : Ada yang seperti itu dan akhirnya dia tidak bisa kendalikan diri sebab dia merasa kalau istrinya keterlaluan dengan menghina dia di depan orang dan sebagainya, jadi akhirnya dia bersikap ksar.
Sudah tentu kita tidak membenarkan sikap kasar ini, tapi karena kita mau menyoroti penyebabnya maka kita harus memunculkan hal ini, jadi adakalanya kesalahan ada pada pihak si istri yang terlalu memandang suami dari segi materi.
GS : Alasan yang lain lagi apa, Pak Paul ?
PG : Kehilangan kasih, Pak Gunawan. Ini bisa menjadi penyebab mengapa suami bersikap kasar kepada si istri, misalnya mungkin akibat masalah dalam rumah tangga yang berlarut-larut kasih akhirnyapadam atau suami tertarik kepada wanita lain sehingga dia merasa hidup dengan istri merasa siksaan tersendiri, karena dia sudah merasa tersiksa jadi akhirnya cenderung bersikap kasar kepada istrinya.
Istrinya bertanya,"Nanti pulang jam berapa" suaminya marah, istrinya bertanya,"Nanti pulang mau makan atau tidak ? Kalau mau makan nanti saya siapkan makanan" suami marah dan berkata,"Tidak perlu bertanya seharusnya kamu tahu apa yang harus kamu lakukan", sebab dia sudah merasa tersiksa tinggal di dalam rumah dan dia tidak suka lagi dengan istrinya dan dia sudah suka dengan perempuan lain. Jadi benar-benar dia tidak merasa bahagia di rumah dan cara dia mengungkapkan ketidakbahagiaannya dengan cara mulutnya itu kasar dan menjatuhkan si istri.
GS : Tapi sebetulnya dia yang menjadi penyebab karena dia berselingkuh dengan orang lain, hal itu sumbernya adalah dari dia dan bukan dari istrinya, Pak Paul.
PG : Tapi masalahnya sebagai kita manusia berdosa adalah kita pada umumnya tidak mau mengakui bahwa kita yang salah, jadi si suami yang memang tertarik dengan wanita lain apalagi menjalin hubunan dengan wanita lain.
Maka tidak akan mengakui bahwa,"Sebetulnya saya telah kasar kepadamu karena saya menyukai wanita lain" tidak seperti itu, tapi dia akan berkata,"Saya kasar kepadamu karena kamu penyebabnya dan kamu yang membuat saya marah, kamu yang bertanya, kamu yang tidak memiliki pemikiran untuk melakukan seperti ini dan sebagainya". Jadi dia akan salahkan istrinya sebagai penyebab kekasarannya.
GS : Kalau kehendak atau keinginan si suami misalnya ingin memberi suatu barang atau sesuatu yang dia inginkan lalu dicegah oleh istrinya, hal itu bisa menimbulkan sikap kasar atau tidak, Pak Paul ?
PG : Saya kira bisa sebab pada akhirnya dia akan marah, tapi dia tidak berkutik untuk bisa melepaskan atau mengubah pandangan istrinya. Jadi karena dia tersiksa maka bisa saja nanti ketika ada esempatan maka dia akan mengeluarkan amarahnya dan dia akan menggunakan kesempatan itu untuk balas menyerang si istri.
GS : Sikap kasar yang kita bicarakan selama ini, bukan hanya berbentuk tindakan fisik tetapi bisa lewat perkataan dan kadang-kadang tidak ada kata-kata atau pukulan, tapi sangat jelas kalau sikapnya kasar, Pak Paul.
PG : Betul. Dan yang saya maksud di sini masih membedakan kekasaran dari kekerasan. Kalau kekerasan itu adalah tindakan fisik memukul atau mendorong si istri tapi kekasaran memang lebih merupakn sebuah sikap, bisa melalui perkataan-perkataan atau melalui sikap-sikap yang tidak lagi menghormati, tidak mau menjawab dan mendiamkan si istri.
Sikap-sikap seperti itu yang saya definisikan sebagai kekasaran.
GS : Kita lanjutkan lagi pada alasan, mungkin masih ada lagi, Pak Paul ?
PG : Ada satu lagi dan yang terakhir adalah ada suami yang bersikap kasar kepada istri karena dia ingin lepas dari istri, namun dia tidak berani mengambil tindakan sehingga dia terus memojok-mookkan si istri dengan perlakuan kasar, harapannya adalah dengan dia bersikap kasar kepada si istri, istri akhirnya tidak tahan dan misalnya istrinya akan menggugat cerai, kemudian dia bisa berkata,"Saya diceraikan oleh istri saya dan bukan saya yang menceraikan istri saya".
Padahal dia itu yang menyudutkan si istri sehingga akhirnya si istri terpaksa tidak tahan lagi dan mau keluar dari pernikahan ini. Sudah tentu sikap seperti ini tidaklah ksatria dan pengecut. Dan pada akhirnya memang suami mendapatkan yang dia inginkan dan istrinya keluar dari rumah dan sekali lagi dialah yang menjadi penyebab semua ini.
GS : Pak Paul, walaupun kekasaran suami ditujukan kepada istri, pasti ada pengaruhnya terhadap anak-anak, Pak Paul ?
PG : Biasanya anak-anak akan melihat kekasaran papa kepada mama, kemudian akan ada beberapa reaksinya dan sudah tentu anak-anak akan menyimpan kemarahan sehingga nantinya dia bisa bersikap mara kepada si papa yang telah bersikap kasar kepada mama, tapi ini dampak yang tidak enak atau susah kita terima, tapi hal itu terjadi yaitu ada anak-anak yang melihat papanya marah kepada mama dan tidak suka melihat itu tapi akhirnya dia sendiri pun menjadi orang yang seperti itu yaitu kasar kepada orang lain, kepada istrinya dan kadang-kadang kasar kepada mamanya pula.
GS : Ada lagi istri yang walaupun dikasari bagaimana pun juga, dia tetap mengasihi suaminya. Kenapa bisa seperti itu, Pak Paul ?
PG : Bisa dan memang dia orang yang sangat matang, sangat baik dan sangat rohani sehingga bisa tetap mengampuni si suami. Atau kemungkinan yang kedua adalah dia memang membutuhkan si suami sebaai tambatan hidupnya, pelindung hidupnya, keamanan hidupnya sehingga dia menoleransi suaminya seperti itu atau kemungkinan yang ketiga, dia melihat suaminya memiliki sifat-sifat lain yang baik, sehingga dia tutup mata terhadap kekasaran si suami.
GS : Sikap kasar si suami sudah tentu bertentangan dengan firman Tuhan, apakah Pak Paul ingin menyatakan atau menunjukkan kepada para pendengar kita ayat yang mana ?
PG : Di Efesus 5:28-29 firman Tuhan mengingatkan,"Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tiak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat".
GS : Jadi kita tentu sangat berharap bahwa di antara para pendengar kita tidak menjadi suami-suami yang kasar, tapi menjadi suami-suami yang lembut dan juga mengasihi istrinya dengan sepenuh hati.
PG : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini dan para pendengar sekalian terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang"Suami Kasar". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.