[mengapa_anak_susah_diatur] =>
"Mengapa Anak Susah Diatur" oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi
Lengkap
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengapa Anak Susah Diatur". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Semua orang tua pasti punya rencana yang baik bagi masa depan anak-anaknya. Dan untuk itu orang tua perlu menata anak ini, tapi kelihatannya sekarang ini anak-anak semakin sulit saja diatur dan memang ada sebagian anak yang taat dan menurut, tapi tidak sedikit pula yang sulit untuk diatur sehingga ini menjadi keluhan bagi banyak orang tua dan ini bagaimana, Pak Paul ?
PG : Secara umum, saya kira anak-anak di zaman sekarang ini tidak akan menjadi anak-anak yang sepenurut kita dulu, karena anak-anak itu hidup di dalam iklim yang sudah berbeda. Sebagai contoh, ita tidak bisa menyangkal bahwa sekarang sistem pendidikan lebih bisa memberikan kebebasan kepada anak untuk berekspresi, itu sebabnya iklim demokratis sudah mulai ditanamkan sejak anak-anak masa kecil di sekolah dan sebagainya.
Itu sebabnya secara umum, di sekolah anak-anak itu akan lebih berani untuk mengekspresikan dirinya, baik ketidak setujuannya, baik keinginannya kepada kita. Dan sekarang adalah bagaimana kita menyikapinya supaya jangan sampai kita ini langsung memberikan reaksi-reaksi yang ekstrem, yang tidak tepat. Misalkan yang pertama adalah kita memadamkan ekspresi anak sehingga kita tidak mengizinkan anak untuk melakukan banyak hal dan kita terlalu membatasi ruang geraknya. Atau ekstrem yang satunya lagi adalah membiarkan anak akhirnya berkembang bebas seperti apa adanya dan jarang sekali kita memberikan arahan-arahan atau disiplin yang dapat membentuk dirinya.
GS : Jadi sulitnya anak diatur ini, ada andil kesalahan dari orang tua, Pak Paul ?
PG : Saya kira semua ini berpulang kepada bagaimanakah kita sebagai orang tua berusaha untuk membentuk anak-anak kita. Coba kita ambil waktu sejenak untuk memahami anak-anak dan kebutuhannya paa usia-usia awal.
Saya kira duduk masalahnya adalah karena kita sebagai orang tua kurang mengerti tahap pertumbuhan anak dan kondisi serta kebutuhannya pada tahap-tahap itu, misalnya pada masa awal yaitu 2 tahun pertama dalam kehidupan anak. Sudah tentu sesuai dengan keterbatasan tubuhnya, anak hanya dapat menerima dari orang tua. Saya akan menggaris bawahi menerima ini, pertama misalkan dia menerima air susu, kemudian dia menerima makanan, disamping menerima perawatan kebersihan dan kesehatannya. Oleh sebab itulah pada usia-usia awal ini anak cenderung bersikap pasif karena itulah kodratnya dan itulah kondisi tubuhnya. Itu sebabnya anak hanya akan menantikan apa yang dibutuhkannya oleh orang tua kepadanya.
GS : Tapi pada saat-saat awal itu Pak Paul sampai usia 2 tahun, ada anak-anak yang menunjukkan kecenderungan menolak misalnya tadi Pak Paul katakan untuk makan, diberi susu, dari mereka ada yang menolak.
PG : Kita bisa melihat bahwa ada anak-anak yang sejak kecil sudah membawa sifat-sifat keras yang tidak mudah tunduk begitu saja, ini bukan salah siapa-siapa tapi ini adalah bawaan karakternya. adi ada anak-anak yang dari lahir membawa kecenderungan untuk menurut, tapi ada anak-anak yang akan membawa kecenderungan untuk tidak begitu mudah menurut sehingga waktu diberikan makanan dan kalau dia tidak begitu suka, maka dia akan menggunakan tangannya untuk menghalau tangan kita dari mulutnya.
Sedangkan anak-anak yang relatif lebih penurut meskipun dia tidak begitu lapar, tapi karena ibunya menyuapinya dan berkata, "Makan ya, anak baik harus makan" dia akan makan meskipun sebetulnya dia tidak terlalu mau makan. Jadi kita harus menerima fakta bahwa memang anak datang ke dalam dunia membawa kepribadian yang berbeda-beda.
GS : Memang di situ dituntut kejelian baik dari pihak ibu atau ayah ini untuk mengenali anaknya sedini mungkin.
PG : Betul. Dan sudah tentu anak harus diperlakukan dengan unik atau khusus sehingga kita tidak memerlakukan semua anak sama rata sebab kepribadian atau karakternya pun juga tidaklah sama.
GS : Ini menjadi kesulitan yang cukup serius bagi orang tua ketika anak ini diberikan kepada baby sitter sehingga ibu tidak cukup punya banyak waktu untuk mengenali anaknya sendiri, Pak Paul ?
PG : Betul. Dan yang kita harus pahami adalah karena baby sister atau pengasuh anak tahu bahwa dia bukanlah ibunya dan dia tidak memunyai hak untuk mendisiplin si anak. Maka ada kecenderungan pra perawat ini atau para pengasuh ini hanya mengawasi anak, fungsinya hanyalah mengawasi bahwa anak tidak melakukan hal-hal yang membahayakan jiwanya atau memastikan bahwa anak itu makan yang cukup dan sebagainya.
Namun aspek pendisiplinan itu tertinggal, kita jangan menyalahkan para pengasuh sebab memang dia tidak merasakan kalau itu adalah tanggung jawabnya atau tugasnya. Jadi dia akan membiarkan anak untuk melakukan hal-hal yang diingini si anak, sebab dia merasa kalau ini bukanlah tugas atau wewenangnya untuk memberikan disiplin sehingga dia akan mendiamkan. Pada umumnya hal ini nantinya dapat menimbulkan masalah dalam perilaku si anak.
GS : Setelah si anak meninggalkan usia 2 tahun dan beranjak lebih besar, apa yang terjadi, Pak Paul ?
PG : Sekitar menjelang usia 2 tahun anak masuk ke tahap yang selanjutnya yaitu tahap meminta, kalau tahap awal tadi adalah tahap menerima, sekarang mulailah anak masuk ke tahap meminta. Pada taap ini anak sudah mulai bisa berjalan menjelajahi lingkungan di sekitarnya.
Sesuai dengan perkembangan fisiknya, anak pun mulai berinteraksi dengan lingkungan, misalnya dia mulai bermain dengan benda di sekitarnya atau memberi tanggapan kepada kita. Pada tahap ini anak pun mulai menunjukkan keinginan untuk menyentuh, menggenggam atau pun memiliki sesuatu yang dilihatnya. Inilah masa anak mulai meminta dan kalau tidak mendapatkannya, misalkan dia akan merengek dan dengan kata lain dia akan menuntut lewat tangisan, terpenting dia tahu keinginannya dan dia akan berusaha mendapatkan keinginannya itu, tatkala dia tidak mendapatkannya maka dia akan terus berusaha untuk mendapatkannya dengan cara meminta dan meminta orang tua.
GS : Jadi kesulitan orang tua di sini dalam mengatur anaknya adalah menuruti apa yang menjadi kemauan anaknya ?
PG : Menuruti atau justru kebalikannya yaitu tidak menuruti sebab kita tahu kalau kita menuruti maka habislah masalah dan anak tidak akan merengek-rengek. Namun kita sebagai orang tua akan menydari bahwa tidak selalu benar untuk kita memberikan kepada anak apa yang dimintanya.
Oleh sebab itu adakalanya anak merasa kalau kita itu merintangi kehendaknya.
GS : Jadi masalah lain tentang anak susah diatur ini apa, Pak Paul ?
PG : Waktu kita ini merintangi keinginan si anak yang mau sesuatu, mulailah terjadi ketegangan atau gesekan antara kita dan anak. Misalnya mungkin kita berpendapat, tidak semestinya dia bermainatau menyentuh benda tertentu seperti misalnya korek api dan sebagainya.
Atau kita melihat adanya bahaya yang mengancam sehingga kita harus melindunginya dengan cara menjauhkannya dari sebuah situasi, misalnya dia naik-naik ke atas meja, yang kita tahu kalau dia bisa jatuh dan kita menjauhkannya dari situasi tersebut. Sudah tentu dia tidak suka, dia naik ke atas meja karena dia ingin naik ke atas meja, dia bermain-main dengan korek api karena dia ingin bermain-main dengan korek api itu dan sewaktu kita merintangi niatnya, maka di sini terjadilah konflik atau gesekan sebab pada saat itulah anak-anak pada titik itu akan menunjukkan kemarahan-kemarahannya. Maka waktunya disiplin mulai diterapkan.
GS : Waktu itu anak tidak akan merasakan bahaya yang dihadapi kalau dia belum melakukannya. Yang dia tahu hanyalah keinginannya tidak dipenuhi oleh orang tuanya, sehingga dia marah dan melakukan hal-hal yang bagi orang tua dia menjadi anak yang susah diatur.
PG : Betul sekali. Jadi kita sebagai orang tua harus menimbang-nimbang apakah kita harus membiarkan atau justru merintangi si anak, kalau misalnya kita itu harus memutuskan sering-seringnya memiarkan anak mendapatkan yang diinginkannya itu maka ia pun terbiasa mendapatkan apa yang diinginkannya tanpa kesulitan.
Akibatnya adalah dia tidak pernah mengenal makna dan penggunaan kata meminta lagi. Jadi apa yang diinginkannya langsung dia dapatkan, dia tidak lagi harus melewati sebuah proses yang kita sebut meminta. Jadi ini adalah sebuah proses yang sangat penting, karena kalau tidak ada proses meminta ini dan terus berlanjut apa yang diinginkannya terus didapatinya, maka dia akan dengan mudah mengembangkan sikap berhak atas apa yang diinginkannya. Jadi dia tidak melewati lagi proses meminta karena dia sudah menganggap kalau dia berhak untuk memeroleh apa yang diinginkannya itu dan inilah sesuatu yang tidak sehat dalam pertumbuhan jiwa si anak.
GS : Biasanya proses meminta ini dialami oleh si anak sampai berapa lama, Pak Paul ? Seperti tadi, kalau proses menerima itu hanya terjadi 2 tahun di awal kehidupannya, dan kalau proses meminta ini berapa lama, Pak Paul ?
PG : Saya kira kalau orang tua bisa dengan konsisten membuat disiplin dalam pertumbuhan si anak sehingga anak dipaksa untuk memasuki proses meminta maka seharusnya sekitar dua atau tiga tahun stelah itu.
Anak-anak berusia sekitar 5 atau 6 tahun, anak-anak itu sudah mulai bisa untuk mengekang keinginannya, untuk dapat menerima rintangan dari orang tuanya. Tapi yang perlu adalah pada tahap-tahap awal ini, 2 atau 3 tahun pertama ini, orang tua harus konsisten untuk menerapkan disiplin sehingga adakalanya anak akan mendapatkan yang diinginkannya, tapi adakalanya orang tua akan menerapkan disiplin dan merintangi anak untuk memeroleh apa yang diinginkannya itu.
GS : Kesulitannya adalah orang tua itu sulit untuk menjelaskan kepada anak, kenapa kita sebagai orang tua tidak memenuhi permintaannya, Pak Paul ?
PG : Betul sekali. Sudah tentu kesulitan untuk menjelaskan karena usia anak masih kecil dan anak tidak begitu mengerti apa yang menjadi bahaya bermain dengan korek api, apa yang menjadi bahaya alau naik-naik ke atas meja.
Jadi memang kita akan menuai kemarahan si anak waktu dia dilarang untuk melakukan hal-hal yang diinginkannya. Tapi sekali lagi kalau kita konsisten, pada akhirnya dia akan belajar dan memahami dan menggunakan kata meminta. Dia tahu bahwa dia tidak selalu memunyai hak atas segala yang diinginkannya. Itu sebabnya dia pun dipaksa untuk belajar mengembangkan cara lain untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, karena dia tidak bisa naik ke atas meja, dia mau bermain dengan korek api tapi tidak bisa, maka akhirnya dia harus mengembangkan cara lain untuk mendapatkan apa yang diinginkannya itu. Ada anak-anak yang karena tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, tapi dia masih terus mau, kalau orang tua tidak berhasil merintangi atau menerapkan disiplin maka dia akan misalnya masuk ke dalam tuntutan, ke tahapan menuntut, menangis, merengek dan mungkin dia membanting-banting dirinya ke lantai, tapi kalau hal ini pun tidak membuahkan hasil maka dia akan meminta. Kalau dia meminta baik-baik lagi dan dia tetap tidak mendapatkannya maka dia pun terpaksa belajar untuk menerima kondisi apa adanya alias melepaskan. Sudah tentu kalau anak itu cenderung penurut, waktu kita merintangi pada tahap dia meminta kemudian berkata tidak, maka dia akan terus masuk ke tahapan yang lebih akhir yaitu setuju tidak menerima apa yang diinginkannya alias melepaskan apa yang menjadi keinginannya, tapi kalau kebetulan anak kita lahir ke dunia dengan kepribadian yang kuat yang tidak mudah tunduk maka dia tidak akan begitu saja menerima rintangan dari kita atau disiplin dari kita dan dia akan menuntut dan menangis, tapi kalau kita tetap konsisten kalau yang tidak boleh maka tidak boleh karena ini berbahaya buat dirinya, akhirnya dia dipaksa untuk melakukan cara yang lebih baik yaitu meminta lagi. Tapi kalau tetap kita berkata tidak, maka terpaksa dia akan menerima untuk melepaskan apa yang diinginkannya itu dan ini adalah sesuatu yang sehat dalam pertumbuhan jiwa si anak.
GS : Pak Paul, pada tahapan meminta ini apakah anak bisa meminta alternatif yang lain dari cara ketika dia meminta, misalnya dia meminta kepada ibunya dan ditolak apakah pada anak yang sekecil ini sudah punya gagasan untuk, "Kalau kepada Mama ditolak maka saya meminta kepada Papa saja" apakah ada yang seperti itu ?
PG : Ada. Kalau dia sudah berusia sekitar 3 tahun, dia sudah bisa meminta kepada ayahnya karena dia tahu kalau ibunya akan melarangnya. Atau dia akan mengembangkan cara kreatif yang lain misalna membaik-baiki si ibu, bersikap manis kepada si ayah dan sebagainya sebab dia pernah mendengar pujian dari ibunya, "Anak manis, anak baik dan Papa atau Mama memberikan ini".
Dengan banyaknya pujian seperti itu maka si anak cukup mengerti bahwa kalau dia melakukan hal-hal yang menyenangkan hati orang tuanya, maka dia akan bisa mendapatkan hal yang diinginkannya itu. Maka dia akan berusaha meminta dengan cara-cara yang lain itu dan biasanya kalau dengan cara yang seperti itu tidak berhasil maka dia akan kembali kepada cara-cara yang lebih alamiah, cara yang lebih primitif yaitu dengan menangis, merengek, marah dan sebagainya. Tapi sekali lagi kalau itu tidak sehat baginya, maka kita harus merintangi keinginannya dan anak itu akhirnya harus terpaksa untuk melepaskan apa yang diinginkannya dan ini bukanlah sesuatu yang buruk, justru ini adalah sesuatu yang baik. Sudah tentu kalau untuk setiap hal kita merintanginya sehingga dia harus melepaskan apa yang diinginkannya, itu tidak sehat. Tapi kalau secara berkala bahwa itu adalah hal yang tidak baik dan kita merintanginya, kita belajar untuk melepaskan apa yang diinginkannya. Justru ini menjadi suatu pertumbuhan yang sehat.
GS : Berarti kedua orang tua itu harus seia-sekata di dalam menghadapi anak yang masih di dalam usia 5 tahun ini, Pak Paul ?
PG : Tepat sekali. Karena pada usia ini kalau anak mulai melihat ayah dan ibu tidak seia-sekata maka dia nanti akan bisa seperti yang sudah kita singgung yaitu dia akan kreatif, kepada ibu dia idak dapat maka dia akan datang kepada ayah.
Kalau dia dapatkan dari ayah maka lain kali dia akan ke ayah. Atau lagi kalau dia pergi kepada ibu dan ibu tidak memberikan, maka dia tahu sekarang dia memunyai jalan keluar yang lain, yaitu dia akan datang kepada ayahnya. Di titik inilah akhirnya hubungan anak dengan orang tua sudah mulai mengalami gangguan, sebab si anak akan mulai melihat ibu sebagai figur yang jahat, ayah sebagai figur yang baik. Jadi ini tidak sehat kalau terus berlanjut sampai usia-usia remaja.
GS : Tentang proses melepaskan itu bagaimana, Pak Paul ?
PG : Jadi si anak itu harus melewati fase-fase terlebih dahulu sebelum sampai pada tahap melepaskan yaitu misalnya yang tadi sudah saya singgung adalah dia akan mulai dari fase menuntut apa yan diinginkan, makanya dia akan mau dan dia akan menuntut orang tua untuk memberikan kepadanya.
Kalau tidak memberikannya maka dia akan masuk ke dalam fase meminta dengan cara-cara yang kreatif dan yang manis, kalau itu pun tidak didapatkannya maka dia harus melepaskan apa yang diinginkannya. Itu hanya terjadi jika orang tua menerapkan disiplin yang tepat, sebaliknya kalau anak-anak tidak mendapatkan disiplin yang tepat, maka anak akan terus berputar-putar pada fase menerima atau menuntut, yang penting dia ingin memunyai anggapan dia harus mendapatkan yang dia inginkan, sebab orang tua selalu menuruti apa yang diinginkannya. Jadi dia nanti akan berkubang di fase menerima seperti anak di bawah usia 2 tahun yang hanya menerima, kalau dia tidak menerima kemudian dia menuntut dan dia tidak pernah maju ke tahapan mau meminta dan akhirnya berusaha untuk melepaskan semuanya itu, maka akhirnya dia terus berhenti di situ, sehingga kita akan teringat mungkin orang-orang yang kita kenal, usia sudah agak dewasa tapi tetap ingin pada fase ini yaitu menerima dan menuntut dan tidak pernah masuk ke dalam fase belajar meminta apalagi belajar untuk melepaskan apa yang diinginkannya.
GS : Tapi ada anak yang mau melepaskannya tapi sifatnya sementara mungkin dalam kondisi dia takut dengan orang tuanya atau ada hal lain, dan suatu saat nanti dia akan meminta itu lagi, menuntut itu lagi, begitu Pak Paul.
PG : Betul sekali. Jadi kalau itu adalah hal yang disukainya, dan si anak kebetulan lahir dengan kepribadian yang kuat, dia tahu kalau kali ini gagal maka tidak selama-lamanya dia harus gagal. adi di kesempatan yang lain, dia akan mencoba lagi dan dia akan mengulang lagi proses yang sama itu, mungkin dia akan menuntut lagi, merengek-rengek lagi, kalau tidak dapat maka dia akan meminta-minta dan memakai cara-cara yang lebih kreatif dan manis.
Kalau kita tetap konsisten berkata "tidak" maka barulah dia belajar untuk melepaskannya. Jadi sekali lagi dia perlu konsisten kalau memang itu tidak baik baginya dan dia harus mematuhi hal itu maka kita harus konsisten tidak mengubahnya sebab kalau dua hari yang lalu kita larang dan sekarang kita berkata "boleh", maka si anak akan belajar satu hal yaitu kalau hari ini si anak berkata "tidak" besar kemungkinan dua hari kemudian orang tua akan berkata "ya". Jadi dengan kata lain, sedikit banyak otoritas kita sudah mulai berkurang di depan si anak.
GS : Kadang-kadang memang sulit bagi orang tua itu mencari alasan yang tepat untuk menolak keinginan anak, Pak Paul, biasanya dikatakan, "Saat ini kami tidak punya uang, tidak ada dana untuk membelikan permintaanmu". Lain kali dia minta lagi dan kebetulan kita punya dana dan anak tahu kalau kita punya dana, mereka mengingatkan kita, "Kalau dulu menolak permintaan saya karena tidak ada dana, tapi sekarang ada dana?" jadi kita tidak bisa berdalih lagi untuk menolak itu.
PG : Makanya memang sedapat-dapatnya kita memberikan alasan yang lebih sesuai dengan kenyataan. Jadi jangan kita mudah membuat alasan tidak ada dana dan sebagainya. Kalau memang kita tidak mau emberikannya karena kita anggap kalau ini tidak baik bagi dia, maka kita katakan, "tidak mau" dan kalau ditanya "kenapa?" maka kita jelaskan alasannya, bisa jadi alasan itu susah diterima olehnya tapi tetap lebih baik kita berkata, "memang tidak saya berikan".
GS : Kesulitan orang tua yang lain adalah tentang waktunya, Pak Paul ? Banyak orang tua yang tidak cukup banyak waktu untuk begitu dekat dengan anak-anaknya, dan ini bagaimana Pak Paul ?
PG : Ini memang sesuatu yang sulit karena anak-anak yang susah diatur kebanyakan karena kita memang kurang konsisten menerapkan disiplin, anak-anak ini memang perlu lebih banyak waktu untuk bis diurus, untuk bisa diberikan disiplin.
Tapi kita ini juga sering kesulitan waktu, karena kita ini kadang-kadang sering bekerja dan jarang di rumah. Jadi ada orang tua yang akhirnya membiarkan. Tapi adakalanya juga orang tua membiarkan anak, "Dia mau melakukan apa saja, silakan" karena memang dari awal dia tidak berdaya kepada si anak, meskipun anak masih kecil tapi ada orang tua yang merasa tidak berdaya. Kalau anak melihat bahwa orang tua tidak berdaya untuk mengekang dirinya atau hasratnya maka dia pun akan semakin berani dan semakin semena-mena, perlahan tapi pasti dia akan mengembangkan lebih banyak "teknik" atau cara untuk memaksakan kehendaknya, misalnya jika sebelumnya menangis, sekarang dia mulai berguling-guling di lantai, kalau ini tidak berhasil misalnya dia akan merusak barang di sekitarnya dan membanting ini dan itu, kalau ini pun tidak membuahkan hasil maka akan ada anak-anak yang menyerang secara fisik kepada orang tuanya, mereka akan menabrak orang tuanya, memukul orang tuanya dan ini cukup mengagetkan dan memang akan ada anak-anak yang berbuat seperti itu. Singkat kata tanpa disiplin, anak makin mengembangkan perilaku manipulatif dan destruktif. Hal ini yang memang harus kita awasi.
GS : Seringkali anak sering melakukan hal itu dan orang tua langsung menuruti karena orang tua merasa malu dengan orang-orang yang ada di sekelilingnya, misalkan anaknya berguling-guling justru di mall atau di tempat orang banyak "Daripada ramai-ramai, maka lebih baik permintaannya dituruti saja".
PG : Betul sekali itu yang seringkali terjadi dan orang tua merasa, "Daripada ribut-ribut maka lebih baik memberikan apa yang diinginkannya".
GS : Bagaimana kalau terjadi yang sebaliknya yaitu anak itu didisiplin secara tepat ?
PG : Dengan disiplin yang tepat maka anak akan belajar membedakan antara apa yang menjadi miliknya dan apa yang bukan menjadi miliknya, apa yang menjadi waktunya dan apa yang bukan waktunya. Degan kata lain, anak belajar memisahkan diri dari sekitarnya.
Tanpa disiplin anak akan beranggapan bahwa ia dan di sekitarnya entah itu barang-barang dan sebagainya adalah satu, maksudnya semua dianggapnya adalah miliknya dan dia berhak berbuat apa pun. Sebaliknya dengan disiplin anak pun belajar untuk mengembangkan daya tahan untuk melepaskan apa yang diinginkannya atau menunggu sampai saat berikutnya. Singkat kata Pak Gunawan, dengan disiplin anak tidak berkembang dengan liar, justru sebaliknya dia akan mengembangkan kesanggupan untuk mengelola energi dan hasratnya.
GS : Jadi kunci bagi orang tua untuk bisa mengatur anak dengan lebih tertib dan sebagainya adalah kedisiplinan itu tadi, Pak Paul ?
PG : Betul sekali, Pak Gunawan.
GS : Sehubungan dengan hal ini, apa ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan ?
PG : Di Amsal 13:18, firman Tuhan mengingatkan, "Kemiskinan dan cemooh menimpa orang yang mengabaikan didikan, tetapi siapa mengindahkan teguran, ia dihormati." Kata didikan, kata teguran dua-uanya merujuk kepada disiplin.
Jadi orang yang mengindahkan disiplin justru akhirnya akan dihormati, orang yang justru mengabaikan disiplin nanti dia akan menjadi korban kemiskinan dan cemooh orang. Jadi anak-anak yang susah diatur berpotensi besar bertumbuh menjadi orang dewasa yang susah diatur dan orang dewasa yang susah diatur akan menerima konsekuensi sosial yang buruk, ia akan menjadi cemoohan orang.
GS : Tapi sebelum kita sebagai orang tua bisa mendisiplin anak dengan teratur, kita juga harus mendisiplin kita dulu, Pak Paul. Karena kita mengharapkan anak-anak kita mudah diatur, tapi kalau kita tidak bisa mengatur diri kita sendiri maka ini akan menimbulkan masalah bagi anak-anak ini bukan hanya di masa kecilnya tapi juga di masa yang akan datang.
PG : Betul sekali, Pak Gunawan.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengapa Anak Susah Diatur". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan email dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.