[kerikil_dalam_mengasihi_istri] =>
"Kerikil dalam Mengasihi Istri" oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi
Lengkap
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Kerikil dalam Mengasihi Istri". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Judul perbincangan kita ini mungkin harus kita perjelas kepada para pendengar kita. Apa yang Pak Paul maksudkan dengan "kerikil dalam mengasihi istri" ini ?
PG : Yang saya maksud adalah seperti ini, Pak Gunawan. Kita tahu sebagai suami harus mengasihi istri. Tapi kita juga harus mengakui bahwa adakalanya tidak terlalu mudah mengasihi istri, ada halhal yang akhirnya membuat kita susah mengasihi istri, ada juga masalah-masalah yang muncul dan akhirnya membuat kita bertanya-tanya, "Kenapa susah bagi kita untuk mengasihi istri, kenapa perasaan saya tidak bisa kuat dalam mengasihi istri saya."
Mungkin ini waktu yang baik bagi kita untuk duduk santai dan mulai melihat kenapa susah bagi kita mengasihi istri kita.
GS : Dan biasanya masalah-masalah itu bukan masalah-masalah yang terlalu besar seperti bongkahan-bongkahan batu-batu besar, tapi justru masalah-masalah kecil yang malah mengganggu kalau hal itu tidak dibuang.
PG : Betul. Jadi tidak harus sebuah ledakan bom yang akhirnya membuat kita menjadi hancur berantakan, tidak bisa lagi mengasihi istri. Seringkali tidak. Dan pada kesempatan ini yang memang akansaya soroti lebih merupakan tema atau garis besarnya dan nanti masing-masing bisa diterapkan dalam situasi-situasi yang lebih spesifik.
Tapi saya akan coba jelaskan secara garis besar supaya bisa diterapkan dengan lebih meluas.
GS : Apa saja, Pak Paul ?
PG : Ada tiga, Pak Gunawan. Yang pertama adalah mengasihi melibatkan perasaan dan sebagaimana kita tahu bahwa perasaan tidak selalu stabil dan sama. Itu sebabnya adakalanya kita mengalami kesukran untuk mengasihi sebab perasaan kasih tidak selalu hadir di dalam hati kita dengan intensitas yang sama kuatnya hari demi hari.
Jadi walaupun mengasihi mengandung unsur perasaan, tapi kita tidak boleh mendasarinya atas perasaan. Memang ini sedikit membingungkan. Jadi intinya meskipun kasih adalah sesuatu yang melibatkan perasaan, tapi kita tidak boleh mendasari kasih kita kepada istri atas perasaan itu sendiri karena perasaan itu selalu berubah-ubah, kadang naik dan kadang turun, kadang kuat dan kadang lemah. Coba kita melihat firman Tuhan yang tercatat di 1 Korintus 13:4-7, "Kasih itu sabar, kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu". Waktu kita melihat penjabaran ini, dengan cepat kita bisa menyimpulkan bahwa kasih jauh melampaui rana perasaan sebab bukankah misalnya sabar, murah hati, tidak cemburu dan lainnya merupakan sebuah sikap, sesuatu yang harus dipilih kemudian ditindak lanjuti. Jadi daripada berpusat dari mengasihi, maka fokuskanlah pada menjadi sabar, menjadi murah hati, menjadi orang yang tidak pemarah, menjadi orang yang tidak menyimpan kesalahan orang dan sebagainya. Jadi semua ini adalah sikap dan tindakan yang pada akhirnya menciptakan kasih dan sekaligus menjadi buah nyata dari kasih itu sendiri.
GS : Padahal kalau kita tanyakan kepada pasangan yang mau menikah atau yang baru menikah. Jika ditanya, "Apa alasanmu menikah dengan dia ?" maka kebanyakan jawaban yang diberikan adalah, "Saya cinta dia, saya mengasihi dia". Apakah kasih yang diucapkan itu sama dengan kasih yang dituliskan oleh Paulus kepada jemaat di Korintus, Pak Paul ?
PG : Tidak sama, sebab pada waktu kita melihat seseorang pada pandangan pertama kemudian berkata, "Saya jatuh cinta kepadanya." Sebetulnya yang terjadi adalah kita menyukai apa yang kita lihat,itu saja sehingga seringkali kita itu menggunakan bahasa-bahasa yang lebih romantis, lebih muluk dan berkata, "Ini adalah cinta pada pandangan pertama."
Sebetulnya yang terjadi adalah kita menyukai apa yang kita lihat, mungkin penampilannya, mungkin caranya berpakaian, caranya bertutur, kita menyukai apa yang kita lihat. Untuk benar-benar bisa berkata kita mengasihi, memang sebetulnya kalau benar-benar berdasarkan firman Tuhan, itu perlu diperlihatkan oleh sikap-sikap yang Paulus sudah paparkan. Misalkan apakah kita kepadanya tidak sabar, di situ sebetulnya kita tidak memiliki kasih, sebab didalam 1 Korintus 13, Tuhan menjabarkan dimensi-dimensi kasih bahwa kalau ada kasih maka akan ada kesabaran, kalau ada kasih maka akan ada murah hati, kalau ada kasih maka akan ada pengampunan sehingga tidak akan menyimpan kesalahan orang, kalau ada kasih maka tidak akan cepat memarahi orang, tapi akan cepat memahami orang. Hal-hal seperti itu mesti ada, barulah kita bisa mengklaim ada kasih. Jadi kalau orang baru kenal dan kemudian berkata, "Saya mencintai kamu" sebetulnya itu bukan cinta, tapi dia hanya menyukai apa yang dilihatnya sebab yang dilihatnya itu kebetulan sesuai dengan yang diidamkannya, hanya itu saja.
GS : Berarti untuk kasih itu betul-betul ada di antara hubungan mereka sebagai suami istri, itu butuh waktu yang cukup lama dan harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh.
PG : Betul sekali. Jadi kasih seharusnya dipandang lebih dari perasaan, tapi merupakan sebuah sikap mau mengampuni, sikap mau bersabar, sikap mau untuk menghilangkan dendam dan kesalahan. Dan smua itu adalah sikap-sikap dan tidak bergantung kepada perasaan dengan berkata, "Saya sudah tidak mengasihimu lagi, sebab perasaan saya terhadapmu sudah hilang".
Perasaan itu bisa turun dan bisa naik. Kalau hari ini kita sakit gigi, tidak mungkin kita bisa berpikir tentang kasih karena gigi kita sedang sakit, seluruh badan sakit dan tidak mungkin kita berpikir tentang mengasihi siapa dan mengasihi siapa. Itu tidak berarti tidak ada kasih, sebab kasih itu melampaui perasaan dan ini sesuatu yang perlu dipahami oleh kita semua, sebab saya tahu kadang-kadang orang terjebak dalam masalah ini, buru-buru mengklaim, memproklamirkan, "Tidak bisa lagi meneruskan relasi ini, pernikahan ini sudah berakhir karena tidak ada lagi kasih di dalam hati saya". Buktinya apa kalau tidak ada kasih ? Kalau hanya menyoroti perasaan, memang bisa turun dan naik. Tapi sebaliknya kalau orang mengklaim bahwa orang mengasihi saya, saya mengasihi istri saya tapi dia sangat pemarahnya kepada pasangan, tidak mau mengampuni si pasangan, menyimpan kesalahan pasangan, tidak ada kemurahan hati sama sekali. Berarti orang itu sama sekali tidak mengerti apa artinya kasih. Dia hanya bisa mengklaim kalau dia mengasihi, tapi tidak ada bukti nyatanya.
GS : Tapi perasaan itu sendiri masih tetap dibutuhkan di dalam hubungan suami istri ini sebagai pewarna atau pemanis dan sebagainya, artinya tidak bisa dijadikan sebagai landasan untuk membangun rumah tangga itu sendiri, Pak Paul ?
PG : Betul sekali. Mungkin kita bisa menggunakan sebuah ilustrasi. Misalkan kita memakan ice cream dan ice creamnya itu dibungkus dengan coklat, tapi di dalam ice cream itu misalkan ada vanilla Sudah tentu kita bisa berkata bahwa coklat itu bukanlah ice cream, tapi memang ice creamnya ditutupi oleh coklat.
Kita bisa ibaratkan perasaan kasih yang kadang-kadang muncul seperti kupu-kupu yang ada di dada kita, itu seperti coklat yang melapisi ice cream, tapi bukankah yang terpenting bukan coklatnya melainkan ice creamnya itu sendiri dan ice cream itu sendiri adalah sikap-sikap yang sudah dibahas tadi yaitu penyabar, murah hati, tidak menyimpan kesalahan atau dendam, tidak pemarah dan sebagainya.
GS : Dan ini yang memang sulit dibedakan bagi kita orang-orang awam. Makanya ini seperti kerikil yang kalau tidak kita selesaikan, bisa menjadi masalah besar di tengah-tengah keluarga kita khususnya di dalam hubungan suami istri ini, Pak Paul.
PG : Dan memang juga menakutkan, bayangkan kalau kita menikah dengan seseorang dan orang itu tidak mengerti tentang hal ini, jadi hanya bergantung sepenuhnya dengan perasaan. Kemudian kita meraa semua baik-baik saja, tapi suatu ketika dia bangun tidur dan berkata, "Saya mau meninggalkan kamu sebab tidak ada lagi kasih di hati saya," itu adalah hal yang sungguh mengerikan.
Berarti tidak ada kepermanenan, tidak ada kepastian. Maka kita harus dasari itu bukan dengan perasaan, tapi pada pilihan sikap itu.
GS : Kerikil yang lain apa, Pak Paul ?
PG : Kerikil kedua dalam mengasihi istri adalah kebergantungan kita pada perbuatan. Seringkali kita menjadikan kasih sebagai reaksi atau imbalan terhadap apa yang istri perbuat bagi kita. Kitamengharapkan istri untuk melakukan hal-hal tertentu dan sewaktu dia melakukannya, hati menjadi senang dan kita pun berlaku baik kepadanya.
Kita memanggil respons ini adalah kasih. Coba kita melihat firman Tuhan tentang hal ini, bagaimanakah seharusnya kasih itu diberikan agar kita memeroleh kebenaran. Di Roma 3:23-24 berkata, "Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus". Firman Tuhan menjelaskan bahwa kasih karunia telah diberikan kepada kita yaitu oleh orang-orang yang telah berbuat dosa dan yang telah kehilangan kemuliaan Allah, dengan kata lain sewaktu kita datang kepada Kristus sesungguhnya tidak ada satu pun hal baik yang dapat kita persembahkan kepada-Nya sebab kita semua adalah orang berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, namun kasih karunia Allah diberikan kepada kita. Dari sini dapat kita lihat bahwa kasih diberikan oleh Tuhan kepada kita tanpa melihat perbuatan, itu sebabnya kita pun tidak boleh membiarkan perbuatan istri, mendikte kasih kita kepadanya dan kita harus tetap fokus kepada mengasihinya yaitu bersikap sabar, bermurah hati, tidak mencari keuntungan sendiri dan sebagainya. Terlepas dari perbuatannya, jangan kita menunggu sampai perbuatannya mencapai standart yang kita harapkan dan barulah kita mengasihinya, jangan seperti itu. Tapi sebaliknya justru mulailah dengan mengasihinya oleh karena Tuhan mengasihi kita maka akhirnya kita pun belajar untuk mengasihi Tuhan, jadi kita harus berdoa agar istri kembali mengasihi kita dan melakukan perbuatan yang menyenangkan hati kita, setelah kita mengasihinya.
GS : Perbuatan yang dimaksud, perbuatan seperti apa misalnya ?
PG : Jadi kadangkala kita terlalu bergantung pada perbuatan-perbuatan yang kita harapkan dari istri. Saya tidak menutup mata, penting bagi kita mencoba hal yang menyenangkan hati pasangan kita an itu sudah tentu harus diusahakan sedapat-dapatnya, tapi tetap saya mau mengembalikan esensi mengasihi itu, sebab memang yang kita pelajari dari firman Tuhan adalah Tuhan tidak menggantungkan kasih-Nya kepada kita atas dasar perbuatan kita.
Kalau Tuhan mendasarinya atas perbuatan kita maka sampai sekarang pun Tuhan tidak akan mungkin mengasihi kita sebab perbuatan kita selalu akan ada yang mengecewakan Tuhan. Tapi kita tahu bahwa Tuhan mengutus Kristus untuk mati bagi dosa-dosa kita sebelum kita dapat memersembahkan sesuatu yang baik kepada-Nya. Jadi kepada istri pun juga harus sama, jangan menunggu istri melakukan semua yang kita minta dan barulah kita berkata, "Saya akan mengasihimu," tapi kita harus menyalurkan kasih itu lewat sikap-sikap kita yang tidak mencari keuntungan, yang bersabar kepadanya, yang murah hati kepadanya, yang tidak menyimpan kesalahan dia. Kita harus mengekspresikan sikap-sikap kasih itu kepada istri kita tanpa harus menunggu perbuatannya.
GS : Tapi seringkali kita itu baru bisa mengasihi, kalau kita tahu orang itu mengasihi kita atau tidak. Dan itu justru lewat perbuatan dia, kalau dia hanya berbicara maka seringkali sulit bagi kita untuk memahaminya. Jadi penting sekali pengungkapan kasih lewat perbuatan-perbuatan nyata yang kita bisa lakukan kepada pasangan kita.
PG : Saya setuju. Jadi memang dalam pernikahan kedua belah pihak harus menunjukkan wujud nyata dari kasih itu, tidak cukup hanya mengatakan, "Saya mengasihi kamu" tapi harus ada wujud nyatanya.Sebab kita manusia dan bagaimana pun juga kita tidak bisa lepas dari tindakan-tindakan yang menunjukkan kasih, kita mau itu dan kita butuh itu dan memang seharusnya ada.
Jadi kedua-duanya harus berupaya mengusahakan itu, namun saya kira ini yang saya tekankan yaitu disamping itu atau bersamaan dengan itu, tetap melatih diri untuk tidak terlalu bergantung kepada perbuatan. Sekarang ini saya berbicara terutama kepada orang yang terlalu bergantung kepada perbuatan istrinya, jadi menuntut si istri harus seperti ini dan itu, kalau tidak maka saya tidak akan mengasihimu. Saya kira konsep seperti ini harus berubah. Jadi kepada orang yang seperti inilah saya mau menunjukkan perkataan-perkataan yang saya sudah ucapkan yaitu janganlah mengasihi istri seperti itu, sebab itu bukan cara Tuhan dan jangan berkata, "Kalau istri saya tidak melakukan ini dan itu, maka saya tidak akan mengasihinya". Tidak seperti itu, tapi cobalah berikan kasih lewat wujud nyata, supaya istri kita juga merasakan kasih itu. Biarlah perlahan-lahan, istri juga memiliki kesadaran dan dia pun perlu belajar dan bertumbuh.
GS : Memang kalau kita hanya menggantungkan lewat perbuatan padahal pasangan kita juga tidak selamanya bisa melakukan hal-hal yang baik terutama kalau dia sakit misalnya lumpuh. Wujud kasih kita itu bisa kelihatan, walaupun pasangan kita itu sudah tidak bisa melakukan apa-apa, tapi di situ bisa diketahui apakah kita tetap mengasihi dia atau tidak, Pak Paul ?
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Jadi waktu kita itu mendasari kasih atas perbuatan pasangan yang menyenangkan hati kita, kasih itu menjadi kasih yang sangat berkondisi, kasih yang sangat tipis,yang sebetulnya bukan merupakan kasih dan lebih merupakan sebuah respons entah itu respons senang, respons berterima kasih karena diberikan ini, diperlakukan seperti itu.
Jadi kita harus naik setingkat lebih tinggi lagi dan ini yang Tuhan inginkan agar kita menjadi seperti diri-Nya. Tuhan mengasihi kita sebelum kita mampu memersembahkan perbuatan-perbuatan yang menyenangkan hati Dia.
GS : Jadi ini hampir sama dengan perasaan itu tadi, Pak Paul. Memang dibutuhkan perbuatan-perbuatan baik, tapi tidak bisa dijadikan sebuah dasar atau alasan kita mengasihi pasangan kita. Apakah masih ada kerikil yang lain, Pak Paul ?
PG : Kerikil yang terakhir adalah dalam mengasihi istri, kita ini terlalu mudah berputar haluan. Sebagai laki-laki, kita ini memang terlalu mudah tertarik dengan wanita lain yang lebih menarik tau yang sama menariknya dengan istri sendiri.
Saya sekarang tidak sedang membicarakan, kita memunyai masalah dengan istri kita sehingga kita mudah tergoda, tidak seperti itu. Tapi saya berbicara dengan kondisi yang relatif normal-normal saja. Kita tetap sebagai laki-laki harus mengakui bahwa kita mudah tertarik kepada wanita lain. Pada waktu kita memberikan perhatian kepada wanita lain, maka tidak bisa tidak kasih kita kepada istri pastilah berkurang dan akhirnya lenyap. Jadi kerikil ketiga, kerikil bukan terletak pada istri kita tapi kerikil itu ada pada diri kita sendiri yaitu kita itu terlalu mudah untuk tertarik kepada orang lain. Meskipun tidak kita suburkan, kita tidak menjalin relasi dengan wanita tersebut namun perasaan tertarik kepada orang lain kendati hanya sementara, cukup kuat untuk mengurangi kadar kasih kita kepada istri kita. Misalkan karena kita itu tertarik kepada orang lain, maka kita tidak terlalu sabar dengan istri kita dan kita menjadi cepat marah kepada dia. Atau kesalahan dia lebih cepat kita ingat dan kita tidak cukup murah hati, kita mulai perhitungan kepadanya tapi kepada orang yang kita sukai, kita menjadi kebalikannya yaitu kita menjadi sangat murah hati, tidak memerhitungkan apa-apa, selalu siap berkorban. Jadi kerikil yang ketiga yang akan saya angkat justru adalah kerikil pada diri kita sendiri sebagai laki-laki. Hati-hatilah dengan kecenderungan kita cepat tertarik kepada wanita lain.
GS : Apakah memang kaum pria seperti kita ini punya kecenderungan untuk cepat merasa bosan, Pak Paul ?
PG : Saya kira di dalam diri kita, kebanyakan pria memang kita memunyai kecenderungan untuk bosan dalam pengertian kita ini mudah tergugah atau tertarik oleh petualangan sehingga kalau tidak ad unsur petualangan dan rutin biasa-biasa saja maka lama-kelamaan akan ada kecenderungan untuk jenuh, jadi ingin petualangan yang baru dan melakukan hal yang belum pernah dilakukan sebab nanti akan muncul kesenangan-kesenangan tertentu dari pertualangan yang baru itu.
Jadi kita itu mirip seperti pengguna narkoba yang perlu suntikan-suntikan narkoba, kemudian kita baru bisa membangkitkan gairah hidup kita. Dan juga kita sebagai laki-laki memang mudah terpikat oleh kecantikan dan mudah terangsang oleh penampilan sensual. Alhasil kita rawan menoleh kepada wanita lain dan akhirnya cepat meninggalkan kasih yang semula. Kita melihat mulai dari masa Musa sampai pada masa para nabi, bani Israel selalu jatuh pada kesalahan yang sama yaitu meninggalkan Tuhan dan menyembah ilah lain sebagaimana disarikan pada Yeremia 2:32, "Dapatkah seorang dara melupakan perhiasannya, atau seorang pengantin perempuan melupakan ikat pinggangnya? Tetapi umat-Ku melupakan Aku, sejak waktu yang tidak terbilang lamanya". Jadi dalam relasi Israel dengan Tuhan, terus berulang kesalahan yang sama yaitu terpikat pada ilah-ilah lain dan meninggalkan Tuhan. Saya kira kita memunyai masalah yang sama sebagai laki-laki. Kenapa orang Israel itu begitu cepat dan begitu sering meninggalkan Tuhan Allah ? Alasannya memang sederhana yaitu sebab mereka tertarik dengan ilah lain yang disembah bangsa-bangsa lain, mereka berpikir bahwa ilah-ilah lain lebih dapat memberi mereka berkat dan perlindungan serta lebih dapat memberi mereka kebebasan dan kebahagiaan. Begitu juga dengan kita sesama laki-laki, kita pun lebih cepat menoleh kepada wanita lain sebab kita beranggapan bahwa wanita lain lebih cantik daripada istri sendiri, lebih dapat memberi kita berkat dan kebahagiaan. Itu sebabnya kita harus mawas diri dan kita harus menolak godaan untuk menghampiri dan membuat relasi intim dengan wanita lain dan sebaliknya kita harus menggali relasi dengan istri sendiri sehingga dari relasi inilah keluar mata air berkat dan kepuasan.
GS : Sebenarnya masalah ini cukup dipahami oleh para istri, dan para istri ini pun menyadari bahwa suaminya itu punya kecenderungan seperti itu. Tapi apakah hal itu menjadi semacam alasan sehingga suami itu melakukan perkara-perkara yang meninggalkan istrinya dan menoleh kepada wanita lain. Apakah hal ini menjadi semacam hal yang diperbolehkan, Pak Paul ?
PG : Saya kira secara tidak langsung ada unsur itu. Karena kebanyakan wanita akhirnya menerima bahwa inilah pria dan ada peribahasa atau kata-kata yang seperti ini, "Diberi maka steak di rumah un, tapi kalau melihat ikan asin di luar tetap saja dilahapnya ikan asin itu".
Itu memang sebuah konsep yang sudah dimiliki oleh banyak wanita. Jadi akhirnya ada kecenderungan untuk menerima, menoleransi. Saya kira kita sebagai anak-anak Tuhan, kita justru harus menggariskan sebuah garis yang jelas, "Tidak bisa dan itu tidak boleh, masalahnya bukan karena aku tidak boleh tapi masalahnya adalah karena Tuhan yang berkata 'Itu tidak boleh'". Jadi dengan kata lain dari awal kita beritahukan kepada suami, tidak akan kita menoleransi kalau sampai engkau berbuat seperti itu.
GS : Jadi sebenarnya peranan istri di dalam hal ini untuk membantu supaya suaminya tidak sering atau terjatuh ke dalam dosa-dosa seperti perzinahan dan sebagainya, sebenarnya itu cukup besar, Pak Paul ?
PG : Cukup. Dan salah satu yang penting adalah dia harus berani menegur si suami, kalau si suami itu merasa bahwa dia di atas angin, bisa berbuat semaunya, maka tinggal selangkah lagi akan jatu ke dalam dosa.
Jadi mesti si suami itu tahu bahwa istrinya mengawasi dan istrinya tidak sungkan untuk memberikan teguran. Saya kira ini penting dan kita harus berani menegur pasangan kalau dia sedang bermain-main dengan dosa. Kita memang harus mengingatkan dia kalau Tuhan melihat dan mengawasi perbuatannya dan bahwa nanti akan ada pertanggung-jawaban yang Tuhan akan tuntut darinya. Jadi kita akan selalu mengembalikan pasangan kita kepada Tuhan.
GS : Untuk bagian ini Pak Paul, apakah ada bagian firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan ?
PG : Kita tahu Raja Salomo adalah seorang raja yang menikmati hidup sampai tetesan terakhirnya. Dia memiliki kekayaan yang melimpah ruah dan dia juga mengakui kalau dia itu beristri banyak. Denarlah pengakuannya yang tercatat di Pengkhotbah 2:8 dan 11, "Aku mencari bagiku yang menyenangkan hati anak manusia, yakni banyak gundik.
Ketika aku meneliti segala pekerjaan yang telah dilakukan tanganku, lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin". Pada akhirnya impian kita bahwa wanita lain akan memberikan kita kebahagiaan itu kandas di tengah jalan bahkan Salomo sendiri berkata sia-sia. Jadi berhentilah melihat yang lain dan tataplah istri sendiri.
GS : Jadi ini menjadi sebuah sharing atau bagi pengalaman dari seseorang yang memang mengalami hal itu. Raja Salomo yang tidak puas dengan kekayaannya masih mencari begitu banyak gundik dan itu pun tidak membuat dia puas dengan hal-hal yang seperti itu.
PG : Pada akhirnya yang dia temukan adalah kesia-siaan atau kekosongan.
GS : Jadi kerikil-kerikil seperti ini, memang harus cepat-cepat dibuang dari tengah-tengah keluarga kita supaya keluarga ini bisa lebih solid, Pak Paul.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Kerikil dalam Mengasihi Istri". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.