Lengkap
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami yang terdahulu yaitu tentang "Meminta Maaf Saja Tidak Cukup". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, karena ini merupakan perbincangan lanjutan, dan mungkin sebagian dari pendengar kita tidak mengikuti perbincangan yang terdahulu. Jadi sebelum kita melanjutkan perbincangan yang kedua dari judul, "Meminta Maaf Saja Tidak Cukup," silakan Pak Paul menguraikan sejenak apa yang kita bicarakan pada kesempatan yang lampau.
PG : Kita ini manusia berdosa. Sehingga kecenderungan kita berbuat dosa dan sudah tentu tatkala kita melakukan dosa yang bersifat moral didalam pernikahan, maka kita akan melukai hati pasangan.Ternyata meminta maaf saja tidak cukup dilakukan dengan perkataan satu kali dan kita minta maaf.
Jadi mesti ada hal-hal lain yang kita harus lakukan, saya singgung misalkan yang pertama kita harus datang kepada Tuhan, mengakui semua perbuatan dosa kita. Kedua kita juga mesti mengakuinya kepada pasangan dengan terbuka dosa yang telah kita lakukan dan didalam pengakuan itu kita tidak mengungkit-ungkit kesalahannya, tapi kita akui bagian kita saja dan yang terpenting kita bersikap biasa kepada pasangan. Jangan menuntutnya untuk langsung segera memaafkan kita, biarkanlah, dia perlu waktu untuk mencerna semua itu, proses harus berjalan untuk waktu yang agak lama. Dan kita tidak boleh menggunakan Firman Tuhan, memaksanya untuk seketika mengampuni kita, nanti dia akan merasa, "Sekarang kamu munafik menggunakan Firman Tuhan, dulu saat berbuat dosa kamu tidak mengingat Firman Tuhan dan sebagainya." Juga jangan sampai kita memperbesar permasalahan atau memperkecilkan penyesalan, jangan menangis terus-menerus, merasa bersalah, karena itu semua akan membuat pasangan merasa, "Kamu tahu ini akan berakibat buruk, dan sekarang menangis, ini semua percuma, kenapa dulu kamu tidak pikir." Tapi juga jangan sebaliknya meremehkan dan berkata, "Ya sudah sekarang sudah diampuni, maka jangan dibicarakan lagi, kubur semuanya," kemudian kita langsung gembira, lega, maka pasangan akan berpikir, "Kamu ini gampang sekali, kamu tidak tahu luka yang kamu timbulkan dalam hati saya." Jadi hal-hal seperti ini perlu kita lakukan, kita perlu sadari sehingga proses meminta maaf dan proses dimaafkan dapat berjalan dengan baik.
GS : Tetapi ada hal-hal yang lain yang harus dilakukan selain yang tadi telah Pak Paul uraikan, dan itu apa saja ?
PG : Yang berikut adalah jangan berhenti meminta maaf, kendati kita sudah mengatakannya tetaplah menyampaikan permohonan maaf secara berkala, terutama tatkala kita melihatnya sedih, sampaikanla permohonan maaf namun jangan mengatakan hal yang lain, jadi kita hanya berkata, "Sekali lagi saya minta maaf karena telah melukai kamu," dan stop di situ dan kita jangan mengatakan hal yang lain.
Jika dia yang ingin membicarakannya, misalkan dia kemudian berkata, "Kenapa kamu bisa seperti itu, kenapa kamu tega kepada saya ?" dan sebagainya, barulah kita menanggapinya. Kita dengarkan dulu, baru berikan tanggapan, maksud saya biarkan dia yang menentukan kapan dia akan membahas hal ini. Sebagian orang lebih suka menyelesaikan pergumulannya secara pribadi, dia tidak suka bicara terus-menerus karena makin bicara makin terluka, sehingga dia tidak siap. Tapi ada waktu-waktu dimana dia siap dan dia mau bicarakan, pada saat itulah kita menanggapinya. Jadi artinya jangan kita yang mengambil inisiatif, mungkin dia belum siap sehingga kita kehilangan kepekaan, mungkin dia perlu waktu untuk diam dulu dan waktu dia butuh untuk bicara, kita juga harus bicara. Jangan kita yang berkata sebaliknya "Sudah saya tidak mau bicarakan lagi," jangan ! Kita di pihak yang salah dan kita mesti siap selalu untuk memberikan penjelasan kepadanya.
GS : Biasanya yang dikatakan adalah hal-hal yang sama, jadi seperti pengulangan, ini membuat kita agak kehilangan kesabaran lagi.
PG : Seringkali yang terjadi adalah kenapa pasangan kita membicarakan hal yang sama, kita mungkin sudah jelaskan sebanyak 50 kali. Sebetulnya ada satu yang ingin dia bicarakan, dia mencoba mengrti, "Kenapa kita bisa melakukannya, kenapa kita bisa berbuat."
Jadi itulah kecenderungan dari orang yang telah kita dilukai, dia mencoba untuk memahaminya "Kenapa bisa berbuat seperti itu." Memang ini akan timbul kesan yang membuat jengkel karena berputar-putar disitu terus. Namun dia ingin tahu "Kenapa" sebab ini yang menjadi tujuan akhir, dia ingin memastikan bahwa hal itu tidak terulang lagi. Dengan dia tahu alasannya, ini penyebabnya maka dia nanti bisa mengontrolnya, misalnya dia berkata, "Baiklah saya mengerti kenapa kamu sampai jatuh ke dalam dosa perzinahan, karena kamu merasa bahwa saya itu kurang hangat kepadamu," dengan si orang ini berkata, "Baiklah sekarang saya tahu, karena hal ini kamu jatuh," dia akan merasa lebih tentram, karena sekarang dia tahu duduk masalahnya, berarti dia bisa mengoreksinya, dia bisa memastikan bahwa kesalahan yang sama tidak terulang lagi yaitu dari pihak dia, dia mau lebih hangat supaya pasangannya tetap merasakan kehangatan darinya dan tidak terpikir untuk jatuh ke dalam dosa. Dengan kata lain itulah penyebabnya kenapa ada kecenderungan orang itu membangkit-bangkitkan hal yang sama, sebetulnya salah satu tujuannya adalah untuk memahami duduk masalah sebenarnya, agar dia bisa memastikan hal yang sama tidak terulang lagi.
GS : Mungkin dalam rangka ingin tahu apa penyebabnya, ada juga yang selalu menanyakan, "Sebenarnya saya ini salah apa, sampai kamu melakukan hal seperti itu," atau "Apa yang membuat saya menyakitkan kamu sehingga kamu menyakitkan saya seperti itu." Padahal sebenarnya tidak ada salahnya tapi itu yang terus dipertanyakan, dan ini bagaimana, Pak Paul ?
PG : Itu adalah upaya untuk melihat apa yang tidak saya perbuat, supaya nanti saya bisa mengoreksinya dengan tujuan kalau saya mengoreksinya maka kesalahan ini tidak akan diulang lagi. Jadi ituah kodrat manusiawi kita, sewaktu kita mendapatkan berita yang begitu buruk dan mengejutkan maka kita akan bereaksi, yang pertama kaget tapi kita memang akan bereaksi dengan sebuah tekad mau memastikan ini tidak terulang lagi.
Maka cara untuk memastikan ini tidak akan terulang lagi adalah memastikan apa yang bisa kita lakukan, dengan kita mencari tahu saya salah dimana, berarti saya ini bisa mengendalikan masalah ini atau relasi ini, supaya pasangan tidak jatuh ke dalam dosa yang sama. Saya kira itulah yang terkandung dibalik kenapa menanyakan hal yang sama dan menanyakan saya salah apa.
GS : Kalau memang tidak ada alasan untuk menyalahkan dia, karena sepenuhnya memang kesalahan kita, apakah kita itu harus mencari-cari alasan dan mengatakan "Kamu sebenarnya salah ini," padahal sebenarnya juga tidak.
PG : Saya kira sebaiknya jangan. Jadi kalau memang kita dengan objektif berkata "Tidak ada salahnya," memang tidak ada ! Kita bisa berkata bahwa sudah tentu setiap relasi ada permasalahannya seab engkau tidak menikah dengan orang yang sempurna, saya pun tidak menikah dengan orang yang sempurna.
Kalau kita mau menggali-gali masalah-masalah, kesalahan-kesalahan yang kita masing-masing telah lakukan, sudah tentu kita akan menemukannya. Tapi itu bukan tujuannya, dan itu bukan hal yang relevan sebab yang membuat saya jatuh ke dalam dosa sebetulnya adalah diri saya sendiri, dalam hal ini tidak ada keterkaitannya dengan kamu. Memang jawaban ini sebenarnya tidak menenteramkan hati sebab dia terus mencoba cari tahu apa yang dia telah lakukan dan apa yang belum lakukan, sebab sekali lagi tujuannya adalah agar dia bisa memastikan hal yang sama tidak terulang lagi, tapi memang kalau tidak ada ya tidak ada, meskipun dia harus cemas, dia harus mengulang-ulang lagi tapi kita hanya bisa jujur, sejujur-jujurnya kepada dia.
GS : Kalau kita membiarkan dia terus mengulang-ulang pertanyaan seperti itu padahal tidak ada jawaban yang pasti apakah itu tidak terus membuat hatinya terluka, Pak Paul ?
PG : Ya. Untuk waktu yang sedikit panjang dia akan terus mencari tahu jawabannya, makin lama, makin cemas, makin gelisah, makin luka, itu akan terjadi. Tapi nantinya dia akan merumuskannya sendri dengan pengertian, dia akan merumuskannya seperti ini, "Baiklah, mungkin saya tidak bersalah tapi mungkin saya dulu percaya kepada dia, jadi saya harus waspada dan lebih berani untuk memantau, menanyakan dia pergi kemana dan sebagainya."
Jadi dengan kata lain orang yang dilukai, pada akhirnya mau tahu apa yang bisa dilakukannya supaya setidak-tidaknya dia bisa mengontrol, mengecilkan kemungkinan perbuatan yang sama itu diulang kembali.
GS : Maksudnya supaya dia tidak terluka pada hal-hal yang sama lagi.
GS : Apakah ada tindakan lain yang perlu kita lakukan, Pak Paul ?
PG : Berdoalah secara pribadi, jangan mengajaknya berdoa bersama kita. Maksud saya begini, kita ini beranggapan bahwa dengan berdoa maka semua akan beres, kita sehati kembali datang kepada Tuhan. Saya kira lebih baik jangan mengajaknya berdoa bersama kita. Setelah kita memberikan pengakuan kepada pasangan, belum tentu dia siap berdoa bersama kita, bisa-bisa dia melihat kita sebagai orang munafik. Jadi yang kita harus lakukan adalah katakan pada dia bahwa kita selalu siap berdoa bersamanya namun kita akan menunggu kesiapannya, kita sampaikan juga bahwa kita mengerti bila ia tidak siap untuk berdoa dengan kita sekarang ini. Jadi biar kita berdoa sendiri. Misalkan dia sudah siap dan kita sudah mengatakan, "Kalau kamu sudah siap, saya mau berdoa bersama kamu," memang kalau dia sudah siap, dia akan berkata, "Saya sudah siap mari berdoa bersama," barulah kita berdoa bersamanya.
GS : Padahal ada pasangan yang sudah membiasakan pada jam-jam tertentu berdoa bersama-sama, membaca Alkitab lalu berdoa bersama-sama. Karena kasus seperti ini dan disuruh berdoa sendiri-sendiri, itu menjadi sesuatu yang tidak enak, Pak Paul.
PG : Sudah tentu kitanya akan berkata, "Kita tetap mau berdoa bersama-sama" tapi kita mau sensitif dengan dia bahwa mungkin untuk sementara dia rasanya tidak siap berdoa dengan kita, tanya saja "Bagaimana perasaanmu, apakah siap berdoa dengan saya atau tidak?" Jadi kalau pasangan berkata, "Tidak apa-apa saya siap, mari berdoa bersama" sudah tentu kita jangan menjauh darinya dan berdoa sendiri, kita berdoa bersamanya.
Kalau memang dia berkata, "Saya belum siap," maka tunggu sampai dia siap.
GS : Ada kekhawatiran pasangan, jika tidak berdoa dia akan semakin jauh dari Tuhan dan semakin sulit mengampuni kita, Pak Paul.
PG : Maka yang terpenting adalah kita masing-masing berdoa, kita tetap mau dekat kepada Tuhan, baik pihak yang bersalah maupun pihak yang dilukai. Dua-dua harus terus mencari wajah Tuhan, memina Tuhan menolong kita dan ini yang harus dilakukan oleh kedua belah pihak.
GS : Tapi juga tidak patut kalau kita menanyakan, "Apakah kamu sudah berdoa dan membaca Kitab Suci," karena nanti akan menjadi pemicu lagi.
PG : Betul sekali. Jadi jangan sampai kita yang salah ini, tiba-tiba menanya-nanya dia, mengecek dia, "Sudah berdoa belum, sudah saat teduh belum?" dia akan makin marah, merasa bahwa kamu ini mnafik, pura-pura rohani.
Jadi kita harus berhati-hati dengan hal-hal yang bersifat kerohanian dalam kondisi ini, karena kalau tidak, mudah sekali membuat dia merasa "kamu ini orang yang munafik." Satu hal yang kadang dilakukan oleh pasangan, kita yang bersalah ingin langsung mau berdoa dan tidak apa-apa, sebab ada pasangan yang bisa merasa begini, "Kenapa kamu bisa berdoa ya ? Dan berdoanya bisa begitu bagus, mengapa kamu bisa begini ya." Ini menambah kebingungannya, "Kenapa kamu yang bisa berdoa sebagus ini, tapi bisa melakukan dosa seperti itu?" jadi ini juga menambah ketidaknyamanan. Dulu kamu juga berdoa seperti ini, tidak ada beda, tapi dalam doa seperti ini, kamu sanggup melakukan dosa seperti itu, dan sekarang kamu berdoa juga seperti ini, bagaimana saya tahu kamu sungguh-sungguh berubah. Itu sebabnya tadi saya usulkan ada baiknya kita meminta jedah, kalau pasangan kita belum siap, kita katakan, "Nanti saja kita berdoa bersama, kalau kamu sudah siap kamu beritahu saya. Saya mungkin juga perlu berdoa sendiri, untuk merenung, untuk melihat apa yang telah saya lakukan. Ini mungkin juga baik buat saya, agar bisa bersama Tuhan menjalani proses penyembuhan bagi diri saya juga."
GS : Dan bagaimana kalau sudah ada anak-anak, biasanya anak-anak juga kita libatkan didalam doa dan membaca Kitab Suci. Kalau pihak salah satu yang dilukai ini tidak kita ajak, maka dia akan merasa terasingkan di sana.
PG : Kalau memang ada anak-anak, sebaiknya kita jangan menginterupsi kebiasaan itu, jadi teruskan saja doa bersama sebab sudah tentu pada masa anak-anak apalagi pada masa-masa kecil kita akan brdoa untuk hal-hal yang bersifat keseharian pula, dan karena mereka masih kecil sebaiknya kita juga tidak menceritakan masalah ini kepada mereka.
Kalau anak-anak sudah besar dan mereka tahu, sudah tentu permintaan maaf kita harus kita lakukan bukan saja kepada pasangan tapi juga kepada anak. Sebab yang dilukai bukan hanya pasangan tapi juga anak-anak kita.
GS : Apakah kita juga meminta dia untuk tetap ikut di dalam persekutuan keluarga, Pak Paul ?
PG : Sebaiknya kalau dia belum siap berdoa bersama, jadi kita beritahukan kepada anak-anak bahwa misalkan mama kurang sehat, atau mama belum siap hari ini, nanti kita berdoa sendiri dulu, nantiPapa yang berdoa untuk kalian.
Tidak apa-apa seperti itu.
GS : Apakah ada hal lain Pak Paul yang perlu kita lakukan ?
PG : Di dalam percakapan tentang hal lain, berhati-hatilah dengan komentar yang menghakimi orang lain, ingatlah bahwa akibat perbuatan kita, dia menjadi peka dengan kemunafikan, kata-kata yang ersifat menghakimi hanyalah membangkitkan ingatannya akan perbuatan kita dan membuatnya marah serta menuduh kita munafik, baginya kita hanyalah orang yang dapat melihat kesalahan orang namun buta terhadap kesalahan sendiri.
Jadi jagalah komentar-komentar kita, kadang-kadang kita itu seperti dulu lagi, mulut kita cepat mengkritik, menghakimi orang, mencela orang, tapi sekarang masalahnya sudah berbeda, masalahnya sudah lebih serius, kita sudah melakukan dosa. Jadi kita jangan meneruskan kebiasaan kita itu, benar-benar kalau kita terus menghakimi orang, pasangan akan benar-benar merasa muak melihat, "Kamu itu munafik, hanya bisa melihat dosa orang dan buta dengan dosa sendiri."
GS : Memang dalam kondisi seperti ini kadang-kadang agak sulit mencari topik-topik pembicaraan yang tepat. Sebaiknya topik-topik apa yang bisa kita angkat supaya komunikasi ini tetap ada.
PG : Untuk waktu yang agak panjang, berminggu-minggu bahkan bisa berbulan-bulan, sehingga percakapan itu lebih merupakan percakapan rutin tentang mengelola rumah tangga misalkan tentang tugas, entang anak, hal-hal itulah yang menjadi topik pembicaraan kita.
Kita memang belum bisa keluar dari topik itu dan masuk ke topik-topik yang lebih personal sebab biasanya pada masa itu masih ada letupan-letupan kemarahan. Jadi kalau ada hal-hal yang lebih pribadi dan ditambah dengan letupan maka ini akan menjadi sesuatu yang berat bagi kita yang telah bersalah itu. Sehingga ada baiknya pada tahap-tahap awal pembicaraan dibatasi pada hal-hal pengelolaan rumah tangga, nanti kalau secara alamiah luka sudah mulai sembuh, maka dengan sendirinya akan timbul keinginan untuk membicarakan hal-hal yang lain.
GS : Dan memang dalam hal ini kita pun harus siap kalau dia tidak tanggap artinya dia tidak memberikan tanggapan positif dengan topik atau pembicaraan kita, Pak Paul.
PG : Sekali lagi, waktu kita membicarakan hal-hal itu, bisa jadi dia belum siap. Jadi dia mungkin menanggapinya hanya sekilas saja, kita mungkin bisa menjadi jengkel atau sedih, namun kita haru mengerti bahwa dia belum siap.
Jadi tanggapannya tidak selalu positif.
GS : Misalnya mengenai pekerjaan di rumah, sebelum kita bicara, dia sudah mengerjakan itu semua, seolah-olah dia melarikan diri dalam kesibukan itu, Pak Paul.
PG : Bisa jadi. Dari pada dia bicara dengan kita maka dia lebih baik membenamkan diri dalam tugas rumah tangga. Kalau itu yang kita lihat, maka tetap saya kira biarkan, jangan kita justru menjai marah, kita yang sudah bersalah malah marah, "Kamu tidak mau mengajak saya bicara, kamu malah bersembunyi dibalik tugas rumah tangga," tidak ! Malahan kita ada baiknya berkata kepada dia, "Saya mengerti, saya telah melukaimu.
Maka kamu belum siap untuk bicara dengan saya, bahkan kamu lebih nyaman untuk menjauh, mengerjakan tugas rumah tangga, tidak apa-apa saya mengerti itu." Justru kalau kita angkat dan kita berikan pengertian, itu justru berdampak lebih positif.
GS : Ada hal lain yang mungkin Pak Paul mau sampaikan ?
PG : Di dalam diskusi rohani, kadang-kadang kita membicarakan hal-hal rohani kepada pasangan kita setelah lewat atau berhasil melampaui luka-luka yang pernah kita terima. Jika ada pelajaran Firan Tuhan tentang dosa, kita yang bersalah harus mengambil inisiatif untuk mengatakan pengakuan seperti ini, "Saya adalah orang yang telah mengecewakan Tuhan dan keluarga," atau "Saya adalah orang yang tidak selayaknya menerima anugerah Tuhan" meskipun kita sedang membicarakan hal yang lain, yang berkaitan dengan hal-hal rohani yang lain, tapi kadang-kadang kita kaitkan dengan diri kita.
Seperti Paulus di dalam suratnya, kadang-kadang dia menulis, "Saya adalah seorang rasul yang paling kecil, yang paling berdosa, seolah-olah paling tidak bisa dimaafkan, tapi Tuhan memaafkan saya. Jadi dengan kata-kata seperti itu pasangan bisa melihat bahwa kita tidak pernah melupakan perbuatan dosa yang telah kita lakukan. Pengakuan seperti ini penting didengarnya, sebab salah satu ketakutannya adalah bahwa kita dengan mudah melupakan perbuatan yang sangat menyakiti hatinya itu, dengan secara berkala kita memunculkan kata-kata seperti itu, "Benar, saya orang berdosa. Saya telah mengecewakan Tuhan dan kamu." Secara berkala kita katakan maka dia akan tahu, kalau kita sungguh menyesal. Justru kalau kita diam saja, pasangan jadi bertanya-tanya, "Apakah kamu masih ingat dosamu sebab kamu tidak pernah menunjukkan penyesalan," akhirnya dia korek-korek dan kita tersinggung, kita marah. Jadi lebih baik, kita berinisiatif mengatakan hal-hal seperti itu.
GS : Tapi juga ada kekhawatiran di pihak yang pernah bersalah itu, kalau dia mengatakan hal itu, maka itu akan digunakan sebagai pintu masuk untuk mengungkit kembali masa lampau, dan kita tidak sukai.
PG : Kalau dia memang masih perlu mengungkitnya, memang dia akan mengungkitnya, namun biarkan. Jadi saran saya kalau gara-gara perkataan kita dia langsung marah, dia mengungkitnya, biarkan ! Jai berilah waktu yang cukup lama, misalkan setelah lewat waktu 1 tahun, dia masih mengungkitnya, kita diam saja.
Tapi waktu dia tenang kita datang kepadanya dan berkata, "Saya memahami adakalanya kamu masih perlu marah mengungkit-ungkitkan luka-luka lama itu, tapi saya juga minta agar kamu berusaha melawannya sebab memang proses ini akan lebih bisa cepat dilalui kalau kita juga berusaha melawannya, saya pun mengalami pencobaan yang sama tapi dalam bentuk yang berbeda. Saya pun kadang-kadang ingin membenamkan diri dalam penyesalan, rasanya tidak mau melakukan apa-apa, depresi berat tapi saya tidak mau. Jadi saya pun berusaha keras melawan dorongan dari diri saya."
GS : Pak Paul, kalau kita tahu dengan pasti bahwa pasangan kita, sudah mengampuni kita, apa yang bisa kita lakukan, Pak Paul ?
PG : Bila memang ia telah sampai pada titik dimana dia berhasil mengampuni kita sepenuhnya, ini yang saya minta bersukacitalah sekaligus berdukacitalah dengannya. Bersukacita karena ia telah meang namun berdukacitalah sebab kita telah melukai hatinya, sebegitu dalamnya dan membuat dia menderita sebegitu lamanya.
Jadi dukacita ini tidak boleh sampai secara penuh, secara tuntas lepas selama-lamanya, jangan ! Sekali lagi saya tekankan dua-duanya harus ada, bersukacitalah dan berdukacitalah. Bersukacita, kita berikan tanggapan positif kepada pasangan kita, kita telah menolongnya, memberinya kemenangan, melawan ini semua sehingga dia mengampuni kita tapi kita juga katakan, "saya tetap berdukacita karena saya tahu, saya telah melukaimu sebegitu dalamnya dan gara-gara perbuatan saya, kamu harus memikul derita untuk waktu yang begitu panjang." Dengan cara-cara seperti inilah, luka-luka itu disembuhkan dan relasi itu dijahit kembali.
GS : Apakah ada ayat Firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan untuk menjadi sebuah kesimpulan dari perbincangan kita ini ?
PG : Sekali lagi kita akan kembali ke Yohanes 8:1-11 kisah dimana orang Farisi dan ahli Taurat yang membawa wanita yang kedapatan berzinah kepada Tuhan Yesus. Apa yang Tuhan Yesus katakan setelh orang Farisi dan para ahli Taurat meninggalkannya akibat pertanyaan Tuhan Yesus, "Barangsiapa di antara kamu yang tidak berdosa, silakan dia mengambil batu pertama," setelah semua pergi Tuhan berkata, "Hai perempuan, dimanakah mereka, tidak adakah mereka yang menghukum engkau."
Jawabnya "Tidak ada Tuhan," lalu kata Yesus, "Aku pun tidak menghukum engkau, pergilah dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang." Inilah berita sukacita dari surga yaitu Injil bahwa Tuhan telah mengampuni dosa kita, tidak ada dosa yang begitu besar sehingga mengalahkan kasih Tuhan, semua dosa lebih kecil dari kasih Tuhan. Satu hal yang dimintaNya yaitu "Bertobat, jangan berbuat dosa lagi."
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih, Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Meminta Maaf Saja Tidak Cukup," bagian yang kedua dan yang terakhir. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.