Lengkap
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Ibu Pdt. Dr. Vivian Andriani Soesilo. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami yang terdahulu yaitu tentang "Mengenal Anak Melalui Karyanya". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Bu Vivian terima kasih, kembali kita bisa berbincang-bincang dengan Ibu. Ibu sudah menyediakan waktu, sekarang ini kita mau membicarakan tentang mengenal anak melalui karyanya. Beberapa waktu yang lalu kita berbincang-bincang tentang terapi bermain dan kadang-kadang kita sering menyepelekan apa yang dibuat oleh anak baik itu gambar, patung-patung atau yang lainnya padahal dari sana kita bisa mengenal anak lebih banyak. Dan sebetulnya bagaimana kita bisa mengenal anak melalui gambar yang dia buat atau lukisan sederhana yang dia buat, Bu ?
VA : Gambar yang dibuat oleh anak ini, kita bukan mau menilai menurut nilai artistik, sebagaimana kita orang dewasa ini. Tapi apa yang dia gambarkan itu menunjukkan isi hatinya. Jadi seandainyakita mengatakan, "Coba kamu gambarkan tentang dirimu sendiri," kemudian dia menggambarkan dirinya sendiri, bentuk muka yang sederhana tapi dia mencorat-coret mukanya, itu menunjukkan kalau dia sedang marah dengan dirinya, begitu sedih dengan dirinya, harga dirinya tidak ada.
GS : Memang kadang-kadang saya pernah melihat gambar yang dibuat anak itu baik tapi kemudian dicoret-coret, disilang-silang berarti itu menunjukkan kemarahan yang tadi Ibu katakan.
VA : Mungkin itu salah satu yang menunjukkan kemarahan di dalam dirinya.
GS : Apa ada ciri yang lain di dalam gambar anak?
VA : Mungkin ada gambar yang semuanya menggunakan warna merah, itu juga menunjukkan kalau dia marah. Mungkin juga menggunakan warna hitam. Ada anak kecil yang disuruh menggambar tentang ayahnya ayahnya digambar seperti memakai topengnya iblis, karena begitu marahnya dia kepada papanya, papanya suka memukuli dia, menyakiti dia.
Jadi dia gambarkan seperti itu, papanya seperti membawa garpu yang besar, garpu itu yang akan menusuk orang lain.
GS : Pada perbincangan yang lalu, ibu juga pernah menyampaikan ada seorang anak yang menggambar ibunya itu, besar sekali seperti raksasa sedangkan anggota keluarga yang lain itu kecil-kecil saja.
VA : Betul. Ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang sangat menguasai hatinya yaitu ibu yang seperti raksasa itu, bahkan dibuat matanya melotot karena itulah yang ada di dalam pikirannya, ibunya elalu marah dengan mata yang melotot, padahal anggota tubuh yang lainnya kecil-kecil, itu yang tidak mengganggu dalam pikirannya.
GS : Ada anak yang menggambar dirinya tidak diberi tangan padahal sebenarnya dia tahu bahwa dia punya tangan, itu kenapa ?
VA : Ada anak yang beberapa anggota tubuhnya dihilangkan, bukan hanya tangan mungkin bagian tubuhnya juga tidak ada, dan anak yang seperti itu adalah anak karena korban kekerasan seksual. Jadi agian itu adalah bagian yang dia tidak mau hadapi, bagian yang menyakitkan hatinya.
Secara tidak sadar dia mau membuang.
GS : Dalam hal menggambar, apakah anak harus menggambar untuk mengetahui perasaannya dan apakah harus menggambar objek manusia ?
VA : Tidak. Dia juga bisa menggambar tentang pohon, tentang rumah di mana dia tinggal. Biasanya "Coba gambarkan keadaan keluargamu" dia bisa menggambar keluarga sedang berbuat apa, saya pernah enyuruh seorang anak menggambar sesuatu di keluargamu.
Dia bisa menggambar sedang duduk di situ, di lantai menonton TV, mamanya tidak ada dan dia sendirian, saya bertanya, "Apa maksudmu di sini ?" Kemudian dia langsung menceritakan, dia selalu merasa sendirian saat berada di rumah karena mamanya sibuk dengan berbagai hal dan papanya tidak ada. Lalu saya tanyakan, "Apa yang kamu inginkan ?" Dia menginginkan gambar di sebelahnya ada papanya, nonton TV bersama dia. Dari gambaran itu mengungkapkan apa yang ada di dalam dirinya.
GS : Jadi sebenarnya melalui gambaran sederhana itu, kita tidak memperhatikan nilai seninya tapi maknanya, maka ada banyak hal yang bisa mengungkapkan perasaan anak.
GS : Kalau pohon itu tidak secara langsung memproyeksikan diri anak. Kalau pohon kita bisa menerjemahkannya seperti apa, Bu ?
VA : Kalau pohon, umpamakanlah dirimu seperti ada buahnya dan bagi anak mungkin pohon yang tidak ada apa-apanya, jadi pohonnya kosong menunjukkan tidak ada apa-apanya tapi kalau dia bisa mengunkapkan pohon yang ada banyak buahnya, itu mengungkapkan bahwa ada banyak hal yang ada di dalam dirinya yang bisa diberikan kepada orang.
GS : Selain menggambar, memang tidak semua anak mempunyai bakat menggambar atau senang menggambar. Selain menggambar, karya apa yang sebenarnya bisa kita harapkan untuk anak itu mengungkapkan perasaannya ?
VA : Yang bisa mengungkapkan perasaannya, bisa menggunakan malam(lilin) atau pledo. Jadi dia bisa membentuk sesuatu dan itu mengungkapkan apa yang ada di dalam dirinya dalam bentuk-bentuk itu.
GS : Kalau gambar hanya dua dimensi, tapi kalau pledo atau sejenis malam atau tepung yang sudah diolah dan sebagainya, apa yang bisa kita harapkan dari ini ?
VA : Jadi dia bisa membentuk dan bentuk itu tidak harus berbentuk apa. Jadi buatlah sesuatu, seandainya anak ini tukang marah, bentuklah sesuatu yang menunjukkan dia marah, jadi dia bisa membenuk "inilah marah" , lalu buatlah satu bentuk orang yang membuat dia marah, yang dia anggap selalu mengganggu dia.
Jadi apa itu dan tidak selalu berbentuk orang, itu menunjukkan emosinya, menunjukkan apa yang ada di dalam dirinya melalui karya-karya itu.
GS : Dalam hal itu kita juga tidak melihat nilai seninya seperti menggambar tadi.
VA : Tidak, mungkin hanya berbentuk gumpalan.
GS : jadi hanya bentuk-bentuk yang menurut dia sudah mengungkapkan hal itu. Dan kita tanyakan kepada dia apa maksudnya ?
VS : Betul. Apa maksudnya ? Mungkin ini menunjukkan kemarahannya, ini monsternya.
GS : Bagaimana memperkenalkan kepada anak bahwa melalui pledo ini anak bisa mengungkapkan perasaan hatinya ?
VA : Dengan sendirinya, buatlah bentuk dirimu sendiri waktu bayi, seandainya anak ini sudah berumur 10 tahun tapi dia selalu merasa ditolak oleh orang tuanya, buatlah dirimu seperti bayi. Dia aan membentuk-bentuk dirinya kecil, lalu kita tanya apa yang terjadi dengan bayi ini, mungkin dia akan menceritakan kalau bayi ini tidak ada yang menyayangi, tidak ada yang mau, lalu bentuklah dirimu sendiri tentang sesuatu yang lain, apa yang mengganggu dia.
GS : Ada anak yang setelah membentuk bayi, lalu dirusakkan lagi.
VA : Ini menunjukkan sesuatu bahwa dia ini sebetulnya merasa gemas, marah dan ini ditunjukkan di situ.
GS : Jadi anak juga boleh membanting-banting pledonya itu.
VA : Dan itu tidak apa-apa, mengungkapkan apa yang ada di dalam dirinya.
GS : Tadi kita sudah perbincangkan melalui gambar atau melalui pledo yang berbentuk itu, apakah ada karya anak dalam bentuk-bentuk yang lain yang bisa mengungkapkan perasaan isi hati anak itu ?
VA : Juga bisa menggunakan lambang-lambang, seperti orang dewasa ada lambang salib ada lambang-lambang tentang Tuhan Yesus, dia juga bisa melambangkan apa itu salib, dia menggunakan lambang tenang sesuatu, mungkin dengan binatang yang menakutkan.
GS : Untuk itu, apakah kita yang menyediakan atau anak yang mencari sendiri ?
VA : Kita sudah sediakan di situ dan kita menyuruh mereka memilih dan suruh meletakkan di mana.
GS : Maksudnya meletakkan ini bagaimana ?
VA : Jadi kita menyuruhnya misalnya anak mengalami trauma karena orang tua berpisah dan dia sekarang baru pindah rumah bersama mamanya dan papanya di rumah yang lain. Coba letakkan ini lambang umah, rumahmu yang baru dan lambang siapa yang tinggal di sana mungkin itu orang-orang kecil.
Lalu lambang tentang papanya yang berkunjung, jadi lambang itu menunjukkan pergumulan di dalam hatinya.
GS : Jadi bukan dalam bentuk yang nyata tapi lewat lambang-lambang tapi itu mencerminkan siapa yang dilambangkan.
VA : Ya, siapa yang dilambangkan dan pergumulan dia juga kelihatan di sana.
GS : Biasanya kalau terjadi perpisahan orang tua, apa yang dilambangkan oleh anak ?
VA : Mungkin papa yang tidak hadir di situ, dan untuk Papa tetap dilambangkan dengan orang tapi mungkin untuk tempat tinggal papa dia menggunakan batu saja. Jadi sesuatu yang tidak bisa dia kunungi dan tidak bisa dia tinggali.
GS : Dan biasanya dengan permainan lambang-lambang ini, ibu bisa menangkap maksud anak itu ?
VA : Jadi dari sana kita bisa melihat apa yang terjadi dan kita tanyai, "Apa yang terjadi di sini ?" dan dia menginginkan papanya kembali tapi di satu pihak tidak bisa sehingga terjadi perpisahn.
Dan itu menceritakan.
GS : Kemudian kita selalu bertanya apa yang diharapkan ?
VA : Ya, apa yang kamu pikirkan, apa yang terjadi di sini yang dilambangkan, apa intinya. Kita sendiri tidak bisa mengartikan dan si anak harus mengartikan sendiri.
GS : Ya benar. Karena kadang-kadang yang dipilih anak adalah benda-benda yang kering seperti ranting, daun kering lalu batu yang keras dan itu mencerminkan sesuatu.
VA : Jadi kita harus tanya dia, "Apa itu artinya ?" Seperti sekarang ini dia menggunakan lambang gunting, apa itu artinya ? Dia mengatakan, kalau dia melakukan sesuatu, orang tuanya selalu mengunting semua usahanya dan rasanya dia kehilangan semangat karena usahanya digunting terus, dia menggunakan lambang itu.
GS : Selain itu apakah ada bentuk permainan yang lain, Bu ?
VA : Ada permainan yang lainnya misalkan menggunakan games.
GS : Apa yang dimaksud games ?
VA : Games itu seperti menggunakan kartu, kartu apa saja. Jadi sambil bermain kartu anak itu ditanya-tanyai, sehingga dia nanti akan bercerita. Jadi anak itu tidak bisa langsung untuk menceritaan keadaannya karena anak tidak bisa langsung diajak berdiskusi seperti ini.
Pikirannya itu dengan bermain games.
GS : Bentuk kartu seperti apa yang biasa digunakan ?
VA : Macam-macam. Kartu yang juga biasa kita gunakan forty-one, atau ada kartu yang kuno, akan lebih baik kalau kita menggunakan kartu-kartu yang tidak ada menang atau kalahnya.
GS : Karena memang dalam permainan kartu ini tidak dicari menang atau kalahnya, hanya mengungkapkan perasaan saja.
VA : Betul. Ada juga kartu-kartu perasaan yang dipakai, jadi ada kartu-kartu yang menggambarkan perasaan-perasaan, jadi kita bisa mengatakan, "Pilihlah perasaanmu hari ini" dan dia menunjukkan perasaan menangis, kemudian kita bertanya, "Kenapa kamu mengambil perasaan yang menangis ini ?"
GS : Dan memang yang diungkapkan adalah perasaannya. Melalui kartu-kartu itu dia menunjukkan isi hatinya. Tentang perasaan orang tuanya terhadap dia seperti apa.
VA : Biasanya saya mengatakan, "Pilihlah kartu yang menunjukkan perasaanmu hari ini". Dan dia akan memilihnya.
GS : Kalau tadi Ibu katakan menggunakan kartu forty-one, bagaimana kita bisa menggunakannya karena kartu ini sudah banyak di Indonesia.
VA : Kartu itu saya gunakan untuk anak yang sudah agak besar, jadi maksudnya sambil kita bermain, kita juga bercerita. Dengan kata lain dia konsentrasinya bukan pada cerita untuk mengungkapkan erasaan hatinya, tapi bermain.
Sehingga sepertinya dibelokkan supaya tidak langsung seperti wawancara.
GS : Jadi kita sebagai orang dewasa mesti tahu bahwa tujuan bermain ini bukan untuk menang, sehingga kita juga perlu mengalah supaya anak senang dan mau terus bermain, karena biasanya kalau dia kalah dia tidak mau bermain lagi.
GS : Ada anak yang aktif sekali. Jadi di dalam ruangan, dia suka menendang-nendang dan bermain bola, apakah itu kita perkenankan ?
VA : Kalau di ruang konseling yang banyak kacanya itu tidak mungkin, jadi kita tidak berlakukan itu.
GS : Tapi kalau sekadar lompat-lompat tidak apa-apa, asal tidak merusakkan barang-barang ?
GS : Betul, itu juga bentuk menyalurkan energi dia.
VA : Tapi harus ada batasannya.
GS : Jadi ada pengawasan. Sekarang Ibu sebagai Ibu kandung dari anak-anak Ibu, pengalaman Ibu dengan anak-anak bagaimana ?
VA : Anak-anak saya suka membaca jadi saya menggunakan buku-buku. Dulu saya suka mengumpulkan buku untuk menceritakan kepada anak, apa yang ingin saya ajarkan kepada mereka lalu mereka bisa meneritakan diri mereka sendiri melalui karakter-karakter dalam buku itu.
GS : Sekaligus menimbulkan minat baca anak.
GS : Apakah tanggapan mereka cukup positif ?
VA : Mereka sangat senang sekali dengan buku-buku itu. Sehingga buku untuk anak-anak menjadi banyak sekali dan tidak bosan-bosan.
GS : Tapi itu bisa disimpan. Jadi semacam perpustakaan kecil buat anak-anak sendiri. Apakah Ibu yang bercerita ?
VA : Saya yang bercerita untuk mengajarkan sesuatu dan mereka sendiri juga suka untuk membaca buku, dan mereka juga bisa bermain-main yaitu bermain dengan menggunakan lambang-lambang dan di sitlah mereka bermain.
Jadi lambang juga saya gunakan.
GS : Ada anak yang bermain menggunakan balok-balok jadi membentuk rumah-rumahan atau bangunan tertentu, apakah ini bisa mengungkapkan perasaannya juga ?
VA : Mungkin bisa dengan balok-balok tertentu, kalau seandainya dia membuat "tower" (menara) seperti yang terjadi pada 11 September , lalu menaranya ini diruntuhkan. Itu menunjukkan traumanya sat melihat di TV bahwa ada 2 menara yang runtuh, mungkin dia akan membangun menara dan meruntuhkannya.
Membangun menara lalu diruntuhkan lagi. Apa yang dia buat itu menunjukkan traumanya.
GS : Atau membuat mobil-mobilan lalu ditabrakkan.
VA : Itu juga bisa, dia trauma melihat tabrakan, atau dia juga pernah mengalami, itu juga bisa seperti itu .
GS : Kembali ke soal bercerita, kalau bercerita dengan anak sebaiknya memakai buku atau langsung kita bercerita kepada anak ?
VA : Kalau kita langsung menceritakan sesuatu kepada anak maka orang tua harus pandai bercerita. Tapi kalau ada buku, paling tidak gambarnya itu akan membuat anak menarik. Dan dalam bercerita, alau orang tua pandai bercerita, sebaiknya bercerita tentang masalah yang dihadapi oleh anak dan itu dibuat sebuah cerita.
Misalkan masalah tentang anak yang merasa tidak dicintai karena adik datang. Mungkin orang tua bisa bercerita dengan menggunakan binatang, ada binatang kecil datang tapi mamanya masih mencintai binatang yang besar dan juga masih mencintai binatang yang kecil. Jadi dengan cerita itu menampilkan bahwa mama masih mengasihi yang besar dan juga yang kecil. Jadi cerita yang dibuat khusus untuk anak itu.
GS : Menggambarkan sesuatu tapi tidak secara langsung.
GS : Melalui cerita apakah kita bisa mengajarkan anak berdisiplin terhadap sesuatu. Secara konkretnya seperti ini, ada anak kalau malam suka mengompol, dia selalu ngompol dan sering ngompol. Lalu ibunya ingin mengajari anaknya supaya bisa ke kamar kecil. Untuk hal ini apakah bisa menggunakan cerita ?
VA : Mungkin untuk hal itu bisa menggunakan cara yang lain. Seperti menggunakan permainan yang mengatakan bahwa, "Ayo kita mendisiplinkan" bukan anak itu tapi menggunakan simbol sebagai si ngopol.
Jadi bukan anak. Dan itu dibuat bermain, ini ada latihannya, "Ayo kita melatih si ngompol ini, supaya tidak ngompol." Agar tidak mengompol, itu harus ada ritualnya, "Bagaimana supaya tidak terjadi," dan kalau akhirnya tidak ngompol ada "chart"nya mendapat bintang-bintang. Jadi akhirnya bermain, sambil bermain sambil melatih.
GS : Karena ibunya berkata, "Kalau dimarahi maka dia semakin mengompol dan malah sering mengompol."
GS : Iya. Jadi lewat permainan ya, Bu ?
VA : Lewat permainan "Ayo kita melatih si ngompol" jadi si ngompol dibuat nama yang menarik.
GS : Dan yang penting ada penghargaan, yang Ibu katakan tadi ada chart yang bisa ditandai, jadi kalau dia tidak ngompol maka dia diberikan sesuatu.
VA : Ya menggunakan bintang-bintang. Kalau dalam satu minggu hanya menghasilkan satu, kita sudah bersyukur karena nanti akan bertambah lagi dan bertambah lagi.
GS : Mungkin tuntutannya tidak terlalu berat.
VA : Harus dimulai dengan hal-hal yang kecil. Jadi mulai dengan satu saja sudah bagus.
GS : Juga untuk mendisiplin yang lain, misalnya makan dan sebagainya itu juga bisa dilakukan begitu ?
VA : Bisa dilakukan. Jadi menggunakan permainan yang ada nama-namanya. Juga untuk anak yang tukang marah, kita bisa menggunakan gambaran monster yang sedang marah dan sebagainya dan mungkin dibri nama si marah.
Jadi sewaktu malam kita memasukkan si marah ini ke dalam dos, sebelum tidur si marah dimasukkan ke situ lalu ditutup, berarti marah itu bisa dikendalikan. Kalau dia mau marah, permainan ini ditunjukkan lagi, jadi seperti lampu merah, hati-hati ini marahnya mau keluar dan dimasuk-masukkan lagi.
GS : Karena biasanya marahnya itu terjadi pada siang hari, pulang sekolah atau mau berangkat ke sekolah lalu anak marah-marah terus, Bu. Kalau malam menjelang tidur biasanya jarang ia marah-marah.
VA : Ada jamnya, diberitahu kepada si marahnya, kalau pada jam tertentu tidak boleh keluar, waktu itu harus ditentukan yang disetujui oleh orang tua dan anak. Jadi dilatih, mungkin si marah kelarnya malam saja, yang biasanya tidak marah, malah disuruh marah, dan kalau siang hari si marah keluar, tapi dilatih untuk tidak keluar.
Sehingga kemarahannya dikendalikan, jadi ada waktu untuk marah dan ada waktu untuk tidak marah. Akhirnya anak belajar ternyata kemarahannya itu bisa dikendalikan, bukannya keluar dengan sendirinya tapi bisa dikendalikan, ada waktu untuk marah ada waktu tidak marah, akhirnya dia bisa belajar tidak marah.
GS : Jadi mendidik anak untuk mengendalikan emosinya, tidak perlu kemarahannya meledak-ledak, karena anak ini agak keras suka memukul, suka membanting. Jadi orang tuanya agak sulit dan mungkin dengan cerita rasanya juga kurang berhasil. Mungkin dengan perbincangan ini orang tua akan sedikit tertolong dan mengajarkan anak untuk mendisiplin atau menguasai emosinya.
GS : Ada anak yang juga suka bermain di pasir. Jadi dia menggunakan pasir, kalau diajak ke pantai atau di rumahnya ada tumpukan pasir bekas bangunan, dia selalu bermain di sana.
VA : Itu baik sekali karena dengan pasir, dia bisa membentuk banyak hal. Di situ dia bisa membuat bukit, di situ dia bisa membuat rumah-rumahan dan apa saja. Di situ ada lambang-lambang dan diabisa taruh di sana.
Pasir sangat berguna sekali untuk terapi anak.
GS : Tapi yang penting orang tua juga harus memberikan perhatian, tentang apa yang telah dibuat oleh anak.
VA : Maka dari itu orang tua perlu mendampingi dan melihat apa yang anak lakukan, setelah itu kita tanya, "Apa yang ada di sini, saya melihat kamu meletakkan benda ini di sini dan kamu menyembuyikan sesuatu di sini," mungkin sesuatu yang dia takuti itu yang dia sembunyikan, sesuatu yang dia tidak mau hadapi itulah yang dia sembunyikan.
GS : Jadi sebenarnya ada banyak karya anak yang mencerminkan diri anak itu sendiri, Bu ?
VA : Betul. Dengan permainan itu menunjukkan siapa dirinya.
GS : Hanya kadang-kadang kita sebagai orang tua itu tidak peka dan kurang tanggap terhadap apa yang anak dilakukan anak ini.
GS : Bahkan kecenderungannya kita mengatakan, "Mengapa gambarnya seperti itu, mengapa patungnya juga seperti itu." Sehingga anak menjadi malas untuk mengerjakannya.
VA : Ya. Jadi ini bukan karya seni seperti biasanya tapi karya untuk menunjukkan siapa dirinya.
GS : Tuhan Yesus sendiri juga sering bercerita kalau kita baca di dalam kitab Injil, Ia menggunakan cerita-cerita untuk menyampaikan ajaran-ajaranNya. Apakah pola seperti itu bisa kita gunakan ?
VA : Sangat bagus sekali kalau kita menggunakan cerita, bahkan kalau zaman dahulu belum ada permainan seperti sekarang. Kalau kita lihat di dalam Alkitab, orang tua zaman dahulu selalu menggunaan cerita untuk menyampaikan sesuatu.
GS : Jadi cerita dari generasi ke generasi yang terus-menerus dilakukan.
GS : Itu bisa memberikan kesan yang dalam di dalam diri anak ?
VA : Betul. Jadi anak akan mengingat cerita itu.
GS : Kita sebagai orang dewasa perlu belajar bercerita. Kita terlalu sering mendengarkan cerita tapi kurang mau bercerita kepada anak.
GS Ibu, sebelum mengakhiri perbincangan ini, apakah ada ayat Firman Tuhan yang Ibu ingin sampaikan ?
VA : Saya baca di dalam Markus 10:14, "Sabda Tuhan Yesus, 'Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan llah'."
GS : Maksudnya bagaimana ?
VA : Maksudnya adalah bahwa Yesus ini sangat senang kalau anak-anak datang kepada Yesus dan kalau anak-anak datang kepada Yesus itu bukan sesuatu yang merepotkan. Karena orang yang seperti, ana-anak itulah yang empunya kerajaan Allah.
Jadi bukan orang yang seperti anak-anak atau kekanak-kanakan tapi ketulusannya seperti anak dan hatinya terbuka seperti anak-anak, itulah yang Tuhan mau.
GS : Kadang-kadang kita terlalu sibuk untuk melayani anak-anak, untuk mengetahui keluh kesah mereka dan perasaan mereka. Dan Tuhan Yesus sudah sangat sibuk sekali dan di tengah-tengah kesibukanNya masih menyempatkan diri, membiarkan diriNya didatangi oleh anak-anak.
VA : Dan waktu itu murid-murid Yesus berkata, "Jangan" tapi Tuhan Yesus menjawab, "Biarkanlah, karena anak-anak itu sangat berharga," Tuhan Yesus menyayangi anak-anak juga.
GS : Terima kasih, Ibu Vivian untuk perbincangan kali ini, saya percaya dengan perbincangan kita ini, kita akan lebih memberikan perhatian kepada anak-anak kita. Pendengar sekalian kami mengucapkan terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Ibu Pdt. Dr. Vivian Andriani Soesilo dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengenal Anak Melalui Karyanya". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.