Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Pernikahan di Hari Tua." Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Dengan bertambah majunya ilmu kedokteran dan lingkungan yang mendukung maka cukup banyak orang yang bisa berusia lanjut saat ini. Dengan demikian besar sekali kemungkinan pasangan-pasangan usia lanjut masih terjadi di sekitar kita. Dan para pendengar setia TELAGA ini belum lanjut usia, tetapi ini sebagai suatu langkah-langkah persiapan yang sangat bermanfaat. Karena bukan tidak mungkin kita sebagai suami istri akan masuk pada fase ini. Ada orang yang mengharapkan bisa mengalami lanjut usia tapi ada juga sebagian orang yang bahkan takut dan rasanya enggan untuk menikmati masa tuanya, menurut Pak Paul bagaimana?
PG : Betul sekali yang Pak Gunawan katakan. Sebetulnya 1/3 hidup pernikahan kita itu akan kita habiskan di usia tua. Kalau kita berumur panjang sehingga dapat menikmati 60 tahun pernikahan, dapt dikatakan 20 tahun terakhir adalah 20 tahun terakhir dalam masa tua.
Jadi sebaiknya kita menyiapkan diri untuk menghabiskan 1/3 hari nikah kita di hari tua. Tadi Pak Gunawan berkata ada sebagian orang menanti-nantikan dengan sukacita tapi ada sebagian orang yang memang takut, enggan, karena apa yang sekarang terjadi dalam rumah tangga mereka tidak nyaman. Kenapa mereka masih bertahan? Kemungkinan karena adanya anak sehingga masalah-masalah masih bisa diredam. Namun mereka mulai berpikir, nanti anak-anak sudah tidak ada, sudah besar, saya tidak mau hidup bersama pasangan saya seperti ini terus. Misalnya saat ini sudah terlibat dalam konflik yang tidak ada penyelesaiannya, bukannya bahan konflik makin berkurang tapi makin bertambah. Jadi kita sudah membayangkan di hari tua harus hidup dengan pasangan, dengan begitu banyaknya konflik yang nanti dapat bertambah dan akhirnya kita berkata "Saya tidak mau." Atau ada juga orang yang memang hidup dalam tuntutan yang berlebihan, pasangannya menuntut terus menerus dan dia berkata, "Saya tidak mau hidup seperti ini, saya tidak mau nanti di hari tua dikejar-kejar oleh tuntutan. Kapan saya bisa hidup bebas dan menikmatinya?" Atau ada kebiasaan hidup pasangan yang kita tidak suka misalnya hal yang buruk. Ada orang yang senang berjudi, kita tidak bisa membayangkan harus melihat dia berjudi setiap hari setiap minggu, atau ada orang yang peminum dan kalau minum sering mabuk. Kita tidak bisa membayangkan di hari tua hidup bersama dia, inilah yang membuat sebagian orang akhirnya tidak bisa menghabiskan hari tua bersama pasangannya.
GS : Bahkan ada sebagian orang yang secara terus terang berkata "Lebih baik saya mati lebih dulu daripada pasangan saya supaya saya terbebas dari masalah ini." Jadi sebenarnya itu adalah masalah-masalah yang dibawa pada waktu dia masih muda, Pak Paul?
PG : Betul, jadi ini adalah masalah yang memang dia akan wariskan, sebetulnya sudah dialami dari sekarang ini.
GS : Dan bagaimana kita bisa mengantisipasinya supaya kita bisa melihat terlebih dahulu apa yang menjadi sisi kekurangan atau kelemahan ketika kita mengalami usia lanjut?
PG : Memang tidak ada janji atau kepastian bahwa semua konflik akan terselesaikan, apalagi kalau pasangan kita itu adalah orang yang tidak mau bekerjasama dengan kita untuk menyelesaikan konfli itu.
Jadi saya juga tidak punya jawaban untuk kasus seperti itu karena pernikahan itu ibarat tubuh manusia dengan dua kaki yang berarti suami dan istri harus bekerjasama berdua menyelesaikan masalah. Karena kalau hanya satu saja yang mau dan yang lain tidak mau maka tidak akan ada hasilnya. Namun saya anjurkan, kalau ada konflik yang belum terselesaikan, sedapatnya diselesaikan ini merupakan kata kunci, sebab kalau pasangan tidak mau menyelesaikan maka kita tidak bisa memaksanya, tapi yang dapat kita selesaikan sebaiknya kita selesaikan. Jadi kita berusaha sedapat mungkin untuk melaksanakannya. Atau misalkan tuntutan-tuntutan dari pasangan yang tidak dapat kita penuhi, maka sebaiknyalah kita mencoba berbicara dengan dia, "Saya tidak bisa memberikan setinggi ini kepadamu, yang hanya bisa saya berikan adalah setinggi ini yaitu yang lebih rendah dari yang kamu inginkan. Mari kita kerjasama saya tidak bisa memberikan semuanya dan hanya sebagian. Bisa tidak kamu tolong saya, kamu terima saya." Jadi sejak awal, dari pada kita bereaksi marah dengan tuntutan pasangan kita atau kita mensabotase tuntutannya, mari kita bicara sama-sama dan apa yang kita bisa berikan. Tapi kita jangan langsung menyodorkan apa yang tidak bisa kita berikan, kalau itulah yang akhirnya kita katakan, "Ini yang tidak bisa saya berikan." Sudah tentu tidak akan ada titik temu. Jadi kita perlu menunjukkan ikhtiar baik, kalau kita mau melakukan sebisa kita dan tentang kebiasaan hidup yang memang tak dapat kita terima dan kita katakan kepadanya bahwa "Saya tidak tahan dengan gaya hidup seperti ini," sudah tentu tergantung juga pada pasangan kita apakah dia mau berubah. Ada pasangan yang memang keranjingan judi baik itu judi bola dan sebagainya. Bagi saya judi adalah sebuah alat setan yang setan gunakan untuk menghancurkan hidup manusia. Kalau orang sudah dikuasai judi, dia juga sudah dikuasai oleh iblis dan susah sekali orang lepas dari cengkeraman iblis kalau dirinya tidak mau lepas. Dia bisa lepas dari cengkeraman iblis kalau dia mengakui "Saya memang sudah terikat oleh tangan-tangan iblis sehingga saya tidak bisa lepas lagi dan saya butuh bantuan." Kalau itu yang terjadi maka kita harus bicara dengan pasangan kita. Rasanya tidak ada perubahan yang terjadi tapi kalau masih ada kebiasaan yang masih bisa pasangan ubah maka kita minta secara perlahan untuk dia bisa mengubahnya. Ada hal-hal yang tidak bisa kita ubah secara drastis, maka kita meminta dia untuk mengubah secara perlahan hal-hal yang bisa dikerjakannya.
GS : Memang ada beberapa hal yang tidak bisa dirubah, misalnya penyakit yang menahun sehingga orang ini takut menghadapi usia lanjut karena dia akan merasakan bahwa pasangannya ini nanti menjadi beban. Dan rasanya dia tidak mampu untuk menanggungnya?
PG : Ada juga pasangan yang sejak usia paro-baya sudah mulai diserang oleh sakit penyakit. Sebetulnya kita itu mau merawat dia tapi akhirnya kita merasa tidak tahan terlalu lelah dan mulai ragu mampu tidak saya menolong dia.
Ada orang yang seperti ini dan sudah tentu dia tidak begitu mengharapkan hari tua bersama pasangannya. Karena dia sudah membayangkan bahwa yang akan menunggunya pada hari tua adalah tugas merawat pasangan dan ini merupakan tugas yang berat. Jadi kalau hal ini yang menjadi ketakutan, sebaiknyalah dia jujur dengan pasangannya, dengan anak-anaknya dan mulai mempersiapkan tenaga bantuan. Kalau memang dia tidak bisa, mungkin dibantu oleh perawat atau anak-anaknya nanti lebih berpartisipasi dalam upaya merawat orang tuanya. Yang penting disini adalah keterbukaan, bukannya tidak mau menolong tapi rasanya tidak sanggup sehingga dua-dua bisa saling mengerti. Kalau tidak, pasangannya yang sakit itu akan merasa terbuang "Sekarang saya sudah mulai sakit-sakitan, inilah sikap kamu kepadaku, kamu mau membuang saya begitu saja." Lebih baik dibicarakan secara terbuka sehingga masing-masing mempunyai kejelasan akan apa yang bisa dilakukan untuk satu sama lain. Satu hal lagi yang akan saya tambahkan berkaitan dengan hal ini adalah adakalanya orang itu memang tidak mau dan takut menghadapi hari tua karena pada masa lalu kita merasa dimanfaatkan. Kita tidak merasa dihargai olehnya, dipakai olehnya, seolah-olah kita itu sapi perahnya. Kalau itu yang kita alami, kita tidak akan menantikan masa tua bersama dia, kita tidak mau di hari tua pun kita akan menjadi sapi perahnya yang akan disuruh-suruh, dimintai banyak hal, namun kita tidak mendapatkan imbalan. Bukannya kita itu tergila-gila dengan imbalan tapi kita ini manusia dan kita perlu tenggang rasa, ucapan syukur, terima kasih dan sebagainya. Pasangan kita tidak memberikan hal-hal itu, tidak mengucapkan terima kasih hanya memakai dan memanfaatkan kita. Hal-hal inilah yang membuat kita menatap masa depan dengan berkata, "Saya tidak mau hidup bersama dia, saya tidak mau menikah sampai hari tua." Ada juga orang yang mulai berharap-harap "Mudah-mudahan saya mati duluan," atau sebaliknya "Mudah-mudahan pasangan kitalah yang mati duluan." Sebab kita tidak bisa membayangkan untuk menghabiskan pernikahan di hari tua dengan dia.
GS : Ada pasangan yang waktu usia paro-baya dikatakan tidak cocok tapi mereka juga tidak berani bercerai. Sehingga mereka sepakat "Salah satu dari kita yang nanti masuk ke panti wreda atau panti jompo." Itu adalah dalam rangka berupaya untuk memisahkan diri, Pak Paul?
PG : Salah satu yang menyuruhnya adalah yang tinggal dengan anak. Ada orang tua yang jauh-jauh hari sudah bicara dengan anak-anaknya, "Nanti tolong kamu yang rawat Mama atau kamu yang rawat Pap," karena memang mereka tidak mau.
Dan anak-anak juga mungkin melihat memang tidak mungkin Mama dan Papa hidup se rumah," tapi masalah akan lebih rumit karena kalau orang tua tidak hidup dalam kerukunan dan mereka melihat masalah yang terjadi, maka mereka pun juga tidak mau tinggal bersama orang tua. Mereka sudah membayangkan bagaimana hidup bersama Mama dan Papa yang sedikit-sedikit maunya marah, tidak bisa terima ini dan itu, dan menuntut banyak hal. Atau tidak bisa tinggal dengan Mama yang luar biasa galaknya dengan orang, dengan menantu juga sudah memberi sikap yang kurang baik. Maka anak tidak mau tinggal dengan Mama nanti bisa menghancurkan keluarganya. Jadi memang kalau kita itu sudah menyimpan masalah maka kita bertanggung jawab untuk menyelesaikannya. Kita tidak seharusnya melimpahkan masalah kepada anak-anak pada hari tua. Jangan sampai kerusakan dalam rumah tangga kita, kita teruskan kepada rumah tangga anak-anak kita sehingga akhirnya nanti mereka pun mengalami kehancuran.
GS : Anak-anak ini khawatir dikatakan oleh teman-temannya atau keluarga yang lain bahwa orang tua pada masa tua bercerai tidak menunjukkan keharmonisan di dalam keluarga.
PG : Ada sebagian anak yang merasa terjepit, di satu pihak merasa bersalah karena bertanggung jawab atas orang tua dan di pihak lain mereka tidak sanggup hidup dengan orang tua. Mereka pun sesugguhnya senang bisa keluar dari rumah.
Jadi sekali lagi saya tekankan, pihak yang bersangkutanlah yang harus menyelesaikan yaitu kedua orang tua itu sendiri.
GS : Pada masa tua ada banyak kelemahan didalam diri orang yang sudah lanjut usia ini, dan ini apa saja, Pak Paul ?
PG : Masa tua itu sebetulnya perpanjangan dari masa sekarang, jadi apa yang terjadi sekarang itu di teruskan dimasa tua. Bedanya adalah kalau dimasa muda kita sering menghadapi konflik dengan psangan, maka di hari tua kita itu sudah tidak lagi sekuat seperti di masa muda.
Sehingga kemampuan dan ketahanan kita menghadapi konflik berkurang. Syaraf-syaraf kita tidak lagi sekuat dulu, kita lebih cepat lelah, jantung cepat berdebar, kita lebih cepat "nervous", dengan suara yang mengeras, tegang, sehingga kita tidak tahan dengan konflik. Meskipun masa tua adalah perpanjangan dari masa sekarang tapi kemampuan kita menahan beban konflik berkurang. Dan berakibat kalau di masa tua kita sudah hidup dalam konflik maka beban kita menjadi lebih berat. Sebetulnya bebannya sama beratnya tapi kesanggupan kita memikul beban itu melemah maka kita lebih tertindih oleh beban itu. Maka tidak heran kita melihat orang tua yang sangat-sangat tertekan, yang tidak bahagia, yang tidak terawat, yang tidak lagi ada cahaya dalam hidupnya karena memang mereka sudah memikul beban begitu lama. Dan dimasa tua kemampuannya sudah berkurang, ketahanannya sudah melemah maka beban itu akan menindih mereka.
GS : Pada masa lanjut usia, rupanya bukan hanya secara biologis kemampuannya menurun, tapi juga secara psikologis juga menurun?
PG : Karena tidak bisa dipisahkan, Pak Gunawan. Kesanggupan menghadapi problem memang bersumber dari dua hal yaitu secara spikologis dan juga biologis/fisik. Kalau ketahanan fisik kita berkuran, syaraf-syaraf kita juga semakin melemah.
Sudah tentu kemampuan untuk menahan dan memecahkan problem juga berkurang. Apalagi kalau kita sudah lama berkonflik berarti tenaga kita sudah terkuras dan di hari tua kita tidak mempunyai tenaga yang sama untuk menghadapinya. Itu sebabnya kalau di hari tua kita menghadapi problem kecenderungannya adalah "Sudahlah kita putuskan tidak perlu bicara, diam." Maka tidak heran pada hari tua banyak pasangan nikah yang satu di sana dan satu di sini, yang satu tahu apa yang harus dia kerjakan dan yang satu juga tahu apa yang harus dia kerjakan sehingga terjadi seperti itu terus, atau yang satu tinggal dengan anak dan yang satu tinggal dengan anak yang lain dan bertemu jarang-jarang karena intinya mereka itu sudah tidak sanggup lagi berkonflik atau berselisih pendapat.
GS : Dan seringkali yang dijadikan alasan adalah ingin mengunjungi cucu, tapi dia tidak mengajak pasangannya dan dia hanya pergi kesana sendirian. Hal ini adalah suatu upaya untuk melepaskan diri dari pasangannya?
PG : Betul, dan saya tidak mengatakan kalau itu salah. Sebab saya mengerti adakalanya itulah yang mereka butuhkan dan dapat mereka lakukan dan itulah yang terbaik yang terjadi didalam situasi yng buruk itu.
Silakan kunjungi cucu dan tinggal disana lebih lama. Orang memang hanya bisa bicara tapi seharusnyalah kita mengerti kemungkinan besar memang ada masalah di antara mereka sehingga itulah yang mereka bisa lakukan untuk menyelamatkan pernikahan ini.
GS : Kelamahan yang lain apa Pak?
PG : Masa tua umumya memperjelas ketidak harmonisan di antara kita, di masa muda kita juga ada ketidakharmonisan tapi di masa tua menjadi lebih jelas bukannya bertambah tapi lebih jelas. Karenadi hari tua itu tidak ada lagi pengikat yang memang mengikat kita, biasanya yang mengikat kita itu adalah anak-anak.
Tanggung jawab kepada anak pun sudah selesai sehingga kita lebih bebas dan karena lebih bebas, kalau kita bertengkar tidak ada lagi anak di rumah dan tidak ada lagi tanggung jawab untuk anak. Seringkali perkataan kita bisa lebih kasar dari pada di masa muda. Mungkin hal ini mengejutkan bagi sebagian pendengar kita tapi ini sesungguhnya yang terjadi. Di masa tua kalau orang berkelahi dengan pasangannya bisa menjadi jauh lebih kasar dibandingkan di masa muda. Ada yang di masa muda tidak pernah memaki-maki seperti memaki hewan tapi di masa tua kalau mereka memaki-maki seperti memaki hewan. Kenapa? Karena mereka lebih bebas, tidak ada lagi yang mengikat, tidak ada lagi orang yang mengawasi yaitu anak-anak, tidak ada lagi tanggung jawab kepada anak-anak. Kalau pun mereka harus bercerai mereka pikir tidak apa-apa karena anak-anak juga sudah berkeluarga dan semua sudah beres. Jadi pada masa tua kecenderungan sungkan kita berkurang, kita tidak lagi merasa sungkan bagaimana kalau dilihat orang. Sebagian orang berpikir kalau orang tua itu akan lebih sungkan dilihat orang, malu tapi sebetulnya tidak. Banyak orang tua yang tidak peduli lagi dengan orang lain mereka tidak pusing karena mereka lebih mengerti hidup, mereka juga melihat kalau hidup mereka tidak lama lagi. Jadi sebetulnya mereka tidak peduli dengan pendapat orang, kebanyakan anak-anak berkata kepada orang tua, "Papa, Mama malu dilihat orang dan kalau orang bicara bagaimana?" Jadi sebetulnya anak-anak yang malu dan orang tua tidak lagi merasa malu. Di saat-saat tua itu ketidak harmonisan cenderung menjadi lebih jelas, lebih mencolok.
GS : Apakah itu bukan karena dia memendamnya pada masa lalu dan sekarang dia merasa waktunya sudah singkat, kalau sekarang tidak saya ledakkan maka kapan lagi?
PG : Saya kira itu ada. Ada sebagian orang yang dia memang mengalah demi keutuhan rumah tangga terutama demi anak. Jangan sampai nanti anak-anak besar tidak ada orang tua, malu kalau nanti suda bercerai.
Banyak orang yang berpikir seperti itu Pak Gunawan, yaitu targetnya adalah sampai anak-anak menikah sebab kita yang sudah mulai berusia paro-baya mulai melihat, "Kalau mengawinkan anak dan orang tua bercerai maka orang tua akan malu dan anak pun susah mencari jodoh. Kalau diketahui oleh mertuanya bahwa kita ini bercerai maka tidak enak malu dan susah dapat jodoh." Jadi banyak faktor tentang anak yang membuat orang tua meredam masalah, demi anak supaya dapat jodoh yang baik dan waktu menikah tidak perlu malu. Secara psikologis waktu anak-anak sudah menikah berarti sudah tidak ada lagi yang harus saya pertahankan. Dan saat itulah sesuatu yang sudah disimpan-simpan dikeluarkan dengan lebih bebas. Maka tidak jarang muncul kasus seperti ini, istri itu dulunya penurut, diam, menyimpan, takut, dan di hari tua tidak lagi. Dia akan lebih bersuara kalau marah lebih keras, dia lebih berani berteriak dan si suami berkata, "Kamu dulu tidak pernah seperti ini tapi sekarang begini." Karena itu adalah akibat menyimpan kebencian, kemarahan mungkin selama puluhan tahun. Dan di hari tualah dalam pernikahan itu si istri lebih berani untuk mengeluarkan kemarahannya.
GS : Kita sebagai orang-orang yang lebih muda, seringkali melihat pertengkaran di antara orang-orang yang sudah lanjut usia ini seperti pertengkaran anak-anak lalu kita berkata, "Biarkan saja, sebentar lagi juga akan baikkan kembali." Sebenarnya lebih mudahkah mereka untuk berdamai kembali pada usia yang sudah lanjut atau pada usia paro-baya?
PG : Sebetulnya di hari tua orang harusnya lebih berhikmat, lebih mengerti hidup, seharusnyalah lebih bisa meredam kemarahan konflik itu. Namun di pihak lain karena masalah itu berumur panjang,bersejarah panjang sudah puluhan tahun, adakalanya juga susah karena sudah menjadi bagian dari hidup, pasangan pun akan berkata tentang kita, "Dia bersikap seperti ini sudah puluhan tahun, dia kapan bisa berubah lagi.
Tidak perlu mengharapkan dia berubah karena sifatnya sudah seperti ini." Misalnya dari dulu kalau bicara selalu berputar-putar tidak pernah mau terus terang, sudah puluhan tahun seperti ini atau dari dulu kalau bicara selalu menghina orang, tidak pernah mau menghargai orang yang seperti sekarang ini, dan bagaimana bisa dia berubah. Jadi memang kita harus akui sifat-sifat tertentu yang sudah berlangsung lama akan susah berubah. Dan itu sebabnya di masa tua kalau ada anak yang memang bisa terlibat untuk melerai seharusnya anak itu harus bersikap tegas mencoba melerai orang tua. Seolah-olah sekarang anak menjadi orang tua sebab mereka kalau tidak dilerai, tidak didamaikan maka tidak bisa. Jadi perlulah anak-anak terlibat dan bersikap lebih berani untuk menegur orang tua supaya pertengkaran mereka bisa diredakan.
GS : Tapi disamping itu kadang-kadang kita jumpai orang tua setelah dia memasuki usia lanjut, mereka juga melakukan perbuatan-perbuatan yang buat kita itu sesuatu yang baru. Misalnya saja dia mulai melakukan hobi mengumpulkan tanaman atau memelihara burung dan ini bagaimana?
PG : Di hari tua memang kadang-kadang orang tua mungkin karena sepi untuk mengisi waktu luang akhirnya memulai kebiasaan-kebiasaan yang baru. Ini seringkali menjadi bahan keributan, dulu rumah ersih dia kerja pagi sampai malam, sekarang dia di rumah terus, dia merasa bosan maka dia memelihara burung.
Kalau satu atau dua burung itu tidak masalah tapi kalau tiba-tiba burungnya dua lusin dan setiap burung ada kandangnya berarti ada dua lusin kandang dimana-mana, dan kotorannya dimana-mana. Ada pasangan yang tidak tahan dengan hobi-hobi baru seperti ini, jadi akhirnya bisa menimbulkan ketidakharmonisan. Dan faktor ini juga penting, dihari tua kemampuan kita menyesuaikan diri juga berkurang, kita semakin tua sebetulnya bukan semakin fleksibel, kita semakin tua ingin hidup kita konstan, tidak mau lagi berubah-ubah. Tapi adakalanya pasangan mengembangkan hobi baru sehingga kita harus menyesuaikan dan kita tidak suka sehingga muncul lagi masalah di antara kita.
GS : Terutama pasangan itu merasa diabaikan karena partnernya ini sibuk dengan hobi barunya itu.
PG : Betul, seringnya itu yang terjadi.
GS : Kelemahan yang lain apa, Pak Paul?
PG : Biasanya karena sakit penyakit, jadi akhirnya kita tidak mau direpotkan oleh pasangan kita yaitu harus merawat pasangan yang sudah lemah tubuh. Bedanya adalah kita ini seperti mengurus ana tapi mengurus anak itu lebih mudah kalau dia tidak taat kita marahi, kalau disuruh minum obat tidak mau, kita marahi dan dia ambil obatnya.
Tapi kalau mengurus pasangan yang sudah tua saat kita menyuruh dia makan obat dan dia tidak mau, dia malah memarahi kita bukan kita yang marahi dia. Jadi akhirnya kita susah merawat orang yang sakit di hari tua, kalau orang itu menurut maka kita akan lebih mudah tapi seringkali pasangan itu tidak seperti anak-anak dia lebih keras kepala. Ada orang misalkan telinganya tidak bisa mendengar dengan lebih baik lagi, kalau bicara akhirnya sering ribut karena tidak mendengar dengan jelas. Maka pasangannya harus berkata, "Tolong kamu pasang alat pembantu agar bisa mendengar lebih baik," tapi dia malah marah dan tidak mau. Jadi susah, maka hal-hal seperti itu menimbulkan permasalahan yang berkepanjangan.
GS : Memang akan berat dirasakan oleh pasangan Pak Paul, karena kita saja yang mengamati dari luar sebagai anak-anak itu juga kadang-kadang jengkel menghadapi orang tua yang seperti itu. Obat sudah dibelikan dan hanya tinggal minum. Ada rasa kekhawatiran yaitu mereka ini diremehkan padahal dia merasa masih kuat, masih ingat dan sebagainya, tapi kenyataannya tidak seperti itu, Pak Paul.
PG : Atau misalkan kompor tidak lagi dimatikan sehingga kita berkata, "Tidak bisa tinggal sendiri lagi, harus tinggal dengan kami," dan dia bisa menjadi marah. Atau pasangannya yang ingatkan di malah marah, pasangan mengingatkan "kompor hati-hati, sudah dimatikan apa belum?" dia semakin marah dan pasangan berkata "Memangnya saya sering lupa!" Tapi memang dia sering lupa.
GS : Pada dasarnya kalau orang diberitahu kelemahannya, maka dia tidak akan menerima dengan rela. Tapi kita baru berbicara tentang kelemahan dari orang tua dan pada sesi yang akan datang mungkin Pak Paul akan jelaskan kelebihannya, karena tidak mungkin hanya kelemahan-kelemahannya saja pasti ada kelebihannya, ada hal-hal positif pada masa lanjut usia ini. Ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan?
PG : Tuhan berkata di Mazmur 90:5,6 "Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, di waktu pagi berkembang dan bertumbuh di waktu petang lisut dan layu." Mnusia harus menyadari inilah dirinya tidak selamanya dia kuat, dia nanti lemah, dia akan memerlukan bantuan, dia harus menyadari keterbatasannya.
Ini adalah resep kalau nanti di hari tua kita jangan ragu untuk saling bantu dan saling minta bantuan. Tuhan juga sambung di sini pada ayat 10, "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun," kita tidak hidup selama-lamanya. Kita tidak bisa melebihi umur karena Tuhan sudah tentukan batas usia kita tapi firman Tuhan berkata di ayat 12, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." Orang yang bijaksana adalah orang yang bisa menyadari keterbatasannya dan juga bisa mulai merencanakan "Kalau di masa muda kita bisa melakukan banyak hal tapi jangan sampai kita membawa masalah di hari tua." Jadi di hari-hari sekaranglah kita mulai menatap ke depan, apakah kita mau menghabiskan hari tua seperti ini terus. Maka kita akan cenderung berkata "Tidak mau", maka kita harus selesaikan sekarang. Jadi orang yang bijaksana adalah orang yang menyadari keterbatasannya sehingga tidak malu untuk minta bantuan. Yang kedua, orang yang bijaksana adalah orang yang bisa merencanakan hari tuanya, sehingga di hari tua tidak lagi mewarisi problem yang besar.
GS : Terima kasih Pak Paul, untuk perbincangan kali ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Pernikahan di Hari Tua", bagian yang pertama. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan email dengan alamat
telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di
www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.