Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Pribadi Egois" Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Memang ada bermacam-macam orang tetapi ada sebagian orang yang dalam pergaulan rasanya mau menang sendiri. Sebenarnya apa saja yang menjadi ciri-ciri dan mengapa orang itu bisa seperti itu?
PG : Jadi memang Pak Gunawan, kadang-kadang kita bertemu dan harus bertemu dengan orang-orang yang seperti ini, orang-orang yang kita panggil egois. Sudah tentu egois itu mengandung suatu maknayang negatif.
Kata egois berasal dari kata ego, dari bahasa Yunani ego itu berarti 'aku'. Dengan kata lain memang kalau kita mengatakan seseorang itu egois, kita sebetulnya sedang membicarakan tentang seseorang yang selalu melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya, tidak bisa melihat dari kacamata orang lain. Nah ini memang menjadi masalah dalam kerja sama atau hidup bersama dengan dia, karena kita akan frustrasi berbicara dengan dia, mencoba menjelaskan sesuatu kepadanya, sebab dia selalu akan kembali kepada pikirannya atau sudut pandangnya. Ini akhirnya sering kali menjadi duri dalam relasi dengan sesama. Selain dari ini kadang-kadang yang membuat kita frustrasi adalah orang-orang ini kurang sensitif dengan perasaan kita, sebab yang diperhatikannya hanyalah perasaannya. Dia merasa tersinggung, dia merasa marah, dia merasa tidak puas, tapi perasaan kita bagaimana tidak dipedulikannya. Jadi akhirnya kita merasakan betapa sulitnya bekerja sama dengan orang yang egois, apalagi kalau harus hidup bersama dengan dia.
GS : Tapi memang sebenarnya setiap orang mempunyai ego, mempunyai rasa 'akunya' dan ingin menarik perhatian orang lain. Tapi mungkin orang-orang ini agak lebih berat Pak Paul?
PG : Betul sekali Pak Gunawan, jadi penekanannya pada kata 'aku' atau ego yang berlebihan sehingga tidak lagi mengenal batas. Semua orang memang mempunyai ego artinya mempunyai diri atau mempunai 'aku', mempunyai sudut pandangnya.
Tapi bukankah setiap orang seharusnya menyadari bahwa kita mesti mengakui bahwa pandangan orang lain pun bisa jadi benar bukan hanya pandangan kita, bahwa pendapat kita itu belum tentu mewakili semua, tapi bisa jadi pandangan kita hanyalah mewakili sebagian dari apa yang sebetulnya tengah terjadi. Nah hal-hal seperti ini seharusnya kita semua miliki, tapi orang-orang egois tidak bisa membagi pandangannya dengan orang atau masuk ke dalam kacamata orang, dia selalu menuntut orang untuk mengikuti kehendaknya dan melihat dari kacamatanya.
GS : Sebenarnya orang itu sadar atau tidak Pak Paul, bahwa dia itu egois?
PG : Saya kira orang-orang yang egois ini susah menyadari bahwa dia itu egois. Sebab dia akan berkata bahwa saya memang berpendapat seperti ini sebab ini benar. Kalau ini masalah moral, benar-slah saya kira bisa dimaklumi tapi yang sedang saya bicarakan ini sebetulnya bukan masalah-masalah moral seperti itu Pak Gunawan, lebih sering ini adalah sebuah perbedaan pendapat dalam hal-hal yang tidak esensial, namun dia akan menuntut orang untuk melihat dari kacamatanya, memahami dirinya, memahami isi hatinya tapi dia sendiri tidak mau berusaha untuk memahami isi hati orang, perasaan orang, apa yang terkandung dalam benak orang, dia sama sekali tidak mau memperhatikan hal-hal itu Pak Gunawan.
GS : Itu tentu ada penyebabnya Pak Paul? Bukankah tidak mungkin orang-orang itu menjadi berkelebihan egonya tanpa ada sesuatu sebab tertentu, nah sebabnya apa saja Pak?
PG : Biasanya anak-anak yang terlalu dimanja, anak-anak ini sejak kecil kemauannya dituruti, orangtua tidak pernah memberikan disiplin, anak ini benar-benar tidak pernah terbatasi. Nah anak-ana yang seperti ini cenderungnya setelah besar mengembangkan ego yang terlalu kuat, sehingga dia mengharapkan dan menuntut orang untuk memahami pikirannya dan oranglah yang harus memenuhi kebutuhannya.
Nah ini sering kali tidak disadari oleh orangtua, orangtua beranggapan, kami mesti menyayangi anak. Berarti tidak boleh tegas, tidak boleh keras, tidak boleh mendisiplin anak, tidak boleh memarahi anak, kita harus selalu dengan kasih sayang, mengungkapkan perhatian kita kepada anak. Sudah tentu harus dengan kasih sayang, dan sudah tentu kalaupun kita mendisiplin anak itu dilakukan dengan kasih sayang pula. Namun perlu disiplin, perlu membatasi anak, kalau anak tidak dibatasi dia akan mengembangkan ego yang terlalu besar dan nantinya kita orangtua sebetulnya merugikan si anak. Sebab pada akhirnya anak-anak ini akan kesulitan bekerja sama dan hidup dengan orang lain.
GS : Tapi memang ada waku-waktu tertentu dalam diri seorang anak itu di mana egonya itu sangat menonjol?
PG : Memang ada waktu-waktu anak itu bisa keras kepala, tapi inilah tugas kita sebagai orangtua untuk bisa memberikan koridor, memberikan pagar sehingga dia tidak hanya melihat dari kacamatanyasendiri.
Anak-anak memang sudah tentu karena kita manusia berdosa, kita sebagai anak-anak pun ingin memuaskan diri kita, kepentingan-kepentingan kita, kita berusaha agar yang terpenuhi adalah kepentingan pribadi bukan kepentingan orang lain. Mainan, kita maunya untuk kita saja, kita tidak mau memberikan kepada adik kita atau kakak kita. Tugas orangtualah untuk membatasi anak dan berkata, "Tidak, meskipun ini milikmu, tapi sekali-sekali ya bagikanlah, pinjamkanlah kepada adik atau kakakmu, sehingga jangan hanya kamu saja yang menguasainya." Dengan kata lain tugas sebagai orangtua adalah mengajak anak untuk juga memperhatikan kepentingan orang lain, sebab kalau tidak anak-anak yang egois ini nantinya berkembang menjadi orang-orang yang tidak bisa mempertimbangkan kepentingan orang. Dia akan selalu beranggapan dia yang paling penting dan kebutuhannya itu yang terpenting dan harus dikedepankan. Dia tidak bisa memahami bahwa sekali-sekali dia harus menomorduakan dirinya dan kepentingannya harus dikesampingkan. Akhirnya sama sekali tidak bisa melihat hal itu, menyuruh orang untuk mementingkan dirinya, mengedepankan kebutuhannya, ini yang akhirnya membuat orang tidak suka dengan dia. Sebab orang akan berkata, "Aduh kamu tidak pernah berkorban untuk orang lain, kamu tidak pernah melakukan sesuatu tanpa pamrih, apapun yang kamu kerjakan ujung-ujungnya untuk kepentingan kamu sendiri." Akhirnya orang tidak suka karena orang akan menilai orang yang egois itu tidak tulus, apapun yang dikerjakan pasti ujung-ujungnya untuk kepentingannya sendiri. Nah ini yang akhirnya menjadi masalah dalam kehidupan orang ini sendiri.
GS : Apakah kalau seorang anak itu kurang diberikan perhatian atau kasih sayang dia akan juga menjadi orang yang egois Pak Paul?
PG : Yang menarik adalah sebagian anak yang akhirnya egois berasal dari latar belakang yang kurang kasih sayang. Ini sepertinya kontradiksi, tadi terlalu dilimpahi kasih sayang, dimanjakan bisamenjadi egois tapi kebalikannya juga betul.
Anak-anak yang tidak menerima kasih sayang yang cukup bahkan menjadi orang-orang yang haus akan kasih sayang, cenderung akhirnya benar-benar menuntut orang untuk mengasihinya, menuntut orang untuk memenuhi kebutuhannya. Dan tatkala dia menerima sedikit saja kasih sayang atau kepenuhan atas kebutuhannya, dia benar-benar seperti orang yang tidak bisa mengerem diri, dia terus-menerus menuntut orang untuk memikirkannya, menjaganya, memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan mendengarkannya dan bahwa kebutuhan-kebutuhannya ini penting, harus dipenuhi. Adakalanya orang yang dari latar belakang kurang kasih sayang, bisa mengembangkan sikap yang egois pula, tidak mengenal batas, sehingga orang lain yang tadinya kasihan mau menolong, mau memberikan kasih sayang tidak tahan. Orang-orang ini karena tidak pernah dikasihi akhirnya tidak pernah belajar mengasihi. Di sini kita melihat satu prinsip penting yaitu anak belajar mengasihi tatkala dikasihi. Tapi anak yang tidak pernah dikasihi kadang kala tidak pernah tahu bagaimana mengasihi. Adakalanya setelah besar mengasihi tanpa batas posesif sama orang, itu adalah tanda-tanda orang ini tidak pernah belajar mengasihi dengan benar.
GS : Memang kita sebagai orangtua harus menjadi model di depan anak-anak ini, cara mengasihi yang benar itu bagaimana ya Pak Paul?
PG : Tepat, dan ini yang akan dilihat oleh anak Pak Gunawan, karena anak-anak bisa belajar secara teoritis tentang kasih dan mengasihi tapi yang diperlukan bukannya belajar secara teoritis tapibelajar lewat pengalaman langsung, lewat pengalaman melihat dan mengalami orangtua mengasihinya, menggendongnya, memberi perhatian kepadanya, namun kadang-kadang membatasi dirinya sehingga dia tidak selalu bisa melakukan hal-hal yang ingin dilakukannya.
Nah model seperti ini model yang sehat, dan waktu si anak melihat dia mencontohnya, sehingga nanti setelah besar dia menerapkannya. Dia menyadari bahwa waktu dia menerima kasih, dia tidak selalu bisa menuntut orang memberi kasih kepadanya. Atau kebalikannya waktu dia mengasihi, dia juga belajar untuk mengerem tidak selalu dia harus memberi apa yang orang minta. Sekali lagi dari manakah anak belajar semua ini? Dari orangtua.
GS : Saya melihat juga orang-orang yang egois ini hidupnya dipenuhi oleh kekhawatiran sehingga dia meminta orang lain itu mendahulukan dia, memperhatikan kata-katanya karena selalu ada kekhawatiran di dalam dirinya.
PG : Dia khawatir karena dia memang sebetulnya tidak bisa hidup bersama orang, bisa membagi dirinya dengan orang, jadi selalu yang mengisi benaknya, pikirannya adalah diri sendiri. Bagaimana meenuhi kebutuhan saya, bagaimana mendapatkan yang saya perlukan, jadi orang yang terlalu sibuk hanya memikirkan dirinya, akan mengkhawatirkan berikutnya apa nanti, siapa yang akan memberikannya, bagaimana nantinya.
Tetapi sebaliknya orang yang bisa menyeimbangkan antara memenuhi kebutuhan pribadi dan memenuhi kebutuhan orang, hidupnya akan lebih berimbang, matanya tidak terlalu tertuju pada dirinya sendiri sehingga tidak dikuasai oleh kekhawatiran tentang kebutuhannya sendiri karena dia juga pikirkan orang lain dan orang lain pun bisa memberikannya kepada dia. Orang yang egois memang khawatir karena lama kelamaan dia menyadari bahwa orang makin hari makin menjauhkan diri darinya. Orang tidak tahan tinggal dengan dia, orang tidak tahan bekerja sama dengan dia, ini adalah dampak dari pribadi yang egois. Lingkungan tidak bisa menerimanya lagi, waktu lingkungan tidak menerimanya, lingkungan menjauhkan diri darinya. Dia makin panik karena tidak ada lagi yang memenuhi kebutuhannya, tidak ada yang bisa mementingkan keinginannya, wah dia makin panik dan dia makin banyak khawatir. Makin banyak khawatir, makin banyak menuntut orang untuk memberi, makin orang menjauhkan diri darinya.
GS : Kalau orang yang egois ini menjadi seorang pemimpin, bukankah akan cukup berbahaya?
PG : Sangat berbahaya Pak Gunawan, karena orang-orang egois yang menjadi pemimpin akan mendahulukan dirinya dan akan meng-objek-kan orang lain, memanfaatkan orang hanya untuk kepentingannya seniri.
Mungkin secara basa-basi dia akan berkata ini untuk kepentingan bersama tapi ujung-ujungnya untuk kepentingan dia, karena bagi dia yang penting adalah dirinya sendiri. Maka waktu dia menyuruh orang mengerjakan sesuatu untuk dirinya lagi, dan akhirnya orang akan merasa letih dan tidak mau bekerja untuk dia. Karena orang akan berkata semuanya untuk dia, dia tidak pernah memikirkan untuk kami di sini.
GS : Apakah kita sebagai orang yang mengamati atau berkenalan dengan dia mau mencoba menyadarkan bahwa dia itu sebenarnya egois, itu memungkinkan atau tidak Pak Paul?
PG : Memungkinkan tapi memang susah, karena memerlukan waktu yang panjang. Pada akhirnya yang terjadi adalah dia sendiri tidak lagi mempercayai lingkungan. Sebab dia merasa lingkungan menjauhka diri darinya, dia luput melihat andilnya bahwa sebetulnya dialah yang membuat orang-orang itu tidak bisa menerimanya.
Tapi dia tidak bisa menyadari itu, dia hanya bisa menyalahkan orang, "Kenapa orang tidak bisa menerima dia, kenapa orang tidak bisa mengerti dia." Selalu yang salah adalah orang lain. Ada satu lagi problem, lingkungan akhirnya kehilangan kepercayaan terhadap dia karena lingkungan akan merasa, "Kamu itu hanya akan berbuat sesuatu kalau ada untungnya buat kamu." Jadi dengan kata lain lingkungan sudah melabelkan bahwa orang ini tidak tulus dan memang sering kali tidak tulus. Apa yang dilakukannya ujung-ujungnya untuk kepentingan diri, akhirnya lingkungan tidak mempercayai sehingga lingkungan makin hari makin menjauhkan diri dari dia. Karena lingkungan makin menjauh diri dari dia, dia pun makin tidak percaya dengan lingkungan, merasa tertolak oleh lingkungan. Maka waktu kita mau berbaik hati memberitahu dia bahwa kamu ini terlalu mementingkan diri, kamu harus pikirkan orang lain juga, dia tidak bisa terima. Dia akan berkata, kamu sama dengan orang lain, memang semuanya tidak ada yang bisa mengerti dia, semua ingin menjauhkan diri dari dia hanya itu yang sering kali dia bisa katakan.
GS : Kalau orang yang egois ini mau berubah bukankah harus diawali dia sadar dulu bahwa dia seorang yang egois?
PG : Mudah-mudahan acara kita ini didengarkan oleh orang yang agak egois, kita coba berbicara dengan orang yang seperti ini. Pertama-tama yang harus dilakukan oleh orang egois adalah mengakui dlu bahwa dia memang orang yang egois.
Kalau dia sendiri tidak berkata begitu lihatlah lingkungan, apakah selama ini lingkungan mendekati dia atau menjauhkan diri darinya. Apakah dia cukup mendengar tuduhan orang kepadanya bahwa dia egois, kalau dia cukup sering mendengar masukan orang bahwa dia egois, tolong perhatikan. Jadi terimalah fakta bahwa diri kita ini egois, jangan lagi berkilah dan menyalahkan orang, dan ini yang penting, dia mesti melihat hal ini sebagai dosa. Bahwa egois adalah dosa, yaitu dosa keangkuhan. Orang yang egois tidak bisa merendahkan diri, mementingkan orang, mendahulukan orang, jadi ini adalah dosa keangkuhan. Jangan sekali-sekali orang yang egois berkata ini keunikan saya, kepribadian saya, saya memang orangnya tegas; tidak, akui itu sebagai sebuah dosa, pertobatan berawal dari pengakuan. Firman Tuhan di Amsal 18:12, "Tinggi hati mendahului kehancuran, tetapi kerendahan hati mendahului kehormatan." Jadi akuilah dan fimran Tuhan pun berkata orang yang rendah hati justru akan menerima penghormatan dari orang lain.
GS : Rasanya hanya dengan firman Tuhan orang itu bisa disadarkan dari keegoisannya, kalau kita yang berbicara rasanya sulit diterima.
PG : Dia akhirnya memang harus berhadapan muka dengan Tuhan melalui firman-Nya. Kalau firman Tuhan sudah menegur jangan keraskan hati, kalau firman Tuhan berkata memang kamu egois dan suara Tuhn di hati begitu jelas terdengar, jangan keraskan hati, akui "Ya, Tuhan memang saya egois, saya mempunyai masalah ini dan mulai sekarang saya harus melihatnya sebagai dosa bukan sebagai kepribadian atau keunikan saya."
GS : Tapi kita sebagai orang-orang terdekat mungkin anggota keluarga kita harus tidak jemu-jemu mengingatkan dia tentang keegoisannya itu Pak Paul?
PG : Betul sekali, dan mungkin kita sebagai teman atau sebagai saudara mengingatkan dia untuk juga memikirkan kebutuhan orang. Jangan beranggapan hanya kebutuhannya saja yang ada di dunia ini, da kebutuhan orang cobalah penuhi tanpa pamrih.
Firman Tuhan di Amsal 17:17 berkata, "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." Jadi artinya sahabat mengasihi orang setiap waktu bukan hanya waktu untuk kepentingannya. Dan menjadi saudara dalam kesukaran untuk menolong orang itu. Dan yang terakhir firman Tuhan yang bisa saya bagikan adalah hiduplah berdasarkan prinsip "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri," Matius 22:39, artinya diri yang mau dipuaskan seperti ini, ini juga yang harus kita lakukan pada orang lain. Firman Tuhan yang lain adalah Matius 7:12 berkata, "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka." Jadi orang egois harus belajar satu hal apapun yang dia tuntut dari orang lain, dia harus lakukan dulu, dia harus berikan dulu; kalau dia belum berikan atau dia belum lakukan jangan menuntut orang untuk memberikannya kepada dia.
GS : Sering kali orang-orang yang egois ini juga berlindung dibalik kekayaannya. Dia mengatakan dia tidak bisa memberikan hatinya tapi dia memberikan uangnya, supaya orang-orang itu dekat dengan dia.
PG : Betul sekali, jadi itu memang sebagai upaya untuk membuat orang tunduk lagi kepadanya, melakukan kehendaknya, jadi terpulang untuk kepentingannya lagi. Jadi benar-benar tidak ada yang namaya tanpa pamrih buat orang yang egois.
Dia mesti menyadari kalau dia hidup seperti ini terus dia hidup terus-menerus dalam dosa. Ini bukannya kepribadian atau keunikan, ini adalah dosa yaitu dosa keangkuhan, dosa ketamakan juga karena semua untuk diri sendiri. Dia harus belajar mengasihi seperti yang Tuhan perintahkan. Mengasihi sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
GS : Jadi suatu model yang cukup jelas tentunya di dalam diri Tuhan Yesus itu sendiri, di mana kita bisa belajar bagaimana supaya kita tidak menjadi orang yang egois.
PG : Tepat sekali, dan Tuhan memberikan contoh, Dia memberikan nyawa-Nya sendiri, menyerahkan kehidupan-Nya untuk kita. Itulah contoh kasih yang perlu dituruti oleh kita semua.
GS : Jadi egois ini suatu dosa bukan sekadar kelainan dalam kehidupan, Pak Paul?
GS : Terima kasih sekali Pak Paul untuk perbincangan ini, dan para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Pribadi Egois", bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristesn (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.