Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, kami akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengapa Remaja Susah PD". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Mungkin supaya para pendengar kita mengerti, bahwa PD ini bukan persekutuan doa tapi percaya diri. Dan sering kali para remaja mendapatkan kesulitan, nah ini bagaimana kaitannya dengan kepercayaan diri seseorang?
PG : Saya ingin menjelaskan terlebih dahulu makna kepercayaan diri. Sebetulnya percaya diri mempunyai makna mempercayai penilaian diri, mempercayai suara hati dalam diri kita, mempercayai pndapat atau opini sendiri, mempercayai perasaan sendiri.
Jadi kalau kita katakan seseorang percaya diri artinya itu bahwa dia mempercayai penilaian dirinya sendiri sehingga dia tidak terlalu bergantung pada penilaian orang, opini orang, dia tidak harus ragu pada waktu orang lain mengatakan yang sebaliknya, itu maksudnya dengan percaya diri. Remaja memang sering kali mengalami krisis dalam hal kepercayaan diri ini. Ini memang cukup mengejutkan Pak Gunawan, sebab kadang-kadang orangtua itu bingung kenapa anak saya yang tadinya baik-baik saja sekarang menginjak remaja menjadi bermasalah. Perilakunya bermasalah, kejiwaannya bermasalah, melakukan hal-hal sepertinya aneh-aneh, menarik perhatian yang tidak-tidak, nah orangtua dibuat bingung oleh perilaku remaja ini. Salah satu sumbernya sebetulnya adalah krisis kepercayaan diri, karena dia kurang percaya diri maka akhirnya dia melakukan tindakan-tindakan yang tidak lazim agar menarik perhatian orang, sehingga dari perhatian-perhatian orang itu dia merasa lebih aman dan bisa lebih kuat membangun kepercayaan dirinya. Itu sebabnya saya kira kita perlu memahami masalah kepercayaan diri ini.
GS : Tapi memang sebenarnya sejak awal para remaja ini belum mempunyai kepercayaan diri yang mantap, bukankah dia sedang membangun itu.
PG : Tepat sekali, jadi memang sebelum-sebelumnya remaja atau anak-anak hidup dalam dunia yang relatif kecil dan terlindungi. Pada masa remajalah dia mulai terjun ke dalam lingkup yang lebi luas, bertemu dengan lebih banyak orang dengan berbagai jenis, biasanya di saat inilah remaja mengalami goncangan-goncangan, kebingungan, keraguan, dan memang ini adalah waktunya mereka mengalami gempuran-gempuran ini sehingga diri yang asli, yang mereka bawa dari kecil mendapatkan pembentukan atau menerima pembentukan dan akhirnya kalau dia melewati masa ini, dia akan keluar menghasilkan sebuah diri yang realistik dan kokoh.
GS : Pak Paul, dalam hal ini apakah orangtua bisa berperan aktif untuk menolong putra-putrinya yang remaja ini untuk memperoleh rasa kepercayaan diri yang bagus?
PG : Saya kira besar sekali sumbang sih orangtua dalam hal ini Pak Gunawan. Misalnya yang ingin saya bagikan adalah orangtua perlu memahami bahwa sesungguhnya krisis kepercayaan diri merupaan fenomena yang alamiah dan sesuai perkembangan remaja.
Artinya krisis ini sendiri bukanlah suatu problem yang permanen dan akan merusak pembentukan jati diri remaja. Kadang-kadang orangtua terlalu panik melihat anak-anak mulai meragukan diri, kekurangpercayaan dirinya itu nampak begitu jelas. Dan orangtua marah, kenapa kamu penakut, kenapa ragu-ragu dan sebagainya, sebaiknya jangan terlalu bereaksi terhadap hal-hal ini karena ini adalah bagian yang alamiah. Jika krisis ini terus berlanjut sampai masa dewasa barulah kita dapat memandangnya sebagai problem yang menuntut suatu penyelesaian klinis.
GS : Sebetulnya bagaimana lahirnya atau proses terbentuknya kepercayaan diri ini?
PG : Sebetulnya kepercayaan diri ini lahir dari proses pembentukan jati diri remaja, di mana pada saat ini remaja mendasarkan penilaian dirinya atas penilaian kolektif. Yang saya maksud penlaian kolektif adalah data-data yang diperoleh remaja dari teman-temannya.
Jadi dia akan bergaul dengan banyak orang dan akan menerima banyak masukan dari teman-temannya. Sangat masuk akal jika pada masa ini remaja tidak mempercayai penilaiannya sendiri dan malah bergantung pada pendapat teman-temannya. Ini bukanlah hal yang buruk sebaliknya ini adalah bagian dari proses yang alamiah dan sesuai dengan perkembangan remaja. Jadi justru yang lebih alamiah adalah remaja mendasari pendapatnya atau opininya atas dasar masukan teman-teman secara kolektif. Kalau dari awalnya tidak mau mendapatkan masukan dari teman-teman malah menutup diri dan sebagainya, ini justru menunjukkan tanda-tanda yang tidak sehat. Jadi sekali lagi saya ingin tekankan kalau remaja tidak bia mengambil keputusan sendiri dan harus bertanya, jangan kita panik, jangan kita malah memarahinya seolah-olah ada masalah besar dalam diri anak kita. Saya ingin justru mengatakan kepada para orangtua, ini adalah bagian yang alamiah biarkan mereka bertanya, biarkan mereka mengambil keputusan secara kolektif, karena inilah yang memang dilakukan oleh remaja sesuai dengan usianya.
GS : Walaupun sama-sama remaja tetapi rupanya ada sebagian remaja yang bisa dengan cepat mengenali identitas dirinya sehingga dia mempunyai kepercayaan diri yang begitu kokoh, tetapi ada juga yang tidak, itu bagaimana, Pak Paul?
PG : Memang ada sebagian yang dari kecil mempunyai kejelasan tentang apa yang diyakininya. Anak-anak ini bisa saja melewati masa remaja dengan lebih mudah karena dia sudah memiliki pandanga yang jelas, sehingga dia lebih mempercayai penilaian dirinya.
Atau dia memang sejak kecil diberikan kesempatan oleh orangtuanya untuk berdialog dan orangtuanya juga memberikan arahan-arahan sehingga pada usia yang relatif muda si anak ini cukup mengenal apa sebenarnya yang diyakininya, apa sebenarnya yang disukainya, apa yang tidak disukainya, apa yang salah dan sebagianya. Tapi ada sebagian anak lain yang kita justru perlu perhatikan, yaitu anak-anak yang sama sekali tidak mau mendengarkan masukan dari orang lain, sama sekali tertutup. Ini justru mengkhawatirkan saya, sebab kalau si anak sama sekali tertutup mendengarkan masukan dari teman-temannya berarti dia terisolasi, berarti dia tidak melewati fase yang seharusnya dilewati yakni fase di mana seharusnya dia diperkaya oleh masukan yang didengarnya dari teman-teman. Jadi ini adalah sesuatu yang kita mesti pikirkan dan kita amati sehingga anak-anak kita akhirnya tidak terjebak di dalam sebuah ruang isolasi dan terpisah dari teman-temannya.
GS : Anak remaja yang khususnya mengisolasi diri ini justru dianggap sombong oleh teman-temannya.
PG : Sering kali dianggap sombong atau yang lebih serius lagi dianggap aneh, karena dia sama sekali tidak mau berkonsultasi dengan teman-temannya atau ngobrol minta pendapat dan sebagainya palagi mendengarkan masukan dari teman-temannya.
Saya khawatir nanti anak-anak ini setelah dewasa benar-benar hidup dalam dunianya sendiri, tidak lagi mengikutsertakan orang lain dalam dunianya sehingga nanti pandangan-pandangannya justru makin melenceng karena makin terlepas dari realitas.
GS : Di sini rupanya faktor kecerdasan atau kepandaian anak rupanya berpengaruh juga, anak-anak yang pandai kebanyakan cepat menentukan identitas dirinya, apakah memang betul begitu?
PG : Saya kira demikian, karena anak-anak yang mempunyai intelegensia yang tinggi seharusnya melihat lebih banyak, kemampuannya untuk melihat juga lebih besar. Dan melihat lebih dalam, dan ering kali juga melihat dengan lebih tepat karena tingginya tingkat intelegensia yang dimilikinya.
Jadi betul sekali memang ini bisa mempengaruhi. Dan juga ada faktor yang perlu kita ingat yaitu anak-anak yang pandai cenderung mendapatkan masukan atau penilaian yang positif dari orangtua, dari guru, dari teman-temannya sehingga dia lebih mempercayai penilaiannya. Oleh sebab itulah yang bisa kita katakan anak-anak yang pandai cenderung mempunyai penilaian diri atau kepercayaan diri yang lebih kokoh.
GS : Selain Pak Paul tadi memberikan arahan kepada orangtua tentang menghadapi anak remaja yang sedang mencari jati dirinya supaya dia memperoleh kepercayaan diri. Apakah Pak Paul juga memberikan masukan kepada para remaja kita.
PG : Ada beberapa yang ingin saya sampaikan kepada para remaja. Yang pertama adalah senantiasa bertanyalah apakah yang Tuhan kehendaki dalam hal ini. Para remaja, saya ingin berkata, "Jika indakan yang engkau akan ambil itu melawan kehendak Tuhan jangan lakukan kendati semua teman melakukannya.
Beranikan diri untuk menolak, jangan selalu meng-iakan tindakan teman-teman. Sebaliknya jika tindakan yang engkau akan ambil sesuai dengan kehendak Tuhan, lakukanlah meski teman-teman tidak menyetujuinya. Saya berikan contoh: misalkan semua teman menghendaki kita membalas memukul seseorang, teman-teman berkata misalkan "Balas, pukul dia masakan kamu takut, masakan setelah diejek kamu diam saja, pukul dia." Nah ini yang ingin saya katakan jangan lakukan, sebaliknya beritahukan mereka bahwa seharusnyalah kita mengampuni perbuatannya." Saya kutib ayatnya di
Matius 6:14,15,
"Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." Dengan kata lain prinsip yang digunakan di sini adalah takutlah akan Tuhan dan jangan menomorsatukan teman di atas Tuhan, ini prinsip yang mesti diingat oleh remaja. Firman Tuhan berkata,
"Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan dan mengenal yang Maha Kudus adalah pengertian," Amsal 9:10. Firman Tuhan tidak berkata permulaan hikmat adalah takut akan manusia dan mendengarkan kata-kata manusia, dan makin mengenal manusia. Tidak demikian, firman Tuhan dengan jelas berkata: "Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan dan mengenal yang Maha Kudus adalah pengertian." Jadi jangan menomorsatukan teman di atas Tuhan, ingatlah tugas pertama remaja adalah takut akan Tuhan. Jadi dalam bertindak selalu bertanya apakah yang Tuhan kehendaki di dalam hal ini.
GS : Untuk bisa melakukan apa yang Tuhan kehendaki lakukan, bukankah seseorang itu harus membaca kitab sucinya.
PG : Saya kira ini merupakan kewajiban dan keharusan, kalau remaja sendiri tidak mengenal apa yang Tuhan katakan, mustahil dia bisa melakukannya. Maka dia perlu mengenal firman Tuhan sehinga dia dapat mengerti kehendak Tuhan, dan ini juga yang akan menjadi panduannya di dalam bertindak.
Saya masih ingat bahwa waktu saya belum lahir baru, apapun yang saya lakukan, saya lakukan karena ini baik dan ini ingin saya lakukan kalau tidak ingin saya lakukan ya tidak saya lakukan. Tapi saya tidak mengaitkan itu dengan kehendak Tuhan, saya ingat sekali setelah saya lahir baru yang muncul dalam benak saya adalah pertanyaan, "Apakah yang saya lakukan ini sesuai dengan kehendak Tuhan?" Pertama kali dalam hidup saya, saya memikirkan kehendak orang lain yaitu kehendak Tuhan dan bukan kehendak saya. Saya kira inilah ciri-ciri orang percaya dalam Kristus, selalu memikirkan apakah yang Tuhan Yesus katakan dan yang Dia kehendaki atau yang sebaliknya yang Dia tidak kehendaki. Atas dasar panduan ini barulah kita memutuskan bertindak atau tidak bertindak.
GS : Dan hal itu perlu dikembangkan di dalam diri remaja ini, rasa kasih terhadap Tuhan itu yang pertama.
GS : Apakah ada hal lain yang ingin Pak Paul berikan kepada para remaja?
PG : Saya ingin mengatakan ini kepada remaja, "Pertimbangkanlah dampak tindakanmu pada orang lain. Jangan hanya melihat dampak sesaat atau menganggap bahwa pastilah orang dapat menerima ata memaafkan kita."
Misalkan, kita ingin ngebut-ngebutan karena kita sedang ingin ngebut-ngebutan dan kita lupa dampaknya pada orang lain. Kalau kita menabrak orang, orang bisa mengalami kerugian yang besar bahkan ada orang yang sampai kehilangan nyawa oleh karena kita sebagai anak remaja tidak berhati-hati dalam mengendarai kendaraan kita. Atau ada anak remaja yang menghamili temannya, apa akibatnya, akhirnya temannya sekarang menuntut tanggung jawab. Orangtuanya menuntut tanggung jawab dan anak ini harus dinikahi. Cocok pun tidak, tapi harus bertanggung jawab untuk menyelamatkan reputasi atau nama baik keluarga. Akhirnya apa yang terjadi? Yaitu kemalangan demi kemalangan yang harus dituai oleh keluarga muda yang memang belum siap untuk menikah ini. Jadi jangan sampai bertindak dan melupakan dampak tindakan kita pada orang lain. Ada anak remaja yang tiba-tiba memutuskan berhenti sekolah karena tidak suka lagi sekolah, yang penting pengalaman, mencari uang dan sebagainya. Melupakan bahwa banyak hal yang dapat dipelajari di sekolah dan memang salah satu prasyarat memasuki dunia kerja adalah ijazah atau keterampilan tertentu. Nah ini hal-hal yang perlu remaja pikirkan, jangan beranggapan hidup gampang, orang pasti bisa, pasti mengerti, orang pasti memaafkan. Tidak demikian, tidak semua orang mengerti, tidak semua orang bisa memaafkan dan hidup tidak selalu gampang, kadang-kadang akan sangat susah. Jadi terapkanlah prinsip yang diambil dari
Matius 17 "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka."
GS : Ya sering kali remaja berdalih, kami masih banyak dipenuhi emosi kami daripada akal kami, Pak Paul.
PG : Dan itu memang betul bahwa remaja masih mengalami gejolak-gejolak emosional yang kuat dan itu akan sangat mempengaruhinya. Tapi itu bukanlah sebuah dalih untuk melepaskan tanggung jawa penguasaan diri, sebab dia tetap masih bisa memilih mengambil keputusan yang benar dan menjauhi keputusan dan tindakan yang salah, itu masih bisa dilakukan oleh remaja.
Ini penting sekali, karena banyak remaja tidak memikirkan dampaknya pada orang lain dan juga pada masa depannya. Banyak remaja terlalu memikirkan dengan pola pikir sesaat, yang penting sekarang ini, yang penting sekarang seru, sekarang enak dan sebagainya, tidak memikirkan dampaknya baik pada dirinya sekarang maupun pada masa depannya atau dampak pada diri orang lain. Terlalu banyak masalah muncul karena remaja gagal memikirkan dampak perbuatannya.
GS : Itu sangat berkaitan erat dengan keputusan yang diambil, padahal remaja mengalami kesulitan yang besar di dalam mengambil keputusan. Sering kali dia ragu-ragu dan tidak tahu keputusannya itu benar atau salah.
PG : Itu sebabnya kepada remaja saya juga ingin menasihati, jangan ragu untuk mencari hikmat dari orang lain, tanyalah, mintalah masukan dari orang lain terutama dari teman-teman atau orangorang yang lebih berhikmat dari kita.
Carilah masukan dari berbagai sudut, jangan hanya mencari masukan dari sudut yang kita sukai atau seturut dengan ide atau pandangan kita. Kita mesti menggunakan prinsip yang saya ambil dari
Amsal 11:14, "Jikalau tidak ada pimpinan, jatuhlah bangsa, tetapi jikalau penasihat banyak, keselamatan ada. Saya akan garis bawahi jikalau penasihat banyak, keselamatan ada. Maka jangan hanya mencari masukan dari satu orang, carilah lebih banyak karena orang melihat dari berbagai dimensi. Itulah dimensi-dimensi yang luput kita pandang atau kita lihat kita perlu timba dari semua ini, sehingga akhirnya semua pandangan-pandangan ini memperkaya kita. Sekilas memang membingungkan tapi ini menuntut kita untuk memikirkan dengan lebih kritis dan mendalam, sehingga pada akhirnya kita bisa memunculkan keputusan yang lebih bijaksana.
GS : Biasanya di dalam mencari pendapat atau masukan dari orang lain, remaja cenderung mencari orang yang sesuai dengan pola pikirnya, yang bisa mendukung ide-idenya sehingga ini bisa dijadikan alasan ketika ada orang yang menentang ide ini, dan berkata: "Orang itu mendukung saya dan setuju dengan pendapat saya."
PG : Di sini memang diperlukan keluasan hati seseorang Pak Gunawan, kalau si anak remaja itu memang tidak mempunyai hati yang luas, dia hanya mencari dukungan saja dan tidak mau menerima maukan yang lain.
Maka ini membawa kita ke prinsip berikutnya yang ingin saya bagikan kepada remaja yaitu belajarlah dari orang yang lebih tua. Sering kali remaja hanya mau mendengarkan masukan dari anak-anak sebayanya, belajarlah dari orang yang lebih tua dari kita termasuk orangtua, guru-guru dan para rohaniwan di gereja kita, belajarlah dari mereka. Karena pengalaman hidup mereka adalah guru yang baik, baik keberhasilan maupun kegagalan mereka akan dapat menambah hikmat kita. Firman Tuhan di
Amsal 4:1 berkata,
"Dengarlah, hai anak-anak, didikan seorang ayah, dan perhatikanlah supaya engkau beroleh pengertian." Jadi pada akhirnya percaya diri di sini dibentuk dari kekayaan hikmat yang telah kita serap dan kita yakini kebenarannya, baik dari firman Tuhan maupun dari orang berhikmat lainnya.
GS : Tapi memang harus diakui dengan jujur, kadang-kadang remaja menjadi bingung, dia tidak gampang mempunyai kepercayaan diri itu karena kesalahan kita generasi yang lebih tua ini.
PG : Karena waktu kita menyampaikan masukan kepada remaja, sering kali dalam bentuk kemarahan, teguran, suruhan, perintah akhirnya remaja tidak suka mendengarkan masukan kita meskipun sebetlnya masukan kita itu baik.
Maka orangtua perlu mawas diri, perlu bercermin, "Sebetulnya waktu saya menyampaikan wejangan saya menyampaikannya dengan cara seperti apa." Orangtua sering kali beranggapan: "Saya bermaksud baik, ini untuk kebaikan anak, seharusnyalah anak terima." Tapi bukankah semua hal yang baik misalkan makanan yang lezat sekalipun kalau disampaikan dengan cara yang tidak tepat, tetap tidak bisa diterima. Kalau kita melempar makanan itu atau kita bungkus dengan daun atau dengan bungkusan yang sudah kotor, makanan seenak apapun tidak akan diterima oleh orang. Jadi orangtua perlu mawas diri bagaimanakah mereka menyampaikan wejangan itu kepada anak remaja. Saya kira kalau orangtua bisa menyampaikan dengan cara yang tepat, anak remaja sebetulnya akan senang mendapatkan masukan dari orangtuanya.
GS : Dan remaja ini juga membutuhkan teladan dari kita atau contoh konkret. Itu yang sering kali juga membingungkan remaja.
PG : Ini tepat sekali, memang remaja hampir masuk menjadi seorang dewasa dan sebagai orang yang hampir dewasa mereka mengerti bahwa kredibilitas itu penting. Artinya dia hanya akan rela menrima dan mendengarkan masukan kalau orang itu mencontohkan atau memberikan teladan dalam kehidupannya.
Kalau orang itu tidak memberikan teladan, remaja akan menolak melakukan hal itu. Sebab bukankah ini yang kita lakukan sebagai orang dewasa, kita tak mau mendengarkan masukan orang yang kita anggap, engkau hanya bisa bicara tapi tak bisa melakukannya, nah remaja juga sama. Jadi betul sekali yang Pak Gunawan katakan bahwa orangtua mesti memberikan contoh kehidupan yang baik.
GS : Jadi memang untuk percaya diri saja sudah susah, jangan kita ini membuat lebih susah lagi remaja untuk mempunyai percaya diri. Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini, para pendengar sekalian, kami juga mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengapa Remaja Susah PD". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.