Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, dan kali ini saya bersama Ibu wulan, S.Th. akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini kami beri judul "Mencari yang Ideal", kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, sekalipun banyak orang yang berkata bahwa jodoh dari Tuhan, tetapi faktanya kita juga perlu berusaha untuk mendapatkannya. Nah di dalam rangka mendapatkan itu tentunya setiap orang punya idealnya sendiri-sendiri, sebenarnya apa yang bisa dikategorikan sebagai ideal itu Pak Paul?
PG : Biasanya begini Pak Gunawan, kita ini mempunyai kriteria seperti apakah istri atau suami yang kita dambakan. Nah biasanya nanti kita bertemu dengan seseorang, kalau kita mendapatkan yang ssuai dengan kriteria yang kita miliki kita bisa berkata kita telah mendapatkan yang ideal dan sesuai dengan yang kita inginkan.
Tapi duduk masalahnya adalah adakalanya kita bertemu dengan seseorang yang memenuhi beberapa kriteria, tetapi tidak memenuhi beberapa kriteria lainnya. Nah kadang-kadang kita bingung ini yang mana yang harus kita pilih, kriteria yang mana yang bisa kita kesampingkan, kriteria yang mana yang harus kita pertahankan. Dan biasanya inilah pergumulan yang harus kita hadapi.
GS : Nah Pak Paul, kita sebagai orang yang beriman, yang percaya kepada Tuhan Yesus itu apakah ada kriteria-kriteria tertentu yang sifatnya memang mendasar, Pak Paul?
PG : Saya kira yang tidak boleh kita kompromikan sekurang-kurangnya ada dua Pak Gunawan. Yang pertama adalah yang memang bersifat rohani yang tadi Pak Gunawan sudah singgung, yaitu kita mesti brtanya apakah pasangan saya sungguh-sungguh mencintai Tuhan.
Nah bagi saya ini adalah hal yang mendasar dan sangat penting, saya tahu atau saya juga memahami bahwa bagi sebagian orang ini bukan hal yang terlalu penting, tapi kita sebagai orang yang beriman, kita percaya pada Tuhan Yesus kita mesti menaati perintah-Nya sebab ini adalah perintah Tuhan, ini bukannya pilihan kita, kesukaan kita, preferensi kita, nah jadi kita harus bertanya apakah dia sungguh-sungguh mencintai Tuhan.
WL : Berarti tidak semua orang Kristen ya, karena tidak semua orang Kristen mencintai Tuhan sungguh-sungguh. Nah pertanyaannya, bagaimana kita dapat mengetahuinya Pak Paul, sebab waktu pacaran otomatis yang ditampilkan itu yang baik-baik?
PG : Saya kira salah satu hal yang bisa kita perhatikan adalah kita bisa melihat apakah orang itu mendahulukan Tuhan, apakah orang itu dalam pertimbangannya, dalam tindakannya memikirkan tentan kehendak Tuhan.
Kalau dia selalu melakukan hal-hal yang dia ingin lakukan tanpa mempertimbangkan kehendak Tuhan saya kira memang tidak ada cinta pada Tuhan sebab cinta pada Tuhan berarti mendahulukan Tuhan, ingin tahu apakah kehendak Tuhan nah itu saya kira salah satu bentuk nyatanya bahwa kita itu mencintai Tuhan.
GS : Pengertian di sana Pak Paul, mencintai Tuhan itu apakah harus orang yang kelihatan aktif di gereja atau apa Pak Paul?
PG : Tidak sama sekali Pak Gunawan, nah memang kadang kala kita bisa terpedaya oleh penampilan-penampilan seperti itu, saya kira itu bukan ukuran, itu bukan kriteria. Yang menjadi kriteria memag haruslah sesuatu yang lebih personal, lebih pribadi misalkan saya berikan contoh dia akan lebih terbuka terhadap pimpinan Tuhan, dia juga lebih bersedia misalnya meminta maaf kalau dia salah, dia lebih bermurah hati kepada orang yang kurang, dia bertanggung jawab terhadap keluarganya dan dia ingin hidup kudus dan benar, itu adalah ciri-ciri orang yang mencintai Tuhan dan itulah yang seharusnya kita cari pada pasangan kita apakah dia memiliki kriteria itu.
Apakah orang yang mencintai Tuhan adalah orang yang pasti akan memberikan kita kebahagiaan, belum tentu, apakah orang itu pasti cocok dengan kita, belum tentu, kita harus juga mempertimbangkan faktor-faktor lainnya. Tapi saya kira ini faktor mendasar, kalau orang mencintai Tuhan dia terbuka terhadap suara Tuhan dan terbuka terhadap apa yang Tuhan kehendaki. Jadi meskipun kadang-kadang terlibat pertengkaran misalnya, tapi kalau dia tahu dia harus berinisiatif berdamai dengan pasangannya, dia akan lebih bersedia berdamai dengan pasangannya. Tapi orang yang mengeraskan hati, tidak peduli dengan kehendak Tuhan dia tidak juga merasakan dorongan untuk misalkan berinisiatif berdamai dengan pasangannya. Jadi intinya adalah ini penting sekali, jangan sampai kita tidak menggunakan kriteria ini.
GS : Tapi untuk mengetahui kriteria itu jelas dibutuhkan waktu yang agak panjang Pak Paul, melalui kita berinteraksi dengan dia, pergi bersama, ngomong-ngomong itu baru kemudian kita bisa sedikit tahu tentang dia.
PG : Saya setuju, jadi hal-hal ini tidak bisa terlihat dalam waktu sekejap, kita harus melalui proses waktu dan bersama dengan dia akhirnya kita makin menyadari apakah orang ini memiliki kwalits-kwalitas seperti yang Tuhan inginkan.
GS : Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa memang dia kerohaniannya belum setinggi saya itu mungkin Pak Paul, lalu dia berpandangan nanti kalau sudah menikah saya akan bimbing dia begitu.
PG : Saya kira pikiran seperti itu pikiran yang baik yaitu kita ingin membantu, menolong pasangan kita, tapi intinya adalah kita sebaiknya memilih pasangan yang setara dengan kita. Kita menikahbukannya untuk membimbing pasangan kita, kita menikah itu untuk saling mengisi, saling membantu menghadapi hidup ini, jadi kalau nantinya kita harus membantu pasangan kita ya tidak apa-apa tapi dari awalnya janganlah itu menjadi motivasi pertama.
WL : Pak Paul, katakanlah orang yang diidam-idamkan, yang ideal ini akhirnya kita temukan walaupun sudah susah, kita doakan. Eh........tidak tahunya orang itu tidak suka dengan kita Pak Paul?
PG : Seperti itu kita harus terima, jadi kalau memang ini harus timbal balik jadi kalau memang tidak ada tanggapan ya sudah berarti memang bukan.
WL : Berarti kriteria selanjutnya apa Pak Paul?
PG : Yang kedua adalah ini, kita mesti bertanya apakah dia sungguh-sungguh mencintai kita. Nah ini kriteria yang tidak boleh kita kompromikan. Jadi yang harus kita lakukan adalah membedakan antra ucapan dan perbuatan, yang kita ingin dengar atau kita ingin lihat bukanlah perkataannya saya mencintai engkau, tapi perbuatannya.
Apakah misalkan dia rela mengorbankan dirinya demi cintanya kepada kita, apakah dia rela mendahulukan kita dalam kehidupannya, apakah dia rela mendengarkan keluh kesah kita, permintaan kita, apakah dia memikirkan kepentingan kita dan bukan hanya kepentingan dirinya. Nah itu adalah hal yang bisa kita lihat, selain itu saya kira kita bisa juga mengukur dari segi kadar, melewati proses waktu apakah cintanya makin luntur atau makin kuat. Nah jangan sampai setelah kita berpacaran dengan dia setahun kok kita merasakan justru cintanya kepada kita makin luntur. Nah kalau itu yang terjadi kita mesti bertanya apakah dia sungguh-sungguh mencintai kita, sebab seyogyanya dengan berjalannya waktu cinta makin berakar, memang mungkin tidak terlalu berbunga-bunga tapi makin berakar, dia makin serius dengan kita, makin benar-benar menghargai kita bahwa kita barang yang berharga buat dia.
WL : Berarti sebaiknya jangan menikah buru-buru Pak Paul, kira-kira menurut Pak Paul berapa tahun sebaiknya masa berpacaran itu?
PG : Secara umum saya kira sebaiknya sekurang-kurangnya setahun dan tinggal di kota yang sama, di letak geografis yang sama. Jadi setahun itu bukan yang satu di kota yang mana yang satu di kotayang lainnya.
Jadi sekurang-kurangnya setahun kalau bisa lebih saya kira lebih baik antara misalnya dua hingga tiga tahun. Karena banyak hal tidak terlihat kalau kita tidak bersamanya.
GS : Mengenai pernyataan, tindakan-tindakan cinta Pak Paul, itu sering kali pada saat berpacaran memang kelihatannya memang bagus sekali, dia mau berkorban, dia mau mengalah, dia mau menuruti apa keinginan kita, tetapi apakah itu sudah mencerminkan yang sesungguhnya?
PG : Itu sebabnya diperlukan waktu Pak Gunawan, sebab memang kalau misalkan hanya tiga, empat bulan cinta masih hangat-hangatnya akan banyak hal-hal yang mulia yang dia akan lakukan demi cintana kepada kita.
Tapi misalkan sudah berjalan dua tahun apakah dia masih melakukan hal yang sama. Penurunan mungkin akan ada, saya kira itu wajar tapi tidak sampai misalnya mengabaikan, tidak mempedulikan lagi. Jadi kalau sudah berpacaran misalkan selama dua tahun kita merasa dia itu makin tidak peduli dengan kepentingan kita, dengan pertimbangan kita, atau makin tidak menghargai pandangan kita, makin mengabaikan perasaan kita nah itu adalah saya kira sinyal-sinyal yang kita harus tangkap dan kita harus tilik apakah sungguh-sungguh dia mencintai kita, sebab kalau dia sungguh-sungguh mencintai kita, cintanya itu seharusnya konsisten jangan sampai turun sebegitu jauhnya.
GS : Pak Paul baru saja memberikan kriteria yang tidak bisa dikompromikan yaitu mencintai Tuhan dan mencintai kita. Kalau begitu apakah sebenarnya ada hal-hal yang bisa dikompromikan?
PG : Ada Pak Gunawan, ada beberapa yang bisa saya paparkan. Pertama adalah penampilan fisik, jadi penampilan fisik itu saya kira masih boleh kita turunkan, kita kompromikan. Tapi tetap saya hars tekankan mesti ada unsur ketertarikan.
Kita tidak bisa hidup dengan seseorang yang kita itu sebel melihat dia itu, sebel melihat wajahnya kita bukan saja tidak tertarik tapi tidak suka, tidak bisa. Kita memang bisa turunkan atau kompromikan hal penampilan fisik ini, tapi tetap harus ada unsur ketertarikan. Saya senang sekali dengan penguraian dari Josh McDowell seorang hamba Tuhan yang menguraikan bahwa cinta dalam relasi suami-istri seharusnya mencakup ketiga aspek cinta yang dipaparkan oleh bahasa Yunani. Yaitu adanya unsur agape yaitu cinta yang berkorban tanpa kondisi, tanpa syarat, cinta phileo cinta persahabatan di antara teman dan yang ketiga adalah cinta eros yaitu ketertarikan jasmaniah. Nah jadi meskipun pasangan kita itu tidak secantik atau setampan yang kita dambakan, tapi kita mesti memiliki ketertarikan terhadap penampilan fisiknya.
WL : Bagaimana dengan yang dijodohkan Pak Paul?
PG : Ya dalam kasus itu seperti, saya masih ingat nenek saya, nenek menikah dengan kakek saya tidak pernah melihat satu sama lain sampai hari pernikahan mereka, mereka pada saat itu dipaksa untk menikah, dijodohkan.
Mereka menikah sampai meninggal dunia karena memang struktur masyarakat sangat kuat saat itu dan tidak ada ruang bagi pilihan pribadi di situ, jadi orang menerima apa adanya dan tidak mempertanyakan. Tapi sekarang kita hidup di jaman yang berbeda di mana ruang untuk bertanya diberikan oleh masyarakat dan oleh budaya, tapi saya kira konsep itu mungkin sulit diterima oleh kebanyakan orang sudah kuno jadi susah, kalau tidak menyukai ya susah untuk tinggal bersamanya.
GS : Ya dari segi fisik ini saya juga mengamati perlunya kita sendiri tidak merasa malu kalau berjalan dengan dia, Pak Paul.
PG : Itu point yang baik Pak Gunawan, jangan sampai kita malu keluar dengan dia jadi kita harus sembunyikan dia di rumah kita terus-menerus. Jadi kita mesti ada rasa bangga berjalan dengan dia an itu memang penting.
GS : Selain penampilan fisik apa Pak Paul?
PG : Pendidikan, ini kadang-kadang menjadi kriteria ya bagi sebagian orang, misalnya harus pendidikan sarjana dan sebagainya. Saya kira itu tidak harus, yang penting atau yang lebih penting darpada pendidikan adalah kesamaan minat dan tingkat intelegensia.
Kesamaan minat ini adalah faktor yang mengikat kita kalau kita mempunyai kesamaan minat dengan pasangan kita, kita lebih mudah intim dengan dia karena akan banyak hal-hal yang kita kerjakan bersama, lakukan bersama. Istri saya dan saya senang menonton tembang kenangan setiap hari Minggu malam, dan setiap Minggu malam itulah acara kami, kami akan duduk berdua, berjanji bersama menonton dan menikmati saat-saat itu. Kami berdua juga senang bernyanyi jadi kadang-kadang kami bernyanyi, bermain piano dan sebagainya. Jadi kesamaan minat memang mengikat kita dan itu lebih penting daripada pendidikan. Dan juga tingkat intelegensia, tidak semua orang berkesempatan bersekolah tinggi tapi sebagian dari kita meskipun tidak bersekolah tinggi, kita memiliki tingkat kepandaian yang baik, kita cukup berpengetahuan luas sehingga bisa menolong kita untuk bergaul dengan semua orang pada segala lapisan sehingga kita tidak merasakan nantinya kita di bawah orang lain.
WL : Pak Paul, saya setuju sekali dengan pendapat Pak Paul, cuma saya sering mendengar pendapat yang sangat berbeda Pak Paul, justru ada orang-orang tertentu mencari pasangan orang yang berbeda sekali, dengan alasan saling melengkapi. Dan ternyata langgeng Pak Paul?
PG : Memang kalau perbedaan itu bisa diterima sebagai pelengkap, betul hubungan itu akan intim. Tapi ada satu hal yang perlu kita juga sadari perbedaan itu menuntut penyesuaian. Jadi semakin bayak perbedaan semakin banyak penyesuaian yang harus dilakukan, ini yang juga menjadi suatu kesimpulan dari seorang pakar pernikahan yang bernama Norman Wright dia berkata begitu.
Memang perbedaan bisa melengkapi tetapi dia juga mengingatkan perbedaan menuntut penyesuaian. Jadi ada penyesuaian yang mudah kita lakukan tetapi ada penyesuaian yang susah untuk kita lakukan, yang mudah-mudah bisa kita lewati, tapi yang susah-susah akan menuntut lebih banyak usaha dan kalau tidak berhasil menimbulkan pertengkaran. Nah yang dikatakan oleh Norman Wright adalah kesamaan sebetulnya justru yang akan lebih mengikatkan orang.
GS : Nah dari faktor pendidikan ini Pak Paul, kalau kesenjangannya ini terlalu jauh misalnya yang satu sarjana, yang satu SD, apakah itu tidak menjadikan masalah?
PG : Secara teoritis menjadikan masalah, tapi secara faktanya belum tentu. Ada orang-orang yang memang tidak berkesempatan bersekolah tinggi tapi berpikiran sangat luas. Sebagai contoh Pak Gunaan, beberapa kali saya naik taxi dan berbincang-bincang dengan pengemudi taxi dan saya cukup terkejut dengan pengetahuan sopir taxi ini, yang kemungkinan besar hanya misalnya lulusan SMP atau SMA.
Saya pernah juga ngomong-ngomong dengan seorang pemilik warung, nah dia juga tidak bersekolah tinggi tapi pengetahuannya sangat luas. Dia membaca dengan sangat banyak, dan cukup mengejutkan saya anak-anaknya disekolahkan di universitas, jadi ada orang-orang yang seperti itu. Jadi yang penting memang kesamaan minat dan tingkat intelengensia, pengetahuan yang luas itu. Nah itu menjadi modal komunikasi antara kita dan pasangan, nah komunikasi nyambung berarti itu adalah bonus untuk keintiman.
GS : Selain kedua faktor itu yang bisa kita kompromikan, apakah masih ada lagi Pak Paul?
PG : Yang lain adalah kekayaan, saya kira ini bisa kita kompromikan. Sudah tentu ada orang-orang yang dengan sengaja mencari pasangan hidup yang mapan secara ekonomi, apakah salah ya tidak salah. Saya kira sedikit orang di dunia ini yang siap untuk hidup susah, lebih banyak orang yang sebetulnya siap untuk hidup senang. Jadi tidak apa-apa pikiran seperti itu, namun jangan sampai itu menjadi patokan. Sebab ada banyak hal yang lebih penting daripada kekayaan atau kemampuan ekonomi. Salah satu hal yang lebih penting daripada kekayaan adalah kerajinan dan tanggung jawab. Ada orang yang kaya karena orang tuanya kaya, tapi kalau kita melihat dia tidak bertanggung jawab, malas, saya kira itu bukan pasangan yang kita perlu pertimbangkan. Tapi misalkan dia tidak terlalu kaya, dia orang yang biasa-biasa tapi pekerja keras, bertanggung jawab nah itu calon yang lebih baik menurut saya. Jadi modal seperti itulah yang kita mau cari dan itu jauh lebih penting daripada kemapanan ekonominya sekarang ini.
WL : Pak Paul, di kalangan anak muda ada slogan seperti ini, kalau mencari pasangan zaman sekarang ini tidak usah mencari yang kaya, yang penting pribadinya. Mobil pribadi, rumah pribadi, helikopter pribadi seperti itu Pak Paul.
PG : Ya saya kira itu manusiawi, saya tadi sudah singgung kita ingin hidup senang, ya kita tahu dengan adanya harta kita bisa membeli kesenangan-kesenangan itu tapi itu hal yang bisa kita komprmikan sebab yang lebih penting daripada kekayaan adalah tanggung jawab dan kerajinan.
GS : Biasanya kadang-kadang dari pihak orang tua Pak Paul, tidak mau anaknya itu menikah dengan orang yang kekayaannya tidak sepadan atau malah lebih rendah dari dia.
PG : Ya saya bisa mengerti, sekali lagi orang tua memikirkan kepentingan anak, masa depan anak jadi mempertimbangkan faktor kekayaan ini. Namun saya sudah bertemu Pak Gunawan dengan kasus-kasusyang seperti ini yaitu seseorang menikah dengan pasangan yang memang berada, beruang karena orang tuanya kaya.
Tapi setelah menikah beberapa tahun, bermasalah sekali karena kenapa bermasalah karena suaminya ini memang tidak bisa bekerja, tidak bertanggung jawab, malas dan itu menimbulkan masalah dalam keluarga.
GS : Kira-kira ada faktor lain Pak Paul yang bisa dikompromikan?
PG : Satu hal lagi yang bisa saya kemukakan ialah keromantisan. Nah ini biasanya yang diminta oleh wanita, tapi sebagian pria juga mendambakan istri yang romantis. Saya kira ini bisa dikompromian, saya mengatakan ini bukan karena saya sendiri orang yang kurang romantis ya istri saya sering kali mengeluhkan hal ini, ada yang lebih penting daripada keromantisan yaitu persahabatan.
Bisakah kita berkata bahwa dia adalah sahabat kita, di atas fakta bahwa dia adalah kekasih kita. Saya kira ini penting sebelum menjadi kekasih, dia menjadi sahabat jangan sampai kebalik, dia menjadi kekasih kita terus kita berusaha keras mencocokkan diri menjadi sahabat kita, oh tidak, seharusnya dia menjadi sahabat dulu akhirnya berkembang menjadi kekasih kita. Dia mungkin kurang romantis, tapi dia teman yang baik, teman bicara, membagi rasa, saling menolong, bisa memahami kita, mendahulukan kita, mengasihi kita, saya kira itu yang lebih penting daripada tindakan-tindakan romantis mengajak kita makan malam dengan lilin terang dan sebagainya, itu boleh dan silakan lakukan sekali-sekali tapi jangan jadikan itu syarat.
WL : Pak Paul, saya mempunyai beberapa teman tidak cuma satu, dua pasang, sudah pacaran sekitar 7 sampai 8 tahun tapi setelah itu putus, bubar begitu. Orang lain bingung di luar nampaknya mereka sudah bisa bertahan sekian lama berarti bisa menerima faktor-faktor tadi, eh......tahu-tahunya begitu saja putus, membingungkan sekali Pak Paul.
PG : Kalau kita berpacaran sampai 7, 8 tahun memang kita itu memasuki daerah yang sangat berbahaya, sangat rawan yaitu apa? Pada masa 7, 8 tahun kita sudah mengenal pasangan kita sangat dekat. rtinya kita sudah tahu kekuatan dan kelemahannya dan sudah tentu kelemahan hal yang tidak kita sukai.
Nah kalau sudah 7, 8 tahun berpacaran tapi belum menikah berarti ikatan itu tidak ada, nah waktu melihat kekurangan-kekurangan itu kita tergoda sekali untuk melepaskan diri dari hubungan tersebut dan tidak ada ikatan saat itu jadi memang masih bisa lepas. Maka saya anjurkan jangan berpacaran sampai 7, 8 tahun sebab setelah 2, 3 tahun mesti ada ikatan yang kuat nah ikatan itulah yang menolong orang untuk berkata ya saya tidak suka, ya ada perbedaan ini tapi saya harus mencocokkan diri atau menoleransi atau mengubahnya.
GS : Itu faktor kebosanan juga Pak Paul ya kalau terlalu lama.
PG : Bisa, betul, maka perlu ikatan itu yaitu ikatan nikah.
GS : Pak Paul, kalau begitu pasti ada suatu prinsip-prinsip umum yang bisa kita jadikan pedoman di dalam memilih yang ideal ini Pak?
PG : Ada dua yang akan saya bagikan Pak Gunawan. Yang pertama pilihlah yang terbaik. Saya selalu mengingatkan orang yang lagi bergumul memilih pasangannya karena pasangannya banyak kekurangan ii itu dan sebagainya.
Saya katakan engkau berhutang kepada diri sendiri untuk memberikan yang terbaik, jadi sebisanya cari yang terbaik. Jangan terlalu mudah mengkompromikan nilai karena desakan orang, orang-orang berkata ini itu atau desakan usia atau desakan pasangan sendiri kenapa kamu tidak menerima saya dan sebagainya, jangan. Pernikahan merupakan keputusan yang penting dan akan mempengaruhi hidup kita untuk kurun yang panjang jadi jangan cepat-cepat menurunkan standar, nah ini pesan saya yang pertama prinsipnya.
WL : Penginnya begitu Pak Paul, tapi banyak terutama wanita kalau sudah usia tertentu kekhawatirannya menjadi bertambah besar. Terus sering keluar omongan seperti ini, saya ini sudah "diobral" tapi ya tetap tidak laku-laku, begitu Pak Paul.
PG : Saya sudah melihat orang yang menderita karena pernikahan yang buruk, saya juga sudah melihat orang yang menderita karena tidak menikah kesepian. Tapi harus saya katakan, orang yang lebih enderita adalah orang yang menderita dalam pernikahannya.
Jadi lebih baik kalau memang tidak ketemu dan terlalu jauh di bawah standar jangan, kita berhutang untuk memberikan yang terbaik bagi diri sendiri.
GS : Prinsip yang kedua apa Pak Paul?
PG : Yang kedua adalah fokuskan bukan hanya pada kwantitas kelebihannya, tapi juga kwalitas kelemahannya. Jadi kita melihat aspek yang buruk pada pasangan kita dan kita perlu bertanya seberapa uruknyakah hal itu, ingat satu hal prinsip yang teramat buruk akan dapat merusakkan aspek positif lainnya.
Misalkan kita berkata o....dia baik kok, kelemahannya hanya satu, apa? Kalau lagi marah memukul. Nah itu bukan hanya satu itu benar-benar masalah yang besar dan akan mempengaruhi segala aspek dalam relasi kita jadi lihat kwalitas keburukan itu, seberapa buruknya.
WL : Bagaimana Pak Paul, kalau orang itu mempunyai kecenderungan saviour syndrome jadi justru ingin menolong, saya ini yang bisa menolong yang lain tidak.
PG : Sekali lagi saya akan ingatkan bahwa pernikahan bukanlah suatu relasi untuk menyelamatkan orang, pernikahan ini hal yang memang dua belah pihak harus seimbang, setara saling mengisi, membeikan.
Jadi jangan sampai kita terjebak dengan keinginan tersebut.
GS : Jadi kalau hanya faktor kasihan segala itu lebih baik dipikirkan ulang Pak Paul? (PG: Setuju). Pak Paul segala yang kita bicarakan yang Pak Paul sampaikan tentu mmepunyai dasar Alkitab yang bisa kita pegang di dalam kehidupan ini.
PG : Saya akan dasarkan ini pada Amsal 20:12 "Rancangan terlaksana oleh pertimbangan, sebab itu berperanglah dengan siasat." Jadi saya boleh gunakan juga perkataan yang brbeda di sini, rancangan pernikahan terlaksana oleh pertimbangan jadi menikahlah dengan siasat.
Artinya pikirkan baik-baik, pertimbangkan baik-baik, semakin matang pertimbangan semakin lebih tinggilah keberhasilan pernikahan kita.
GS : Ada kekhawatiran semakin ditimbang semakin ragu Pak dia melangkah.
PG : Tidak ada yang sempurna tapi carilah yang mendekati.
GS : Tentu apa yang sudah kita perbincangkan kali ini tentu sangat bermanfaat bagi para muda yang dengan setia mengikuti acara ini, jadi terima kasih sekali Pak Paul dan Ibu Wulan untuk perbincangan yang menarik ini. Para pendengar sekalian kami juga mengucapkan banyak terima kasih Anda telah setia mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mencari yang Ideal". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id, saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.