Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi di manapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), kali ini akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kami kali ini akan memperbincangkan tentang "Ibu dan Anak Perempuannya". Kami percaya acara ini pasti akan sangat bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Paul Paul, kalau kita memperhatikan hubungan anak dengan orang tuanya rasanya memang ada sesuatu yang khas kalau anak itu perempuan dengan ibunya, Pak Paul. Apakah memang ada hubungan yang khas Pak?
PG : Ada Pak Gunawan, jadi meskipun orang tua yang berlawanan jenis mempunyai andil dalam membesarkan anak, tapi orang tua yang sesama jenis dengan si anak ternyata mempunyai peranan yang unik erhadap pertumbuhan atau perkembangan si anak itu.
GS : Apakah itu karena sama-sama emosionalnya atau bagaimana Pak?
PG : Sebetulnya memang ada pengaruh kesamaan ciri-ciri tertentu misalkan kalau anak itu kebetulan memang agak mirip dengan ayahnya, sehingga ayahnya lebih bisa mengerti si anak atau si anak itumirip dengan ibunya, si ibu lebih bisa mengerti si anak.
Tapi sebetulnya peranan orang tua yang sejenis dalam hal ini ibu sangatlah besar terhadap perkembangan kepribadian anak perempuannya.
GS : Tapi yang mula-mula menyadari hal itu, sebenarnya anak itu yang lebih sadar lebih dahulu atau ibunya yang lebih sadar terlebih dahulu Pak Paul?
PG : Sebetulnya kehilangan peranan si ibulah nanti yang akan dirasakan oleh si anak, sering kali si anak tidak begitu menyadari kalau ibunya itu memang terlibat dalam kehidupannya. Waktu si ibutidak terlibat dalam kehidupannya barulah kehilangan itu membuahkan dampak yang dirasakan oleh si anak.
GS : Kalau begitu anak itu tadi merasakan dampaknya, nah bukankah itu tidak bisa disadari kalau anak itu masih bayi sekali itu Pak Paul, sebetulnya pada usia sekitar berapa Pak Paul, si anak baru menyadari atau merasakannya?
PG : Sebetulnya si anak mulai merasakan perlakuan si ibu kepada dirinya sejak masa kandungan. Sudah tentu pada masa kandungan si anak memang belum bisa mencerna secara komprehensif, secara inteektual, apa yang terjadi pada dirinya atau apa itu yang ibunya berikan atau tidak berikan kepada dirinya.
Tapi si anak sebetulnya bisa sedikit banyak mengetahui apakah kelahirannya diingini atau tidak oleh ibunya. Misalnya melalui belaian, melalui suara yang lembut, melalui doa yang ibu panjatkan untuk si anak, hal-hal itu mengkomunikasikan kasih sayang. Sebaliknya si ibu sering marah-marah, si ibu tidak langsung memberikan susu kepada si anak, pada masa si anak itu misalkan usia beberapa bulan, membiarkan si anak dalam kotorannya tidak membersihkannya atau membentak si anak. Hal-hal tersebut mengkomunikasikan bahwa kehadiran si anak itu tidak terlalu diinginkan oleh ibunya. Nah meskipun si anak belum bisa mencerna secara intelektual apa yang terjadi tapi si anak sudah bisa tahu apakah kehadirannya diinginkan atau tidak, oleh ibunya sendiri.
GS : Nah kalau sampai tahap itu sebenarnya anak itu perempuan atau anak itu laki-laki bukankah sama saja, tidak ada bedanya, Pak Paul?
PG : Betul sekali, jadi pada masa bayi itu boleh dikata baik anak laki-laki ataupun anak perempuan akan menikmati kehadiran si ibu dan akan sama-sama juga menderita kehilangan si ibu kalau si iu itu tidak terlibat dalam kehidupan mereka.
Nah perbedaan jenis kelamin ini barulah menampakan dampaknya sewaktu si anak mulai besar sekitar usia misalnya 4 tahun, 5 tahun, barulah si anak perempuan pada khususnya lebih bisa mendapatkan dampak-dampak baik positif maupun negatif. Kalau si ibu itu misalnya tidak terlibat dalam kehidupannya.
GS : Mungkin ada kebutuhan untuk melihat model itu Pak Paul, karena sama-sama perempuan bukankah itu lebih gampang buat si anak.
PG : Ternyata model itu penting sekali dalam pertumbuhan kepribadian anak perempuan. Dengan dia melihat si ibu dia juga bisa mencontoh bagaimanakah bersikap, berperilaku sebagai seorang wanita.Namun Pak Gunawan, salah satu hal yang penting sekali yang bisa diberikan ibu kepada anak perempuannya ialah rasa dikasihi.
Jadi anak perempuan itu perlu sekali merasakan bahwa dirinya itu dikasihi oleh ibunya. Sudah tentu anak perempuan juga perlu mengetahui bahwa dia dikasihi oleh ayahnya. Tapi ternyata bahwa dia dikasihi oleh ibunya itu akan lebih berdampak di dalam kehidupannya.
GS : Ya, ayah itu juga bisa memberikan kasihnya itu kepada si anak, tetapi apakah anak itu tidak menanggapinya seperti kalau ibunya yang mengasihi dia, Pak Paul?
PG : Ternyata memang ada perbedaannya Pak Gunawan, nanti dalam pertemuan kita berikutnya kita akan menyoroti peranan ayah terhadap pertumbuhan anak perempuannya dan juga kebalikannya peranan ib terhadap pertumbuhan kepribadian anak laki-lakinya.
Tapi apa itu yang disumbangsihkan oleh si ibu kepada si anak perempuan. Yang disumbangsihkan adalah rasa berharga Pak Gunawan, jadi anak perempuan kalau dia menerima kasih sayang dari ibunya dia akan mempunyai anggapan bahwa dirinya bernilai. Kalau dia tidak dikasihi oleh ibunya rasa tidak bernilai itu akan merosot dengan sangat drastis sekali. Nah sudah tentu kita tahu bahwa perasaan bernilai ini adalah modal yang menghantar si anak memasuki kehidupannya di dunia ini. Dia bisa berjalan dengan tegap, dia bisa memiliki kepercayaan diri, dia melihat dirinya itu OK! Itu semua bergantung pada apakah dia merasa dikasihi dan sekali lagi yang penting di sini adalah si anak perempuan mengetahui bahwa ibunya mengasihi dia.
GS : Nah, bagaimana kalau ibunya itu seorang wanita karier yang mesti meninggalkan rumah cukup, Pak Paul?
PG : Sudah tentu hal-hal seperti bekerja atau ada kegiatan di luar rumah akan menyita waktu yang bisa diberikan kepada si anak. Namun tidak mesti hal ini berdampak buruk pada si anak dalam pertmbuhannya.
Sebab di luar jam kerjanya, si ibu tetap masih bisa berinteraksi dengan si anak dan memberikan kasih sayangnya itu kepada dia. Anak perempuan nantinya akan mengemban peran sebagai pemberi kasih atau pengasuh. Nah ternyata kemampuan memberi kasih dipengaruhi sekali oleh apakah si anak perempuan ini pada awalnya mendapatkan kasih dari ibunya, dengan kata lain kalau si anak perempuan ini dari awal tidak menerima kasih dari mamanya sendiri, pada masa dewasanya dia mungkin akan mengalami kesulitan memberikan kasih atau berperan sebagai pengasuh bagi anak-anaknya atau memberikan kasih kepada suaminya. Nah sudah tentu yang terjadi adalah seperti ini prosesnya kira-kira Pak Gunawan, kita ini mengasihi karena kita mempunyai modal kasih dalam hidup kita. Kalau kita tidak menerima modal kasih kita tidak mempunyai kekuatan atau bahan atau modal untuk membagikan kasih itu kepada orang lain. Nah anak perempuan nanti setelah dewasa akan mengemban peran sebagai pemberi kasih, sebagai pengasuh, itu sebabnya penting sekali dari kecil dia sudah membawa modal atau bahan kasih itu sehingga pada usia dewasanya dia bisa memberikan kasih atau asuhan itu kepada orang lain.
GS : Nah, apakah itu tidak bisa diperolah ketika dia misalnya memasuki usia remaja atau pemuda, Pak Paul?
PG : Memang bisa dan akan sedikit banyak menetralisir kehilangan yang seharusnya dia dapat pada masa kecilnya. Tapi sudah tentu yang lebih baik adalah si anak perempuan itu sudah mendapatkan kaih sayang pada masa kecilnya, sebab itulah yang menjadi modal dia memasuki masa remajanya.
Kalau anak perempuan tidak mendapatkan itu Pak Gunawan, yang saya khawatirkan adalah dia akan mencari-cari kasih sayang itu dari luar atau dia akan mencoba membuktikan dirinya sangat mandiri. Dia orang yang tidak bergantung kepada orang lain, tujuannya adalah agar orang bisa menghargai dia. Nah sekali lagi saya ingatkan bahwa dikasihi oleh ibu membuat anak perempuan merasa dirinya bernilai jadi kalau tidak dikasihi dia merasa tidak bernilai. Akibatnya ada sebagian anak perempuan yang akan mengembangkan sikap mandiri yang sangat kuat sekali agar bisa mendapatkan pengakuan atas prestasinya, atas kemampuannya dan bahwa dia tidak bergantung pada orang lain dan dia tidak perlu bantuan orang lain untuk membuat dirinya bernilai. Nah sekali lagi terpaksalah si anak itu mengumpulkan bahan untuk membuat dirinya bernilai atau kecenderungan satunya yang ekstrim berkebalikan dari mandiri adalah justru mengembangkan sikap bergantung. Dia akan bergantung pada orang lain agar orang bisa sedikit banyak memberikan perlindungan dan kasih sayang kepada dirinya.
GS : Ya itu akan menarik perhatian orang, Pak Paul?
PG : Menarik perhatian orang atau dia sangat mendambakan kasih alias kita berkata dia menjadi anak atau menjadi seseorang yang mencari-cari cinta ke mana pun dia pergi.
GS : Pak Paul, sebenarnya kenapa ada ibu yang kadang-kadang itu walaupun itu ibu kandung, kurang memberikan cinta kasih atau perhatian terhadap anak perempuannya itu?
PG : Salah satu ironinya adalah kebanyakan ibu yang tidak mampu menjadi ibu, alias memberikan kasih sayang kepada anaknya adalah orang-orang yang pada masa kecilnya juga tidak mendapatkan kasihsayang itu dari orang tuanya.
Sehingga kita melihat bahwa masalah sering kali diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya. Saya teringat sebuah kasus Pak Gunawan, yang pernah saya hadapi sewaktu saya masih bekerja sebagai pekerja sosial di Los Angeles, saya bertemu dengan seorang anak perempuan berusia 15 tahun. Dia dengan adik-adiknya dititipkan di rumah neneknya, itu dia kalau tidak salah ada 2 apa 3 adik dan hampir semuanya itu mempunyai ayah yang berbeda karena ibunya gonta-ganti pacar, dan akhirnya melahirkan dia dan adik-adiknya. Waktu saya bertemu dengan dia, dia itu terkena penyakit kelamin, saya bertanya kepada anak perempuan yang masih muda ini baru berusia 15 tahun, sejak kapankah engkau sudah melakukan hubungan seksual? Dan dia mengaku, dia sudah mulai berhubungan seksual sejak usia 13 tahun. Nah bayangkan anak yang berusia 13 tahun Pak Gunawan, anak yang sangat belia tapi ternyata sudah begitu bebas dalam pergaulannya. Pertanyaannya mengapakah dia menjadi seperti itu, nah sewaktu kita melihat struktur keluarganya tidak akan heran, tidak ada laki-laki tidak ada ayah dalam rumah tangganya dan si ibunya pun tidak ada di situ, waktu saya berkunjung anak-anaknya itu dirawat oleh neneknya. Nah dalam kasus seperti ini tidak jarang justru kita akan menemukan bahwa si ibu pun sejak kecil tidak disayangi oleh orang tuanya. Nah akhirnya sewaktu dia sudah menjadi dewasa dia tidak bisa memberikan asuhan atau kasih sayang kepada anak-anaknya juga. Jadi dengan kata lain saya mau menekankan betapa pentingnya peranan ibu di dalam kehidupan anak perempuannya. Si ibulah yang mempunyai andil sangat besar menjadikan anak perempuannya nantinya bisa atau tidak menjadi seorang mama atau ibu juga bagi anak-anaknya.
GS : Sebenarnya hal itu juga bisa dilakukan oleh seorang ibu walaupun itu bukan ibu kandungnya dalam hal ini ibu tiri Pak Paul. Yang sering kali kita mendengar konotasinya negatif itu tidak bisa mengasihi, padahal sebenarnya ada banyak ibu tiri itu yang baik.
PG : Bisa, jadi ini memang tidak terbatasi oleh ikatan biologis, tidak harus ibu biologislah tapi bisa juga si anak menerima kasih sayang ini dari misalnya ibu tirinya itu kalau memang si ibu trinya itu juga mengasihi dia.
Sekali lagi kasih sayang inilah yang membuat si anak mantap dalam hidup. Dia tidak lagi melihat dirinya sebagai seseorang yang tidak utuh, seseorang yang tidak lengkap, kebalikannya adalah anak perempuan yang dibesarkan di rumah di mana dia tidak mendapatkan kasih sayang dari ibunya dia akan menjadi seseorang yang menganggap dirinya itu kurang lengkap, ada yang terhilang dalam hidupnya, sehingga dia gamang menghadapi hidup ini, tidak mempunyai kemantapan. Saya tidak mengatakan atau tidak sedang membicarakan kasus di mana ibu itu tidak ada sama sekali di rumah, bukan itu yang saya maksud. Yang saya maksud adalah ibu yang terlibat di rumah, jadi ada kasus-kasus di mana ibu ada di rumah tapi tidak terlibat sama sekali. Atau misalnya ada kasus di mana si ibu itu luar biasa kritisnya kepada anak, sedikit-sedikit ibu itu memarahi si anak, sedikit-sedikit si anak itu pasti salah, tidak ada yang bisa benar yang dilakukan oleh si anak. Nah meskipun si ibu misalkan secara ucapan mengatakan kepada si anak "saya mengasihi kamu" tapi ucapan itu langsung akan disapu bersih oleh ketidakmenerimaannya si ibu kepada si anak melalui kritikan, celaan, omelan yang terus-menerus disampaikan kepada si anak. Itulah yang akan membuat si anak bertumbuh besar tidak merasakan dirinya itu dikasihi dan berharga.
GS : Tapi Pak Paul, ada satu keluarga di mana ibunya itu sebenarnya sudah memberikan perhatian penuh kepada anak perempuannya ini. Tapi si anak perempuan yang sudah memasuki usia remaja ini justru yang menjauh dari ibunya, Pak Paul?
PG : Pada usia remaja sangatlah lumrah jikalau anak menjauh dari orang tuanya dan ini tidak melulu sesuatu yang negatif atau yang buruk. Kenapa saya mengatakan begitu, sebab pada usia remajalahanak mulai mengembangkan kemandiriannya, kemandirian berarti keterpisahan.
Jadi memang si anak mulailah mendorong, menjauhkan orang tuanya dari dirinya sebab dia ingin mulai terpisah dari orang tuanya. Nah sekali lagi sesuatu yang terjadi dengan tiba-tiba mendadak itu tidak baik, tapi kalau terjadi secara alamiah sedikit demi sedikit, itu biasanya memang lebih sehat. Dengan kata lain kalau si anak tadinya dekat dengan orang tua tapi dalam waktu yang sekejap mendadak berubah menjauhkan diri dari orang tuanya, menolak orang tuanya dekat dengan dia, nah itu mengundang tAnda tanya, kita mesti mulai berhati-hati dalam kasus seperti itu ada apa dengan anak kita. Tapi kalau memang secara alamiah, si anak mulai menjauhkan diri dari orang tuanya, dia tidak terlalu banyak cerita lagi, kalau si ibu atau si ayah ingin pergi dengan anaknya si anak mulai tidak mau, ada acara dengan teman-teman si ayah, ibu mau datang si anak tidak mau hal-hal itu hal yang normal. Namun dalam konteks yang berbeda si anak tetap masih bisa berkomunikasi dengan orang tuanya. Jadi sekali lagi pada masa remaja memang anak-anak cenderung mulai ingin lebih terpisah dari orang tua dan itu harus kita terima sebagai sesuatu yang wajar.
GS : Padahal sebagai ibu itu tentu mempunyai kekhawatiran yang lebih besar dibandingkan ayah itu Pak Paul, terhadap anak perempuannya. Dia itu kepenginnya dekat dengan anak perempuannya mau memberitahukan supaya hati-hati dalam pergaulan dan sebagainya.
PG : Dan sudah tentu itu tetap bisa dia lakukan dan seharusnyalah dia lakukan. Jadi si ibu itu memberikan pengawasan, memberikan bimbingan, memberikan kesempatan si anak untuk cerita, nah denga cara-cara itulah si anak perempuan lebih bisa terbuka.
Dan kalau si anak perempuan bisa yakin bahwa ibunya tidak mengkritik, tidak memarahi dia dan bisa menerima pergumulannya, kemungkinan besar si anak perempuan justru akan mau terbuka dengan mamanya. Sebab dia akan mengalami kebingungan dan suatu ketika dia mungkin ingin tahu pendapat mamanya yang pernah mengalami masa remaja juga. Jadi sesungguhnya kalau kedekatan ini bisa dipelihara terus sampai masa remaja justru pada masa remaja inilah si anak perempuan mendapatkan dukungan yang sangat dia butuhkan. Sekali lagi banyak hal-hal yang dialami oleh anak-anak remaja ini yang dia tidak mengerti dan dia butuh sekali seorang perempuan yang lebih dewasa untuk memberikan pengarahan kepadanya.
GS : Jadi sebenarnya di sini peran ibu sebagai pembimbing maupun sebagai model Pak Paul, secara praktis apakah yang ibu ini bisa lakukan terhadap anaknya?
PG : Nomor satu adalah si anak harus menerima kasih sayang sejak kecil, harus menerima suatu pelukan, rangkulan tanpa syarat dari ibunya sejak dari kecil. Kalau sudah masa remaja barulah si ibumemulainya, terlambat sudah tidak ada lagi ikatan itu.
Jadi masa remaja akan bisa lebih mudah dilewati kalau masa-masa kecil itu sudah terjalin hubungan yang baik antara si ibu dengan si anak perempuannya. Yang kedua, si ibu pada masa-masa si anak makin besar memang harus lebih berperan sebagai pembimbing, dia tidak bisa lagi terlalu mengguruhi si anak, karena kalau itu yang terjadi si anak akan merasa ini hubungan yang tidak setimpal. Ibu tidak bisa mendengarkan saya, ibu tidak bisa mengerti saya jadi buat apa saya ngomong, ini salah satu keluhan anak-anak termasuk anak perempuan juga. Dia akan merasakan bahwa percuma bicara dengan ibunya karena toh ibunya tidak akan mendengarkan masukannya atau memperhatikan kebutuhannya. Jadi penting sekali si ibu membuka telinga tidak cepat-cepat mengguruhi seolah-olah dia yang paling tahu tentang kehidupan dan anak perempuannya. Jadi secara praktis ibu lebih seringlah berbicara dan sering-seringlah bertanya kepada si anak kalau dia tidak mengerti, sehingga si anak merasakan bahwa mamanya tidak menempatkan diri jauh di atasnya. Dan tadi saya singgung juga adalah jangan terlalu kritis kepada si anak, meskipun kita mengatakan kita mengasihi anak, kalau terlalu kritis itu akan menghilangkan usaha kita mengasihi si anak itu.
GS : Tetapi justru nanti kalau anak perempuan ini sudah agak besar Pak Paul, jadi sudah memasuki usia yang pemudi, anak perempuan ini yang justru terlalu kritis terhadap ibunya. Misalnya make-upnyalah, pakaiannyalah, kok bisa begitu Pak Paul?
PG : Kebanyakan itu terjadi karena memang adanya perbedaan budaya pada masa-masa tertentu, anak perempuan akan masuk ke dalam gaya hidup usianya. Sudah tentu ibunya masuk ke dalam gaya hidup usa ibunya yang lebih tua itu.
Dan kadang-kadang di sini bisa timbul konflik juga, ketika si ibu tidak setuju dia akan mengkritik si anak dan sebaliknya. Tapi saran saya adalah jangan kita perbesar hal-hal yang lebih bersifat lahiriah, kita fokuskan pada hal-hal yang lebih bersifat hakiki, misalnya kerohanian si anak. Apakah si anak bertumbuh besar percaya kepada Tuhan, apakah dia tetap mau ke gereja meskipun tidak disuruh, apakah dia mau membaca firman Tuhan meskipun tidak lagi diminta, apakah dia berdoa sendiri ataukah hanya mau berdoa jika diajak berdoa nah hal-hal seperti itulah yang lebih penting. Namun sekali lagi hal-hal itu sering kali hanya bisa muncul jika si anak melihat si ibu melakukannya, kalau ibu hanya bisa menyuruh tapi tidak melakukan saya takut akhirnya si anak pun tidak melakukannya.
GS : Pak Paul, sering kali kelihatan anak perempuan itu mengalami konflik batin lebih sering dibandingkan anak laki-laki.
PG : Karena anak perempuan memang dinilai berdasarkan penampilannya, jadi sering kali pada masa-masa remaja meskipun anak laki pun juga mengalami goncangan secara identitas, anak perempuan sebeulnya cukup sering mengalami konflik-konflik batiniah, mungkin saja tidak terekspresikan karena di dalam hatinya saja.
Tapi mungkin sekali dia mengalami keragu-raguan apakah dia menarik atau tidak, bisa diterima atau tidak. Maka sekali lagi kalau dia tidak mendapatkan pelukan dari ibunya, dia tahu dia dikasihi nah hal itu akan bisa mengganggu si anak tapi kalau dia dikasihi oleh ibunya dengan sangat berlimpah dia akan lebih bisa, lebih kuat menghadapi tantangan-tantangan itu. Meskipun dia tidak terlalu menarik, meskipun tidak terlalu cantik atau pAndai tapi dengan modal dikasihi itu dia tetap bisa melewati masa-masa remajanya dan pemudinya dengan lebih baik.
GS : Pak Paul, dalam hal perbincangan ini apakah ada ayat firman Tuhan yang mendukung yang bisa kita jadikan lAndasan dari semuanya ini?
PG : Saya akan baca dari Titus 2:3 dan 4 inti sarinya adalah begini: "Demikian juga perempuan-perempuan yang tua hendaklah mereka mendidik perempuan-perempuan muda untuk mengaihi."
Jadi saya mau tekankan bahwa inilah tugas ibu yang memang usianya lebih tua, tugasnya adalah mendidik perempuan-perempuan muda, anak-anaknya sendiri itu untuk bisa mengasihi. Kalau si anak tidak mendapatkan kasih dia akan kesulitan mengemban tugas memberikan kasih kepada orang lain. Jadi hendaklah dimulai dari ibu sendiri.
GS : Ya, apakah itu juga terkait bahwa para pendidik khususnya guru untuk anak-anak yang masih kecil itu lebih baik wanita dari pada pria?
PG : Mungkin pada masa yang kecil sekali ya, tapi pada masa remaja apalagi guru pria itu sebetulnya berperan besar sekali karena pria itu melambangkan otoritas dalam kehidupan.
GS : Jadi terima kasih sekali Pak Paul, untuk perbincangan ini dan kita tentunya mengharap para pendengar setia ini untuk mengikuti acara Telaga ini pada kesempatan yang akan datang, karena kita masih akan melanjutkan beberapa point yang berkaitan dengan perbincangan kita kali ini. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tetang "Ibu dan Anak Perempuannya", bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.