Disiplin dalam Pernikahan

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T597A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Disiplin dalam pernikahan meliputi tanggungjawab, emosi, pergaulan, hobi, komitmen luar, sentuhan dan kerohanian
Audio
MP3: 
Play Audio: 


Ringkasan

dpo. Pdt. Dr. Paul Gunadi

Biasanya kata disiplin mengingatkan kita akan masa kanak-kanak, baik itu di rumah maupun di sekolah. Namun sesungguhnya disiplin bukan hanya diperlukan pada masa kanak-kanak tetapi juga pada masa dewasa, baik itu di tempat kerja maupun di rumah tangga. Pada kesempatan ini secara khusus kita akan melihat disiplin dalam pernikahan. Ternyata sehat atau tidak sehatnya pernikahan bergantung pada disiplin di dalam hal-hal berikut ini:

Pertama adalah TANGGUNG JAWAB. Baik suami atau istri memunyai tanggungjawabnya masing-masing. Sebagai contoh, di dalam pernikahan yang tradisional, suami menjadi pencari nafkah dan istri sebagai ibu rumahtangga. Dan keduanya sebagai orang tua bertanggungjawab memenuhi kebutuhan anak dan terlibat di dalam upaya membesarkannya. Pernikahan tidak mungkin sehat bila, misalkan suami tidak mau bekerja atau tidak dapat memertahankan pekerjaannya, atau istri menolak untuk mengurus rumah. Atau ayah tidak mau terlibat dalam membesarkan anak dan memaksa ibu untuk mengurus anak. Sebagaimana kita ketahui, untuk bertanggungjawab diperlukan disiplin. Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, bila itu adalah tanggungjawab, maka kita mesti melakukannya. Inilah bagian dari disiplin pernikahan.

Kedua adalah EMOSI. Baik suami maupun istri harus berdisiplin diri menguasai emosinya. Pernikahan dibangun dan dipertahankan lewat penguasaan diri; tanpa penguasaan emosi, relasi niscaya hancur. Kadang konflik terjadi dan kata-kata meluncur keluar tanpa kendali; alhasil hati terluka meninggalkan bekas yang dalam. Itu sebab perlu disiplin dalam berkata dan beremosi.

Ketiga adalah PERGAULAN. Suami dan istri mesti berdisiplin diri dalam pergaulan dengan teman. Percakapan lewat media sosial atau bepergian dengan teman harus dilakukan secara bijak dan terbatas. Kita mesti memberi waktu yang cukup buat keluarga; kita tidak boleh hidup semaunya. Banyak perselingkuhan yang terjadi akibat kontak berkepanjangan lewat media sosial atau perkumpulan sosial, rekreasional atau olahraga. Pernikahan yang sehat dibangun di atas disiplin dalam pergaulan; kita bergaul dalam batas, bukan tanpa batas.

Keempat adalah HOBI. Suami dan istri boleh dan baik memunyai hobi namun masing-masing mesti berdisiplin dalam berhobi. Kita tidak boleh menghabiskan uang dan waktu yang terlalu banyak untuk hobi sebab setiap jam yang dihabiskan untuk hobi diambil dari waktu untuk keluarga. Dan setiap rupiah yang dihabiskan untuk hobi diambil dari dana buat keluarga. Untuk membenarkan diri, orang kerap berkata, "Hobi tidak dapat dinilai dari uang". Perkataan ini tidak tepat sebab hobi bisa diukur dari seberapa banyak uang yang dikeluarkan. Pernikahan yang sehat dijaga lewat disiplin berhobi sebab bila tidak, hobi niscaya merusak pernikahan.

Kelima adalah KOMITMEN LUAR. Suami dan istri mesti berdisiplin diri memberi komitmen di luar rumah, seperti bekerja dan aktivitas sosial atau pelayanan. Sudah tentu semua ini baik namun tetap, bila kita tidak berdisiplin diri dan menghabiskan waktu terlalu banyak untuk itu, maka ini akan mengganggu rumah tangga. Pada akhirnya kita mesti menentukan prioritas mana yang lebih penting sebab mustahil kita dapat melakukan semuanya. Dan, bila kita sudah memilih untuk menikah maka kita mesti konsekuen mengorbankan komitmen lainnya. Singkat kata, disiplin bekerja dan melayani mesti diimbangi dengan disiplin berkeluarga.

Keenam adalah SENTUHAN. Suami dan istri mesti berdisiplin diri menyentuh satu sama lain, baik secara fisik maupun emosional. Secara fisik, kita saling menyentuh bukan saja sewaktu berhubungan intim tetapi juga dalam interaksi sehari-hari, seperti memeluk, memegang tangan atau mencium pipi. Sentuhan fisik adalah kebutuhan yang mesti dipenuhi dan untuk itu diperlukan disiplin untuk melakukannya secara teratur. Selain sentuhan fisik, kita pun harus menyentuh hati pasangan secara emosional dan itu dilakukan melalui perbuatan baik. Pertolongan dan uluran tangan serta perbuatan baik senantiasa menyentuh hati dan itulah yang menyehatkan pernikahan. Jadi, berdisiplinlah menyentuh satu sama lain.

Ketujuh adalah KEROHANIAN. Suami dan istri mesti berdisiplin diri memelihara hubungan dengan Tuhan. Itu dapat dilakukan melalui saat teduh dan doa, baik secara pribadi maupun berdua. Setiap minggu sediakanlah waktu untuk pergi berbakti bersama dan berdisiplinlah untuk terlibat dalam pelayanan dan memberi persembahan. Pernikahan yang sehat dibangun di atas disiplin rohani yang kuat. Sebaliknya tanpa disiplin rohani yang kuat, perlahan tapi pasti pernikahan pun mulai mengeropos. Jadi, peliharalah disiplin rohani di dalam pernikahan.

Kesimpulan :

Amsal 6:10-11 mengingatkan, "Tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring— maka datanglah kemiskinan kepadamu seperti seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata." Pernikahan adalah sebuah karunia dari Tuhan untuk dinikmati dan dirayakan. Namun kita mesti memeliharanya baik-baik sebab bila tidak, karunia itu akan lapuk dan rusak; dan kita memeliharanya lewat disiplin. Orang yang maunya hanya tidur dan melipat tangan akan kehilangan karunia itu.