Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang Tantangan yang Dihadapi Wanita Paro-Baya. Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Beberapa waktu yang lalu kita membicarakan tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh wanita paro-baya, tapi selain kesulitan-kesulitan yang kita sudah bahas pasti di sela-sela itu ada tantangan kehidupan, ada peluang untuk menggunakan masa ini. Sebelum membicarakan akan hal itu tentunya agar para pendengar kita punya gambaran yang lengkap tentang ini, lebih lengkap tentang ini, mungkin Pak Paul akan bisa mengulang sedikit tentang apa itu wanita paro-baya.
PG : Wanita paro-baya adalah wanita yang memasuki usia antara 45 tahun hingga 55 tahun. Nah satu hal yang menjadi karakteristik utama yaitu perubahan, karena begitu banyak perubahan yang harus ialami oleh wanita paro-baya misalkan perubahan dalam hubungannya dengan si suami di mana ketergantungan si suami terhadapnya makin berkurang karena si suami biasanya makin sibuk di luar dan makin mendapatkan penghargaan dari luar.
Hubungan dengan anak juga akan berubah, sebab dia dulu sebagai pengasuh sekarang anak-anak sudah mulai besar tidak lagi memerlukan asuhannya seperti dulu, dia akan kehilangan peran itu dan harus menggantikan dengan peran-peran yang lain. Juga dia harus menerima fakta bahwa dia makin menua, nah ini adalah suatu hal yang tidak terlalu mudah untuk diterima oleh semua wanita, apalagi yang pada awalnya mendasari siapa dirinya atau penghargaan dirinya atas kecantikan tubuhnya. Nah, ini semua adalah perubahan-perubahan yang harus dialami oleh wanita. Salah satu perubahan yang juga sangat penting adalah perubahan dalam hal kenakalan anak-anak, yang ini juga harus disadari oleh wanita. Pada masa kecil anak-anak itu nakal tapi nakal kanak-kanak, malas belajar, terus main, nah waktu anak-anak sudah mulai remaja memasuki usia remaja atau pun dewasa awal kalau nakalnya itu mulai saya sebut nakal moral, salah satunya ialah yang sering dilakukan oleh anak-anak remaja ialah berbohong, menipu orang tua atau melakukan hal-hal yang memang berdosa. Kalau masih kanak-kanak mungkin ada unsur dosanya tapi tidak terlalu berkaitan dengan dosa, tapi pada masa remaja atau dewasa awal anak-anak bisa akhirnya terjerumus dalam kenakalan moral, kenakalan yang memang berkaitan langsung dengan dosa. Misalnya dia bisa mulai mabuk-mabukan, dia bisa mulai berjudi, dia bisa mulai nonton film-film porno, dia bisa mulai mengunjungi pelacur, nah hal-hal seperti itu yang saya sebut kenakalan moral.
GS : Dan itu semua bukankah membutuhkan dana, jadi anak itu juga bisa mencuri.
PG : Betul sekali, jadi untuk membiayai kebiasaan-kebiasaan buruknya itu.
GS : Mencuri uang orang tuanya atau orang lain Pak Paul, itu akan menimbulkan kepanikan juga untuk orang tuanya.
PG : Dan adakalanya ada yang menjual barang orang tuanya.
(1) GS : Menghadapi tantangan seperti itu Pak Paul jadi anak semakin nakal, bahkan mungkin suaminya juga nakal karena memasuki paro-baya itu juga, nah sebenarnya bagaimana itu seharusnya dia bersikap?
PG : Seharusnya dia akan terluka, jadi tidak bisa tidak dia akan terluka. Ayah bisa merasa gagal sebagai seorang ayah tapi pukulan kegagalan tidak bisa dibandingkan dengan pukulan kegagalan seoang ibu sewaktu dia merasa gagal.
Nah, yang menarik adalah seharusnya seorang ibu bisa berasionalisasi, ini bukanlah kegagalan saya saja, namun jarang sekali ibu bisa berkata ini adalah kegagalan kami berdua suamiku dan diriku; kebanyakan akan berkata salahku sendiri dan tidak melibatkan si suami. Sebab memang biasanya dalam pembesaran anak yang terlibat lebih langsung adalah ibu, jadi ibu merasa investasinya lebih besar dalam hal anak-anak ini sehingga sewaktu anak-anaknya bertumbuh besar tidak seperti yang ia inginkan malah terlibat dalam kenakalan moral yang berkaitan dengan dosa, nah tidak bisa tidak pukulan itu benar-benar telak sekali dirasakan oleh si ibu; maka kegagalan ini sangat melukai hatinya. Luar biasa melukai hatinya, ini bisa mendukakan dia sampai-sampai kita bisa heran kok engkau bisa begitu berubah, engkau kok tidak mau misalnya ikut-ikut kami piknik, rekreasi dan sebagainya ya karena memang hatinya tidak ada lagi di situ untuk pergi-pergi rekreasi atau kumpul-kumpul dengan teman sebab sangat pahit sekali.
GS : Dan pola dia dulu mendidik anaknya mungkin dengan mendisiplin, memukul dan sebagainya sudah tidak bisa diterapkan lagi Pak Paul. Jadi mungkin anaknya sudah tumbuh lebih besar dari dirinya sendiri secara fisik 'kan tidak mungkin dipukul itu.
PG : Betul, itu akan menambah frustrasi tak berdayanya, tidak lagi bisa dipukul, tidak lagi bisa ditegur apa yang harus saya lakukan sekarang benar-benar merasa tidak berdaya.
GS : Dan dalam kondisi seperti itu proses penuaan itu akan kelihatan semakin cepat.
PG : Bisa, betul sekali karena itu akan menambahkan stres pada dirinya, nah sudah tentu dalam keadaan yang seperti ini ada kecenderungan ibu itu menyalahkan dirinya dengan cara melihat ke belakng.
Seharusnya ini tidak dilakukan, seharusnyalah saya begini, kalau saja saya tidak begini, kalau saja saya begini, jadi mulai berandai-andai. Nah, salah satu hal yang kadang kala dilakukan oleh ibu adalah bukan saja dia berandai-andai tentang dirinya, apa yang seharusnya tidak dilakukan atau dia lakukan diapun bisa berandai-andai tentang suaminya. Kalau saja engkau dulu tidak begini, kalau saja engkau dulu lebih begini dan mulailah siklus pertengkaran di situ. Karena dalam depresinya dalam kesedihannya dan perasaan gagalnya kita atau ibu itu atau pada umumnya cenderung mencari kambing hitam duduk masalahnya. Kita sering berkata saya mau mencari tahu duduk masalahnya, sesungguhnya bukan saja kita ingin tahu duduk masalahnya tapi ingin tahu penyebab masalahnya siapa ini. Nah, kita sering kali begitu mencari kambing hitamnya, kalau tidak hati-hati mulailah suatu siklus salah-menyalahkan. Si suami merasa disalahkan oleh si istri, tidak terima menyalahkan lagi si istri, si istri merasa marah karena saya sudah memberikan semuanya untuk anak, engkau justru yang kurang terlibat, sekarang engkau salahkan saya dia malah menyalahkan suaminya, nah mulailah problem di sini.
GS : Tapi pada usia seperti itu 45 ke atas kondisi emosi itu sebenarnya lebih stabil Pak Paul, orang seharusnya lebih berpikir bijaksana dengan perjalanan waktu yang cukup panjang itu.
PG : Seharusnya, saya kira lebih berhikmat dan makin banyak pelajaran yang telah diterimanya. Tapi biasanya kalau sampai mengalami peristiwa seperti ini, di mana anak-anak itu nakal sekali, tidk bisa tidak hikmat itu bisa sedikit jauh dari pikiran kita karena secara emosional kita sudah sangat tertindas, tertekan sekali.
GS : Mungkin nanti setelah dia melewati masa krisis ini, memasuki usia lanjutnya dia 'kan menjadi lebih bijaksana.
PG : Sudah pasti, betul; dia akan lebih matang melihat hidup itu.
GS : Tapi kalau tidak Pak Paul, apa yang terjadi sebenarnya?
PG : Selain dari siklus pertengkaran saling salah-menyalahkan dengan suami, yang bisa terjadi adalah karena dia merasa gagal, dia bisa merasa putus asa dalam hidupnya seolah-olah masa depan tidk ada lagi, apa yang saya nantikan tentang hidup di masa depan tidak ada.
Mungkin sebelumnya dia selalu tahu apa yang harus dia lakukan dalam hidup ini, namun tiba-tiba sekarang dia merasa tersesat, bingung tidak tahu apa yang harus dia kerjakan. Haruskah saya ke kiri, haruskah saya ke kanan, haruskah saya memulai ini, haruskah saya menghentikan itu, bingung sekali. Karena memang keadaannya ini sangat gelisah dan tidak menentu.
IR : Nah kalau kondisi seperti itu, apa Pak Paul yang harus dilakukan?
PG : Nomor satu adalah kita ini berhenti menyalahkan diri, itu mesti kita lakukan.
GS : Menerima kenyataan dalam keadaan seperti itu.
PG : Betul, sebab kalau kita ingin mencari-cari kesalahan, pasti selalu ada baik pada diri kita maupun pada diri suami kita. Nah, kalau memang jelas ada kesalahan yang telah kita perbuat baik kta sendiri maupun suami kita kenyataannya sudah begitu.
Kalaupun sudah ada kesalahan yang diperbuat ya sudah, karena kita tidak bisa memperbaikinya dengan cara menyesali apa yang telah terjadi, jadi sudah terima inilah kenyataannya tapi sekarang apa yang bisa kita lakukan. Yang kedua lakukanlah yang bisa kita lakukan, janganlah kita berangan-angan lagi kalau saja saya bisa begini, kalau saja dia begini dan sebagainya, tidak bisa. Jadi kalau memang sudah kita lakukan sebisanya kita harus terima apa adanya. Jadi penting sekali seorang wanita paro-baya yang mengalami masa-masa sulit seperti ini bisa berkata ya sudah sekarang saya melakukan yang saya bisa lakukan, tapi hasilnya masih begini, ya sudah saya harus terima ini.
GS : Ya mungkin di sana dia bisa berbagi peran dengan suaminya itu, kalau memang hubungan mereka baik Pak Paul?
PG : Betul, jadi mereka bisa berdiskusi dan saling mendelegasikan tugas apa yang bisa dilakukan. Dan sudah tentu secara pribadi dia juga harus mengutarakan kebutuhannya kepada si suami, namun bkan dengan nada menuntut kau seharusnya peka denganku, kau seharusnya tahu yang aku butuhkan; nah itu semakin membuat suami takut dan tidak mau dekat dengannya.
Tapi dengan baik dia bisa berkata kalau bisa tolonglah berikan ini, aku butuh sekali sebab aku dalam keadaan kurang stabil, nah itu akan menolong suami untuk mengerti dan memberikannya kepada dia. Jadi di sini dituntut kepedulian suami kepada istri.
GS : Nah tantangan yang lain itu adalah fisiknya Pak Paul, biasanya pada usia-usia seperti itu macam-macam penyakit mulai menampakkan dirinya, kencing manislah, tekanan darah tinggi, bermacam-macam.
PG : Betul, jadi pada usia paro baya baik wanita maupun pria mulailah menampakkan penyakit-penyakit dalam tubuhnya. Nah, selain dari penyakit fisik kita tahu bahwa kerawanan kita terhadap penyait akan bertambah kalau secara emosional kita merasa lemah/letih.
Untuk wanita setengah baya yang sudah mengalami gejolak-gejolak ini merasa letih sekali, apalagi dia harus merawat mamanya, merawat papanya, kemudian anak ada masalah, suami kurang perhatian, diri merasa tak berharga karena proses penuaan. Nah, dia merasa letih sekali, lemah sekali, dalam keadaan letih dan lemah daya tahan tubuhnya akan berkurang dan itu akan membuka pintu terhadap masuknya penyakit. Belum lagi kalau perubahan gaya hidup itu terjadi, dulu dia aktif sering jalan tapi sekarang gara-gara ada semua masalah ini dia tidak mau lagi senam, karena bertemu dengan teman-teman di tempat senam, dia menghindarkan diri dari teman-teman yang biasanya pergi dengan dia akhirnya dia itu makin diam di rumah makin menimbun juga penyakit.
GS : Jadi sebenarnya pada masa-masa seperti itu, olah raga sangat dianjurkan juga Pak Paul.
PG : Sangat penting pada usia paro baya itu, wanita sebaiknya terus berolah raga dengan teratur seperti senam atau apa.
GS : Itu 'kan tidak seberat waktu masih usia remaja dan pemuda.
PG : Betul, jadi lompat tinggi itu ya dihindarkan.
IR : Juga melakukan kegiatan yang lain Pak Paul, yang dirasa bisa berguna melayani atau memelihara hobby misalnya, memelihara tanaman, itu Pak Paul yang mungkin akan mengurangi.
PG : Sangat-sangat mengurangi Bu Ida, jadi sebetulnya meskipun ada tantangan, usia paro baya ini memberikan kita juga kesempatan, peluang tadi Bu Ida sudah sebut misalnya peluang untuk memelihaa hobby, misalnya memelihara bunga atau apa atau juga terlibat dalam pelayanan, karena peluang ini sudah ada sekarang.
Jadi ya tekanan ada, tapi justru ada kesempatan, jadi gunakanlah kesempatan itu, isilah hidup kita dengan hal-hal yang memang bernilai, yang bernilai kekekalan.
IR : Jadi merasa ada keseimbangan atau ada kebahagiaan tersendiri Pak Paul.
PG : Betul, dan itu memberikan satu kepuasan Bu Ida?
IR : Satu sisi gagal, satu sisi berhasil.
GS : Tapi tadi kita sudah katakan bahwa pada usia-usia seperti itu usianya labil Pak Paul, nah di dalam pelayanan itu sering kali karena kita berhubungan dengan manusia juga sering kali terjadi gesekan, benturan, apakah itu tidak menimbulkan masalah baru buat orang-orang seusia ini.
PG : Saya kira tidak menambah persoalan, karena bagaimanapun interaksi dengan orang di luar rumah akan memberikan percikan-percikan kehidupan. Kalau itu ditiadakan meskipun potensi konflik akanjuga berkurang dengan orang luar, namun persoalan-persoalan di rumah dan dengan dirinya itu cukup berat untuk menekannya.
GS : Jadi dia sangat membutuhkan percikan dan siraman dari luar misalnya dari pelayanan, interaksi dengan teman-teman, supaya dia juga merasa tetap dibutuhkan oleh masyarakat sekarang.
PG : Betul, kita adalah manusia yang mesti merasa diri berguna, sewaktu kita merasa tidak ada lagi fungsi, tidak ada lagi guna, saya tidak lagi berbuat apa-apa, tidak ada lagi dampak terhadap oang lain itu bisa sangat membuat kita putus asa, depresi sekali.
Nah, ini yang perlu mulai dikembangkan oleh wanita paro baya, sebab Tuhan memang sedang menggiring dia pergi dari peranan yang dulu, Tuhan juga menggiring dia masuk ke dalam peranan dan tugas yang lain, ini yang harus kita tangkap.
GS : Masalahnya adalah bagaimana dia mempersiapkan diri untuk memasuki peran yang baru itu Pak Paul?
PG : Nah, saya kira dalam hal pelayanan misalnya, salah satu hal yang adakalanya menghalangi wanita paro baya untuk melayani adalah sewaktu misalkan dia melihat keluarganya. Dan dia berkata, ah... keluarga saya juga masih ada masalah dan belum bisa melayani dengan beres, saya tidak patut melayani di luar. Nah, saya kira yang paling penting adalah kita mengintrospeksi diri, kita telah melakukan semaksimal kita atau belum, dan kalau kita sadari sudah, saya sebagai manusia sudah lakukan sebisanya, ya sudah bereskan dengan Tuhan, serahkan kepada Tuhan. Jadi hidup itu tidak tergantung pada kita sepenuhnya, hidup bergantung pada Tuhan, biarkan Tuhan yang selesaikan dan selebihnya kita terjun dalam pelayanan. Sebab apa? Sebab dari apa yang telah kita alami itu bisa kita bagikan, bisa kita jadikan berkat buat orang lain pula, kita tidak melarikan diri dari tanggung jawab kita, kita tetap mencoba mengurus keluarga kita, tapi juga kita bisa terus terlibat dalam pelayanan.
IR : Masalahnya itu merasa jadi batu sandungan Pak Paul, kalau dia dalam keluarganya sendiri tidak memberikan contoh yang baik, untuk terjun ke luar dalam pelayanan mereka itu mempunyai perasaan apakah ini tidak menjadi batu sandungan itu Pak Paul?
PG : Memang di Timotius, Paulus pernah berujar seperti itu, kalau seseorang tidak bisa mengatur rumah tangganya sendiri, dia tidak bisa mengatur gereja ini, ditujukan kepada sebetulnya gembala,kepada hamba-hamba Tuhan.
Nah, tetap waktu kita menyoroti ayat ini, kita juga harus melihat fakta yaitu adakalanya anak-anak memang memberontak, memilih untuk hidup tidak sesuai dengan yang telah kita gariskan. Kita tidak bisa sepenuhnya mengatur hidup orang lain, hidup istri kita, hidup suami kita ataupun anak-anak kita. Jadi yang paling penting adalah kita telah berupaya sebisa mungkin atau tidak untuk mengatur keluarga kita, kalau memang sudah, tetapi tetap mereka memilih hidup seperti itu ya sudah kita tetap bisa melayani Tuhan. Kadang kala pertanyaan ini memang tumbuh bagaimana dengan istri, misalnya suaminya kebetulan ya ada istri lain, simpanan dan sebagainya. Apakah istri itu tidak boleh melayani Tuhan karena suaminya ada simpanan lain. Saya kira dia itu sudah jatuh ketiban tangga lagi, kasihan, bukan salah dia suami itu memilih untuk beristri lain atau main perempuan lain, maksudnya mungkin pasti ada bagian-bagian, ada tanggung jawab masing-masing tapi itu pilihan si suami. Dan jangan sampai kita ini orang Kristen malah menghukum si istri yang menjadi korban itu, dengan berkata kau tak boleh melayani. Atau dia menghukum diri sendiri dengan berkata saya tak boleh melayani karena suami saya ada orang lain ya jangan.
GS : Nah, kalau yang sekarang banyak wanita karier di masyarakat kita yang sedang memasuki usia paro baya, nah apa yang Pak Paul sarankan untuk wanita karier yang memasuki usia paro baya ini?
PG : Sudah tentu pada usia paro baya seorang wanita karier akan seperti pria yang di masa-masa paro baya pula. Yaitu apa? dia akan mendapatkan banyak kepuasan dari pekerjaannya, karena pada umunya kedudukannya sudah baik.
Dan dia akan mendapatkan penghargaan-penghargaan, ini yang tidak didapatkan oleh ibu yang di rumah, nah jadi ibu yang bekerja di luar sebagai wanita karier mendapatkan keuntungan ini, meskipun di rumah kehilangan-kehilangan seperti tadi kita telah bahas, di tempat pekerjaannya dia akan mendapatkan sedikit banyak kompensasi, nah itu menolongnya.
GS : Apakah pada usia seperti itu dia tidak lagi mengharapkan kariernya meningkat lagi Pak Paul?
PG : Tergantung orangnya, sebab memang ada juga tetap menanjak dan ingin mendapatkan kenaikan karier.
GS : Tapi ada juga yang tidak, yang merasa sudah sampai di situ kariernya. Karena toh beberapa tahun lagi dia akan memasuki usia bebas tugas.
PG : Ya ada juga yang menyiapkan untuk pensiun karena merasa tinggal 5, 6 tahun lagi saya bekerja, habis itu saya akan pensiun, bisa jadi begitu.
(2) IR : Bagaimana dengan wanita setengah baya yang tidak menikah Pak Paul, itu bagaimana sifatnya?
PG : Mungkin yang menjadi permasalahan utama bukanlah soal nikahnya tapi masalah sosialisasinya, sebab tidak bisa kita sangkal bahwa seseorang yang menikah akan mendapatkan pengalaman sosialisai yang intensif.
Kita hidup dalam satu kompleks tidak sama dengan hidup dalam satu rumah, dalam satu kompleks kita akan bersosialisasi dalam jarak jauh, waktu kita hidup serumah kita bersosialisasi dalam jarak dekat. Nah, sudah tentu bentukan-bentukan dari sosialisasi jarak dekat ini tidak akan sama dengan sosialisasi jarak jauh maka itu seseorang yang memang hidup berkeluarga apalagi sampai punya anak dan sebagainya biasanya memperoleh sosialisasi yang intensif sekali. Dia dipaksa untuk memberikan dirinya untuk mengalah, untuk mengesampingkan kehendaknya dan sebagainya, tidak bisa dia mengatur rumah seperti yang dia inginkan, menaruh barang di tempat yang selalu sama, tidak bisa. Jadi orang-orang yang menikah dipaksa untuk beradaptasi seperti itu, kalau kita tidak menikah kita tidak terlalu dipaksa untuk seperti itu, kita bisa menaruh barang sekehendak kita dan tidak ada yang kutak-katik barang itu. Akhirnya apa yang terjadi, kalau memang kita terbiasa dengan pola hidup seperti ini, sudah tentu ada kemungkinan ya tidak selalu, ada kemungkinan kita memang sedikit lebih sukar untuk mengalah, untuk memberikan diri kita, untuk ya membiarkan orang lain mengutak-atik hidup kita.
GS : Apakah karena itu lalu timbul kesan bahwa wanita yang tidak menikah atau tidak berkeluarga, memasuki usia paro baya lalu dikatakan tingkah lakunya makin aneh?
PG : Biasanya aneh dalam pengertian kita berkata mereka kurang fleksibel, mereka kurang bisa melihat dari sudut orang lain, dan mungkin itu yang terjadi, karena situasi kehidupan memang lebih mndukung mereka untuk menjadi seperti itu.
Sedangkan orang yang menikah terpaksa beradaptasi dengan kehendak orang lain.
GS : Kesannya mau sendiri begitu Pak Paul?
IR : Egois.
GS : Padahal sebenarnya belum tentu egois 'kan?
PG : Ya, sebab kita ini dipengaruhi sekali oleh lingkungan hidup atau situasi hidup kita.
GS : Jadi sebenarnya banyak sekali tantangan yang harus dihadapi oleh wanita yang memasuki paro baya ini Pak Paul ya?
PG : Dan kata kuncinya adalah perubahan Pak Gunawan, perubahan yang memang bisa menekannya, tapi sekaligus perubahan yang justru bisa membuat dia seperti bunga yang berkembang, sebab dia bisa mnangkap peluang itu dan mengisi waktunya dengan lebih positif dan produktif.
Karena waktu itu sekarang sudah ada, tanggungan-tanggungan sudah mulai lepas, jadi di sinilah dia benar-benar bisa berkarya, memberikan sumbangsih yang lebih besar terutama untuk Kerajaan Tuhan.
GS : Untuk itu pasti orang ini membutuhkan bimbingan dari firman Tuhan sendiri, dan mungkin Pak Paul akan menyampaikan itu sebagian.
PG : Saya akan bacakan dari Mikha 6:8 "Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik, dan apa yang dituntut Tuhan dari padamu. Pertama berlaku adil, kedua mencintai esetiaan, ketiga hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu."
Nah ini saya kira ayat yang cocok bagi wanita paro baya sebab pada masa ini kalau tidak hati-hati wanita paro baya akan mudah menyalahkan diri, menuntut diri, harusnya saya begini, kenapa saya tidak begitu, harusnya saya lebih begitu, tidak. Ingat yang Tuhan minta berlaku adil, mencintai kesetiaan, hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu. Jadi Tuhan meminta sebetulnya yang sangat-sangat sederhana, Tuhan tidak meminta yang muluk-muluk, yang penting kita lakukan yang Tuhan minta ini, sebetulnya sangat sederhana dan itu yang menyenangkan hati Tuhan.
IR : Maksudnya mencintai kesetiaan itu tidak mudah putus asa Pak Paul?
PG : Betul, jadi terus bertahan, membela yang memang kita percayai terus jalan.
GS : Ketekunan itu yang mungkin perlu ditekankan di dalam kondisi seperti ini, tapi kita percaya bahwa pasti Tuhan akan menolong ibu-ibu yang saat ini memasuki usia paro baya akan keluar sebagai pemenang Pak Paul.
PG : Ya itu harapan kita Pak Gunawan.
GS : Ya dan pasti akan menjadi lebih bijaksana lagi pengalaman kehidupannya ini.
GS : Jadi demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi, kami telah melakukan sebuah perbincangan tentang Tantangan Yang Dihadapi oleh Wanita Paro-Baya. Kami melakukan perbincangan ini bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Dan dari studio kami mengucapkan terima kasih.
PERTANYAAN KASET T 44 B
- Bagaimana sikap seorang istri paro baya menghadapi anak yang nakal…?
- Wanita paro baya yang tidak menikah bagaimana sifatnya..?