Etos Kerja Kristiani

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T572A
Nara Sumber: 
Ev. Sindunata Kurniawan, M.K.
Abstrak: 
Etos kerja adalah gabungan antara pemikiran, semangat dan motivasi yang melandasi dalam bekerja, tiga poin penting etos kerja sebagai orang percaya adalah bekerja dengan hati gembira dan kreatif bersama Allah, bekerja yang terbaik untuk Allah lewat proses dan hasil yang unggul, rayakan hari-hari kerja lewat perhentian Sabat.
Audio
MP3: 
Play Audio: 


Ringkasan

Etos kerja adalah gabungan antara pemikiran, semangat dan motivasi yang melandasi dalam bekerja. Setiap manusia yang hidup dengan sendirinya memiliki etos kerja yakni hal-hal yang menggerakkannya untuk bekerja dan sekaligus memengaruhi performansi kerja atau kinerjanya. Jadi pertanyaannya kemudian, apakah etos kerja kita sudah sesuai dengan jati diri kita sebagai orang percaya. Karena etos kerja merupakan ekspresi dari jati diri kita.

Untuk memahami etos kerja sebagai orang percaya, kita perlu pertanyakan kepada Allah: apa sesungguhnya yang Allah disainkan saat penciptaan manusia.

Maka kita perlu menilik pada Kitab Kejadian. Kejadian 1 menyatakan, setelah Allah menciptakan manusia, Allah memberikan berkat dan mandat kepada manusia untuk mewakili Allah mengelola alam semesta yang baru saja selesai diciptakan selama 6 hari kerja Allah di mana para hari ke-7 Allah beristirahat. Sebagai perwujudannya, kemudian Allah menempatkan manusia pertama dalam Taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu secara bertanggung jawab (Kejadian 2:15).

Di sini kita mendapatkan gambaran jelas bahwa bekerja menurut sifat asali Allah yang kemudian dilekatkan pada manusia sebagai gambar Allah. Allah bekerja, maka manusia bekerja. Jadi bekerja merupakan bagian hakiki kemanusiaan kita yang kudus dan mulia serta bukan produk kutukan atas kejatuhan manusia dalam dosa sebagaimana baru terjadi dalam Kejadian 3.

Maka sesungguhnya bekerja merupakan kesukaan dan kegembiraan dan bukan penderitaan serta hukuman. Juga, sesungguhnya tak ada pensiun dari bekerja dan berkarya sepanjang kita hidup di dunia. Pensiun dari sebuah pekerjaan dan profesi itu ada dan sah, namun pensiun dari bekerja, beraktivitas dan berkarya positif itu sebuah kematian.

Tak mengherankan, orang-orang yang memilih pensiun, terlebih pensiun dini dan berleha-leha tanpa berkarya positif, malah jatuh ke dalam situasi buruk: antara hidupnya merasa kosong, kesehatannya menurun drastis atau malah sebagian jatuh ke dalam berbagai perbuatan dosa.

Dalam disain Allah, manusia bekerja untuk mengelola semesta raya ini sesuai kemauan Allah. Berarti, bekerja untuk membawa kebaikan bagi dunia dan sekaligus membawa kemuliaan bagi Allah. Sebagaimana yang kemudian dituliskan Rasul Paulus dalam:

1 Korintus 10:31, "Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah".

Kolose 3:23, "Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia".

Kalau untuk Allah, berarti pasti kita melakukannya yang terbaik dan bukan ala kadarnya sebagai wujud syukur dan pengabdian kita kepada-Nya.

Dari sini kita mendapatkan poin penting bahwa etos kerja kita sebagai orang percaya:

Pertama : Bekerjalah dengan hati gembira dan kreatif bersama Allah.

Allah adalah sosok yang kreatif dan bersuka dengan kreativitasnya. Allah melihat setiap produk karya penciptaan-Nya baik dan sungguh amat baik setelah menciptakan manusia. Ada kegembiraan dan kepuasan yang tersirat. Sekalipun pekerjaan kita adalah tukang sapu jalan raya. Ketika kita menghayati Allah bersama kita dalam tiap sapuan kita, maka akan ada kegembiraan karena menyadari diri diizinkan dipercayai Allah untuk memberkati semesta lewat sumbangsih kebersihan jalan yang kita persembahkan.

Kedua : Bekerjalah yang terbaik untuk Allah lewat proses dan hasil yang unggul. ‘Excellent’. Menggunakan standar keunggulan. Standar keunggulan atau ‘excellency’ tidak sama dengan perfeksionis. Sesungguhnya kata perfeksionis mengandung makna gangguan jiwa. Apapun dilakukan untuk kesempurnaan demi mengisi kekosongan jiwa dan mendapatkan penghargaan diri. Kalau standar keunggulan atau ‘excellency’ mengandung pengertian mengerjakan yang terbaik sesuai kesempatan dan potensi yang dimiliki yang lahir dari dedikasi untuk Allah dan bukan untuk mengisi kekosongan jiwa.

Biarpun tak ada atasan atau konsumen yang melihat, kita bekerja dengan kualitas unggulan. Tanpa curi-curi waktu karena tak ada bos atau tanpa tipu-tipu merugikan konsumen atau pemakai jasa kita. Jujur dan berintegitas. Jujur, mengatakan apa adanya. Berintegritas, tetap melakukan yang benar, meski tak dilihat dan menggenapkan janji sesuai yang dikatakan.

Di masa sekarang, mudah orang tergoda berkata:"Untuk apa susah-susah mengerjakan yang terbaik, bukankah gaji kecil? Bukankah untungnya kecil kalau jujur timbangannya?"

Fakta di lapangan, siapa setia dalam perkara kecil, akan dipercayakan perkara yang besar. Kita yang menerapkan standar keunggulan, awalnya seperti orang bodoh. Namun, waktu akan membuktikan, justru akhirnya menguntungkan. Kita yang setia pada standar keunggulan, membuat rasa percaya atau ‘trust’ orang lain terhadap diri kita akan meningkat. Karena kepercayaan orang tinggi, maka loyalitas konsumen dan klien akan kita dapatkan. Orang pun akhirnya berani bayar lebih tinggi karena kepuasan yang didapatkannya.

Ketiga : Rayakan hari-hari kerja lewat perhentian Sabat.

Allah saja beristirahat setelah bekerja selama enam hari kerja penciptaan, apalagi kita manusia.

Sabat mingguan adalah sarana untuk kita bersyukur, mengisi kembali energi fisik dan jiwa.