Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (TEgur Sapa GembaLA KeluarGA). Saya, Gunawan Santoso, dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Dan perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan yang terdahulu tentang "Membangun di Atas yang Ada".
GS : Kami sudah membicarakan beberapa poin pada waktu itu. Namun sebelum kita melanjutkan perbincangan lebih jauh, Pak Paul Gunadi mungkin akan menyampaikan apa yang kita perbincangan pada kesempatan yang lampau. Silakan Pak.
PG : Membangun pernikahan dapat diibaratkan seperti membangun rumah, Pak Gunawan. Kita mesti memilih bahan yang baik dan membangunnya dengan perancangan yang juga baik. Namun sebaik apapun bahan dan sematang apapun perancangan, rumah tetap akan mengalami kerusakan baik karena usia maupun karena hal lain di luar kendali. Begitu pula dengan pernikahan. Kita boleh berupaya mencari pasangan yang terbaik, memersiapkan pernikahan sebaik-baiknya tapi pada akhirnya pernikahan tidak berjalan sempurna. Nah, apa yang mesti kita lakukan kalau itu yang terjadi. Kita mesti melihat dan menerima apa yang ada di dalam pernikahan kita alias kita mau melihat misalkan kekuatan pernikahan kita, kekuatan pasangan kita dan itulah yang kita soroti. Jangan lagi terus fokuskan pada apa yang dia tidak punya atau apa yang menjadi kelemahannya. Dan kita juga mesti menerima perubahan dan menanggung kerugian kalau kita memfokuskan pada yang ada. Artinya, yang ada itu buat kita menambahkan beban kita karena yang kita harapkan tidak ada. Tapi tetap kita terima meskipun kita harus membayar harga yang lebih mahal, sebab kalau kita terus fokus pada apa yang tidak ada dalam pernikahan kita maka ini akan membuat kita berpikir negatif dan menjadi orang yang negatif; karena terus fokus pada yang negatif. Dan berikut kalau kita terus fokus pada apa yang tidak ada maka kita akhirnya akan merasa tidak pernah puas. Jadi pasangan juga kesal dengan kita karena kita terus mengeluh dan tidak pernah ada habisnya karena kita terus menuntut dia. Dan yang berikut kenapa tidak bijak jika kita fokus pada yang tidak ada, sebab ini akan membuat kita buta terhadap kelemahan pribadi. Mata kita tertuju kepada kelemahan pasangan, kelemahan kita sendiri tidak lagi kita lihat, dan ini akan membuat pasangan kesal dengan kita. Maka dari sini dimulailah siklus saling serang dan tidak ada lagi yang bersedia melihat dan apalagi memerbaiki kekurangan.
GS : Iya. Pada bagian yang kedua ini apa yang akan kita pelajari, Pak Paul?
PG : Kita akan melihat bagaimana kita akan dapat membangun pernikahan atau memertahankan kualitasnya agar tetap baik di hari tua, Pak Gunawan. Jadi ada beberapa saran yang dapat saya bagikan. Sudah tentu idealnya kita mulai membangunnya sejak awal pernikahan bukan di saat kita sudah tua. Namun tidak selalu kita melakukannya; ada yang melalaikan keluarga dan ada pula yang mengkhianati pasangan di saat muda. Nah, semua ini meninggalkan bekas di hari tua. Itu sebab hal pertama yang mesti kita lakukan adalah mengakui kesalahan di masa lampau dan meminta maaf kepada pasangan. Kalau kita mau membangun kualitas pernikahan kita, maka tidak bisa tidak kita mesti berani mengakui kesalahan di masa lampau dan meminta maaf kepada pasangan.
GS : Jadi di saat kita atau pasangan itu sudah memasuki usia lanjut, Pak Paul, itu yang dilakukan adalah pembangunan terhadap keluarganya atau perbaikan terhadap kerusakan-kerusakan itu?
PG : Sudah tentu memang bergantung kepada dampak atau intensitas atau berapa parahnya kerusakan yang terjadi dalam keluarga itu. Jikalau memang kerusakannya parah seolah-olah mereka harus membangun kembali, Pak Gunawan. Tapi kalau memang kerusakan itu ialah kerusakan yang normal, terkadang kita manusia lupa atau lalai, sudah tentu kita tidak perlu merombak dan membangun dari awal kita hanya perlu memerbaiki.
GS : Jadi seperti rumah ya, Pak Paul? Kalau memang parah sama sekali maka diambrukkan lalu dibangun kembali.
PG : Betul.
GS : Direnovasi total. Tetapi kalau yang hanya ‘maintenance’ sifatnya atau pemeliharaan maka cukup ditambal atau diganti, begitu.
PG : Betul. Jadi ada orang-orang, misalnya di masa muda si suami terlalu sibuk dan banyak di luar lalu sekarang sudah tua. Memang si istri banyak menyimpan juga kekesalan karena suaminya itu tidak begitu memberi perhatian kepada dia. Sudah tentu di hari tua itu mereka perlu memerbaiki pernikahan itu. Tapi misalnya yang lebih buruk terjadi dimana si suami jarang pulang karena memang tidak setia, hidupnya foya-foya, hidupnya mungkin berjudi atau memunyai wanita lain. Kalau nanti mereka kembali bersatu mungkin sekali tidak cukup hanya memerbaiki tetapi mereka harus membangun pernikahan itu kembali. Nah, tadi sudah disinggung bahwa kita mesti memulai dengan mengakui kesalahan. Yakobus 5:16 menasihati "Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh." Kita yang bersalah mesti berinisiatif mengakui kesalahan dan meminta ampun kepada pasangan sebab tanpa langkah pertama ini mustahil terjadi pembaharuan dalam relasi pernikahan. Nah, sebaliknya pihak yang dilukai seyogyanya mengampuni sebagaimana diperintahkan Tuhan di Kolose 3:13, "Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian." Mungkin kita berkata Pak Gunawan, "Aduh kalau kita saling mengaku kesalahan kita, meminta maaf, mengampuni berarti kita membuka-buka lagi luka lama. Sebetulnya tidak. Sebetulnya luka lama tidak mesti dibuka kembali tetapi luka lama mesti diakui sebelum terjadi pemulihan. Maksudnya kita tidak perlu membicarakan secara mendetail apa yang terjadi bertahun-tahun yang lampau, tidak usah. Tapi kita mesti mengakui bahwa perbuatan kita telah menimbulkan luka atau dia telah mencederai pasangan kita itu. Itu mesti diakui. Setelah itu memang diperlukan waktu untuk pemulihan. Mungkin pada suatu masa relasi memang kembali menegang tetapi ini perlu dilakukan. Tanpa pengakuan dan pengampunan maka relasi akan terus berada pada di tahap yang datar dan dangkal.
GS : Nah, ada kesalahan-kesalahan atau dosa-dosa tertentu dimana pasangan tidak tahu Pak Paul, apakah masa tua juga perlu diungkapkan?
PG : Saya kira kalau sampai tidak diketahui dan ini adalah perbuatan yang kita pernah lakukan dan kita tidak lakukan lagi, saya kira tidak perlu. Sebab kalau kita akui itu bisa memancing atau merobek kembali relasi maka itu akhirnya justru lebih merusak relasi. Jadi saya tidak selalu berkata bahwa pokoknya apapun harus diakui. Tidak. Kita mesti bijak juga.
GS : Dan melihat kesiapan dari pasangan ini, Pak Paul, terkadang kita mau menyampaikan itu rasanya pasangan kita tidak siap untuk menerima. Bukankah akan tambah parah?
PG : Betul, betul. Sebab yang terpenting pada akhirnya kita sudah berhenti dan kita tidak melakukannya lagi.
GS : Iya. Hal yang lain apa, Pak Paul?
PG : Setelah pengakuan dan pengampunan maka langkah berikut yang perlu diambil untuk membangun relasi adalah pertobatan. Kita mengerti bahwa makna pertobatan adalah berhenti melakukan yang buruk dan salah, dan mulai melakukan yang baik dan benar. Jadi kita harus menghentikan perbuatan buruk kita dan menggantikannya dengan perbuatan yang baik. Tidak akan ada pembaharuan bila kita terus berkubang di perbuatan buruk masa lalu dan menolak untuk melakukan perbuatan baik sebagaimana diharapkan pasangan. Sebagai contoh, tidak cukup kita hanya berhenti berselingkuh namun kita pun mesti melakukan hal-hal baik seperti memerlihatkan perhatian terhadap keluarga dan berusaha menyenangkan hati pasangan. Contoh lain, tidak cukup kita berhenti mabuk-mabukan tapi kita pun harus menunjukkan pertobatan dengan mulai bekerja kembali. Jadi kita bisa lihat pertobatan diperlukan untuk membangun rasa percaya dan rasa hormat. Tanpa pertobatan, pengampunan dosa kita tidak berumur panjang sebab suatu saat kita akan mengulang perbuatan itu lagi.
GS : Iya. Memang untuk meninggalkan sesuatu yang sudah lama dilakukan ini juga sesuatu yang berat, Pak Paul. Apalagi kalau pasangan itu mengungkit-ungkit kesalahan kita terus. Ini membuat pertobatan agak sulit dilakukan.
PG : Betul. Memang kita mengerti pasangan mengungkit itu karena mungkin masih menyimpan kemarahan. Tapi setelah melewati satu masa sebaiknya pasangan tidak lagi mengungkit-ungkit apa yang telah terjadi supaya kita memfokuskan pada apa yang di depan kita, karena memang untuk terus bisa berubah kita juga memerlukan kekuatan pada pasangan untuk mendorong kita agar kita tidak kembali lagi pada kehidupan kita yang lama.
GS : Iya. Tapi memang orang itu punya kelemahan misalnya dalam hal berjudi, Pak Paul. Suatu saat dia berhenti dan sudah mengatakan akan berhenti. Tetapi ini bisa kembali lagi dan terjatuh lagi di dosa itu.
PG : Betul. Dan bukan hanya berjudi, Pak Gunawan, dosa-dosa yang lain atau kelemahan-kelemahan yang lain juga seringkali bisa kembali lagi seperti misalkan tidak setia atau berselingkuh; bisa berhenti tapi nanti bisa mulai terulang lagi ketika bertemu orang lain. Atau narkoba. Kita mungkin berpikir narkoba itu pada masa remaja atau pemuda kalau sudah menikah lama, sudah tua, sudah tidak lagi ternyata tidak, Pak Gunawan. Kita tahu ada orang-orang yang usianya paro baya masih tetap saja kecanduan narkoba. Lepas sebentar balik lagi dan seterunya. Jadi bisa dimengerti kalau pasangan susah percaya, takut ini terulang lagi. Maka seringkali pertobatan itu mesti dikonfirmasi lagi, diteguhkan lagi supaya pasangan akhirnya bisa percaya sepenuhnya pada kita.
GS : Iya. Tapi itu membutuhkan semacam tekad yang sangat kuat dan tentu saja pertolongan Tuhan sebab jika tidak dia tidak bisa berhenti dengan sendirinya, Pak Paul.
PG : Betul, betul. Coba sekarang kita melihat langkah yang ketiga untuk memerkuat relasi pernikahan yaitu memelihara keintiman. Tidak ada satu faktor yang dapat dengan tepat mencerminkan kebahagiaan pernikahan selain daripada keintiman. Kita mungkin dapat memalsukan rasa percaya dan hormat tetapi kita tidak dapat memalsukan keintiman. Memang pernikahan dapat tetap ada selama masih ada rasa percaya dan respek. Tetapi kebahagiaan pernikahan hanya dapat ada bila terdapat keintiman. Sudah tentu hubungan seksual dapat menjadi salah satu barometer yang kita gunakan untuk mengukur kadar keintiman. Biasanya semakin sering semakin memuaskan dan semakin tinggi tingkat keintiman. Namun dengan bertambahnya usia maka makin berkurang frekuensi hubungan seksual akibat menurunnya kadar hormon seksual. Pada masa tua keintiman tidak lagi terkait erat dengan hubungan seksual. Keintiman lebih terkait dengan bagaimana kita memerlakukan pasangan. Semakin penuh perhatian, semakin rela berkorban dan mengesampingkan kepentingan pribadi serta semakin lemah lembut dan sabar kita bersikap semakin tinggi tingkat keintiman. Itu sebab tidak bisa tidak, untuk memerkokoh pernikahan kita harus meningkatkan keintiman.
GS : Iya. Keintiman ini memang perlu dibina sejak awal pernikahan, Pak Paul, bahkan mungkin sebelumnya.
PG : Betul.
GS : Tetapi membinanya dengan cara bagaimana lagi biasanya ?
PG : Nah, ini yang akan memang kita fokuskan. Masalahnya kita memang tidak bisa meningkatkan keintiman sebab keintiman adalah efek atau buah atau akibat. Kita hanya dapat meningkatkan sumber yang menimbulkan keintiman dan sumber itu adalah kasih. Untuk dapat meningkatkan kasih selain dari membereskan persoalan di antara kita satu hal yang mesti kita lakukan adalah berbuat baik kepada satu sama lain. Kasih tidak bertumbuh di dalam keburukan. Kasih hanya dapat bertahan di dalam sikap dan perlakuan yang buruk. Pada kenyataannya kasih bertumbuh di dalam kebaikan. Makin kita melihat dan menerima kebaikan pasangan, makin berkembang kasih kita kepadanya. Jadi limpahkanlah pasangan dengan kebaikan. Inilah pupuk yang menumbuhkan kasih dan begitu kasih terus bertumbuh maka keintiman pun juga bertumbuh.
GS : Berarti yang bisa kita kerjakan adalah membangun kasih ini, Pak Paul? Dengan demikian buahnya nanti ialah keintiman.
PG : Betul sekali.
GS : Tetapi pada masa yang sudah lanjut usia, seperti Pak Paul tadi katakan, itu yang terjadi keintiman atau malah kadang-kadang keintiman itu memudar?
PG : Iya. Betul. Memang tidak bisa tidak pada masa tua keintiman bisa memudar kalau memang kita mengukurnya hanya dari kadar keintiman fisik. Namun kita tahu sebetulnya pada masa tua keintiman fisik secara alamiah akan berkurang. Keintiman yang lebih bersifat kelembutan, perhatian, kerelaan mementingkan pasangan itulah bagian dari keintiman yang nanti, menandai kita atau pernikahan kita di masa tua, kita bisa melihat pasangan yang intim. Dari apa ? Kasih mereka. Saling memerhatikan, saling mau mengalah, saling mementingkan pasangan. Itulah ciri-ciri keintiman di usia yang sudah lebih lanjut.
GS : Tapi seringkali juga yang terlihat adalah keintiman yang semu. Kita melihat rasanya pasangan ini intim namun ternyata tidak, Pak Paul.
PG : Bisa, Pak Gunawan. Karena memang kita bisa saja di depan orang kita menunjukkan bahwa kita memerhatikan pasangan padahal di rumah tidak. Biasanya kita bisa lihat apakah ini palsu atau tidak dari reaksi pasangan. Misalkan kita melihat orang ini sepertinya sayang istrinya tetapi istrinya kelihatan dingin, diam saja, kelihatan sinis. Kalau begitu besar kemungkinan di rumah dia tidak seperti itu, hanya di luar karena dilihat oleh orang makanya dia bersikap seperti itu.
GS : Itu sangat merugikan hubungan mereka sendiri sebenarnya, merugikan pasangan itu sendiri, Pak Paul. Karena berpura-pura di dalam pernikahan ini berat sekali.
PG : Betul. Memang kadang-kadang orang melakukannya karena ingin dilihat baik oleh orang. Jadi dia akan pura-pura. Tapi sekali lagi kita bisa tahu ini palsu atau tidak dari respons pasangannya; kalau pasangannya tidak menyambutnya besar kemungkinan ini hanyalah pertunjukan saja di depan orang.
GS : Tetapi memang yang lebih penting mereka sendiri harus menyadari bahwa apa yang dilakukan ini sebenarnya cuma sandiwara saja. Karena kalau tidak akan terbiasa dengan kehidupan bersandiwara seperti ini, Pak Paul?
PG : Biasanya memang orang itu susah untuk membuka diri dan mengakui secara terbuka bahwa rumah tangga kami bermasalah. Jadi seringkali yang terjadi sewaktu yang satu bersandiwara maka yang satunya tidak berpartisipasi sepenuh hati tetapi biasanya membiarkan. Tidak mengatakan bahwa ini bohong atau palsu. Biasanya tidak. Diam saja. Sebab kita takut juga cerita apa adanya, atau kita juga tidak mau kehilangan respek dari orang maka kita diamkan. Kita juga secara tidak langsung berpartisipasi menutupi masalah rumah tangga kita.
GS : Iya. Kalau semakin usia bertambah kemudian kita butuh keintiman, itu sebenarnya yang dibutuhkan keintimannya atau apa ya? Karena kondisi tubuh kita sudah merosot sehingga kita membutuhkan perhatian dari orang lain terutama pasangan kita. Jadi yang mana, Pak Paul?
PG : Memang kita ini secara alamiah karena sudah semakin tua dan tubuh kita semakin lemah maka kita membutuhkan perhatian dari pasangan kita. Keintiman itu sebetulnya ditunjukkan bukan oleh sikap kita yang meminta perhatian tapi kebalikannya, Pak Gunawan, memberi perhatian. Waktu kita ini secara alamiah memberi perhatian kepada pasangan meskipun kita mungkin tidak mendapatkan imbalannya atau apa, tapi kita senang memberi perhatian, lembut kepada pasangan. Besar kemungkinan itu ialah keintiman.
GS : Dan sebaliknya, Pak Paul. Jadi kalau kita merasakan hal itu, kita bisa lebih membangun keintiman itu daripada sifat ego kita sendiri, mementingkan diri sendiri itu.
PG : Betul. Jadi kita sendiri akan tahu sebab kita tahu bahwa kita tidak perlu disuruh kita akan mau melakukannya. Kita memang sayang kepada istri kita atau pada suami kita sehingga meskipun tidak ada yang mengharuskan maka kita dengan sendirinya mau berkorban, mendahulukan kepentingannya dan bersikap lembut kepadanya. Dan kenapa kita mau melakukan itu? Tadi sudah saya singgung, karena adanya kasih dan kasih itu kita tumbuhkan dari berbuat baik. Meskipun kita sudah tua, kita masih bisa berbuat baik. Jadi berbuat baik itu tidak mengenal batas usia. Maka orang setua apapun dan selama apapun juga mereka sudah menikah tetap masih bisa mengasihi, tetap masih bisa intim karena masih bisa berbuat baik. Kalau sampai ada orang tidak bisa lagi menikmati keintiman dan kasih, besar kemungkinan karena memang sudah berhenti berbuat baik. Jadi orang yang tidak terima perbuatan baik dari pasangannya maka ini susah untuk bisa mengasihi.
GS : Iya. Selanjutnya apa, Pak Paul?
PG : Langkah keempat untuk memperkokoh pernikahan adalah menemukan dan menjalankan misi hidup bersama. Mungkin kita tahu misi hidup yang Tuhan embankan kepada kita masing-masing, namun belum tentu kita tahu misi hidup yang Tuhan embankan kepada kita berdua. Ini tidak berarti bahwa kita mesti memunyai pelayanan yang sama. Terpenting bukan kesamaan pelayanan melainkan apakah pelayanan kita saling melengkapi dan membawa kita lebih dekat dengan misi hidup kita. Makin melengkapi dan membawa kita lebih dekat dengan misi hidup kita, makin kokoh dan menyatu relasi pernikahan kita. Nah, kita mesti sadari ini Pak Gunawan, ternyata menemukan misi hidup tidak selalu terjadi di awal pernikahan. Seringkali ini baru terjadi di usia yang lebih senja; jadi sudah bertahun-tahun menikah. Pada umumnya di awal pernikahan kita disibukkan dengan pelayanan masing-masing. Namun makin tua, makin mengerucut dan makin saling melengkapi pelayanan kita berdua. Ini semakin menyadarkan kita bahwa misi hidup kita berdua makin menyatu walau mungkin tetap berbeda. Pasangan yang telah menemukan misi hidupnya dan menjalankan hidup bersama adalah pasangan yang kokoh dan terpenuhi. Mereka tahu dengan jelas tempat mereka di dalam pekerjaan dan rencana Tuhan di bumi. Ini makin mempererat relasi.
GS : Iya. Berbicara tentang misi kehidupan ini Pak Paul, kehidupan bersama khususnya, sebenarnya apa misi kehidupan? Karena ada orang yang memang tidak tahu misi hidupnya. Hanya menjalani saja kehidupan berkeluarga itu. Tapi apa itu sebenarnya?
PG : Misalkan kita ini yang terlibat di dalam pelayanan keluarga, kita bisa berkata bahwa misi hidup kita adalah memang melayani keluarga. Nah, misalkan saya dan Santy (istri Pak Paul) memang saya dan Santy memiliki pelayanan yang berbeda. Kami bersama-sama dalam gereja, saya sebagai gembala juga. Yang saya lakukan dan Santy lakukan tidak persis sama. Namun kami memang memunyai satu kesamaan akhirnya, misi kehidupan ini yaitu keluarga. Saya fokus kepada misalkan orangtua atau pernikahannya, sedangkan Santy lebih fokus kepasa istri atau kepada wanita yang lebih muda. Namun semua dalam konteks memang untuk membangun manusia dan membangun keluarga itu. Semakin tua saya dan Santy semakin menemukan misi hidup ini, Pak Gunawan, bahwa inilah yang sebetulnya Tuhan embankan kepada kami. Dan semakin kami menyadari ini, memang makin memperkokoh pernikahan kami. Saya berikan contoh yang lain, saya cukup sering membaca tulisan-tulisan Billy Graham dan ibu Ruth Graham, istri beliau. Kedua-duanya sekarang sudah di rumah Tuhan di sorga. Meskipun kedua-duanya memiliki pelayanan yang berbeda, Billy Graham sebagai evangelis dan istrinya lebih di rumah untuk mengurus anak-anak. Tapi kita bisa melihat bahwa mereka memiliki misi kehidupan yang sama. Itu sebab dalam salah satu khotbahnya saya masih ingat sekali Billy Graham berkata: "Sekarang saya berdiri di depan saudara-saudara dan berkhotbah. Tapi saya mau bilang terus terang kepada saudara-saudara, hati saya tidak disini. Hati saya sekarang ada di rumah. Saya sedang menanti-nantikan pulang ke rumah dan waktu saya pulang ke rumah saya tahu ada seseorang yang akan menyambut saya yaitu istri saya." Kita bisa melihat sebuah kesatuan, Pak Gunawan dan si istri pun juga merasa sama meskipun dia tidak hadir bersama Billy Graham dalam pelayanannya tapi dia tahu, dia dalam misi yang sama, sebab gara-gara dia di rumah dan dia mengurus anak-anak dengan baik maka Billy Graham bisa pergi melayani Tuhan. Jadi sekali lagi tidak mesti sama pelayanannya tapi kita berdua menemukan misi yang sama; "Oleh karena saya disini maka kamu bisa pergi melayani." Dan saya pun sering berkata: oleh karena Santy bisa mengurus anak, oleh karena Santy mendukung saya maka saya bisa pergi dan saya bisa melayani Tuhan. Itu yang dimaksud dengan misi kehidupan yang sama.
GS : Yang seringkali terjadi, yang istri mendukung pelayanan atau pekerjaan dari suaminya, Pak Paul. Tapi apa bisa yang terjadi sebaliknya bahwa si istri yang menemukan misinya lebih dahulu dan si suami yang mendukungnya?
PG : Bisa, Pak Gunawan. Misalkan kita bandingkan dengan Joni Eareckson Tada. Beliau adalah seorang yang cacat karena kecelakaan sehingga dari leher ke bawah mengalami paralisis atau lumpuh. Nah, setelah beliau menjadi hamba Tuhan dipakai Tuhan melayani orang-orang yang juga cacat barulah akhirnya menikah dengan suaminya, Ken Tada. Sekarang mereka berdua terlibat dalam pelayanan yang sama. Tapi sebetulnya yang memang menjadi kepala atau motor adalah istrinya, Joni. Nah, Ken itu lebih menjadi pendukung perawat. Dialah yang merawat istrinya di rumah karena istrinya perlu dirawat secara purna waktu. Jadi kita bisa berkata dalam hal ini si suami yang mendukung pelayanan si istri.
GS : Kalau seandainya sampai usia lanjut itu mereka tidak menemukan misi kehidupan ini akibatnya apa?
PG : Memang tidak apa-apa, tidak sampai misalnya mereka akhirnya renggang dan cerai dan sebagainya. Tidak. Jadi ada orang yang memang tidak begitu jelas dan tidak menemukannya sehingga hanya melakukan hal-hal yang mereka bisa dilakukan. Tidak apa-apa. Saya hanya mau berkata kalau sampai tahu misi hidupnya itu bisa bertemu bersama-sama itu akan memperkokoh relasi pernikahan.
GS : Iya. Dan sehubungan dengan ini, Pak Paul, apakah ada ayat firman Tuhan yang Pak Paul sampaikan?
PG : Kepada jemaat di Korintus di 1 Korintus 8:1 Paulus menasehati ,"Tentang daging persembahan berhala kita tahu: "kita semua mempunyai pengetahuan." Pengetahuan yang demikian membuat orang menjadi sombong, tetapi kasih membangun." Pengetahuan membuat orang sombong tetapi kasih membangun. Nah, pernikahan dibangun dan dipelihara oleh kasih bukan oleh pengetahuan tentang apa yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan. Bukan. Jadi sikap seperti ini akan membuahkan kesombongan dan memisahkan relasi. Justru kalau kita menekankan kasih, bukan pengetahuan, maka ini akan membangun pasangan. Jadi kalau saya boleh simpulkan tentang topik kita yang kita sudah bahas dalam 2 sesi ini yaitu membangun di atas yang ada, hanya kalau ada kasih kita bisa membangun apa yang ada dan barulah nanti pernikahan ini bisa kembali bertumbuh. Kalau terlalu menekankan pengetahuan, "Kamu seharusnya begini begitu", ini tidak akan membangun relasi sebab yang membangun diri kita sewaktu kita tahu bahwa kita dikasihi. Meskipun saya tidak sempurna, meskipun saya hanya bisa memberikan ini kepadamu dan kamu tetap mengasihi saya, itu akan membuat kita lebih termotivasi untuk bertumbuh dan juga menyenangkan pasangan.
GS : Iya, Pak Paul. Terima kasih untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (TEgur sapa GembaLA KeluarGA). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Membangun di Atas yang Ada" bagian yang kedua dan yang terakhir.Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Atau Anda juga dapat menggunakan e-mail ke alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhir kata dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.