oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi.
Kata kunci: Kita mesti berdoa, kita mesti bersikap, kita mesti bertindak
TELAGA 2019
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (TEgur Sapa GembaLA KeluarGA). Saya, Gunawan Santoso, dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang "Ketika Anak Berselingkuh". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Kesedihan orangtua di masa usia yang sudah lanjut sebenarnya, antara lain jika mendengar kabar dari orang lain, "Itu anakmu selingkuh". Berita yang makin lama makin gencar menyatakan bahwa anak kita selingkuh. Orangtua tentu ikut merasa malu. Seolah-olah orangtua tidak mampu mendidik anaknya sehingga jatuh ke dalam dosa perselingkuhan. Tetapi setelah anak itu menikah sebenarnya sudah terlepas dari tanggungjawab orangtua, sudah sama-sama dewasanya. Ini bagaimana Pak Paul ?
PG : Memang secara aturan, secara hukum atau tanggungjawab, orangtua itu sebetulnya tidak lagi bertanggung jawab atas perbuatan anaknya yang sudah akil balig; apalagi yang sudah berkeluarga. Namun bagaimana pun juga kita hidup dalam konteks masyarakat dimana kita tetap dituntut tanggungjawab. Dan tidak bisa tidak kita sendiri pun sebetulnya tetap merasa bertanggungjawab, kita mesti berbuat sesuatu. Kita tidak bisa lepas tangan begitu saja. Nah, jadi kita mau membahas hal ini. Hal yang memang sulit untuk kita alami, kita jalani. Tidak ada orangtua yang mau melihat anaknya jatuh ke dalam dosa perselingkuhan dan mengakibatkan begitu banyak masalah nantinya, karena kita tahu bukan saja nanti melibatkan dirinya dan rekan selingkuhannya ini juga melibatkan pasangannya, melibatkan anak-anaknya, belum lagi melibatkan keluarga dari pasangannya. Jadi kita harus berhadapan juga dengan besan kita. Ini adalah hal yang memang tidak mudah untuk dihadapi, maka marilah kita membahasnya bersama-sama.
GS : Hal-hal apa, Pak Paul, yang bisa kita lakukan sebagai orangtua kalau memang ternyata benar. Setelah kita cross-check lagi, memang benar anak kita berselingkuh. Pak Paul tadi katakan kita memang harus berbuat sesuatu. Berbuat sesuatu itu apa ?
PG : Pertama kita mesti berdoa. Secara spesifik kita berdoa untuk menantu kita yang menjadi korban agar Tuhan mengaruniakannya kekuatan dan hikmat. Ia perlu kekuatan untuk menanggung derita yang berat ini dan ia pun membutuhkan hikmat agar ia tahu apa yang mesti dilakukannya. Masa ini adalah masa kritis. Bukan saja karena masalah perselingkuhan adalah masalah yang serius, tapi juga karena masalah perselingkuhan menimbulkan gejolak emosi yang kuat. Begitu kuatnya sehingga ada kalanya kita mengambil keputusan yang tidak bijak. Maka langkah yang pertama kita memang mau berdoa untuk menantu kita. Jangan sampai juga ia itu mengambil keputusan secara tergesa-gesa dan kurang bijaksana. Yang kedua adalah kita mau berdoa untuk anak kita yang jatuh ke dalam dosa. Kita berdoa agar Tuhan mencelikkan matanya untuk melihat dengan jelas apa yang tengah dilakukannya, sebab pada umumnya pelaku selingkuh tidak dapat melihat dengan jelas. Mereka hanya bisa melihat sepenggal, kepentingan pribadi. Mereka ingin terpuaskan, mereka ingin bahagia maka mereka tidak melihat bahwa harga kepuasan dan kebahagiaan yang mesti dibayar adalah mahal. Nah, mereka pun juga luput melihat Tuhan di dalam lumpur dosa ini. Mungkin mereka sengaja tidak ingin melihat Tuhan atau mereka melihat Tuhan dengan pandangan yang terdistorsi. Mereka beranggapan bahwa Tuhan pasti memaklumi perbuatan mereka, atau mereka berkata, "Tuhan tidak mau mereka itu susah. Tuhan mau mereka bahagia. Jadi berarti selama saya bahagia, maka Tuhan tidak apa-apa, Tuhan akan setuju jika perselingkuhan ini membuat saya bahagia". Itu sebab kita perlu berdoa agar anak kita dapat melihat dengan jelas apa yang dilakukannya.
GS : Iya, Pak Paul. Di dalam hal kita mau berdoa secara spesifik ini : untuk menantu, untuk anak dan mungkin juga yang lain-lainnya. Apa perlu kita melibatkan orang lain misalnya anggota persekutuan kita beritahukan tentang hal-hal yang kita alami. Atau kita berdoa di antara keluarga itu sendiri ?
PG : Sebaiknya pada tahap-tahap awal kita hanya berdoa di dalam keluarga kita. Kita tidak bercerita kepada orang di luar. Kecuali orang yang kita anggap bisa membantu kita, orang yang dapat dipercaya, orang yang rohani. Kenapa kita tidak bercerita dengan orang lain bahkan teman-teman di persekutuan, sebab kita tidak mau berita ini simpang siur dan anak atau menantu kita dengar, maka ini bisa menambah masalah mereka keruh karena mereka dengar orang berbicara ini dan itu. Nah, jadi akhirnya masalah bertambah buruk. Misalkan anak kita ini dengar bahwa kita sudah berbicara di luar, di gereja tentang perbuatannya. Maka dia bisa berkata, "Ya sudah telanjur. Buat apa perlu saya tutupi. Saya sudah tidak peduli lagi. Saya tidak akan mau lagi kembali kepada pasangan saya atau keluarga saya. Saya akan benar-benar keluar dari rumah, hidup dengan selingkuhan saya", jadi ada baiknya memang kita tidak bercerita kepada orang-orang di luar rumah kecuali dengan orang-orang tertentu yang kita tahu orang yang rohani dan dewasa yang dapat kita percaya.
GS : Kalau dengan menantu itu sendiri yang menjadi korban, katakan begitu, apakah bisa dibenarkan jika kita mengajak dia berdoa bersama kita ?
PG : Bisa. Jadi justru kalau kita mengajaknya berdoa bersama dia akan merasa kita ini sungguh-sungguh peduli, bahwa kita ini memerhatikan dia. Jadi saya kira itu adalah baik.
GS : Lalu bagaimana dengan cucu-cucu; jadi anak-anak dari anak kita ini tadi, bagaimana ?
PG : Sudah tentu kita mau berdoa bagi cucu kita. Memang mereka membutuhkan ayah dan ibu yang sehati dan sekasih. Perselingkuhan memutuskan relasi dan membuat keluarga terbelah. Suasana rumah tidak akan sama. Besar kemungkinan tangis dan teriak akan makin bertambah, menciptakan ketegangan dan ketidaknyamanan. Nah, kita berdoa agar Tuhan memberikan kekuatan kepada cucu kita untuk dapat melalui masa yang sulit ini dan agar mereka tidak mencari ketenangan di luar rumah dengan cara yang salah. Kita berdoa supaya Tuhan menjauhkan mereka dari pencobaan. Dan tidak ada salahnya, Pak Gunawan, kalau kita mengajak mereka berdoa bersama, mendoakan orangtua mereka, mendoakan orangtua yang memang terlibat dalam perselingkuhan. Jadi kalau mereka sudah tahu tidak ada salahnya kita mengajak mereka berdoa. Cuma memang ada baiknya, sebelum kita lakukan itu, kita beritahukan menantu kita bahwa, "Boleh tidak saya ini berdoa dengan anak-anak, dengan cucu-cucu saya supaya mereka bisa merasakan juga perhatian dan juga mendapatkan kekuatan dari doa ?"
GS : Itu artinya kalau cucu ini masih belum tahu maka pasti menantu kita akan berkata "Jangan dulu, mereka masih belum tahu tentang ini" begitu, Pak Paul ?
PG : Betul. Jadi memang dalam hal ini kita tidak akan melangkah lebih cepat daripada langkah yang akan diambil oleh si korban atau menantu kita ini. Kalau dia memang berprinsip, "Tidak. Saya tidak mau memberitahukan anak-anak dulu. Nanti tunggu siapa tahu ada perkembangan kalau suami (atau istri) kembali, tidak apa saya tidak perlu bercerita kepada anak-anak. Tapi kalau memang ini akan permanen barulah saya akan beritahukan anak-anak", kita mesti menghormati itu. Kita mesti menyadari bahwa kita adalah orangtua dari mereka; kita bukanlah orangtua dari anak-anak mereka. Jadi kita serahkan keputusan itu kepada menantu kita.
GS : Bagaimana dengan anak kita sendiri yang berselingkuh ini, Pak Paul ?
PG : Maksudnya apakah kita perlu mengajaknya berdoa bersama ?
GS : Iya.
PG : Saya kira kalau dia bersedia, maka baik sekali. Kalau kita tanya dia, "Apakah kau bersedia berdoa bersama papa atau mama untuk masalah yang kamu hadapi?" tanya saja kalau dia bersedia maka kita doakan bersama. Mudah-mudahan saja dia mau supaya dia mau datang kepada Tuhan. Tapi kita juga jangan lupa, Pak Gunawan, berdoa bagi mitra selingkuhannya itu. Bagi orang yang berselingkuh dengan anak kita. Kita berdoa agar dia dapat melihat jelas apa yang tengah diperbuatnya. Kita berdoa supaya Tuhan berbisik kepada nuraninya dan agar dia mendengar suara Tuhan. Kita berdoa agar dia diberikan kekuatan untuk melawan dorongan hatinya dan mengambil keputusan yang benar. Kita perlu berdoa agar Dia berbelas kasihan kepada keluarga anak kita yang menderita akibat perselingkuhannya itu. Jadi kebanyakan mereka itu yang berselingkuh dengan anak kita, mereka memang tidak bisa tidak harus mematikan perasaan-perasaan mereka. Sebab mereka itu hanya melihat anak kita saja yang berbuat bersamanya. Kebanyakan mereka tidak mau memikirkan dampaknya orang-orang yang dirugikan dan dilukai oleh perbuatannya. Ini ada baiknya, maka kita berdoa secara spesifik supaya rekan selingkuh itu benar-benar melihat jelas siapa-siapa yang menjadi korban, siapa-siapa yang harus sedih, terluka gara-gara perbuatannya.
GS : Iya. Pak Paul, biasanya anak kita atau menantu kita itu tidak mau dicampuri seperti itu walaupun dalam hal berdoa. Seolah-olah, "Kami ini sudah rumah tangga sendiri biar kami selesaikan masalah ini sendiri". Bagaimana kalau tanggapannya seperti itu ?
PG : Memang kita mesti menghormati keputusan mereka, bahkan keputusan anak kita. Sebab kita ini sudah lepas dari tanggungjawab sebetulnya sebagai orangtua karena anak kita sudah dewasa, sudah berkeluarga. Jadi kalau sampai anak kita berkata "Papa, mama jangan ikut campur. Jangan berbicara dengan istri saya (atau suami saya). Jangan berbicara dengan anak-anak saya" dan sebagainya, maka kita memang juga harus mengerti itu. Atau waktu kita berbicara dengan anak kita, anak kita tidak mau mendengarkan dan tidak mau berbicara juga, kita juga memang tidak bisa memaksakan. Jadi memang peran kita terbatas, maka saya menekankan langkah pertama yang mesti kita perbuat adalah berdoa, sebelum kita mengatakan atau berbuat apa-apa.
GS : Iya. Tapi bukankah kita bisa mengatakan bahwa, "Memang itu urusanmu tapi kita mendapat dampaknya. Kita mendengar dari orang-orang lain", mungkin itu teman-teman kita atau teman segereja yang terus memberitahu kepada kita, "Masakan kamu sebagai orangtua mau membiarkan ini terus ?"
PG : Ini membawa kita kepada poin berikutnya, Pak Gunawan, yaitu selain kita mesti berdoa, kita juga mesti bersikap. Kita tidak bisa tidak mengambil sikap. Kita memang tidak bisa tutup mata, membiarkan sama sekali dan tidak berbuat apa apa, kita mesti bersikap. Dalam pengertian kita mesti menyatakan apa yang benar dan apa yang salah. Sudah tentu perselingkuhan lahir dari sejumlah faktor; maksudnya bisa jadi pernikahan mereka memang sudah buruk, bisa jadi juga pasangannya itu terlalu menekan dia, banyak faktornya. Kita mengerti itu. Tetapi perselingkuhan itu sendiri adalah sebuah kesalahan, sebuah dosa. Kita boleh dan seharusnya berupaya mengerti, mengapa perselingkuhan itu terjadi. Namun kita tetap harus menyatakan sikap, anak kita telah berselingkuh apapun alasannya ia tetap berdosa. Jika kita tidak bersikap maka tindakan kita akan mencederai hati menantu dan cucu kita. Dan akhirnya hormat mereka terhadap kita akan berkurang. Apapun yang kita katakan tidak akan dipedulikan sebab kita dinilai tidak adil dan tidak konsisten. Nah, bila kita tidak bersikap maka anak kita akan mengambil kesimpulan bahwa kita membiarkannya berbuat demikian sebab kita tidak marah dan bahwa kita mengerti alasannya. Dengan kata lain, kita mendukungnya. Ini yang tidak kita inginkan. Jadi memang kita mesti bersikap dengan cara apa ? Kita menyatakan sikap dengan mengatakan kepada anak kita bahwa kita tidak menyetujui perbuatannya, dan bahwa ia telah berdosa. Kita pun menyatakan sikap dengan cara datang kepada menantu dan cucu kita untuk mengakui bahwa perbuatan anak kita salah dan berdosa. Kita menyatakan sikap dengan cara memberi komitmen untuk mendukung menantu dan cucu, dan kita menyatakan sikap dengan cara tetap mengasihi anak tapi tidak menyembunyikan kekecewaan kita atas perbuatannya. Kita menyatakan sikap dengan cara tidak menerima mitra selingkuhannya sebab kita tidak mau berbagian dalam dosa. Jadi sikap-sikap seperti inilah yang mesti kita perlihatkan, Pak Gunawan.
GS : Diberitahukan atau diperlihatkan dulu, Pak ?
PG : Kepada anak kita, yang tadi saya katakan, kita mesti berkata, "Papa dan mama tidak setuju dengan perbuatanmu dan bahwa perbuatanmu adalah dosa. Papa dan mama meminta agar kamu bertobat". Memang, tadi yang saya sudah singgung, kita tidak bisa melangkah lebih jauh; anak sudah besar, anak sudah berkeluarga dan kita tidak bisa memaksakan kehendak kita. Tapi kita masih bisa berkata seperti itu. Misalkan setelah kita berkata begitu anak kita berkata, "Papa, mama jangan ikut campur", sudah, memang kita tidak bisa melangkah lebih jauh. Tapi saya kira sikap itu perlu kita tunjukkan. Saya juga tadi menyinggung, kita ada baiknya datang kepada menantu dan kalau cucu kita sudah besar sudah bisa mengerti, ada baiknya kita berbicara kepada mereka dan berkata minta maaf. Meskipun memang bukan salah kita, tapi ada baiknya kita itu berkata, "Maaf, atas perbuatan anak kami, melukai kamu seperti itu". Dengan cara seperti itu menantu kita tahu, kita ini tidak membela anak kita. Sebab, Pak Gunawan, mungkin juga tahu, betapa seringnya orangtua itu bukannya menyatakan sikap menegur anaknya yang bersalah malah menyalahkan menantunya; kurang bisa memerhatikan suami atau apalah, karena orangtua tidak mau melihat anaknya disalahkan. Jadi membela secara membabi buta. Kita tidak mau begitu. Kita mau menantu kita melihat, kita ini berdiri di atas kebenaran, kita bukan berdiri di atas anak kita, tidak. Dan saya juga tambahkan, kepada anak kita, kita memang mesti tetap mengasihi. Betul itu. Tapi jangan kita ini juga ragu untuk mengungkapkan dan memerlihatkan betapa kecewanya kita. Jadi dengan kata lain, relasi tidak akan sama. Saya sudah melihat ada memang peristiwa dimana terjadi perselingkuhan pada anaknya tapi tetap saja sama seperti biasa kalau berkunjung tertawa lepas dan sebagainya. Tidak. Kita mau memberitahukan bahwa, "Ini bukan hal biasa. Ini melukai hati kami. Kami kecewa berat, meskipun kami itu mengasihi kamu. Kami kecewa berat". Jadi karena itu relasi ini tidak akan bisa seperti dulu lagi.
GS : Iya. Tapi itu harus dilakukan memang secara proporsional, Pak Paul. Karena saya pernah melihat itu yang jelas-jelas sebenarnya menantu ini yang terlalu dominan terhadap anak orang yang saya kenal itu akibatnya orangtua ini sangat menyayangi menantunya dibandingkan anaknya. Tadi Pak Paul katakan, kita mesti tetap mengasihi anak kita. Tapi di kasus ini tidak. Anaknya seolah-olah disingkirkan karena tahu seperti itu dan dia membela mati-matian menantunya. Sehingga menantunya ini makin menjadi-jadi, padahal dia sangat dominan terhadap suaminya begitu, Pak Paul.
PG : Sudah tentu kita ini tidak bisa memang datang kepada menantu kita pada saat seperti ini dan berkata, "Perselingkuhan ini terjadi gara-gara kamu karena kamu terlalu dominan kepada suamimu" ini pasti akan memancing kemarahan dari menantu kita, karena dia sekarang sedang terluka. Jadi kita memang harus bijaksana. Tapi Pak Gunawan itu betul. Karena itu tadi saya sudah singgung, perselingkuhan itu lahir dari pelbagai faktor. Saya sudah melihat beberapa kali dalam pelayanan saya yang awalnya tampaknya itu yang berdosa paling besar adalah si pelaku selingkuh itu. Tapi setelah masuk ke dalam keluarganya, mengetahui lebih banyak lagi akhirnya saya simpulkan: kenapa sampai terjadi perselingkuhan? Karena begitu banyak masalah lain yang memang dilakukan oleh pasangannya. Sehingga pada akhirnya si pelaku ini jatuh ke dalam dosa. Jadi kita juga mau memang fair; kita mau bisa berkata kepada anak kita kalau memang menantu kita juga memunyai andil yang besar bahwa, "Iya saya akui seperti yang kamu katakan bahwa pasanganmu begini, begitu. Oke betul, kami akui. Dan kami bisa mengerti betapa susahnya hidup dengan orang seperti itu. Tapi kami juga harus berkata perbuatanmu itu salah. Dan Tuhan memang tidak akan berkata gara-gara kamu ditekan atau apa jadi tidak apa berselingkuh. Tuhan tidak akan berkata seperti itu. Jadi tetap kamu mesti bertobat"
GS : Selain menyatakan sikap, Pak Paul, kita perlu merealisasikan sikap kita itu, bagaimana itu ?
PG : Jadi kita mesti bertindak, Pak Gunawan. Ada beberapa tindakan yang dapat kita ambil, misalkan bila kita memunyai harta kita akan memastikan bahwa anak kita dan rekan selingkuhannya tidak mendapatkan bagian warisan. Ini dalam pengertian memang kita mengakui bahwa anak kita yang salah. Kita akan mewariskannya kepada menantu dan cucu kita saja; dalam pengertian kalau kita tahu memang menantu kita orang yang benar. Tindakan lainnya adalah dalam pertemuan keluarga dengan tegas kita melarang anak datang dengan selingkuhannya. Kita tidak akan berpura-pura, bermanis-manis menerima dia, menyambut dia. Kita tidak ingin melihat situasi yang canggung dimana menantu dan cucu kita harus berjumpa dengan anak dan selingkuhannya. Karena kita ini mau memberi sikap yang jelas, maka kita melarang anak kita membawa selingkuhannya. Kita tidak mau nanti itu cucu dan menantu kita akhirnya bertemu dengan anak kita dan selingkuhannya dan kita ini sepertinya baik-baik pada semuanya, tidak. Tidak. Kita mesti bersikap dan bertindak dengan jelas disini. Dan kita ingin mengkomunikasikan pesan yang jelas kepada mitra selingkuhannya bahwa dia tidak memunyai bagian dalam keluarga kita. Nah, kita pun bertindak dengan cara siap menanggung resiko keputusan kita. Besar kemungkinan anak kita marah menerima perlakuan tegas kita dan memutuskan hubungan. Setidaknya menjauh dari kita. Kita mesti siap menerima perlakuan ini. Kita mesti siap kehilangan anak. Terpenting adalah kita tidak bersukaria membuat keputusan ini. Kita mengambil keputusan ini dengan hati yang hancur, karena kita mengasihinya. Kita terpaksa berbuat seperti ini sebab kendati kita mengasihi anak, kita lebih mengasihi kebenaran. Jadi siaplah menerima reaksi anak yang besar kemungkinan akan marah sekali dan mungkin akan berkata, "Saya tidak akan datang lagi ke rumah papa mama kalau papa mama seperti ini. Tidak mau menghormati saya. Tidak mau menghormati pacar. Maka tidak perlu bertemu lagi". Kita akan berkata, "Saya akan sedih. Kami akan berdoa buat kamu. Tapi maaf garis ini papa mama harus tarik; yang salah adalah salah."
GS : Iya. Memang seperti kasus yang tadi saya beritahukan dimana ayah ini lebih condong kepada menantunya yang perempuan dan memang menekan anaknya. Sehingga soal warisan, Pak Paul, seperti tadi Pak Paul katakan, orangtua ini menghibahkan warisannya ini kepada menantunya. Tetapi si anak ini berkata "Tidak apa, bukankah secara hukum saya masih tetap anaknya papa. Dan secara hukum saya berhak atas warisan" dan ini menjadi masalah. Jadi dia ringan saja berkata, "Tidak dapat warisan, tidak apa. Tapi nanti akan saya tuntut secara hukum karena saya masih dalam garis lurus di dalam hubungan ini", jadi selama dia masih diakui sebagai anak dia akan tetap mendapat warisan. Dan ini menggelisahkan menantunya, pernyataan seperti itu, Pak Paul. Ini bagaimana, Pak Paul ?
PG : Iya, kata-kata seperti itu memang luar biasa menusuk hati orangtua, saya bisa bayangkan. Dan sedihnya adalah memerlihatkan karakter si anak yang memang buruk sekali, sampai bisa seperti itu berbicara kepada orangtua sendiri. Seolah-olah dia berhak menuntut hartanya, warisannya. Tidak ada yang berhak sebetulnya. Warisan itu adalah anugerah orangtua terhadap anak, tapi sikapnya seperti itu. Iya memang saya bisa bayangkan kalau kita menjadi orangtuanya akan sedih luar biasa.
GS : Apakah ada contoh di Alkitab, bagaimana Tuhan Allah itu bertindak terhadap seseorang yang melakukan perselingkuhan seperti itu, Pak Paul ?
PG : Pada waktu Daud jatuh ke dalam dosa, Bapa di sorga tidak mendiamkan. Ia menyatakan sikap. Ia mengutus hamba-Nya, Natan untuk menegur Daud. Setelah itu Ia pun bertindak, Ia menjatuhkan hukuman atas Daud. Bapa di sorga sayang kepada Daud, anak yang dikasihi-Nya. Tetapi Ia tidak membiarkan Daud lolos dari hukuman. Namun Ia tetap menerima Daud, Ia menerima pertobatan Daud. Jadi kita pun mesti berbuat sama. Kita menyatakan sikap tetapi kita pun siap menantinya pulang dengan pertobatan. Saya akan akhiri dengan pembacaan Amsal 5:21-23,"Karena segala jalan orang terbuka di depan mata TUHAN, dan segala langkah orang diawasi-Nya. Orang fasik tertangkap dalam kejahatannya, dan terjerat dalam tali dosanya sendiri. Ia mati, karena tidak menerima didikan dan karena kebodohannya yang besar ia tersesat." Jadi kita mau mengingat dan takut pada peringatan Tuhan. Tuhan berkata dengan sangat jelas sekali, segala jalan orang terbuka di mata Tuhan. Jadi anak kita mesti juga sadar bahwa jalannya terbuka di depan mata Tuhan, dan bahwa dia sekarang tengah terjerat dalam tali dosanya sendiri. Dan kalau dia tidak bertobat firman Tuhan berkata ".... ia mati karena tidak menerima didikan dan karena kebodohannya yang besar ia tersesat".
GS : Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian, kami mengucapkan terima kasih telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (TEgur sapa GembaLA KeluarGA). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Ketika Anak Berselingkuh". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Atau Anda juga dapat menggunakan e-mail ke alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhir kata dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.