Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi dimana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya, Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini masih dalam rangkaian tema Berawal dari Satu dan kali ini kita akan mem bicarakan tentang "Pasangan yang Tidak Setia". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, setelah sembilan topik yang kita bicarakan di bawah satu tema besar yaitu "Berawal dari Satu" dan kali ini kita memasuki tema yang kesepuluh, supaya para pendengar kita ini memunyai gambaran sebenarnya apa yang kita bicarakan selama sembilan dan akan sepuluh kali perbincangan ini?
PG : Tema utamanya adalah "Berawal dari Satu" dalam pengertian kebanyakan masalah dalam pernikahan dimulai oleh satu orang, Pak Gunawan, tidak seperti yang kadang-kadang kita katakan ya pasti dua-duanya ada salahnya, tidak, kebanyakan masalah pernikahan itu berawal dari satu orang yang membuat relasi nikah akhirnya retak. Kadang-kadang pasangan tidak tahan lagi, ia juga membalas atau berbuat hal-hal yang tidak sehat sehingga masalah tambah parah, tapi kita mau fokuskan pada hal-hal yang biasanya yang memulai masalah dalam pernikahan.
GS : Itu biasanya hanya satu dari mereka berdua yang memunculkan masalah atau yang memicu konflik itu.
PG : Betul.
GS : Kali ini kita bicara tentang pasangan yang tidak setia, apa yang Pak Paul maksudkan?
PG : Yang saya maksud adalah pasangan yang berkali-kali jatuh dalam dosa perzinahan, jadi memang tidak saya maksudkan hanya sekali saja dia khilaf, tapi yang berkali-kali jatuh. Setiap kali dia jatuh, dia minta maaf tapi kemudian ia mengulangi kembali dan yang membuat kita jengkel adalah, ia selalu berusaha menutupi perbuatannya dan hanya mengaku tatkala ia tidak dapat lagi mengelak. Kalau kita harus menemukan pasangan kita tidak setia lagi, tidak setia lagi akhirnya kita, tidak bisa tidak, tawar hati. Kita tidak dapat lagi memercayai apalagi menghormatinya, akhirnya kasih kita pun pudar malah digantikan kemarahan. Kalau kita lihat dia, kita memang bawaannya mau marah saja, kadang-kadang kita bisa mengendalikannya tapi kadang-kadang tidak bisa akhirnya pertengkaran demi pertengkaran terjadi relasi pun makin memburuk.
GS : Ini dalam situasi keluarga jaman sekarang ini. Ini bisa dilakukan oleh yang pria maupun oleh yang wanita. Kemungkinan itu masih terbuka lebar untuk orang melakukan perzinahan walaupun sudah menikah.
PG : Betul, Pak Gunawan. Jaman dulu pada umumnya kalau kita mendengar perselingkuhan, yang menjadi pelakunya pria. Tapi sekarang tidak lagi, baik wanita maupun pria akan melakukannya. Sebetulnya dulu pun kalau kita mau adil, si pria akan melakukannya dengan wanita dan wanita itu bisa saja bersuami, bisa juga tidak. Sebetulnya dari dulu, dua belah pihak, baik wanita maupun laki-laki, bisa jatuh kedalam dosa perzinahan.
GS : Biasanya yang menjadi pemrakarsa, itu pria, itu dulu. Sekarang bisa pria maupun wanita, sama-sama punya kesempatan untuk itu.
PG : Betul, betul. Kalau ini terjadi berulang kali, ini pastilah akan menghancurkan pernikahan. Akhirnya pasangan kita tawar melihat kita tidak bertobat, berbuat lagi, berbuat lagi. Jadi begini, Pak Gunawan, saya mau jelaskan kenapa dampaknya begitu parah kalau kita berlaku tidak setia. Di dalam pernikahan kesetiaan adalah tali yang mengikat dua pribadi. Begitu kesetiaan lepas atau copot maka lepas pulalah tali yang mengikat dua pribadi, itu sebab penting bagi kita untuk menjaga pernikahan dan berlaku setia kepada pasangan. Masalahnya adalah tidak semua orang berhasil menjaga kesetiaan, banyak yang jatuh kedalam dosa kesetiaan alias zinah. Akhirnya pernikahan yang kita bangun itu runtuh karena ketidaksetiaan ini, mungkin kita mau bertanya mengapa begitu banyak orang jatuh ke dalam dosa perselingkuhan.
GS : Makin lama, walaupun lebih tersembunyi, Pak Paul, tapi perselingkuhan ini marak di mana-mana terjadi, bukan hanya di kota-kota besar. Bahkan sampai di pelosok-pelosok desa pun hal itu bisa terjadi.
PG : Bisa, Pak Gunawan. Memang tidak mengenal status sosial, tidak mengenal letak geografis, di mana-mana perzinahan ini bisa terjadi.
GS : Bahkan kadang-kadang ketika pasangannya bekerja di luar negeri, yang tinggal di dalam negeri ini yang melakukan perselingkuhan.
PG : Atau yang tinggal di luar negeri pun melakukan perselingkuhan.
GS : Pak Paul, biasanya hal-hal ini apa yang menyebabkan?
PG : Pertama, kita jatuh kedalam dosa perzinahan sebab pada dasarnya kita adalah penzinah. Bahkan jauh sebelum kita menikah, mungkin di masa lampau sebelum kita menikah kita terbiasa memakai jasa pelacur. Kita membawa kebiasaan buruk itu ke dalam pernikahan atau kita terbiasa gonta ganti pacar dan setiap kali berpacaran kita berhubungan badan dengan pacar kita. Akhirnya setelah menikah kita pun terus diikat oleh kebiasaan buruk itu, setiap kali kita berjumpa dengan seseorang yang menawan atau menarik kita langsung terdorong untuk berhubungan dengan dia. Kenapa ada orang-orang yang begitu mudah dan jatuhnya berkali-kali ke dalam dosa perselingkuhan, bisa jadi karena ini telah menjadi bagian hidupnya. Dia sudah terbiasa, dia sudah memang melakukan hubungan seksual mungkin dengan pelacur atau pacar-pacarnya sebelum dia menikah dulu.
GS : Sudah tidak merasa bahwa apa yang dilakukan itu sebagai dosa, Pak Paul.
PG : Kalau pun dia merasa itu berdosa tapi tidak kuat, Pak Gunawan, untuk menahan dia sebab kebiasaannya itu akhirnya mengikat dia.
GS : Menjadi gaya hidupnya seolah-olah, polanya seperti itu.
PG : Betul, kita kalau terbiasa mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan kemudian kita mendapatkan sesuatu yang menyenangkan, kita lebih mudah melupakan yang tidak menyenangkan itu. Tapi kebalikannya kalau kita terbiasa senang-senang kemudian kita harus hidup lebih tidak senang nah kecenderungan kita kembali pada perilaku yang semula mau senang-senang, itu sangat kuat sekali. Orang yang terbiasa gonti-ganti pacar, berhubungan badan atau memakai jasa pelacur, sekarang menikah tidak boleh lagi begitu. Itu untuk dia suatu hal yang tidak mudah, akhirnya dia mudah sekali kembali ke kehidupan yang lama.
GS : Memang kadang-kadang hal yang seperti itu yang banyak terjadi, kembali pada dosa yang lama. Walaupun dia tahu resikonya sekarang, setelah dia menikah sebenarnya dia tidak boleh melakukan hal itu, tapi karena sudah menjadi dorongan. Seringkali yang disalahkan adalah pengaruh dari luar misalnya pornografi atau apa, jarang orang menyalahkan bahwa itu adalah bagian dari kehidupannya, Pak Paul.
PG : Orang lebih mau mengelak dari tanggungjawab supaya ia tidak disalahkan tapi ujung-ujungnya adalah kalau pun pornografi itu keputusan sendiri untuk mau melihatnya, tidak ada yang memaksa. Jadi seharusnya kita ini pikullah tanggungjawab kalau kita memang jatuh, jatuh, jatuh karena kita memang mau.
GS ; Yang lainnya apa, yang kedua, Pak Paul?
PG : Yang kedua adalah kita jatuh ke dalam dosa perselingkuhan karena kita memiliki kelemahan dalam penguasaan nafsu, singkat kata kita begitu dikuasai nafsu sehingga yang ada di benak kita adalah seks. Dalam berelasi kita senantiasa mencari dan memanfaatkan kesempatan untuk bisa berhubungan seksual dengan siapa pun yang membuka dirinya. Itu sebabnya kita terus jatuh ke dalam dosa yang sama yaitu dosa seksual. Memang ada orang-orang tertentu yang masalahnya besar, Pak Gunawan. Tidak berarti sebelumnya menikah dia sudah berhubungan atau misalnya memakai jasa pelacur, mungkin tidak tapi dia memunyai masalah dengan penguasaan dirinya terutama penguasaan nafsu seksualnya. Akhirnya dia menikah, setelah menikah tetap saja tidak bisa kuasai diri dengan baik, dia selalu mencari kesempatan untuk berhubungan dengan siapa pun di luar.
GS : Dia bisa menemukan orang-orang yang mau terbuka dengan dia atau mau berhubungan seks dengan dia.
PG : Betul, betul, kalau dalam pergaulan atau dengan rekan-rekan kerja atau apa dia akan mencoba mencari tahu orang kira-kira mau atau tidak. Dia akan menguji atau menjebak apakah orang ini mau atau tidak. Kalau mau langsung dia manfaatkan. Dia selalu dalam pergaulan mencari kesempatan itu.
GS : Ada memang orang-orang yang tadinya sebelum menikah tidak sampai melakukan perzinahan tapi setelah menikah justru muncul, dia tidak bisa menguasai seksnya.
PG : Betul, betul karena memang masalahnya adalah dia tidak bisa menguasai dirinya. Setelah menikah masalahnya baru benar-benar meledak. Mungkin sebelum menikah karena dalam lingkungan yang cukup kuat menahan dia, dia tidak bisa berbuat banyak, setelah menikah dia lebih bebas akhirnya semuanya keluar.
GS ; Apalagi kalau dia menikah dan hidup pernikahannya kurang bagus, tidak kondusif untuk dia. Itu lebih cepat menjerumuskan dia dalam dosa ini.
PG : Betul, betul jadi sekali lagi orang-orang seperti ini senantiasa mencari kesempatan dan mengetes apakah orang mau berhubungan badan dengan dia atau tidak.
GS : Ada yang ketiga, apa Pak Paul?
PG : Yang ketiga adalah kita jatuh ke dalam dosa perzinahan sebab kita haus kasih sayang dan penghargaan. Mungkin kita dibesarkan dalam keluarga yang kering kasih sayang atau dalam pernikahan kita kurang menerima penghargaan akhirnya kita rentan terhadap orang yang cepat menunjukkan kehangatan dan penghargaan. Dalam kondisi lemah, kita jatuh. Namun karena kita menerima kasih sayang dan penghargaan dalam relasi selingkuh itu maka kita pun tidak siap untuk memutuskan relasi selingkuh itu, kita terus memegangnya erat-erat. Ini kadang-kadang terjadi, Pak Gunawan, sebab disinilah saya benar-benar merasa berharga, saya benar-benar merasa dikasihi. Di rumah saya tidak begitu lagi, maka akhirnya untuk dia lepas dari rekan selingkuhnya, sangat sulit. Kalau kita adalah pasangannya, tidak bisa tidak, kesabaran kita bisa habis. Kalau kamu kembali kamu putus dengan orang itu, tapi tidak bisa terus saja kesana, karena memang disana dia mendapatkan apa yang dia inginkan.
GS : Tapi kalau dia memang haus akan kasih sayang dan penghargaan, seharusnya sebelum nikah pun kecenderungan itu ada, Pak Paul.
PG : Betul, jadi kebanyakan, Pak Gunawan, pada masa-masa kita belum menikah kalau kita dibesarkan di lingkungan Kristen, kita bertumbuh disana, terlibat dalam pelayanan Kristen, perilaku kita lebih terbatasi. Biasanya setelah kita menikah, sudah bekerja, perilaku kita akan lebih bebas, tidak lagi terawasi. Dan juga seringnya memang pada waktu kita sudah menikah dan berkeluarga, kesibukan kita pun dalam pelayanan karena ada tanggungjawab yang lainnya. Kondisi seperti itu yang lebih membukakan kesempatan kita akhirnya jatuh ke dalam dosa itu.
GS : Lingkungan pergaulan atau pertemanan di antara teman sekerja bisa memicu orang jatuh dalam dosa seksual.
PG : Bisa, Pak Gunawan. Bisa saja sebelum dia menikah atau sebelum bekerja di perusahaan ini tidak begitu tapi akhirnya setelah dia bekerja, teman-temannya seperti itu nah dia terbawa arus. Apalagi kalau dia merasakan orang itu begitu baik kepada dia, akhirnya benar-benar dia menjalin hubungan yang serius dengan teman selingkuhnya itu.
GS : Apakah dosa perselingkuhan bisa diselesaikan dengan mudah?
PG : Biasanya susah, tidak mudah melepaskan diri dari dosa ketidaksetiaan ini. Kenapa karena seringkali ketidaksetiaan terkait dengan kebiasaan dan kebutuhan. Saya mau garis bawahi dua kata itu, kebiasaan dan kebutuhan. Segala sesuatu yang berhubungan dengan kebiasaan dan kebutuhan tidak mudah hilang. Kebiasaan kalau kita sudah terbiasa berhubungan dengan orang. Kebutuhan kalau kita memang butuh secara seksual, butuh secara emosional diberii dan diperhatikan. Dua hal ini kalau sudah bermain didalam hidup kita, kebiasaan dan kebutuhan, memang agak susah. Kita akhirnya bolak balik berdosa, kita menghidupi apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus, "Roh penurut namun daging lemah". Masalahnya adalah ketidaksetiaan itu merusak pernikahan dengan sangat hebat. Biasanya kalau ada ketidaksetiaan tinggal tunggu waktu pernikahan itu akan hancur.
GS : Kalau memang dosa ini begitu mengerikan terhadap pernikahan, lalu sebagai pasangan apa yang dapat kita lakukan, Pak Paul?
PG : Pertama, kita mesti memberikannya kesempatan untuk bertobat dan menjelaskan alasan mengapa dia jatuh ke dalam dosa yang sama berulang kali. Jika ia mengemban tanggungjawab penuh atas perbuatannya masih ada harapan. Sebaliknya bila ia tidak mengemban tanggungjawab malah menyalahkan orang lain termasuk kita, itu berarti ia masih jauh dari pertobatan. Kita mesti mengkonfrontasinya agar ia memikul tanggungjawab atas perbuatannya. Kita tidak sempurna, kita harus akui itu kalau memang kita ada bagian kita, kita akui. Tapi point-nya adalah begitu banyak pernikahan yang tidak sempurna, sama seperti pernikahan kita tapi tidak serta merta orang mendapati pasangannya tidak seperti yang diharapkan, langsung mencari orang lain di luar. Pasangan yang berselingkuh atau berzinah kalau memang mau benar-benar membereskan masalahnya ia harus mengaku tanggungjawab itu harus dipikulnya, dia tidak bisa menyalahkan orang.
GS : Yang Pak Paul katakan kita mesti mengkonfrontasikannya itu seperti apa, prakteknya?
PG : Jadi kita mesti berkata bahwa misalnya kita bertanya, apakah andilmu dalam masalah ini. Apa bagianmu, tadi kamu katakan, "Saya salah ini, saya kurang ini, inilah inilah". Oke misalkan saya akui saya ada masalah itu, oke, saya tidak seperti yang kamu harapkan. Sekarang saya ingin tanya, apa bagianmu? Apa itu? Kalau dia tidak bisa menjawab berarti dia tidak mau melihat tanggungjawabnya, nah kita bisa berkata, "Ijinkan saya sekarang memberitahu kamu apa tanggungjawabmu". Tanggungjawabmu adalah kamulah yang mengambil inisiatif itu. Kamulah yang berkata "Iya" terhadap godaan itu, tidak ada yang mengikat kamu, membawa kamu ke rumah orang tersebut. Tidak ada. Kamu yang memang memilih untuk kesana dan melakukan semua itu. Itu tanggungjawabmu, kalau kamu tidak bisa memikul tanggungjawab itu berarti kamu memang tidak siap untuk bertobat. Jadi kita langsung katakan seperti itu.
GS : Itu akan ditindaklanjuti dengan apa, Pak Paul?
PG : Bergantung dari jawabannya, pada dasarnya kita harus mengajaknya untuk bersama-sama membereskan masalah yang ada serta memastikan agar perbuatan ini tidak terulang. Tetap tujuan akhirnya kita mau membereskan masalah ini dan memastikan perbuatan itu tidak lagi terulang. Kita pun mesti bersedia mendengar keluhannya tentang diri kita, sebab jika ada itu berarti ada kemungkinan hal itu berkaitan dengan kejatuhannya. Saya tidak mau menganggap diri kita sempurna tidak ada salah sama sekali. Yang salah adalah pasangan kita yang berselingkuh. Kadang-kadang terkait dengan diri kita. Pasangan yang paling sulit berubah adalah pasangan yang tidak memunyai Tuhan dalam hidupnya dan yang menganggap tidak apa berhubungan dengan orang lain sebab baginya itu tidak berkaitan dengan ketidaksetiaan apalagi dosa terhadap Tuhan. Jika pasangan kita seperti itu memang tidak banyak yang dapat kita perbuat selain memberinya peringatan. Karena memang ia tidak punya Tuhan, dia tidak memunyai firman Tuhan, tidak ada perintah Tuhan dalam hidupnya dan untuk dia berhubungan dengan siapa pun kalau orang itu mau, ya tidak salah. Kalau pasangan atau istrinya tidak bisa terima, ya itu salah istrinya sendiri. Nah jadi memang sulit kalau kita memunyai pasangan yang seperti itu.
GS : Kuncinya kalau dia tidak memunyai Tuhan didalam kehidupannya, tidak ada Penguasa dalam kehidupan rumah tangga ini maka kadang-kadang saling mengijinkan. Ada banyak pasangan yang tahu bahwa pasangannya itu selingkuh tetapi dia mengatakan pokoknya kamu senang ya sudah tidak apa-apa. Asal keluarga ini tetap tidak saling marah atau tidak saling bertengkar. Ya sudah dibiarkan saja.
PG : Ada yang memang begitu karena tidak punya nilai moral, tidak punya firman Tuhan, perintah Tuhan dalam hatinya, tapi saya kira cukup banyak yang berkata demikian karena sudah putus asa, tidak tahu harus berbuat apa lagi jadi akhirnya, "Sudahlah, terserah kamu, asal kamu pulang ke rumah, asal kamu juga menafkahi kami." Itulah yang diputuskan sebagai jalan keluarnya.
GS : Atau semacam balas dendam lalu dia sendiri melakukan perselingkuhan dengan orang lain.
PG : Ada juga yang begitu, Pak Gunawan.
GS : Langkah yang lain apa, Pak Paul?
PG : Pada akhirnya kita mesti memberi peringatan kepada pasangan, bila ia mengulangnya lagi maka kita akan meninggalkannya. Dalam pengertian kita siap melakukannya. Memang sekilas tindakan ini terdengar keras tapi memang kita mesti bersikap tegas kepadanya. Kita harus membuatnya memilih, berzinah dan kehilangan keluarga atau hidup setia dan memeroleh keluarga. Kita mesti memperhadapkannya pada dua pilihan ini sebab jika tidak, dia tidak akan termotivasi untuk melepaskan diri dari ikatan dosa ini. Saya mau mengingatkan kita mesti siap karena misalkan dia berkata, "Ya sudah kalau memang kamu beri peringatan seperti ini kepada saya, saya tidak ada niat untuk menghentikannya, saya akan berbuat lagi, ya sudah sekarang saja kita berpisah atau bercerai". Kalau dia berkata begitu kita harus siap, kalau kita tarik balik perkataan kita, maka kita tidak akan dihormati oleh dia, dia makin semaunya kepada kita.
GS : Jadi memang harus dipikir masak-masak sebelum mengeluarkan peringatan seperti ini, karena tidak semua orang siap, baik yang pria maupun yang wanita. Yang pria juga belum tentu siap ditinggalkan istrinya dan istri juga tidak siap dalam segi ekonomi maupun secara membesarkan anak dan seterusnya karena ini resikonya besar sekali.
PG : Resiko besar sekali ya tapi saya juga melihat begini, Pak Gunawan, karena ancaman itu juga cukup ampuh kalau memang kita berani menanggung resikonya, karena saya sudah memang melihat cukup banyak orang yang jatuh ke dalam dosa ketidaksetiaan ini sebetulnya tidak menginginkan kehilangan keluarganya. Sebetulnya ia takut kehilangan keluarganya juga sebab ada anak, orang sudah kenal dia sebagai bagian dari keluarga ini, nama baiknya juga tersangkut disini. Banyak orang tidak siap untuk melepaskan keluarganya, tapi yang mereka mau adalah mereka bisa mencicipi keduanya. Punya keluarga dihormati, punya akar dalam masyarakat tapi juga boleh berhubungan dengan siapa pun yang mereka inginkan. Waktu si pasangan itu berkata, "Pilih sekarang kamu berzinah dan kehilangan keluarga atau kamu berhenti, kamu bertobat dan kamu akan mendapatkan keluargamu". Kalau kita memang serius seperti itu dan dia mengetahui kita serius, memang lebih besar kemungkinannya dia akan berhenti. Nah ini yang saya lihat dalam pelayanan saya waktu seseorang benar-benar serius seperti itu dan akhirnya ada yang menceraikan langsung berhenti. Karena memang dia tidak mau kehilangan keluarganya.
GS : Tapi kalau memang itu sudah menjadi yang tadi kita bicarakan sebagai gaya hidupnya atau pola hidupnya seperti itu, bisa kembali lagi. Bukan dengan orang yang sama mungkin dengan orang yang lain.
PG : Bisa memang, kalau itu sudah menjadi bagian hidupnya, kebiasaannya, ia akan susah untuk menghilangkannya.
GS : Dari pihak yang lain pasangannya berkata akan meninggalkan dia, itu pun sulit karena kasusnya beda lagi. Memang itu sulit sekali, Pak Paul. Kalau kita hanya mengancam saja dan tidak melaksanakannya, itu bisa jadi bumerang buat kita.
PG : Bisa, bisa.
GS : Nah, di dalam Alkitab bagaimana, Pak Paul?
PG : Ada contoh yang konkret yaitu raja Daud, Pak Gunawan. Kejatuhan raja Daud ke dalam dosa seksual membawa dampak yang besar pada keluarganya. Untuk menutupi dosanya, ia membunuh Uria, suami Batsyeba. Sejak saat itu masalah tidak pernah berhenti mengunjungi keluarga Daud. Putranya, Amnon memperkosa putrinya, Tamar. Kemudian putranya Absalom, saudara kandung Tamar membalas dendam dengan membunuh Amnon akhirnya Absalom memberontak dan berniat mengambil takhta Daud. Disini dapat kita lihat bahwa ketidaksetiaan melahirkan ketidaksetiaan dalam pelbagai bentuk. Daud tidak setia kepada keluarganya dengan dia berzinah dan dia tidak setia kepada Uria, perwiranya. Amnon memperkosa adik tirinya, ini juga bentuk ketidaksetiaan kepada keluarga. Sewaktu Absalom membunuh Amnon dan kemudian memberontak terhadap Daud, dia pun berlaku tidak setia kepada ayahnya. Begitu serius dan meluas dampak ketidaksetiaan. Ketidaksetiaan satu orang menyengsarakan satu keluarga besar. Tidak heran Amsal 2:20, "Sebab itu tempuhlah jalan orang baik dan peliharalah jalan-jalan orang benar karena orang jujurlah akan mendiami tanah dan orang yang tidak bercelalah yang akan tetap tinggal disitu". Jadi jaga dan jangan pernah tinggalkan kesetiaan, pertama setia kepada Tuhan kita Yesus dan kedua setialah kepada pasangan dan keluarga yang Tuhan telah berikan pada kita. Jika kita setia Tuhan berjanji Dia akan membawa kita kepada tanah tempat kita bernaung.
GS : Kasusnya keluarga Daud ini, Pak Paul, apakah karena anak-anak itu melihat perbuatan ayahnya atau semacam kutukan bagi keluarga itu?
PG : Besar kemungkinan mereka melihat, karena itu dilakukan oleh Daud di usia paro baya. Anak-anaknya sudah besar, besar kemungkinan mereka sangat kecewa berat terhadap papa mereka sebab sebelumnya mereka mengagung-agungkan papa mereka sebagai orang yang memang rohani, takut Tuhan. Waktu Daud jatuh seperti itu dan caranya dengan cara yang begitu keji, membunuh Uria, benar-benar itu memukul keluarganya.
GS : Tapi yang patut disyukuri adalah ketika Tuhan mengutus nabi Natan untuk mengingatkan Daud, Daud langsung menyadari hal itu dan bertobat dari dosanya, dia mau berbalik sehingga Daud tetap menjadi seseorang yang bisa dipakai oleh Tuhan untuk memimpin bangsa Israel.
PG : Betul.
GS : Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Pasangan yang Tidak Setia". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.