Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Dikasari Susah Dihalusi Susah". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, banyak orang tua yang mengeluh melihat perkembangan anaknya yang mulai berani melawan dia. Orang tuanya kaget ketika anaknya berani menentang apa yang dikatakan atau seorang ibu kaget ketika anak remaja putrinya berani mencela tentang penampilannya dan sebagainya, ini sebenarnya gejala apa Pak Paul?
PG : Ini adalah sesuatu yang wajar dalam pengertian sering terjadi pada masa remaja. Jadi orang tua seringkali terkaget-kaget melihat sisi anak yang tadinya sembunyi atau tak pernah terlihat da akhirnya muncul sikap-sikap yang begitu kurang ajar dan ini seringkali menimbulkan ketakutan yang besar pada diri orang tua "Kenapa anak saya berubah seperti ini".
Kita mesti menyadari pada masa remaja adalah masa yang penuh pergolakan. Jadi kita harus siap menghadapi pergolakan ini, tapi saya juga mau menempatkan diri di pihak orang tua, betapa susahnya menghadapi hal ini. Dan seringkali salah satu sumber frustrasi orang tua adalah tampaknya apa pun yang dilakukan tidak membawa hasil, anak dimarahi tetap melakukan hal yang dilarang, dilembuti tetap saja tidak sadar-sadar. Jadi pertanyaan yang harus kita angkat pada saat ini adalah, apakah yang dapat orang tua lakukan bila anak remajanya seperti ini?
GS : Itu adalah suatu pertanyaan besar yang banyak dimiliki oleh orang tua yang memiliki anak-anak remaja, dan apa yang Pak Paul sarankan?
PG : Ada beberapa yang akan saya sarankan, yang pertama adalah orang tua perlu mengecek pengaruh teman. Dengan berpindahnya sekolah anak dari SD ke SMP kemudian SMA bergantipulalah teman anak, dakalanya anak berjumpa dengan teman yang berlatar belakang buruk dan terbiasa melakukan hal-hal yang tidak diperkenankan Tuhan.
Sekuat-kuatnya anak kita berdiri, ia tetap seorang remaja yang berdosa, ini berarti dorongan untuk berbuat dosa tetap ada pada dirinya dan sebagai orang tua jangan kita beranggapan anak kita tidak akan melakukan dosa "Besar" sebab sejak kecil kita telah membimbingnya dalam Tuhan. Kita mesti mengingat banyak kebiasaan buruk justru dimulai pada masa remaja akibat pengaruh teman. Jadi perhatikanlah pengaruh teman, jika memang berbahaya jangan ragu untuk melarang anak kita bergaul dengan temannya itu. Kalau perlu kita panggil temannya dan kita langsung katakan kepadanya kalau kita tidak mengizinkanya untuk berteman dengan anak kita lagi.
GS : Padahal seorang remaja mempunyai teman banyak sekali Pak Paul, bukan hanya di sekolah tapi lewat pergaulan di sekitar tempat tinggalnya dan belum lagi di komunitas-komunitas yang lain di olah raga atau di gereja. Dan kadang-kadang orang tua kesusahan bagaimana memonitor teman-teman dari anak remajanya ini?
PG : Memang pada masa remaja mereka mempunyai kepentingan untuk mengumpulkan teman sebanyak-banyaknya. Jadi pada masa remaja yang menjadi fokus perhatiannya adalah bukanlah kwalitas teman tapi emaja itu lebih mementingkan kwantitas/jumlah teman.
Makin banyak teman dia merasa semakin senang semakin berharga, semakin dia dikenal oleh teman di sini, disana, temannya punya teman kemudian kenal dia dan sebagainya. Rasanya dirinya semakin berharga, maka fokus perhatiannya bukan pada kwalitas tapi pada kwantitas alias jumlah teman maka adakalanya mereka gegabah dalam memilih teman, yang penting siapa pun yang mau menjadi temannya yang mau mengajaknya pergi maka akan langsung disambut. Dan tugas kitalah orang tua memantau, jangan sampai akhirnya anak kita mulai diajak-ajak dan bermain dengan teman-teman yang kita tahu memang bermasalah. Disinilah peranan kita diperlukan, maka sudah tentu kita mesti hadir dalam kehidupannya, dengan kiga berada dirumah kita bisa dengan jelas melihat perkembangan pertemanannya itu.
GS : Kadang-kadang bukan temannya yang kita ketahui tapi gejalanya yang nampak lebih dahulu Pak Paul?
PG : Seringkali itulah yang menjadi pembuka mata kita Pak Gunawan. Kita melihat dampak temannya itu pada diri anak kita, sebelumnya dia tidak pernah berbohong dan sekarang sudah mulai berbohong sebelumnya tidak pernah mengatakan kata-kata kasar atau kurang ajar/ kata-kata kotor tapi sekarang sudah mulai mengatakan kata-kata kotor dan kasar.
Dampak-dampak seperti itulah yang mesti kita pantau sebab inilah yang nanti kita akan tunjukkan kepadanya agar dia menyadari pengaruh buruk tersebut. Kita mesti memperlihatkan perbuatannya supaya dia menyadari bahwa pengaruh itu telah ada pada dirinya. Seringkali anak berdalih "Betul teman saya seperti itu tapi itu tidak mempengaruhi saya, saya masih seperti dulu dan sabagainya". Justru kita hendak memperlihatkan kepadanya bahwa "Lihat perbuatan-perbuatanmu ini sekarang sudah berubah, engkau sudah dipengaruhi olehnya", dalam hal ini saya juga harus mengaitkannya dengan hal-hal yang bersifat rohani Pak Gunawan. Kita harus menyadari bahwa kita semua termasuk anak terlibat dalam peperangan rohani kita mesti mahfuz bahwa iblis akan berusaha keras merusakkan anak kita melalui berbagai cara dan ini salah satunya dan ini yang terampuh adalah lewat teman. Itu sebabnya kadang saya melihat bahwa pengaruh buruk itu melebihi sekedar pengaruh manusia, pengaruh buruk itu kadang-kadang lebih merupakan pengaruh iblis pada dirinya, tidak bisa tidak kita harus mendoakan agar anak kita itu terlindung dari serangan iblis.
GS : Padahal pada masa remaja biasanya anak sangat membela temannya. Kalau kita menyalahkan temannya "Gara-gara temanmu, kamu seperti ini", dia menjadi marah Pak Paul, tidak mau menerima.
PG : Seringkali Iya. Dengan kata lain dia akan berusaha memprotect temannya, maka cara kita menyampaikannya juga penting Pak Gunawan. Kalau kita melakukan cara konfrontasi untuk menyadarkannya,hampir dapat dipastikan akan mental kembali.
Maka cara yang lebih tepat adalah mengajaknya berbicara dengan lembut dari hati ke hati. Misalnya dengan suara lemah lembut kita menunjukkan kepadanya begini "Kamu dulu tidak pernah berbohong sekarang kamu mulai berbohong, tidak bisa tidak Mama atau Papa mulai memikirkan kenapa kamu sekarang mulai berbohong. Kamu dulu santun selalu hormat kepada kami sekarang kamu begitu kasar, apa yang kami lakukan sehingga kamu begitu marah kepada kami sehingga harus mengasari kami seperti itu". Dengan kita bicara lemah-lembut seperti itu anak akan lebih bisa mendengarkannya dan kemudian kita bisa munculkan pengaruh temannya misalkan kita berkata "Mama atau Papa memikirkan kemungkinannya kenapa kamu begitu, apakah mungkin ini disebabkan oleh pengaruh temanmu, dia terbiasa mengumpat, dia terbiasa berbohong dan tanpa kamu sadari pengaruh itu mulai meresap ke dalam dirimu sehingga kamu akhirnya mulai mengadopsi cara-caranya yang salah itu, kalau kamu anggap kamu tidak seperti itu maka terserah kamu tapi ini yang hendak kami sampaikan kepadamu, mohon kamu pikirkan baik-baik". Dengan cara seperti itu anak tidak terlalu disudutkan Pak Gunawan, mudah-mudahan dia akan lebih mendengarkan masukkan itu.
GS : Kalau diingatkan tentang pendidikan moral atau agama yang pernah diberikan oleh orang tuanya ketika dia masih kecil dulu apakah bisa menolong?
PG : Sangat menolong Pak Gunawan, mengingatkan dia tentang apa yang Tuhan Yesus ajarkan tentang orang lain. Bagiamana memperlakukan orang apalagi yang lebih tua, apa yang firman Tuhan ajarkan tntang menghormati orang tua, tentang tunduk kepada perintah Tuhan untuk hidup dengan benar jangan berdosa dan sebagainya.
Itu hal-hal yang boleh kita angkat kembali tapi sebaiknya kita angkat juga dengan nada yang tidak menuduhnya atau menghakiminya, kita hanya ingatkan saja sebab kalau kita gunakan untuk menghakiminya dia akan bertambah defensif.
GS : Bahkan lari dari persekutuan Pak Paul, tidak mau lagi ikut persekutuan di rumah dan ke gereja juga tidak mau dan bisa terjadi seperti itu?
PG : Bisa begitu. Sebab dia merasa saya sudah dihakimi saya sudah berdosa, saya sudah dianggap murtad kalau begitu saya tidak perlu lagi ikut berbakti ke gereja atau ke persekutuan remaja dan sbagainya.
GS : Tapi kadang-kadang juga karena pengaruh apa yang dilihat, seperti lewat media televisi ataupun yang dibaca lewat buku-buku, itu juga bisa berpengaruh Pak paul?
PG : Betul sekali, ini point yang baik Pak Gunawan. Jadi memang sebagai orang tua kita juga seharusnya memantau apa yang masuk ke dalam dirinya lewat media massa. Betul sekali apa yang ditontonya, apa yang dibacanya dapat mempengaruhi cara pikirnya dan ini juga penting nilai-nilai moralnya.
Kita lihat dia mulai terbawa arus maka sekali lagi kita tunjukkan, tanyakan pertama-tama "Saya melihat perubahan seperti ini-seperti ini, apa yang terjadi dengan dirimu kenapa engkau begitu berbeda. Dulu engkau seperti ini, sekarang engkau seperti ini apa yang menjadi penyebabnya". Jadi kita tanyakan dulu, biarkan dia memberi respons kepada kita setelah itu kalau dia tidak memberikan respons, baru kita memunculkan kemungkinan-kemungkinan penyebabnya misalkan teman, misalkan juga masukan-masukan yang diterimanya lewat media massa.
GS : Mungkin ada hal lain yang ingin Pak Paul sampaikan, pada masa remaja yang tengah bergolak ini penting kita sebagai orang tua menyatakan kasih yang besar kepada anak. Kebanyakan kita terpancing amarah, sehingga hari lepas hari kemarahanlah yang menjadi menu interaksi kita dengan anak. Kita melihat perilaku anak yang tidak kita sukai. Kita terpancing, kita marah, kita memberinya wejangan, bukannya mendengarkan malah membantah atau ini yang sering terjadi bukan hanya membantah malah menyerang kita kembali, itulah yang kadang-kadang dilakukan remaja, kita akhirnya marah dan itu menjadi menu sehari-hari inilah yang menjadi topik pembicaraan setiap hari. Kita memberi wejangan, dia membantah dia menyerang balik, kita marah. Maka kita mesti berhati-hati agar hal ini tidak terjadi. Kita justru harus menunjukkan kasih kepadanya. Kita mesti menyampaikan kepadanya bahwa kita mengasihinya dan kita tidak ingin hal-hal buruk menimpanya. Belailah anak kita, peluklah anak kita agar dia merasakan secara langsung wujud kasih kita kepadanya. Anak-anak saya sudah besar sekarang yang paling kecil sudah SMA kelas 3 yang dua sudah kuliah namun sampai sekarang baik istri saya maupun saya tetap memeluk anak, kami tetap mencium anak bahkan dengan anak laki saya yang sudah menjadi dewasa yang sudah kuliah di perguruan tinggi tetap saya peluk, tetap saya tunjukkan kasih sayang kepadanya bukan karena dia sekarang sudah besar kemudian dia tidak lagi membutuhkan pelukan dan belaian. Dia manusia sama seperti kita, kita masih-masing tetap memerlukan semua itu. Jadi tunjukkan kasih pada masa remaja ini, kenapa sebab si anak meskipun dia marah, dia merasa tidak dimengerti dan sebagainya, sewaktu orang tua berbicara lemah lembut kepadanya memeluknya membelainya, itu benar-benar akan mencairkan hatinya dan itu merupakan wujud lagsung dan nyata bahwa Papa atau Mama tetap mencintainya. Ini yang kadang kita lupa untuk dilakukan dan mesti kita lakukan di dalam rumah.
GS : Sering kali bukannya kita tidak melakukannya hanya caranya melakukan yang belum pas. Ada orang tua yang mengatakan "Saya mengasihi anak ini makanya saya mencukupi semua kebutuhannya, apa pun yang dia minta akan saya penuhi sebisa saya", tapi itu justru tidak membuat anak merasa orangtuanya mengasihi dia Pak Paul?
PG : Sebab secara manusia kodrat kita bukan hanya terdiri dari aspek jasmaniah, kita juga manusia emosional, manusia memerlukan gizi-gizi emosional. Jadi kita memerlukan sentuhan, belaian, peluan sama seperti kita membutuhkan kecukupan jasmaniah.
Orang tua mesti mengingat hal ini, bukankah kita yang sudah menikah menyadari hal itu, kalau suami kita hanya memberikan kebutuhan jasmaniah kita dan tidak mengajak kita bicara, apakah kita bisa berkata bahwa suami kita mempedulikan kita, itu tidak bisa! Apakah kita juga bisa mengatakan suami saya menyayangi saya kalau tidak pernah membelai kita sama sekali, itu tidak mungkinkan! Jadi kita adalah manusia yang juga membutuhkan sentuhan emosional. Anak juga sama, mereka juga memerlukan sentuhan-sentuhan emosional.
GS : Tapi ada para remaja yang merasa risih kalau di rangkul, kalau di cium apalagi kalau di depan umum Pak Paul?
PG : Itu betul sekali, maka lakukanlah jangan di depan umum. Kita peluk dia, kita belai dia tapi tidak di depan umum dan sudah tentu memang frekuensinya akan berkurang, waktu dia masih kecil kia lakukan dan waktu dia sudah remaja masih kita lakukan tapi frekuensinya akan berkurang.
Namun kuncinya disini adalah kita mesti sudah melakukannya sejak si anak kecil, kalau tidak si anak hampir banyak dipastikan akan menolak sebab dia tidak terbiasa, sekarang sudah umur 16 tahun tiba-tiba Papa mau peluk, Mama mau membelainya, dia tidak suka! Jadi kita mesti mulai membelai, memeluknya sejak dia kecil.
GS : Mungkin perlu dalam hal ini orang tua memposisikan dirinya sebagai teman bagi anak Pak Paul?
PG : Itu tepat sekali, sebab memang kebutuhan remaja adalah dimengerti. Dia memohon agar orang tua melihat masalah atau melihat sesuatu dari kacamatanya saja. Salah satu keluhan remaja adalah oang tua tidak mengertinya, itu sebabnya mereka jauh lebih sering berbicara dengan temannya dan kalau ditanya kenapa? Sebab mereka berkata "Teman itu nyambung bicara dengan saya, orang tua tidak nyambung".
Kenapa? Penyebab pertama adalah orang tua memang adakalanya sukar menempatkan diri diposisi anak meneropong masalah lewat kacamata anak. Dan yang kedua orang tua itu sepertinya langsung menempatkan diri sebagai guru yang harus memberikan arahan intruksi, wejangan kepada anak. Sehingga anak tidak merasa enak bila berbicara dengan orang tua, sebab belum apa-apa wejangan-wejanganlah yang langsung dilontarkan oleh orang tua. jadi mesti orang tua pada awalnya menempatkan diri sebagai teman, bicara, tanya sebagainya dan setelah itu kalau perlu memberikan masukan atau wejangan baru memberikannya tapi dengan cara yang pas juga sehingga anak tidak merasa dihakimi juga.
GS : Bagaimana dengan aturan-aturan yang pernah kita berikan sejak masa kecilnya Pak Paul?
PG : Kita harus menciptakan aturan yang realistis Pak Gunawan dalam pengertian aturan ini dapat ditaati oleh anak karena memang memungkinkan. Berhati-hatilah untuk tidak membuat peraturan yang erlalu mengikat sehingga anak tidak bisa bergerak dan akhirnya terpaksa melanggarnya.
Jika perlu silakan bernegosiasi dengan anak dan dengarkanlah permintaannya sehingga kita dapat membuat peraturan bersama. Kita mesti mengingat bahwa peraturan yang dibuat dan disepakati bersama akan mengikat anak dengan lebih kuat sebab dia merasa sedikit banyak bertanggung jawab atas peraturan yang turut di buatnya itu. Setelah itu kita mesti menerapkan peraturan dengan lebih konsisten jangan sampai tidak konsisten dan terapkanlah konsekuensi bila anak gagal memenuhi tanggung jawabnya.
GS : Itu berarti kalau selama ini kita membuat peraturan secara sepihak, sekarang kita harus berdiskusi dulu dengan anak Pak Paul?
PG : Betul, sudah tentu tidak semua hal. Ada waktu-waktu anak tidak bisa menerima maka kita terapkan aturan itu namun sedapatnya memang bernegosiasi, berdiskusilah. Sebagai contoh, pergi ke pesa ulang tahun diundang oleh temannya dan anak kita berumur misalkan 17 tahun.
Masalahnya adalah si anak meminta untuk diizinkan pulang jam 12 malam, kita berkata "Tidak boleh, pulanglah jam 9 malam". Ini seringkali menimbulkan ketegangan dan si anak akan berkata "Pa pesta ini baru benar-benar mulai jam 9, taman-taman baru datang jam 9, kalau saya langsung pulang maka saya akan jadi bahan tertawaan", orang tua mesti menimbang masukan anak ini dan bersedia bernegosiasi dan akhirnya kita katakan "Baiklah pulanglah misalkan jam 11" atau kalau kita izinkan pulang jam 12 dan kita takut dia diantar temannya atau sendirian maka kita berkata "Kamu boleh pulang jam 12 tapi saya jemput". Jadi cobalah bernegosiasi dengan anak sehingga pada akhirnya anak akan berkata bahwa saya bisa berbicara dengan orang tua sebab apa yang saya bicarakan atau katakan akan dipertimbangkan oleh orang tua dan ini yang perlu diketahui oleh anak. Sekali lagi kita menciptakan aturan yang relalistis, masalah yang sering terjadi pada orang tua dengan remaja adalah orang tua tetap memberikan / menerapkan aturan yang tidak lagi realistis. Orang tua menerapkan aturan yang dulu diterimanya dari orang tuanya, yang tidak lagi bisa diterapkan sekarang.
GS : Ada hal lain yang harus diperhatikan oleh orang tua?
PG : Yang kelima adalah kita mesti memeriksa diri sendiri, sebagai orang tua kadang perkataan kita tajam mudah melukai hati anak atau ucapan kita mungkin merendahkannya sehingga dia sakit hati.Introspeksi diri merupakan keniscayaan dalam menghadapi remaja sebab sebagai manusia kita pun lepas kendali, bukannya mendidik malah menghancurkan harga diri anak, jika itu telah terjadi saya minta kepada orang tua jangan ragu meminta maaf, kedewasaan kita meminta maaf akan menyadarkan anak bahwa kita bersedia berubah demi dia pula.
GS : Saya merasa bahwa kalau putra putri kita sudah mulai remaja berati kita mesti belajar berkomunikasi lagi dengan mereka Pak Paul?
PG : Betul sekali Pak Gunawan. Memang seolah-olah anak itu ada dua fase komunikasi, waktu dia kecil dan waktu remaja. Waktu remaja kita benar-benar memulai sesuatu yang baru. Kita mau melihat dri sudut remaja di sini, betapa banyaknya remaja yang putus asa berbicara dengan orang tua karena tidak ditanggapi / didengarkan.
Betapa banyaknya remaja yang akhirnya enggan berkomunikasi dengan orang tua karena bagi anak remaja orang tua selalu menganggap diri benar, ini keluhan yang saya sering dengar. Inilah hal yang memutuskan komunikasi dengan remaja. Oleh sebab itu kita harus adil, kita harus bersedia mendegarkannya pula. Dan bukan hanya di dengarkan, remaja juga rindu agar pendapat atau penjelasannya dipertimbangkan.
GS : Memang seolah-olah waktu itu sangat sempit bagi orang tua untuk bisa berbicara dengan ramaja, karena ini waktu bagi orang tua meniti karier Pak Paul?
PG : Apalagi pada usia-usia paro-baya, anak masih remaja dan orang tua sudah berusia empat puluh tahun ke atas. Jadi memang fokus perhatian orang tua tersedot pada yang diluar rumah yakni pekeraannya.
Maka penting di sini orang tua juga memberi waktu yang cukup untuk bersama dengan anak remajanya sehingga tali komunikasi bisa berlangsung dan satu hal lain lagi yang mesti juga dibangun adalah tali persekutuan rohani dengan anak. Kita mesti membagikan pengalaman rohani dengannya, bukan hanya mengajarkan hal-hal rohani tapi membagikan hal-hal rohani dengannya, pengalaman pribadi kita bagaimana Tuhan mendengarkan dan menjawab doa kita. Kita mesti menceritakan perbuatan baik kita, menolong diri kita atau pun dirinya dulu, ajaklah dia untuk berdoa bersama dan secara berkala baca firman Tuhan untuknya, jangan mengkuliahinya dan jangan gunakan kesempatan ini untuk memarahinya dengan mengatas namakan Tuhan. Untuk hal itu remaja peka sekali, justru belajarlah terbuka dengannya bagikan pergumulan rohani kita sebab besar kemungkinan dia pun tengah bergumul dengan iman kepercayaannya, jangan menganggap dia tidak pernah bergumul. Seringkali remaja bergumul apakah benar Tuhan seperti ini dan apakah betul Tuhan itu jalan satu-satunya dan sebagainya.
GS : Dan memang pada masa ini terjadi pergolakan di dalam kehidupannya, banyak pertanyaan yang dilontarkan dan menurut orang tua kadang-kadang pertannyaannya itu mengada-ada Pak Paul, dan bagaimana kita menyikapinya?
PG : Kadang kita terpancing untuk marah sebab ada benarnya begini Pak Gunawan, remaja tahu kalau hal-hal rohani itu penting buat kita dan karena dia ingin membalas kita maka dia menggunakan halhal rohani justru untuk menyerang kita, dengan cara dia tidak mau mendengarkan apa yang kita katakan tentang Tuhan.
Dia tahu kita akan sangat terluka, justru itu yang akan dia gunakan. Kita memang sebaiknya tetap tenang jangan bereaksi, jangan malahan berkata "Tuhan akan mengutuk kamu dan sebagainya" tidak! Jangan tanggapi kemarahannya justru kita bisa berkata "Kalau memang kamu masih belum bisa menerimanya maka tidak apa-apa, saya tetap mendoakan kamu dan saya percaya kamu tetap anak Tuhan, kamu sudah mengenal Tuhan sejak kecil dan ini tidak akan terhapus dalam hidupmu dan suatu hari kelak saya percaya, kamu akan mendengarkan suara Tuhan dalam hidupmu". Justru kalau kita bicara seperti itu, dia tidak punya alasan untuk membalas kita tapi kalau kita terpancing marah, maka tercapailah keinginannya, dia bisa saling balas dengan kita.
GS : Biasanya pada masa remaja mereka sudah berangkat ke gereja sendiri, selama ini dia berangkat bersama -sama dengan orang tua. Seringkali mereka kesiangan bangun atau mencari-cari alasan supaya tidak ke gereja dan orang tua seringkali marah Pak Paul?
PG : Dari pada marah lebih baik kita ajak dia bicara, kenapa kamu tidak bangun apakah kamu memang tidak merasa tertarik untuk ke gereja dan kita bicarakan jalan keluarnya. Sebab mungkin saja da tidak merasa diisi dengan tepat dengan baik di gerejanya, kita bisa tanyakan apakah ada pilihan lain, apakah kamu mau mencari kemungkinan bergereja di gereja lain dan sebagainya.
Jadi kita bernegosiasi dengan dia. Inilah yang memang diperlukan dalam mengarahkan remaja.
GS : Memang ini membutuhkan kesabaran yang luar biasa dan mau repot, karena masa-masa ini bagi orang tua harus juga disyukuri karena anaknya berkembang menjadi remaja dan tidak menjadi anak-anak terus. Tapi konsekuensinya adalah mau repot atau lebih sabar menghadapi anak remaja kita Pak Paul?
PG : Tapi kalau kita tidak mau repot ambil jalan pintas yang cepat-cepat justru tidak membuahkan hasil malah seringkali membuat bumerang buat kita.
GS : Dan untuk jangka panjangnya masalahnya bisa lebih rumit lagi?
GS : Apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan sehubungan dengan ini Pak Paul?
PG : Ini adalah firman Tuhan yang perlu didengarkan oleh remaja juga yaitu "Akhir kata dari segala yang didengar ialah; takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintahnya, karena in adalah kewajiban setiap orang.
Karena Allah akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat" diambil dari Pengkhotbah 12:13,14 inilah ayat yang perlu kita bagikan kepada remaja bahwa Tuhan melihat dan dia juga harus mempertanggung jawabkan perbuatannya kepada Tuhan sehingga hal ini mendorong dia untuk hidup takut akan Tuhan.
GS : Terima kasih Pak Paul, untuk perbincangan ini dan para pendengar sekalian terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Dikasari Susah Dihalusi Susah". Bagi Anda yang berminat mengikuti perbincangan ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat
telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di
www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.