Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang "Pengaruh Ejekan atau Olokan terhadap Perkembangan Anak." Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Pak Paul, kalau kita mempunyai anak yang masih kecil tentu kita akan sayang kepada mereka dan kita panggil dengan nama yang baik; tentunya supaya dia bangga dengan namanya. Tetapi masalahnya timbul ketika anak ini mulai bersosialisasi keluar rumah dan sekolah. Sering kali kita mendengar sendiri, anak kita itu diolok-olok entah karena fisiknya, entah karena tingkah lakunya, dengan ucapan-ucapan yang kadang kita sebagai orang tua mendengarnya itu sakit hati Pak Paul, karena anak yang demikian baik, diolok-olok seperti itu. Sebenarnya pengaruhnya besar atau tidak olokan itu terhadap perkembangan anak ini?
PG : Besar kecilnya memang tergantung pada beberapa faktor Pak Gunawan, namun memang pada dasarnya ejekan teman berdampak lumayan terhadap perkembangan jiwa si anak. Saya kira anak-anak ini memng bisa kejam dalam mengolok-olok sesama temannya, dan saya mengingat firman Tuhan di Amsal 12:18 berkata: "Ada orang yang lancang mulutnya seperti tikaman pedang," memang ada orang-orang yang senang mengejek teman supaya justru hatinya disenangkan oleh ejekan.
Saya masih ingat waktu saya bekerja di rumah sakit jiwa, ada pasien yang menderita gangguan yaitu merasa sangat minder sekali dan salah satu hal yang dia katakan adalah sejak kecil dia dikata-katai orang, nah dalam hal ini karena dia gemuk dikata-katai orang gendut-gendut, gembrot dan sebagainya. Jadi ejekan-ejekan yang menertawakan fisiknya biasanya itu akan berdampak pada si anak, dan juga anak yang dikatai dengan julukan-julukan hewan, nah biasanya yang akan lebih terkena adalah anak-anak perempuan. Pada umumnya anak-anak perempuan itu tatkala memasuki usia remaja akan sangat peka dengan penampilan fisiknya, karena memang tidak bisa disangkal bahwa masyarakat atau teman-teman sejawatnya akan menyoroti penampilan fisik seorang gadis. Oleh karena itulah ada kecenderungan anak-anak remaja yang wanita mengalami krisis konsep diri pada masa remaja, karena salah satu penyebabnya itu, dia tahu dia akan dinilai berdasarkan penampilan fisik jadi harus tampil menarik. Nah apa yang terjadi kalau dia tak menarik, dia akan menerima julukan atau ejekan yang seperti tikaman pedang, yang bukan saja menusuk hatinya tapi juga merobek penilaian dirinya yang positif menjadi negatif.
GS : Tapi bukankah sudah menjadi sifat anak-anak Pak Paul, dalam keriangan mereka, sebetulnya mereka tidak terlalu serius, mengolok dan diolok begitu Pak Paul?
PG : Betul, tadi Pak Gunawan bertanya sampai berapa besar dampaknya, nah dampak itu memang bergantung pada beberapa faktor, Pak Gunawan. Faktor yang pertama adalah idealnya sebelum anak-anak mauk ke sekolah jadi kira-kira 4, 5 tahun pertama dalam kehidupannya anak itu mendapatkan kasih sayang yang kuat dari orang tuanya dan menerima tanggapan-tanggapan positif dari orang tuanya tentang keberadaan dirinya.
Sehingga waktu dia masuk ke kancah sekolah pada usia 5, 6 tahun sedikit banyak dia sudah menerima bekal dari orang tua, bekal yang mengatakan kepada dirinya bahwa dia adalah seorang manusia yang berharga. Waktu dia dicintai, waktu dia diperhatikan, tidak bisa tidak yang dia terima adalah suatu keyakinan bahwa dia seseorang yang berharga, begitu berharganya sehingga orang tua meluangkan waktu untuk mengasihi dan memperhatikannya. Dengan bekal itulah dia memasuki pergaulan sosial di rumah yakni sekarang di sekolah, waktu teman-teman mulai mengejek-ejeknya, ejekan itu tentu akan tetap menyakiti hatinya namun bekal dari rumah itu yang dia terus-menerus juga alami seiring dengan perkembangan usianya akan menjadi seperti tameng yang menolong dia melawan atau tidak menerima ejekan dari teman-temannya. Yang berbahaya adalah kalau anak ini tidak mendapatkan bekal dari orang tua, dia justru sering merasa dirinya tidak berharga karena tidak dikasihi, kurang diperhatikan, terus di sekolah mendapatkan ejekan-ejekan yang menyakiti hati seperti itu. Nah ejekan itu benar-benar menjadi suatu vonis kebenaran bahwa engkau adalah memang seperti kerbau, seperti hewan, seperti babi dan sebagainya. Nah akhirnya konsep dirinya langsung akan menjiplak label-label yang telah diterimanya dari teman-temannya itu.
GS : Kalau dalam hal ini Pak Paul, kita tidak bisa melarang anak orang lain untuk mengolok-olok anak-anak kita itu, sekalipun dia sudah dibekali di rumah sebelum dia sekolah tapi ketika diejek biasanya apa reaksi anak itu, Pak Paul?
PG : Anak biasanya malu, malu sekali karena dia ditertawakan oleh teman-teman, selain dari malu anak juga merasa sakit hati. Namun sekarang masalahnya adalah ada anak yang bisa membalas, nah kaau dia mempunyai kekuatan tertentu terus mempunyai kelompok teman-teman tertentu dan dia lumayan percaya diri dia akan membalas ejekan tersebut atau dia akan tidak mengakui ejekan tersebut.
Dengan berkata saya tidak begini, kamu yang begini dan sebagainya, nah perlawanan itu sedikit banyak akan menolongnya, akan melindunginya. Yang kasihan adalah kalau ini terjadi pada anak yang tidak berdaya melawan, nah anak-anak tidak semua sama, tapi anak-anak yang lebih aman adalah anak yang mempunyai banyak kesamaan dengan teman-teman sejawatnya. Yang lebih merepotkan adalah kalau memang dia itu lebih banyak kelainannya atau perbedaannya dibandingkan dengan kesamaannya, karena apa, anak-anak yang sama akan berkelompok dan menyudutkan yang paling berbeda itu. Dan yang berbeda sendirian tidak akan mampu untuk melawan kelompok teman-temannya yang mengeroyoknya itu, nah pada kasus seperti ini biasanya si anak akan mengalami tekanan yang luar biasa. Namun sering kali anak-anak pada usia misalnya 8, 9 tahun sampai 12, 13 tahun apalagi remaja jarang memberitahukan orang tua, kebanyakan dia simpan sendiri.
GS : Alasannya apa, Pak Paul?
PG : Saya kira salah satu alasannya adalah begini, dia sudah diejek-ejek berarti dia itu sudah diperlakukan sebagai pihak yang lemah oleh teman-temannya dan dia pun tahu dia lemah karena dia tau dia lemah karena dia tidak melawan keroyokan dari teman-temannya.
Kalau dia pulang mengadu pada mamanya, mamanya datang besok ke sekolah membela dia, hari lusanya dia makin diejek-ejek karena dia merasa dirinya benar-benar seperti anak mama yang makin melemahkan di hadapan teman-temannya. Jadi sering kali dalam posisi terjepit seperti ini si anak merasa tertekan luar biasa tidak bisa mengadu ke rumah tapi tidak berdaya melawan keroyokan teman-temannya.
IR : Nah untuk mengatasi itu bagaimana, Pak Paul?
PG : Yang menjadi masalah adalah anak-anak ini sering kali tidak cerita Ibu Ida. Saya ingat suatu kisah yang positif di mana anak itu bercerita, ini dikisahkan oleh seorang pendeta memang dia brmukim di Amerika namanya pendeta Bill Halburst.
Suatu malam dia itu sedang bersiap-siap nonton acara televisi kegemarannya, tatkala dia sedang mau turun menonton dia melihat putranya sedang murung dan hanya tiduran di atas ranjang. Kemudian dia bertanya kepada si anak, kenapa kamu murung sekali, si anak diam tidak menjawab jadi akhirnya dia memutuskan untuk membaringkan diri di sebelah si anak itu. Dia tanya lagi ada apa, si anak tetap murung tidak mau cerita, nah pendeta Bill Halburst mulailah mengalami konflik di sini, terus menemani si anak yang tidak mau diajak bicara atau turun menonton acara televisi kegemarannya. Dia sangat berdebat turun nonton atau jangan sebab si anak juga tidak mau diajak ngomong, tapi akhirnya dia memutuskan tidak jadi nonton, dia tetap membaringkan diri di sebelah si anak. Setelah itu dia hanya diam membaringkan diri, tidak lagi bertanya, tiba-tiba si anak menoleh kepadanya dan setengah berteriak berkata: "Tadi di sekolah teman saya mengejek saya," nah saya lupa ejekannya apa. Tapi setelah dia berkata begitu si anak menangis terisak-isak dengan sedihnya. Nah di situlah pdt. Bill Halburst berkesempatan menghibur si anak, menguatkan si anak. Memang dalam cerita tersebut pdt. Bill Halburst harus memberikan prioritas kepada anak-anaknya, tapi intinya pada saat itu si anak memang terbuka, nah kenapa terbuka karena si orang tua menyediakan dirinya. Anak cenderung akan takut sekali bercerita kepada orang tua, kalau orang tua itu bersikap dua hal yang ekstrim. Pertama anak akan takut dan enggan bercerita kalau orang tua itu tidak menunjukkan perhatian, nah daripada bercerita orang tua tidak menanggapi, lebih baik tidak perlu cerita. Bagaimana menunjukkan kesungguhan tersebut, ya orang tua bisa mengajak bicara anak pada kesempatan-kesempatan yang muncul, menanyakan tentang keberadaan si anak di sekolah, dalam pergaulan dan sebagainya meskipun tidak terlalu sering. Nah itu menunjukkan kesungguhan orang tua atau kesanggupannya untuk mendengarkan si anak. Tapi ada reaksi orang tua yang kedua, yang juga bisa memadamkan keinginan anak untuk bercerita kepadanya, yang kedua adalah orang tua yang terlalu protektif, jadi seolah-olah orang tuanya itu seperti Srikandi, pendekar. Dan si anak tahu kalau saya cerita, mama akan datang seperti pendekar ke sekolah membawa pedang dan akan siap membabat anak-anak yang mengejek saya. Nah dia akan ketakutan juga, sebab dia takut masalahnya tambah runyam nanti, begitu.
(2) GS : Ada orang tua yang mengatakan tidak usah dianggap, teman-temanmu itu cuma main-main saja, tanggapan seperti itu bijaksana atau tidak, Pak Paul?
PG : Saya kira yang bijaksana adalah mengakui bahwa itu melukai hati si anak, nah tahunya bagaimana, orang tua harus bertanya, bagaimana perasaanmu sewaktu dia berkata hal itu kepadamu. Nah ana akan berkata ya saya tidak mau dia berkata begitu dan orangt ua bisa bertanya, kamu marah, ya; terus bisa bertanya juga kamu sedih, ya; kamu malu juga, ya.
Nah waktu kita bertanya dan mengadakan konfirmasi bahwa si anak memang terluka, kita memberikan rasa pengertian kita dengan berkata saya mengerti atau mama papa mengerti engkau pasti sakit hati dan memang orang tidak boleh berkata-kata seperti itu kepada siapapun. Itu perkataan yang sangat menusuk hati orang dan dia harus menyadari hal itu, nah kita bisa berkata seperti itu, misalkan kita melihat anak kita di keroyok, apa yang harus kita lakukan, kita bisa bertanya kepada anak apa yang bisa kita lakukan, biar anak memberitahu kita. Nah kita bisa menawarkan bantuan kita, kita bisa berkata: "Perlu tidak papa sama mama ke sana untuk bicara dengan teman-temanmu?" Kalau dia berkata dengan cepat: "Jangan, mama jangan datang nanti mereka akan tambah mengejek saya," sudah dan kita berkata: "OK! Mama tidak akan datang sebab mama percayakan kamu untuk menghadapinya tapi di rumah kalau kamu cerita, silakan cerita pada mama." Nah dengan kesepakatan itu si anak lain kali lebih mempunyai keberanian bercerita pada orang tuanya.
IR : Jadi harus menanyakan dulu atau menawarkan ya Pak Paul, sebab kasihan kalau anak itu lemah tidak dibela akan sakit terus-terusan.
PG : Entah mengapa di dalam kelas selalu ada satu, dua anak yang ditunjuk sebagai sasaran ejekan. Saya melihat setiap kelas tidak pernah kosong dan di situlah kita bisa melihat bahwa manusia bedosa bahkan sejak kecil.
Dia tahu itu menyakiti hati orang, tapi demi kesenangan bersama tetap diejek-ejek, tetap diolok-olok seperti itu.
GS : Pak Paul, seandainya ejekan atau olokan itu tadi tidak mendapatkan tanggapan yang positif, artinya anak tidak dibekali di rumah dan diapun juga tidak berani melawan anak ini, pengaruhnya apa untuk kehidupan dia selanjutnya?
PG : Dia melihat dirinya dengan negatif bahwa dia adalah orang yang jelek, tidak menarik, seburuk itulah seperti yang dikatakan teman-temannya, dengan kata lain, dia akan mempercayai olokan temnnya.
Nah di sinilah orang tua harus berfungsi, sebab orang tualah yang bisa menetralisir ejekan tersebut supaya ejekan itu tidak menjadi bagian konsep diri si anak tentang siapa dirinya. Kalau orang tua tidak masuk di sini, takutnya anak akan memasukkan yang mengintegrasikan olokan tersebut sebagai bagian dari dirinya, dia adalah orang yang jelek, tidak menarik sehingga akan benar-benar menghancurkan kepercayaan dirinya nanti, terutama dalam kaitan dengan lawan jenisnya dia akan menjadi orang yang takut dan tidak percaya diri.
GS : Apakah mungkin yang terjadi sebaliknya Pak Paul, dia akan membuktikan bahwa dia tidak seperti yang dikatakan oleh teman-temannya?
PG : Kebanyakan anak yang akan membuktikan, yang bereaksi dengan gagah adalah anak yang memang sudah gagah, memang dia sudah mempunyai keyakinan diri yang lumayan baik. Tapi justru untuk anak yng lemah, ejekan-ejekan itu benar-benar akan merusakkan dia.
GS : Dan itu akan terbawa terus sampai dia dewasa?
PG : Mungkin tidak sampai dewasa, tapi sekurang-kurangnya sampai masa usia remaja, nah mudah-mudahan setelah dia usia remaja akan terjadi perubahan, baik perubahan fisiknya misalnya dia menjadigemuk sekarang makin kurus makin ramping, wajahnya dulu kurang menarik sekarang makin hari semakin menarik dan sebagainya.
Atau perubahan lingkungan di mana lingkungannya yang baru, di sekolah yang baru misalnya lebih menerima dia, jadi perubahan-perubahan itu akan menolong. Nah hal lain juga yang penting adalah pertumbuhan rohaninya, sebab tatkala dia bertumbuh dalam Tuhan, mengerti siapa dirinya dalam Tuhan dan mendapatkan kekuatan dari firman Tuhan, apalagi penerimaan yang hangat dari rekan-rekan segerejanya itu akan menetralisir olokan-olokan yang pernah dia dengar dulu.
(3) GS : Nah, bagaimana kalau olokan atau ejekan itu justru terjadi di dalam rumah, dilakukan oleh saudaranya atau bahkan oleh orang tuanya, yang mengolokkan bodoh atau apa bukankah itu bisa terjadi Pak Paul dalam sebuah rumah tangga?
GS : Beberapa waktu yang lalu kita sudah membahas tentang Yusuf, Yusuf itu selalu diolok-olok sebagai pemimpi kalau tidak keliru.
PG : Ya, kalau terjadi dalam rumah Pak Gunawan, sudah tentu efeknya lebih pribadi, efeknya akan lebih masuk ke dalam, benar-benar lebih memberikan dampak yang negatif. Sebab kalau terjadi di seolah saja dia lemah tak berdaya, setiap hari dia ke sekolah, dia sebetulnya merasa tertekan, tapi dia masih bisa berkata jam 12.00
saya pulang atau jam 3.00 saya pulang dan saya tidak usah bertemu dengan teman-teman itu. Atau dia masih bisa berkata ada teman-teman yang masih menerima saya, namun kalau di rumah, ini yang susah dia tidak bisa lagi melarikan diri dari rumah sebagai anak kecil, dia terpaksa mendengarkan kata-kata yang dilontarkan oleh ibu atau bapaknya atau kakaknya dan sebagainya, dampaknya lebih menghancurkan dia. Tapi manusia itu memang lentur Pak Gunawan, manusia itu tidak hanya terdiri dari satu sisi, jadi dalam anugerah Tuhan, bisa saja seperti ini, di rumah tidak mendapatkan dukungan malah dihina, tapi di sekolah justru diterima dan mendapatkan pengakuan atau keberhasilannya secara akademik dan sebagainya. Nah itu sedikit banyak akan menetralisir. Nah anak-anak yang di rumah mendapatkan banyak tekanan atau penghinaan, sedangkan di luar mendapatkan pengakuan dan penerimaan, hampir dapat dipastikan pada waktu dia remaja dia mulai akan jarang berada di rumah, dia akan habiskan kebanyakan waktunya di luar rumah. Karena di situlah ia mendapatkan rumah yang sesungguhnya.
GS : Mungkin memanggil anak yang paling tepat dengan namanya itu Pak Paul, supaya tidak terjadi salah tafsir atau apa.
PG : Betul, anak-anak itu peka, kita harus selalu sadari dan jangan beranggapan bahwa perasaan anak sama dengan perasaan orang tua, kadang kala orang tua berpikir seperti itu. Orang dewasa suda memiliki kemampuan berasionalisasi atau kemampuan menjelaskan suatu peristiwa, suatu keadaan yang abstrak, anak-anak belum bisa.
Jadi waktu dikatai atau dipanggil-panggil dengan olok-olokan yang menggelikan tapi sebetulnya merendahkannya dia tidak bisa menjelaskan itu, dia hanya bisa menerimanya. Kalau orang dewasa bisa berkata o... tidak begitu, buat apa saya dengar, habis perkara, anak-anak tidak bisa berdalih seperti itu. Apalagi usia-usia di bawah 12 tahun di mana daya pikiran abstraknya masih lemah, dia terpaksa menerima apalagi yang memanggil orang tua sendiri. Yang dia percayai sebagai orang yang paling tahu kebutuhannya dan yang membesarkannya, jadi dia akan menerima itu sebagai suatu kebenaran.
IR : Tapi kalau itu sifatnya senda gurau misalnya kalau anak kecil makannya terlalu lama kamu itu seperti 'mak; moh bukan, bukan mak, begitu bagaimana?
PG : Kalau dia memang menunjukkan sikap tidak suka, saya kira jangan diulang lagi. Sebab sekecil apapun anak-anak itu sudah bisa meminta penghargaan, waktu kita tidak melakukannya lagi, dia tah dia dihargai.
Kecuali memang untuk atau dalam kasus-kasus yang bercanda secara jarang-jarang dan diapun juga menolaknya secara bercanda, nah itu lain tidak apa-apa. Sebab dia tahu kita tidak memanggilnya seperti itu. Yang berbahaya adalah yang mengejek dengan nada sinis atau untuk mengatai dia, untuk menekankan bahwa engkau itu seperti itu bodohnya dan sebagainya, itu yang berbahaya, itu benar-benar akan membuat anak sangat terhina.
GS : Tapi olokan di antara saudara kandung atau apa, biasanya itu terjadi karena iri hati Pak Paul, seperti kasusnya Yusuf itu. Tapi itu sampai sekarang pun seperti itu, misalkan kakaknya iri terhadap adiknya dia memanggil adiknya itu dengan olokan atau sebaliknya, jadi menutupi rasa irinya tadi dengan olokan, nah itu sebagai orang tua harus bersikap apa?
PG : Kalau memang itu akan berdampak, kita tahu itu menyakiti hati anak kita, kita harus memarahi, kita harus memberitahu kepada si kakak atau si adik, tidak boleh mengolok seperti itu lagi. Na waktu mereka mengulangnya kita patut memarahi.
Jadi kita membela yang ditindas, yang lemah itu, saya kira itu yang penting, sehingga si anak merasa bahwa dia memang dihargai.
GS : Memang kita harus hati-hati menggunakan kata-kata kita, Pak Paul?
PG : Betul, karena memang sekali lagi anak-anak itu peka dan saya mau tekankan bahwa anak membentuk konsep dirinya melalui informasi yang dia dengarkan dari orang lain. Jadi anak-anak itu waktulahir tidak memiliki informasi tentang siapa dia, informasi tersebut dia peroleh dari lingkungannya, teman-teman atau orang tua atau kakak adiknya.
Nah dari informasi tersebutlah dia mulai membentuk gambar atau membentuk konsep siapa saya, jadi yang akan masuk tidak bisa tidak olokan juga masuk itu menjadi bagian dari dalam konsep dirinya. Namun kalau memang dia mempunyai banyak kekuatan dan dukungan dia akan bisa menetralisir yang negatif tersebut dan hanya mempertahankan yang positif. Tapi kalau dalam dirinya kurang dukungan orang tua yang bisa memahami dan menerimanya, serangan dari luar itu dengan kuat menguasai konsep dirinya, dan itu akan melumpuhkan keyakinan dirinya di kemudian hari.
GS : Ada orang tua yang memberi tekanan bahwa bagaimanapun juga anak ini adalah karunia Tuhan, diciptakan oleh Tuhan, suatu ciptaan Tuhan yang pasti akan dihargai oleh Tuhan sendiri ya Pak Paul?
PG : Betul, itu yang perlu kita komunikasikan kepada anak dan yang penting sejak kecil orang tua memang harus mempunyai komunikasi yang akrab dengan anak. Dan sekali-sekali bertanya, apakah temn-temanmu mengolokmu, pernah tidak mereka meledekmu atau apa sejak usia kecil, sehingga dari usia kecil dia mulai berani berbicara dan dia tahu kita tidak akan merugikannya atau mempermalukannya di depan teman-temannya.
Sehingga dia merasa aman dan mulai cerita sebab meskipun dia diolok di sekolah, kalau di rumah dia bisa bercerita dan mendapatkan pil penawar dari orang tua, itu benar-benar akan menawarkan ya, akan menetralisir dampak negatif yang dia terima dari sekolah.
GS : Dan di situ memang dibutuhkan pengorbanan orang tua baik dalam hal waktu maupun perhatiannya Pak Paul?
GS : Jadi saya rasa kita semua pasti mengharapkan anak-anak kita bertumbuh dengan baik menghadapi ejekan dan sebagainya itu dengan kita memberikan respons yang positif terhadap anak-anak kita, Pak Paul?
GS : Jadi demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi, kami telah persembahkan sebuah perbincangan tentang pengaruh ejekan atau olokan terhadap pertumbuhan anak. Dan perbincangan ini kami lakukan bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, kami persilahkan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Dan dari studio kami mengucapkan terima kasih.
PERTANYAAN KASET T 50 B
- Seberapa besar dampak atau pengaruh olokan terhadap perkembangan anak..?
- Tindakan bijaksana apakah yang perlu dilakukan orangtua terhadap olokan yang dialami anak….?
- Apa dampaknya kalau olokan itu justru muncul di rumah oleh orangtua atau saudaranya..?