Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami beberapa waktu yang lalu tentang "Tangga Ke Rumah" dan kami akan memperbincangkan bagian yang ketiga yaitu tentang "Mekanisme Memenuhi Kebutuhan." Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, semakin menarik saja kita berbicara tentang tangga ke rumah ini, sudah dua sesi kita lampaui dan kali ini kita memasuki sesi yang ketiga dan terakhir yaitu tentang mekanisme memenuhi kebutuhan. Mungkin ada para pendengar kita yang tidak sempat mengikuti perbincangan kita yang pertama dan yang kedua. Dan sebelum kita membicarakan tentang mekanisme memenuhi kebutuhan, mungkin Pak Paul bisa mengulas pembahasan yang pertama dan yang kedua, silakan Pak Paul.
PG : Latar belakang dari istilah rumah tangga masa dahulu ialah biasanya rumah itu berada diatas tanah sehingga kalau kita ingin memasuki rumah, kita harus menaiki tangga. Jadi tangga adalah seuatu yang menghubungkan kita untuk masuk kedalam rumah.
Saya sering mengamati pernikahan dan saya menyimpulkan banyak pernikahan bermasalah, saya lihat banyak orang menjalani kehidupan nikah tapi tidak sungguh-sungguh menikmati kehidupan nikah. Akhirnya saya menjadi bertanya mengapakah demikian? Mengapakah begitu banyak pernikahan yang tidak bahagia? Akhirnya saya simpulkan, meskipun banyak faktor yang terlibat dalam pernikahan itu sendiri, tapi awalnya adalah karena kita memiliki masalah didalam diri kita sendiri. Masalah-masalah itulah yang kita bawa kedalam pernikahan dan pada akhirnya mengganggu relasi kita dengan pasangan. Pada sesi yang lampau, kita telah membahas dua hal yang kerap kali membawa masalah dalam diri kita. Yang pertama kita membicarakan tentang gaya hidup yang bermasalah, kita bahas tentang orang yang cenderung untuk tidak mau menanam tidak mau menuai yang penting hidup dalam pernikahan, alias hidup berdua tetapi tidak sungguh-sungguh hidup bersama karena tidak ada saling berbagi, saling tolong-menolong dan akhirnya masing-masing hidup dalam dunianya sendiri-sendiri. Gaya hidup seperti itu yang nantinya pasti menimbulkan masalah dalam pernikahan. Kita juga membahas tentang orang-orang yang tidak mau bekerja keras dalam pernikahannya tetapi maunya menuai. Dan ini adalah gaya hidup yang bermasalah sebab nanti dalam pernikahan dia akan selalu bermimpi besar, mau melakukan banyak hal tapi tidak menjadi kenyataan. Namun pasangannya tidak berhak untuk menghentikan langkahnya dan harus selalu menyetujui keinginannya sebab dia ingin mendapatkan sesuatu dengan cara yang cepat. Kemudian kita juga membicarakan tentang gaya hidup yang terus bekerja, terus memaksa diri tapi pada halnya tidak bisa menikmati apa yang telah dicapainya, orang seperti ini pun akan menimbulkan masalah dalam pernikahan karena pasangan dan anak-anaknya akan letih hidup dengan dia karena semua harus bekerja keras dan tidak boleh ada yang menikmati hidup. Kemudian kita juga berbicara tentang cara berkomunikasi yang bermasalah, kita berbicara tentang orang yang bicaranya tidak jelas, meliuk-liuk seringkali menimbulkan kebingungan dan akhirnya salah paham dan mengakibatkan pertengkaran. Atau ada orang yang kalau berbicara selalu menukik, tajam, menyerang, mengkritik, sehingga akhirnya orang merasa dilecehkan kalau berbicara dengan dia dan ini akan menciptakan jarak dalam pernikahan. Pasangannya tidak akan bisa tahan hidup dengan dia. Dan yang ketiga kita berbicara tentang orang yang cara berkomunikasinya itu meletup-letup, mudah sekali marah sehingga akhirnya pasangan menjauhkan diri dari dia, anak-anak menjauhkan diri dari dia karena takut terkena marah, sebab emosinya cepat sekali meledak. Inilah bahan-bahan yang kita bawa kedalam pernikahan, bahan-bahan bermasalah yang nantinya menimbulkan masalah dalam pernikahan. Pada kesempatan kali ini kita akan membahas bagian yang ketiga.
GS : Pada bagian yang ketiga kita akan membahas tentang mekanisme memenuhi kebutuhan, jadi tidak seperti dahulu tentang cara berkomunikasi bermasalah dan gaya hidupnya yang bermasalah. Tapi ini adalah suatu mekanisme, apa ada suatu masalah yang lain yang dibawa dalam hidup pernikahannya?
PG : Kita semua mempunyai kebutuhan dan tidak ada yang salah dengan kebutuhan yang kita miliki. Yang menjadi masalah adalah cara atau mekanisme kita untuk memenuhi kebutuhan itu. Inilah yang nntinya akan kita bawa juga kedalam pernikahan.
Ada juga diantara kita yang mempunyai cara-cara atau mekanisme-mekanisme yang tidak sehat, misalnya yang pertama ada orang yang memenuhi kebutuhan dengan cara melemparkan masalah pada orang lain atau melimpahkan masalah pada orang lain, setelah dia menikah dia selalu melimpahkan masalah pada pundak pasangannya. Dia tidak mau mengakui bahwa dialah yang sesungguhnya mempunyai kebutuhan itu, tapi dia menuntut pasangan untuk menyediakan pemenuhan kebutuhannya. Akhirnya tema yang sering kita angkat adalah "Pasangan kita tidak cukup baik dalam memenuhi kebutuhan kita." Akhirnya pasangan menjadi sangat frustrasi, kehabisan tenaga untuk memenuhi kebutuhan kita. Jadi kita ini harus menyadari dan mengakui sebetulnya kita yang mempunyai kebutuhan ini, misalnya kita butuh diperhatikan karena pada masa pertumbuhan, kita kurang mendapatkan perhatian maka akuilah hal itu di depan pasangan dan berkata "Saya punya kebutuhan yang tinggi untuk diperhatikan dan tolong bantu saya." Biasanya orang yang suka melimpahkan masalah pada orang lain, dia sulit untuk mengatakan kelemahannya itu. Dan yang dia lakukan justru melimpahkan masalah pada pasangan. "Kamu yang tidak becus memperhatikan saya, kamu sebagai suami atau istri seharusnya memberikan perhatian kepada saya seperti ini," jadi yang disalahkan orang lain. Mula-mulanya orang lain mungkin mencoba memenuhi kebutuhannya tapi lama-kelamaan dia akan angkat tangan dan berkata "Tidak peduli," sebab tidak pernah cukup dan tidak pernah benar.
GS : Seringkali yang saya rasakan sebagai seorang suami itu butuh untuk dihargai. Ada kebutuhan untuk dihargai oleh pasangan, baik itu prestasi yang kecil atau yang besar. Ini menjadi kebutuhan saya dan sebaliknya istri saya sebagai wanita juga punya kebutuhan lain yaitu butuh untuk dikasihi. Apakah ini yang sering menjadi masalah?
PG : Saya kira ini sebagai akar masalah yang sering timbul dalam pernikahan. Saya berikan contoh dari apa yang Pak Gunawan katakan, misalkan kita sebagai pria butuh dihargai, sudah tentu ini meupakan kebutuhan pokok pria, tapi ada sebagian kita yang mempunyai kebutuhan yang sangat besar untuk dihargai sehingga manifestasinya, gejalanya adalah dia cepat tersinggung, sedikit saja dia tidak mendapatkan pengakuan dari orang seperti tidak disapa atau tidak diberikan penghargaan, dia langsung marah dan tersinggung.
Misalkan istrinya berbicara kepada dia dan saat berbicara, sepertinya dia lebih memperhatikan apa yang sedang dikerjakan dari pada kita, akhirnya marah lagi dan tersinggung lagi. Itulah tanda bahwa kebutuhan kita untuk dihargai sebetulnya sangat besar maka kita menjadi orang yang super peka dalam hal ini. Kebalikan dengan wanita, wanita pada umumnya membutuhkan untuk dicintai. Kalau kebutuhan untuk dicintainya super besar, kita bisa melihat gejalanya, manifestasinya yaitu dia sama sekali tidak bisa membagi pasangannya, suaminya bahkan dengan pihak keluarga suaminya, dengan adiknya dengan mamanya, sama sekali tidak bisa, hubungan itu seolah-olah lenyap waktu menikah dengan dia. Dialah satu-satunya orang yang boleh hadir dalam diri suaminya, orang lain sama sekali tidak boleh. Akhirnya dia mulai mengikat suaminya sekeras dan sekencang mungkin supaya suaminya tidak bisa kemana-mana. Kalau kita memang mempunyai masalah dengan kebutuhan yang besar ini sebaiknya kita jangan melimpahkannya pada pasangan, seolah-olah pasangan yang tidak becus memberikan atau menyediakan kebutuhan kita. Sebaiknya kitalah yang mengakui bahwa kita yang mempunyai masalah ini. Tapi sebagian kita memang sudah mengembangkan mekanismenya, sudah mengembangkan cara memenuhi kebutuhan yang paling jitu, yaitu menyalahkan orang.
GS : Uniknya kebutuhan ini tidak bisa terpenuhi kalau kita menuntut dari orang lain selain pasangan kita, tapi kenapa kita justru mengharapkan dari pasangan Pak Paul?
PG : Kemungkinan besar ialah karena kita hidup paling dekat dengan pasangan, jadi meskipun kita secara sadar mengatakan pada diri sendiri tidak perlu meminta pada pasangan, tapi karena kita hidp bersama dengan pasangan dalam hubungan yang begitu akrab, intim akhirnya tidak bisa tidak ada tuntutan agar pasangan memenuhi kebutuhan tersebut.
Cara yang lebih sehat misalkan tentang penghargaan ialah kita yang berikhtiar melakukan hal-hal yang baik yang positif sehingga pasangan melihat dan menghargainya. Tapi kalau kita memiliki kebutuhan yang terlalu besar dan membuat kita tidak bisa melihat bahwa kita yang harus berikhtiar melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan penghargaan, kita seolah-olah telah membabi buta menuntut pasangan harus menghargai kita.
GS : Kalau pasangan kita itu suka melimpahkan masalah ini kepada partnernya, apa yang bisa dilakukan oleh pasangan itu?
PG : Seharusnya dia berkata "Saya akan berusaha sedapat mungkin memenuhi kebutuhanmu itu." Dengan catatan, memang orang tersebut mengakui kalau dia memiliki kebutuhan yang besar. Tapi si pasangn juga harus jelas berkata "Akan ada waktu mungkin saya lupa, ada waktu mungkin saya tidak dapat melakukan semaksimal yang kau harapakan.
Kalau itu terjadi, ini yang saya minta untuk kau lakukan yaitu kau ingatkan saya tapi jangan dengan nada marah, jangan dengan tuntutan. Kalau engkau tahu engkau akan marah, bisa tidak kau tuliskan saja di kertas dan tuliskan dengan kata-kata yang standart atau formal yaitu 'Saya tadi mengharapkan ini tapi saya tidak mendapatkannya darimu,' begitu saja." Waktu kau menuliskan itu dan saya membacanya, maka saya tahu kalau saya tadi tidak ingat untuk melakukan apa yang kamu inginkan, maka saya akan minta maaf kepadamu. Dengan kata lain mereka berdua harus mencipatakan sebuah sistem yang baru sehingga yang membutuhkan bisa mengutarakan permintaannya dan yang dibutuhkan bisa memberikan dengan lebih rela tanpa paksaan.
GS : Selain orang yang suka melimpahkan masalah, apakah ada hal-hal yang lain?
PG : Yang kedua adalah orang yang saya sebut dengan orang yang senantiasa memunculkan masalah, maksudnya ada orang yang terus memunculkan masalah sehingga setiap hal menjadi sesuatu yang tidak enyenangkan hatinya.
Masalah mungkin bisa berkaitan dengan kita dan mungkin juga tidak, namun pada intinya dia tidak pernah berbahagia dengan hidupnya. Orang yang selalu memunculkan masalah dan melihat hidup dari kacamata masalah, sesungguhnya orang ini mengalami kehampaan dan tidak mempunyai makna hidup. Ia ingin memenuhi kebutuhan akan makna hidupnya namun dia tidak tahu harus bagaimana. Alhasilnya selalu merasa tidak puas dan kerap menggerutu. Jadi orang ini memang mempunyai ketidakbahagiaan yang mendasar, itu sebabnya apa saja yang dilakukannya tidak membahagiakan. Apa saja yang orang lain perbuat pun tidak membahagiakannya, dia selalu melihat ada yang kurang. Jadi dia selalu memunculkan masalah karena yang selalu dilihatnya adalah masalah, dari dalam dirinya sudah tersedia genangan air, yaitu genangan ketidak puasan dan ketidak bahagiaan. Kebutuhan pokok ini akhirnya meminta untuk dipenuhi, dan karena tidak bisa dipenuhi baik oleh dirinya maupun orang lain akhirnya terus memunculkan masalah.
GS : Dalam hal ini apakah orang tersebut memang mencari-cari masalah atau memang masalah itu nyata?
PG : Sudah tentu masalah akan selalu ada karena bagi dia sesuatu yang tidak berjalan sesuai dengan yang dia inginkan, itu menjadi masalah. Kita tahu kalau kita hidup pada dunia yang tidak sempuna, akan ada hal-hal yang terjadi di luar kehendak atau selera kita, namun kita akan belajar menerimanya.
Tapi orang yang dasarnya tidak bahagia, itu akan sulit sekali menerima ketidakberesan seperti itu karena pada dasarnya dia tidak bahagia, itu adalah kebutuhan pokok yang dia tidak bisa penuhi. Maka dia selalu memunculkan masalah. Dengan memunculkan masalah, memang dia berharap dia akan lebih bahagia tapi itu tidak mungkin sebab dia akan menjadi sibuk karena selalu menyoroti orang, dan dia berkata "Mengapa kamu begini, kamu tidak seharusnya begini." Memang secara tidak sadar dia mengharapkan bisa menciptakan lingkungan yang lebih baik yang lebih sesuai dengan kehendaknya, menciptakan anak yang lebih baik, menciptakan suami yang lebih sempurna, menciptakan istri yang juga lebih baik, maka dia akan mendapatkan kebahagiaan itu. Jadi dia memang bertumpu pada lingkungan di luar dirinya untuk memberikan kebahagiaan kepadanya, makanya dia selalu sibuk mengoreksi, mencoba memberitahukan orang apa yang benar dan apa yang tidak benar, tapi kita tahu itu adalah mustahil. Pertama orang tidak selalu memberi respons, yang kedua memang dunia itu tidak sempurna, jadi selalu ada ketidak sempurnaan. Masalah satu selesai muncul lagi masalah yang lain, maka dia akan lelah hati terus-menerus.
GS : Itu yang seringkali dimunculkan, bukan masalah-masalah yang terlalu prinsip. Misalnya hanya meletakkan barang yang tidak tepat, atau janji yang meleset beberapa menit, itu juga bisa menjadi masalah?
PG : Betul, Pak Gunawan. Jadi dari segala sesuatu, bisa tentang orang di rumahnya, bisa tentang lingkungan dan sekali lagi tidak ada yang sempurna dalam lingkungan hidup kita. Dia selalu menggeutu kalau ada yang tidak beres dan seolah-olah dia beranggapan bahwa dia bisa menciptakan dunia yang lebih indah.
Maka hidupnya pun lebih indah tapi dunia tidak akan lebih indah.
GS : Yang paling menderita adalah pasangannya atau anak-anaknya yang ada di sana. Dan apa yang bisa dilakukan oleh pasangan untuk mengurangi supaya tidak terus disalahkan?
PG : Memang agak sulit Pak Gunawan, sebab orang ini pada dasarnya menyimpan ketidakbahagiaan. Sebetulnya dialah yang harus mencari pertolongan agar masalah yang mendasar itu dapat dibereskan. Msalkan dia berasal dari latar belakang keluarga yang sangat tidak bahagia, penuh dengan kepahitan dan dia masih membawa semua itu sampai saat ini.
Tidak bisa tidak itulah yang harus dibereskan, jadi sebagai pasangan seyogianyalah dia menunjukkan pada orang tersebut bahwa kamu memang harus melihat akarnya. Sebab sampai kapan pun kamu tidak akan merasa puas, sampai kapan pun kamu akan terus menuntut lingkungan harus sempurna seperti yang kamu inginkan. Sebab kamu berharap dengan sempurnanya lingkungan maka akan hilanglah kesengsaraan hatimu, tapi itu tidak akan terjadi. Apakah mudah melakukan hal ini? Kebanyakan susah, sebab orang yang bersangkutan tidak mau berubah, yang pertama karena dia tidak mau mengakuinya, dan dia akan berkata "Memang kamu yang membuat masalah dan kamu memang melakukan ini," justru pasangan harus berkata "Memang betul ini semua terjadi, tapi apakah kamu akan terus-menerus menyoroti dan membuat dirimu itu menderita seperti ini, apakah itu yang kamu inginkan?" dan pasangannya memang harus mengkonfrontasi "Kalau itu yang kamu inginkan, kamu akan membuat satu keluarga menderita dan saya tidak bisa menjanjikan saya akan terus tahan, kalau saya tidak tahan bagaimana? Kalau anak-anak tidak tahan bagaimana?" Jadi perlu lebih konfrontatif dengan masalah seperti ini.
GS : Jadi yang bersangkutan perlu disadarkan dulu, yang dirugikan bukan saja orang lain tetapi juga dirinya sendiri.
PG : Betul, dia pun menderita tidak pernah mencicipi kebahagiaan.
GS : Apakah ada mekanisme yang lain, Pak Paul?
PG : Yang ketiga adalah yang saya sebut dengan meniadakan masalah, pernikahan dimaksudkan menjadi ajang penyatuan dan tolong-menolong. Didalam proses inilah keintiman dibangun dan berkembang, nmun ada di antara kita yang tidak nyaman dengan kebutuhan dan tidak bersedia melibatkan pasangan untuk memenuhi kebutuhannya.
Orang ini beranggapan bahwa dia sendirilah yang harus memenuhi kebutuhan itu, karena itu memang kebutuhannya. Namun ada pula orang yang tidak bersedia membagi kebutuhannya karena gengsi atau takut ditolak, daripada dihina atau ditolak lebih baik tidak membagi kebutuhannya sama sekali. Intinya adalah orang ini tidak mau membagi, tidak mau meminta, tidak mau menyatakan kebutuhannya dan mengharap pasangan untuk memberikannya. Jadi dia selalu menolak atau menyangkal, meniadakan masalah dan tidak mau melihatnya. Memang sampai kadar tertentu dia mungkin bisa menghilangkan kebutuhan dengan cara meniadakannya, tidak lagi mau memikirkannya tapi faktanya adalah kebutuhan tetap ada dan kalau didiamkan terus maka lama-lama akan bocor. Mungkin sekali bocornya di tempat-tempat lain yang tidak berkaitan, dan pasangannya akan kaget kenapa kamu begini? Kenapa kamu marah, begini saja kamu tidak bisa terima, ada apa? Tapi pasangannya tidak akan mengerti dan dia pun tidak akan mengerti. Sesungguhnya dasarnya adalah dia mempunyai kebutuhan yang tidak terpenuhi.
GS : Orang-orang secara tidak sengaja mengingkari, kalau hal itu merupakan masalah dalam kehidupannya?
GS : Dan dengan tidak sengaja dia akan menciptakan masalah baru ditengah keluarganya?
PG : Betul sekali, meskipun dia tidak bermaksud demikian. Tapi akhirnya dia menciptakan sebuah masalah baru. Contohnya ada orangtua yang sangat tinggi menuntut anak-anaknya, mereka berharap ank-anaknya itu bisa berprestasi sangat tinggi.
Tapi alasan di balik itu semua adalah sebuah kebutuhan tertentu yaitu kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan di masyarakat, di kalangan teman-temannya. Tapi dia memang tidak mau melihat kebutuhan tersebut, dia meniadakan kebutuhan itu dan berkata "Saya tidak ada masalah itu," atau pun kalau dia mengakui masalah itu , dia berkata "Tapi bagaimana saya harus penuhi sendiri." Yang menjadi persoalan adalah dia akhirnya luber. Dalam hal ini lubernya ke anak, anak yang dituntut untuk berhasil. Sudah tentu dalam perkataannya dia tidak akan mengakui kalau dia memang mempunyai kebutuhan itu, yang dia akan lakukan adalah mengatakan kepada anak-anak "Kamu harus berhasil karena kalau kamu tidak berhasil, kamu nanti tidak bisa maju tidak bisa sukses dalam hidup dan sebagainya." Padahal anak-anaknya sudah bekerja dengan baik bahkan sangat baik, tapi terus-menerus ditekan dan ditekan lagi. Jadi itu yang saya maksud dengan luber, gara-gara mengingkari kebutuhannya sendiri.
GS : Apakah karena orang yang bersangkutan memang tidak berani menghadapi masalah karena dia merasa tidak mampu mengatasi masalah, atau cuma hanya mencari mudahnya saja?
PG : Yang pertama memang betul, ada orang yang memang tidak mampu. Daripada tidak mampu dan mengakui tidak mampu lebih baik diingkari. Tapi ada juga orang yang memang berprinsip saya harus mandri, saya harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan saya.
Misalkan kita sangat butuh untuk dikasihi, kita kurang menerima kasih sayang. Tapi kita berkata "Kita harus penuhi kebutuhan ini sendiri, kita tidak boleh menuntut orang untuk memenuhinya," jadi kita tidak pernah meminta kepada pasangan. Kita mencoba melakukan semuanya sendiri, kita tidak mencoba meminta pasangan untuk memberikan perhatian khusus kepada kita dan itu terus kita lakukan. Padahal kebutuhan akan dikasihi itu tetap ada, karena tidak dapat kita penuhi dengan baik. Akhirnya bocor dan bocornya di tempat yang lain. Misalnya pasangannya lupa memberikan kartu ucapan ulang tahun, karena kelalaiannya maka bisa terjadi perang dunia. Padahalnya mereka sudah menikah 15 tahun dan tidak pernah lupa, hanya sekali saja lupa, maka marahnya bisa sampai satu bulan. Waktu ini terjadi, barulah pasangan menyadari "Rupanya dia mempunyai kebutuhan yang besar sekali, tetapi tidak pernah mau mengakuinya. dan waktu ditanya, tetap saja tidak mau mengakui, dan tetap berkata "Orang berulang tahun masa bisa sampai lupa," dia tidak mau menerima kalau orang bisa lupa. Akhirnya masalah berlarut-larut.
GS : Sebenarnya kalau masalah itu kita diamkan maka tidak mungkin bisa hilang dengan sendirinya tanpa kita mau mengatasinya, Pak Paul?
PG : Betul sekali Pak Gunawan, jadi kita harus melakukan sesuatu.
GS : Dan kalau tidak, maka akan menimbulkan masalah lain yang lebih besar daripada masalah yang semula.
GS : Apakah kita sebagai pasangan bisa menolong orang seperti itu?
PG : Kita memang harus dengan lembut mengatakan padanya bahwa "Saya melihat inilah yang saya butuhkan dan saya mau sekali memenuhinya, saya mengerti tidak mudah bagimu untuk melihatnya. Mungkindi masa lampau kamu menerima kekecewaan karena apa yang kamu minta itu tidak diberikan oleh orang.
Jadi kamu sekarang menutup diri, dan saya mau memberikan itu kepadamu. Mari kita kerjasama, tapi saya butuh bantuanmu, saya tidak selalu tahu apa yang kamu inginkan. Bisa tidak kalau kamu tidak bersedia bicara panjang butuh apa, misalkan kamu ingatkan saya dengan memberikan saya kartu kecil atau berikan saya isyarat yang lebih ringan supaya saya diingatkan apa yang kamu butuhkan, dan nanti saya bisa berikan kepadamu." Waktu hal itu terjadi yaitu dia meminta dan kita memberikan, kita langsung berkata lagi "Bagaimana rasanya, senangkan yang kamu butuhkan kamu dapatkan, mari kita coba teruskan kerjasama ini."
GS : Pak Paul, apakah ada ayat firman Tuhan yang melandasi perbincangan kita kali ini?
PG : Saya akan bacakan Amsal 22:9 "Orang yang baik hati akan diberkati, karena ia membagi rezekinya dengan si miskin." Orang yang baik hati akan diberkati intinya kita mau membangun tangga yaiu menjadi orang yang baik hati, menjadi orang yang sehat, sehingga nanti itulah yang kita berikan.
Dan waktu kita bawa dalam pernikahan tidak bisa tidak berkat demi berkatlah yang akan kita petik. Jadi cobalah sebelum kita menengok ke kiri dan ke kanan untuk menyalahkan orang, kita tatap diri sendiri dulu, kita coba melihat dan kita coba koreksi. Orang yang seperti ini menjadi orang yang akan menerima banyak berkat.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan yang sangat menarik ini dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mekanisme Memenuhi Kebutuhan" sebagai bagian yang ketiga dari tema "Tangga ke Rumah". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan email dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.