Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK akan berbincang- bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang Dampak Kebutuhan Khusus Anak Pada Pernikahan. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, memang di dalam sebuah keluaga, anak-anak yang lahir di keluarga kita itu berbeda-beda kebutuhannya tapi kalau ada anak yang dikatakan berkebutuhan khusus itu sebenarnya seperti apa, Pak Paul ?
PG : Jadi yang dimaksud dengan kebutuhan khusus adalah sebuah gangguan. Jadi saya berikan beberapa contoh yang mungkin paling dikenal sekarang ini adalah gangguan autisme atau autistik dan memang ini gangguan yang membuat banyak anak tidak bisa berelasi dan bersosialisasi, ada yang masih bisa sekolah, tapi ada juga yang sama sekali tidak bisa sekolah. Itu salah satu contohnya. Yang lain adalah retardasi, yaitu keterbelakangan, IQ mereka di bawah rata-rata sehingga mereka tidak bisa mengikuti pelajaran dan dalam kategori retardasi yang parah, perilakunya juga sangat membahayakan dirinya, dia akan melompat ke sana ke sini, memukul ke sana ke sini, membenturkan kepalanya ke sana ke sini. Jadi banyak sekali perilaku yang seperti itu. Yang lain juga yang lebih ringan, gangguan yang berkaitan dengan ADHD (Attention deficit hyperactivity disorder) tidak bisa diam, tidak bisa konsentrasi, akhirnya tidak bisa belajar dan mengganggu teman-temannya. Ada juga 'down syndrome', 'cerebral palsy', itu semua adalah jenis-jenis gangguan yang biasa kita panggil dengan anak berkebutuhan khusus. Jadi anak-anak ini memang memerlukan penanganan yang khusus.
GS : Selain penanganan yang khusus tentu juga perhatian yang khusus. Dan ini akibatnya apa kalau dalam sebuah keluarga, apalagi keluarga ini baru terbentuk ternyata anak pertamanya berkebutuhan khusus misalnya.
PG : Pada umumnya ini akan memberikan tambahan tekanan kepada pernikahan itu.
Jadi kalau pernikahannya agak kurang kuat sudah banyak bertengkar maka kelahiran anak yang memerlukan perhatian khusus ini akan memberikan tekanan yang luar biasa besarnya. Jadi mungkin saja mereka akan sering bertengkar. Jadi tidak jarang, ini bukan hanya sekali tapi cukup sering ada orang yang bahkan sampai bercerai karena masalah anak dengan kebutuhan khusus ini memberikan kepada mereka tekanan yang begitu besar sehingga relasi mereka akhirnya sering bertengkar, akhirnya juga tidak bisa hidup sama- sama dan bahkan sampai bercerai. Sudah tentu yang ditinggal, yang harus
mengurus anak-anak ini, harus berjuang sendirian dan itu bukan tugas yang mudah.
GS : Biasanya bentuknya yang seperti apa yang dialami oleh keluarga itu, Pak Paul ? PG : Ada beberapa yang saya bisa jabarkan dan saya akan gunakan kata-kata
perasaan. Kalau kita memunyai anak dengan kebutuhan khusus, besar kemungkinan reaksi pertama adalah kekecewaan. Saya ingat kesaksian dari Nick Vujicic yang tidak punya tangan dan kaki, dia adalah orang Australia. Dia bercerita bahwa waktu dia dilahirkan, papa mamanya terkejut sekali dan sulit untuk menerimanya dan sedikit banyak protes kepada Tuhan, sebab papa dan mamanya orang-orang yang cinta Tuhan dan melayani Tuhan. Jadi mereka kaget kenapa Tuhan menganugerahkan anak yang memunyai masalah sedemikian parahnya, tidak punya tangan dan kaki sejak lahir. Saya kira reaksi yang pertama yang paling sering dialami adalah kekecewaan, sudah tentu makin besar kekecewaan yang dirasakan makin besar dampak yang ditimbulkannya dalam relasi pernikahan. Pada umumnya ada dua sasaran kekecewaan itu, yang pertama adalah kepada Tuhan dan yang kedua adalah kepada pasangan. Dalam kekecewaan, tidak bisa tidak, kita ini rentan menyalahkan Tuhan, karena kita tahu bahwa anak adalah pemberian Tuhan. Jadi kita bisa berkata, Kenapa Tuhan jahat, kenapa Tuhan tidak adil dan anak yang lain tidak apa-apa, tapi anak saya begini itu sebabnya setiap kita yang dianugerahkan anak dengan kebutuhan khusus kita harus memandang hal ini dari lensa rohaniah yang tepat, kalau tidak maka kita akan benar-benar menghadapi kepahitan dalam kekecewaan kita.
GS : Jadi berkebutuhan khusus bukan hanya dalam segi mental, tapi juga dalam segi fisik seperti Nick itu tadi.
PG : Betul. Bisa juga anak-anak yang misalkan seperti 'cerebral palsy' biasanya jalannya agak timpang dan tidak berimbang, sehingga otomatis dia tidak bisa lari-lari dan agak susah. Juga anak-anak autistik kalau tidak dijaga bisa lompat ke sana dan ke sini, menabrak ke sana ke sini dan bisa membahayakan juga. Jadi sekali lagi kebutuhan khusus bisa menyangkut hal-hal yang bersifat fisik.
GS : Bagaimana supaya kita memunyai pandangan yang tepat secara rohani
terutama, Pak Paul ?
PG : Yang pertama yang harus kita ketahui tentang Tuhan bahwa Ia tidak pernah menjanjikan kesempurnaan hidup di dunia ini. Jadi kita ini tidak bisa tidak kalau punya anak berharap anak kita itu sempurna, tidak sampai ada masalah tapi faktanya adalah tidak ada yang sempurna, bahkan jadinya anak lahir pun salah satunya tidak sempurna. Anak dengan kebutuhan khusus merupakan bagian dari hidup yang tidak sempurna dimana kita berdiam di dalamnya. Jadi langkah pertama, saya kira penting kita memunyai pengertian yang benar dan Tuhan tidak pernah salah janji dan berbohong kepada kita, Tuhan tidak berkata, Engkau ikut Aku maka semua akan sempurna, pernikahanmu akan sempurna, anak-anakmu akan sempurna tidak seperti itu ! Karena kita hidup di dunia yang tidak sempurna dan kadang ada sesuatu yang terjadi yang menjadi bagian dari ketidaksempurnaan itu dalam keluarga kita sendiri.
GS : Terutama kalau pasangan itu sudah agak lama tidak dikaruniai anak dan mereka sungguh-sungguh meminta, ternyata yang lahir anaknya berkebutuhan khusus.
PG : Ada. Dan ini mungkin bukannya jarang apalagi kalau misalnya anak itu dilahirkan di usia ibu yang sudah agak lanjut. Jadi memang resikonya lebih tinggi dan hal-hal ini bisa terjadi tapi bisa dibayangkan betapa besarnya kekecewaan yang dialami mungkin mereka berkata awalnya, Ini jawaban doa, Tuhan menjawab dosa karena sudah begitu lama menunggu anak. Setelah lahir anaknya punya masalah seperti ini dan biasanya kita kecewa sekali. Saya ingatkan kita harus terima fakta ini, dalam dunia tidak ada yang sempurna.
GS: Hal lain yang perlu kita pahami tentang Tuhan apa, Pak Paul ?
PG : Bahwa rencana-Nya sempurna dan di dalam hidup yang tidak sempurna ini Dia menggenapi rencana-Nya yang sempurna. Dengan kata lain, Tuhan menggunakan apa yang tidak sempurna dalam hidup untuk menggenapi rencana-Nya yang sempurna. Anak dengan kebutuhan khusus akan dipakai Tuhan juga untuk menggenapi rencana Tuhan yang sempurna. Kita manusia misalnya mau mencari pegawai dan sebagainya, maka kita mau mencari yang sesempurna mungkin agar tugas bisa diselesaikan dengan baik, tapi Tuhan tidak seperti itu Tuhan memakai segala yang ada di dunia ini dan di dunia ini tidak ada yang sempurna, tapi lewat yang tidak sempurna itu Dia menggenapi rencana-Nya yang sempurna. Jadi kita harus menempatkan anak yang berkebutuhan khusus ini didalam perspektif ini. Dia akan dipakai Tuhan menggenapi rencana Tuhan yang sempurna.
GS : Memang ini akan sulit sekali bagi pasangan suami istri yang memunyai anak berkebutuhan khusus itu, melihat secara utuh rencana Tuhan terhadap mereka.
PG : Sangat sulit karena tadi sudah saya singgung mereka harus menghadapi anak ini hari lepas hari dan benar-benar 24 jam tidak ada istirahatnya, kalau dia punya uang maka bisa dititipkan dan disekolahkan yang khusus maka masih mendingan, tapi kalau tidak maka berat sekali.
GS : Karena pemahaman kita tentang Tuhan apalagi rencana Tuhan, ini sangat terbatas sekali, Pak Paul.
PG : Betul. Jadi kita di dalam keterbatasan tidak bisa mengerti rencana Tuhan sepenuhnya dan kita pun tidak dapat mengerti cara kerja Tuhan, kita berkata, Baiklah rencana Tuhan memang sempurna, tapi kenapa caranya seperti ini dan kenapa anak saya lahirnya seperti ini dan kenapa punya kebutuhan seperti begini ?. Namun kita harus ingat bahwa apa pun rencana Tuhan dan cara apa pun yang digunakan-Nya yang penting sekali, niat Tuhan selalu baik sebab tidak ada sehelai kejahatan pun pada Tuhan. Jadi dengan kata lain, anak dengan kebutuhan khusus bukan lahir dari rencana Tuhan yang tidak sempurna atau dari hati Tuhan yang jahat, tidak ! Sebaliknya anak ini lahir dari rancangan Tuhan yang sempurna dan dari hati Tuhan yang baik untuk menggenapi rencana-Nya yang sempurna. Singkat kata anak dengan kebutuhan khusus bukanlah suatu kesalahan. Dia hanyalah bagian dari hidup yang tidak sempurna ini.
GS : Katakan seseorang itu menyadari Tuhan tidak salah dalam hal ini, tapi dia akan melihat ke pasangannya tadi, yang salah bukan Tuhan tapi kamu. Itu juga menimbulkan konflik, Pak Paul.
PG : Betul dan ini mudah-mudahan jarang terjadi, tapi faktanya adalah cukup sering. Akhirnya kita terjebak dalam siklus saling menyalahkan misalnya kita beranggapan, kalau saja pasangan kita tidak melakukan ini dan itu maka besar kemungkinan anak ini lahir tanpa kebutuhan khusus. Atau sebaliknya kita berpikir, kalau saja pasangan telah melakukan ini dan itu maka anak akan lahir tanpa kebutuhan khusus. Jadi ini bisa menjadi masalah dan sudah tentu bila salah seorang anggota keluarga pasangan kita memiliki kebutuhan khusus pula maka kita cenderung menyalahkannya, Ini gara-gara kamu punya gen ini. Jadi ini juga cukup sering terjadi sebab kita tahu dalam budaya kita ini adakalanya waktu istri kita lahir, misalnya orang tua kita menyuruh dia minum ini dan jangan ini, pakailah ini, misalkan istri tidak menuruti dan anak kita benar- benar lahir dengan kebutuhan khusus, maka kemungkinan besar istri kita akan disalahkan. Atau kita yang menyuruh istri kita, Kamu jangan begini, jangan kerja tunggu saja anak ini lahir baru kerja lagi, tapi istri kita tidak mendengarkan dan akhirnya lahir anak dengan kebutuhan khusus. Akhirnya ini menyulut kemarahan, Dulu saya sudah bilang, jangan bekerja, kenapa dulu kamu tidak mendengarkan saya dan lihat anak ini sekarang begini. Jadi akhirnya kita saling menyalahkan.
GS : Dalam kondisi seperti itu, apa bijak kalau mereka datang kepada dokter atau orang yang lain yang bisa memahami sebenarnya bukan itu masalahnya, Pak Paul ?
PG : Tepat sekali, Pak Gunawan. Jadi sebaiknya dalam kondisi seperti itu dua-dua datang kepada orang yang memang ahli dalam masalah ini dan tanyakan apakah memang benar gara-gara si ibu tidak istirahat, bekerja sampai bulan ke delapan maka anaknya lahir dengan kebutuhan khusus, apakah benar kalau ibunya pada masa mengandung diberikan minuman ini dan sebagainya maka anak ini tidak akan seperti ini. Saya kira para ahli akan berkata, tidak sebab secara kenyataannya kita hanya dapat menjelaskan proses terjadinya kebutuhan khusus itu, tapi kita tidak bisa menjelaskan penyebab mengapa timbul kebutuhan khusus itu. Sebagai contoh, pernah ada berita yang mengatakan kalau anak kena autisme maka dulunya kena merkuri atau faksinasi. Tapi ternyata dibuktikan tidak. Jadi sampai sekarang pun di Amerika Serikat, belum ada kepastian kenapa anak menderita gangguan autistik. Jadi kenapa anak ini retardasi ? Padahal kakaknya atau adiknya tidak. Kenapa dia
'cerebral palsy' ? Padahal kakaknya atau adiknya tidak. Jadi dengan kata lain dokter atau para ahli bisa menjelaskan, Ini yang terjadi sehingga anak ini mengalami ini tapi kenapa bisa seperti itu, tidak ada yang bisa menjelaskan. Ini mirip dengan gangguan jiwa, misalkan gangguan jiwa yang sering kita sebut bipolar, gangguan 'manic-depressive'. Memang para ahli mengetahui adanya kekurangan lithium di otak, lithium itu seperti garam. Kalau lithium kurang maka akan memengaruhi naik turunnya mood, namun kenapa bisa begitu ?
Kenapa ada sebagian orang lithiumnya bisa kurang ? Tidak bisa dijelaskan. Maka menurut saya, jangan menyalahkan satu sama lain.
GS : Tapi seringkali terjadi percekcokan antara suami istri, itu sebenarnya apa, Pak
Paul ?
PG : Jadi saya kira ada faktor keletihan yang sangat berat, sebab kita ini capek mengurus anak dengan kebutuhan khusus, tenaga kita terkuras. Dalam keletihan kita cepat bereaksi secara emosional dan tidak sabar, akhirnya sering bertengkar dan menuntut pasangan, Kamu harus lebih berbuat ini dan itu, kenapa kamu enak sendiri, kenapa saya yang begini ? atau ada yang berkata, Ini tanggung jawabmu, saya punya urusan sendiri dia memilih yang mudah sedangkan yang lebih susah dia serahkan kepada misalnya istrinya. Akhirnya karena keduanya sudah letih sekali, jarang akhirnya bisa bicara baik-baik. Akibatnya jadi sering bertengkar. Kadang-kadang saling menyalahkan dan saling bertengkar, kalau tidak tahan dan tidak ada pertolongan akhirnya ada yang sampai berpisah.
GS : Keletihan ini bukan hanya keletihan secara fisik, tapi juga keletihan mental menghadapi kasus seperti ini.
PG : Benar. Saya diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk melayani orang tua dengan kebutuhan khusus. Saya masih ingat waktu saya ke rumahnya, karena dia tidak bisa ke tempat saya disebabkan anak itu tidak bisa ditinggalkan, jadi saya harus ke sana. Waktu sedang berbicara, kami tidak bisa berbicara sampai selesai karena anak ini penderita autisme berteriak ke sana, dan nanti bicara dengan orang tuanya seperti mengaum, dan susah untuk dibilangi. Bayangkan dia harus hidup dengan ributnya anak itu, tuntutan si anak itu yang tidak bisa diam berjam-jam setiap hari dan itu luar biasa letihnya, capek fisik dan kata Pak Gunawan tadi yaitu capek mental.
GS : Selain itu perasaan apalagi yang seringkali muncul menghadapi anak yang berkebutuhan khusus ini, Pak Paul ?
PG : Kita juga harus memaklumi kadang orang juga merasa malu sebab tidak bisa disalahkan jika orang akhirnya merasa malu. Jadi kalau ada orang tua yang anaknya seperti itu dan merasa malu saya mengerti dan tidak akan menyalahkan. Sebab kita bayangkan membawa anak seperti itu ke muka umum dan dia berteriak-teriak, dia menuntut dan dia menjatuhkan dirinya, maka orang pasti akan melihat. Jadi akhirnya perasaan malu itu cukup kuat, sering melanda kita. Ada yang biasanya akan berkata, Tidak, saya tidak mau malu, dan dia ini yang akan terus merawat si anak dan ada kecenderungan dia memaksa suami dan anak-anak yang lain untuk sama dengan dirinya, jadi kalau dia melihat adiknya malu maka dia marah dan kalau dia melihat pasangannya tidak mau mengajaknya keluar, maka dia marah, jadi mau memaksakan. Menurut saya sebenarnya tidak perlu, karena keterpaksaan seperti itu juga tidak membuahkan hasil apa-apa, maka kita yang tidak malu kita yang mencoba membawa dia dan kita kerjakan tugas-tugas kita, dan marah-marah seperti itu mungkin lebih menjauhkan kita dari anak-anak kita yang lain dan dari pasangan kita. Yang saya takuti anak kita yang lain tambah tidak mau dekat-dekat dengan anak yang berkebutuhan khusus ini, dan
memang ada yang seperti itu. Saya ketahui itu dari anak yang memunyai saudara seperti itu dan mengaku terus terang kadang malu tidak mau mengajak teman main ke rumah, karena nanti akan ketahuan apalagi anak kecil akan malu karena nanti teman-temannya mengejek, anak kecil tidak mengerti untuk tenggang rasa dan mengejek, Kakakmu begini, adikmu begini sehingga di antara mereka ada yang bertumbuh besar menyembunyikan kakaknya atau adiknya yang berkebutuhan khusus ini, sehingga dihinggapi rasa malu yang kuat.
GS : Jadi sikap orang tua yang menganggap anak berkebutuhan khusus seperti anak normal lain itu sebenarnya tidak melihat realitanya, begitu Pak Paul ?
PG : Ada orang yang seperti itu yang berkata, Anak ini tidak apa-apa, ajak saja keluar. Tidak, tapi harus sensitif, kalau kita tahu jika diajak keluar dan dia bisa merusakkan suasana maka jangan diajak dan kita titipkan dulu saja. Saya masih ingat ini adalah pengakuan dari Norman Wright, dia seorang penulis buku-buku keluarga, salah satu dari anaknya yang memiliki keterbelakangan mental, dan dia pernah bersaksi bahwa dia dan istrinya bergumul untuk waktu yang sangat lama karena mereka tidak tega menitipkan anaknya di sebuah lembaga, tapi akhirnya setelah bertahun-tahun bergumul akhirnya mereka merasa ini harus, daripada nanti semua terkena dan akan menderita, dampaknya berat, akhirnya anaknya dititipkan. Tapi seringnya orang tua merasa bersalah karena merasa jahat, anak saya bermasalah berkebutuhan khusus tapi malah saya singkirkan. Inilah yang menjadi pergumulan orang tua dengan anak seperti ini.
GS : Apakah ada perasaan lain, Pak Paul, yang menghinggapi satu keluarga dengan anak berkebutuhan khusus ?
PG : Terakhir bukan saja kita merasa letih tapi juga merasa sepi, ini salah satu perasaan yang acap dialami oleh orang tua, kita merasa sendirian berjuang sendiri bahkan menangis juga sendiri, tidak ada orang yang mengerti. Itu sebabnya penting untuk mencari dan membentuk kelompok orang tua dengan anak yang berkebutuhan khusus, kita tidak bisa mengharapkan orang lain untuk mengerti pergumulan kita, jadi berbagilah dan terimalah uluran tangan dari sesama kita.
GS : Misalnya bagaimana, Pak Paul, bergabung dalam sebuah organisasi yang sama
atau bagaimana ?
PG : Misalnya ada beberapa orang tua yang memunyai anak berkebutuhan khusus meskipun beragam kita ajak untuk berkumpul 1 minggu sekali dan saling membagikan perjuangan dan kemenangan. Jadi setiap berkumpul masing- masing bisa cerita apa yang menjadi perjuangan minggu ini, apa yang menjadi kesulitan, dan semua teman adalah senasib maka mereka bisa mengerti kita. Tapi juga akan ada yang membagikan kemenangan, Minggu ini ada kemajuan anak saya bisa begini dan tadinya tidak bisa. Ibu yang lain mendengar itu bersemangat, Anakmu bisa dilatih dan dilatih akhirnya bisa makan sendiri, kalau begitu anak saya juga bisa, misalnya umur 6 tahun belum bisa makan sendiri, tidak apa-apa tidak menyerah karena anaknya bisa. Dengan kata lain kelompok ini akan menjadi pemberi kekuatan.
GS : Tapi tentu harus ada yang menjadi moderator supaya pembicaraan itu terarah dan mencapai hasilnya, Pak Paul.
PG: Kalau ada seorang psikolog atau seorang hamba Tuhan maka silakan. Tapi kalau tidak ada pun menurut saya bisa, orang tua kumpulkan saja dan cerita dengan terbuka perjuangan dan kemenangan. Intinya adalah jangan sampai kita kesepian, sebab kesepian acapkali akhirnya berubah menjadi keterpisahan. Maksud saya, kalau kita itu sedang kesepian maka kita membutuhkan pasangan kita untuk menolong kita dan berbagi rasa dengan kita, sehingga menuntut pasangan dan kita marah kalau tidak memberikan kepada kita, akhirnya pasangan tambah menjauh. Jadi sudah sepi sendirian, makin sepi dan sendirian karena akhirnya makin terpisah. Kalau kita mengetahui dia memang tidak bisa dan tidak sanggup maka jangan dipaksakan daripada ribut dan malah makin terpisahkan, kita lebih baik memerlihatkan penerimaan kita terhadap keterbatasannya. Dengan kata lain, bentuk kelompok sendiri supaya menjadi kelompok pendukung dan bisa membagikan beban ini dalam kelompok kita. Akhirnya waktu pasangan dan anak yang lain melihat kita tidak lagi menuntut atau marah-marah kepada kita, mereka pun akan lebih berani untuk dekat dengan kita. Jadi adakalanya anak yang lain termasuk pasangan kita benar-benar takut dekat dengan kita, kita yang merawat anak kita dengan kebutuhan khusus karena kita seperti bom meledak. Kita juga harus menyadari dan jangan sampai menjadi bom yang mau meledak, sehingga orang takut dekat dengan kita.
GS : Tapi kadang-kadang kita bisa merasa diperlakukan tidak adil, saya merasa sendiri padahal ini adalah anak bersama suami istri.
PG : Ini perasaan yang sering muncul dan idealnya tidak begitu, tapi idealnya adalah anak-anak lain dan pasangan turut berbagi memikul beban ini. Tapi kalau kita sudah minta dan tidak bisa, maka sudahlah jangan sampai masalah membesar dan kita marah-marah dan akhirnya mereka tambah takut dekat-dekat dengan kita.
GS : Pak Paul, tentu penghiburan yang terbesar dan yang bisa dipercaya itu hanya dari Tuhan dan didalam hal ini apakah ada ayat firman Tuhan yang bisa menghiburkan, menguatkan para orang tua yang memunyai anak dengan kebutuhan khusus ini ?
PG : 2 Korintus 12:9 berkata, Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna. Ayat ini harus menjadi
pegangan kita semua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus. Jadi kita bersandar bukan pada kekuatan kita, tapi pada kasih karunia Tuhan dan Tuhan berjanji akan cukup, justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna artinya kalau kita datang kepada Tuhan, mengaku dan meminta pertolongan, disitulah Dia akan mencurahkan kuasa-Nya dan penghiburan-Nya sehingga kita bisa jalan lagi.
GS : Ayat itu dikatakan oleh Tuhan ketika Rasul Paulus yang punya masalah dengan dirinya sudah minta berkali-kali tapi Tuhan tidak kabulkan.
PG : Betul sekali. Saya sudah minta tapi Tuhan tidak kabulkan, kenapa saya harus hidup dengan duri ini, dan masalah yang besar ini tapi justru Tuhan berkata
Dalam kelemahan kuasa-Ku menjadi sempurna. Jadi kita mengerti orang tua dengan kebutuhan khusus adalah orang yang letih, yang lemah, jadi datanglah kepada Tuhan dan kasih karunia Tuhan akan dinyatakan.
GS : Katakan pasangan atau anak-anak lain tidak bisa mengerti masalah dari ibu atau ayah ini, tetapi yang pasti Tuhan mengerti akan pergumulannya.
PG : Betul sekali.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini, dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang Dampak Kebutuhan Khusus Anak Pada Pernikahan. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami melalui surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.