Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dan Ibu Idajanti Rahardjo dari Lembaga Bina Keluarga Kristen bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, seorang pakar dalam bidang bimbingan dan konseling yang kini juga aktif mengajar di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kami akan mengemukakan perbincangan tentang salah satu pola pikir yang bisa menimbulkan depresi. Kami percaya acara ini pasti akan bermanfaat bagi Anda sekalian. Jadi ikutilah acara Telaga kali ini dengan sebaik-baiknya.
Lengkap
(1) GS : Pak Paul, kita mengenal ada banyak pola pikir di dalam kehidupan kita sehari-hari. Tetapi saya pernah mendengar ada satu bentuk pola pikir yang bisa mengganggu kestabilan jiwa seseorang dan itu tentunya tidak akan terlepas pasti akan mengganggu kehidupan berkeluarga baik dalam hubungan suami-istri, demikian juga hubungan antara orang tua dengan anak. Apakah Pak Paul bisa menjelaskan masalah itu lebih jauh Pak Paul?
PG : Ya Pak Gunawan, ada salah satu pola pikir yang tidak sehat yang mencenderungkan seseorang untuk mengalami problem kejiwaan, salah satunya yang mungkin bisa diidap olehnya adalah misalnya poblem depresi, ada juga masalah yang berkaitan dengan relasinya dengan orang lain.
Pola pikir itu disebut pola pikir hitam putih, sebetulnya ini berasal dari ungkapan yang saya petik dari seorang pakar psikologi bernama David Burn dalam bukunya "New Mood Therapy". Dia menyebut pola pikir "Either or" atau "All or Nothing" jadi saya singkatkan pola pikir hitam putih. Maksudnya begini Pak Gunawan, pola pikir hitam putih adalah pola pikir yang cenderung membagi dunia ini dalam 2 kutub, hitam atau putih, benar atau salah, jelek atau baik, suka atau tidak suka. Sedangkan hidup ini tidak bisa kita bagi dalam 2 kutub sejelas itu. Hidup ini seperti pelangi di mana banyak warna yang terdapat di antara hitam dan putih itu abu-abu misalnya. Nah jadi orang-orang yang berpola pikir hitam putih cenderung memang akan bertabrakan dengan peristiwa-peristiwa hidup yang dialaminya Pak Gunawan. Jadi memang tadi yang Pak Gunawan katakan betul, pola pikir ini bisa mengganggu kehidupan pribadinya tapi juga bisa mengganggu hubungannya dengan orang lain.
(2) GS : Pak Paul kalau boleh tahu bagaimana itu terbentuknya sehingga seseorang itu punya pola pikir seperti itu Pak Paul?
PG : Ini biasanya bersumber dari pengalaman-pengalaman masa lampau Pak Gunawan. Ada juga yang berteori bahwa pola pikir seperti ini bisa juga muncul secara genetik artinya diteruskan, kalau memng salah satu orang tuanya berpola pikir sangat kaku seperti itu maka ia pun akan mewarisi pola pikir yang serupa.
Jadi orang itu cenderung sangat kaku sekali baginya disukai atau tidak disukainya atau orang lain menyukainya atau tidak menyukainya. Sedangkan di dunia ini ada orang yang tidak termasuk dalam 2 kategori itu ya orang bisa berperasaan biasa-biasa saja/netral terhadap kita, tidak menyukai kita tapi juga tidak membenci kita. Nah, kalau misalkan dia dibesarkan di rumah tangga di mana dia mengalami peristiwa-peristiwa yang tidak mengenakkan, pikiran ini bisa muncul. Nah, peristiwa seperti apakah yang mudah mencenderungkan seseorang untuk membentuk pola pikir hitam putih. Sudah pasti keluarga yang kita sebut disfungsional, keluarga yang bermasalah Pak Gunawan. Bermasalah seperti apa? Begini, jadi coraknya banyak, peristiwanya banyak, situasinya juga beragam sekali. Saya akan memberikan satu contoh yang praktis, misalkan seorang anak dibesarkan oleh seorang ayah yang sangat keras sekali. Di mana dia dituntut harus memenuhi syarat si ayah sehingga dia tidak bisa berkelit, kalau berkelit dianggap dia tidak benar, dianggap salah jadi benar-benar tuntutan itu sangat tinggi sekali. Kalau seseorang dibesarkan dalam sistem keluarga yang mempunyai tuntutan tinggi dan kaku seperti itu si anak akhirnya bisa tertular. Jadi dia juga akhirnya membentuk tuntutan yang sama, yang dia letakkan baik pada dirinya maupun pada orang lain, jadi dia menuntut orang juga harus memenuhi permintaannya atau syaratnya. Kalau orang tidak memenuhi syaratnya, berarti orang itu orang yang berniat untuk mengecewakannya, sebab itulah yang dialaminya waktu dia masih kecil atau waktu dalam masa pertumbuhannya. Tatkala dia gagal memenuhi permintaan si ayah, si ayah marah sekali dan menuduh dia dengan sengaja ingin mengecewakannya. Nah akhirnya pola pikir itu atau perlakuan seperti itu membentuk pola pikir dia dan dia terapkan pada dirinya dan pada orang lain juga, bahwa orang itu harus memenuhi tuntutan kalau tidak memenuhi tuntutan berarti memang sengaja ingin mengecewakannya. Nah akhirnya makin menjadi bagian dari hidup dia Pak Gunawan, itu salah satu contohnya.
IR : Nah bagaimana kalau tuntutan itu tidak bisa dipenuhi karena ketidakmampuan si anak itu Pak Paul?
PG : Si anak akan mengalami frustrasi Ibu Ida, karena akhirnya dia mengidentikkan memenuhi tuntutan dengan diterima atau dikasihi. Kalau gagal memenuhi tuntutan, berarti dia akan kehilangan kesmpatan diterima atau dikasihi.
Nah akhirnya si anak menggantungkan penerimaan dirinya pada dasar atau di atas dasar keberhasilannya itu untuk memenuhi tuntutan si ayah. Waktu dia merasa gagal atau si ayah marah karena dia tidak berhasil memenuhi tuntutan tersebut, dia akan merasa frustrasi. Frustrasi yang akhirnya memukul dia karena frustrasi itu akan membuahkan perasaan aku tidak dikasihi, aku tidak diterima oleh ayahku, nah itu akan benar-benar berpengaruh negatif terhadap konsep dirinya.
GS : Tapi seorang anak juga belajar di sekolah Pak Paul, di mana dia mulai belajar bersosialisasi sehingga sekalipun dulunya mungkin di rumah orang tuanya begitu keras menerapkan pola hitam putih itu, apakah pendidikan itu tidak memberikan pengaruh untuk berubah sikap terhadap seseorang itu?
PG : Maksudnya Pak Gunawan apakah sekolah bersumbangsih menetralisir atau memperburuk?
GS : Ya menetralisir atau mungkin malah memperburuk Pak Paul?
PG : Sekolah memang berdampak terhadap diri si anak, namun dampak sekolah tidaklah sebesar dampak perlakuan orang tuanya. Karena orang tua memiliki ikatan batiniah dengan si anak dan si anak meggantungkan sekali penerimaan orang tua terhadap dirinya itu.
Sedangkan anak di sekolah tidak mengharapkan sekolah mencintainya atau mengasihinya, jadi memang ada perbedaan tuntutan batiniah di situ. Di rumah anak mengharapkan orang tua mencintainya, di sekolah anak tidak mengharapkan sekolah atau guru mencintainya, itu dua hal berbeda jadi pukulannya tidak sama. Memang sekolah juga memiliki sistem yang sama yaitu sekolah menuntut kalau tidak memenuhi tuntutan tersebut, dianggap anak yang kurang pandai atau ya dia akan merasa gagal. Namun kegagalan di sekolah biasanya tidaklah separah kegagalan di rumah.
GS : Berarti anak atau orang itu akan menemui kesulitan menghadapi teman-temannya di sekolah.
PG : Betul Pak Gunawan, jadi dengan pola pikir hitam putih ini dia cenderung mempunyai sikap yang ekstrim, teman itu harus dekat dengan dia, harus mengerti dan setuju dengan dia. Tatkala teman erbeda pandang dengannya dia menganggap teman itu tidak mau mengerti dia, menjauhkan diri dari dia, tidak lagi menyukainya sedangkan bukan itu yang terjadi.
Sebab kita sadar bahwa kita bisa berbeda pandang dengan seseorang namun ya memelihara persahabatan, nah bagi dia tidak bisa. Persahabatan berarti kesepakatan dalam segala hal secara tuntas. Terjadi perbedaan pandangan berarti keretakan, jadi dia susah sekali menoleransi hal-hal seperti ini Pak Gunawan.
GS : Bagaimana dia bisa merintis untuk mempersiapkan diri memasuki jenjang pernikahan Pak Paul?
PG : Ya gejala seperti ini memang bukan gejala yang sangat menonjol Pak Gunawan, jadi orang-orang yang mempunyai pola pikir hitam putih ini berfungsi cukup normal dalam hidup ini, mereka bisa bkerja, bisa bersekolah, menyelesaikan sekolah dan sebagainya.
Dan memang gangguan itu tidak terlalu terasa pada masa dia belum mempunyai hubungan yang intim atau akrab dengan orang lain. Mungkin dia akan sedikit terisolasi, teman dekatnya tidak ada, namun dia merasa OK saja, dia tidak merasa apa-apa. Tapi waktu dia ingin membangun hubungan yang akrab dengan lawan jenisnya, nah ini biasanya mulai mengganggunya, akan timbul masalah sebab akhirnya pasangan itu dituntut untuk mengikuti jejak dia, harus mengikuti pikirannya. Nah ada yang sukses Pak Gunawan, jadi apakah mereka sudah pasti memiliki pernikahan yang gagal atau pernikahan mereka akan kandas di tengah jalan, belum tentu. Sebab akan ada pasangan yang rela untuk diperlakukan seperti itu juga oleh pasangan hidupnya, dituntut harus ke kiri ya ke kiri, ke kanan ya ke kanan, ya ikuti saja. Sebab ada orang-orang yang memang merasa tidak aman atau menganggap memang demikianlah pernikahan, jadi terus berlangsung berpuluhan tahun.
IR : Tapi Pak Paul ada kejadian karena masa kecilnya sudah terbentuk konsep pola pikir seperti itu, waktu dia menikah dia menuntut sesuatu yang sempurna pada pasangannya, sehingga pasangannya itu sangat depresi sekali.
PG : Ini bisa saja menimbulkan masalah seperti itu Ibu Ida, jadi akhirnya pasangannya tidak sanggup. Selama pasangannya sanggup ya tidak ada masalah. Tapi sewaktu dia merasa terlalu letih bisa da dua reaksi.
Reaksi pertama adalah dia akan mencoba merasionalisasi o....jadi ini dari pihak pasangannya, yaitu misalkan suaminya yang menuntut, suaminya yang mempunyai pola pikir hitam putih, istrinya yang harus mengikuti. Nah misalkan si istri akhirnya berpikir: "Ya ini salah saya, kenapa saya ini tidak bisa memenuhi tuntutan suami saya, saya gagal." Nah perasaan yang timbul frustrasi tapi yang lebih kuat lagi adalah mempersalahkan diri Bu Ida, jadi seolah-olah karena sayalah suami saya tidak bahagia, ada orang yang seperti itu Ibu Ida. Nah reaksi yang ekstrim yang satunya lagi adalah kalau seseorang atau si istri ini tidak lagi merasa sanggup untuk menoleransi perasaan gagalnya, memenuhi permintaan si suami, dia akhirnya akan menyerah, dia akan masa bodoh, dia akan menjaga jarak dengan si suami dan dia sudah memutuskan: "Udah saya tidak akan mampu memenuhi permintaanmu dan sebodoh amat engkau mau marah, engkau mau tinggalkan saya, engkau mau memukul saya tak peduli." (GS : Jadi bersifat apatis gitu Pak Paul?) Apatis sekali dan itu juga bisa terjadi, jadi sangat tidak sehat sekali. Nah yang sering kali menjadi korban orang yang berpikiran pola hitam putih, nomor satu pasangannya, yang kedua adalah anak-anaknya. Jadi anak-anak sering kali menjadi korban yang besar sekali di sini (GS: Misalnya bagaimana Pak Paul korban itu?) Ya karena anak ini benar-benar hidup dalam kungkungan yang kaku, yang tidak memberikan dia ruang gerak, dia tidak bisa lagi menjadi dirinya. Sewaktu dia ingin mencoba sesuatu dia akan merasa takut, takut kalau dia gagal sebab dia gagal ayah akan marah besar, sebab dia harus memenuhi standar tertentu. Jadi ketakutannya akan menghalangi dia mencoba, sedangkan kita tahu bahwa salah satu unsur yang penting dalam pertumbuhan anak adalah keberanian untuk mencoba. Anak yang tidak berani untuk mencoba menjadi anak yang memang akan terbatas, tidak berani untuk ini melangkah lebih jauh dalam hubungannya dengan orang lain atau bereksperimen sedikit banyak, nah itu soalnya akan berpengaruh terhadap konsep dirinya dan memberikan dia kekuatan. Anak yang nggak berani coba akan menjadi anak yang lemah sekali, tidak berani, tidak ada kekuatan untuk melangkah melawan tantangan hidup, sebab dia akan ambil jalan amannya terus-menerus. Nah jadi korban yang utama adalah anak-anak ini tertekan sekali dan depresi. Tapi korban yang kedua yang sangat berlawanan, Pak Gun dan Ibu Ida, yaitu ada anak yang akan berinteraksi mendobrak kerangka atau kurungan dari si ayah ini atau dari orang yang berpola pikir hitam putih ini. Sebab dia merasa tidak merdeka dan terikat sekali jadi akhirnya dia memutuskan untuk membangkang, melawan segala sesuatu yang dituntut oleh orang tuanya.
GS : Nah itu menarik sekali Pak Paul, sebenarnya faktor apa yang membuat anak itu tiba-tiba bisa berpikir bahwa dia harus melawan sehingga mata rantai itu putus Pak Paul ya. Tadinya 'kan orang yang berpola pikir hitam putih itu akibat pendidikan dari orang tuanya mungkin begitu. Nah sekarang anaknya ternyata bisa mendobrak dan dia berontak tidak mau berpola pikir seperti itu, nah itu ada faktor apa Pak Paul?
PG : Anak-anak memang tidak sama, ada yang lahir cenderung penurut, ada yang lahir cenderung keras, nah anak-anak yang mendobrak ini adalah anak yang memang sudah memiliki kekerasan pada waktu ahir.
Waktu dia melihat bagaimana dia diperlakukan dan dia tidak menyenanginya, dia tidak langsung menerima, jadi dia malah mau melawannya. Dan kemungkinan dia melihat contoh di luar, peristiwa-peristiwa yang dia juga alami di luar di mana dia melihat dunia di luar tidak sama dengan dunia di rumah ini. Bahwa di luar warnanya banyak, tidak hanya hitam dan putih, jadi dia mulai melihat yang di rumah itu tidak betul dan karena dia mempunyai kekerasan hati, dia akhirnya lebih mempunyai keberanian dan menanggung resiko untuk melawan orang tuanya. Dan anak-anak seperti ini akhirnya bisa keluar dari pola pikir hitam putih ini.
GS : Itu suatu anugerah Allah tersendiri.
PG : Ya itu anugerah Allah tersendiri, misalkan dia diajak ke gereja dan dia mendengar tentang Tuhan yang menerima kita apa adanya. Nah pengajaran rohani seperti itu akhirnya menyadarkan dia o.......bahwa saya tidak harus menjadi orang yang memenuhi syarat untuk datang kepada Tuhan, sebab Tuhan menerima saya apa adanya. Ini sebetulnya sebagai tambahan saja, Bu Ida dan Pak Gunawan, ini sebetulnya dialami oleh pengarang lagu 'Sebagaimana Adanya Aku Datang' itu "Just as I am" bahasa Inggrisnya. Itu adalah memang sungguh-sungguh kisah nyata dari penulis lagu ini seorang wanita yang berpenyakitan dan sakit untuk jangka waktu yang panjang sekali. Dan suatu waktu dia sangat frustrasi sekali, karena dia merasa dia harus berperforma untuk datang di hadapan Tuhan dan akhirnya dia disadarkan, tidak! Tuhan menerima engkau apa adanya, jadi akhirnya dia disejukkan oleh berita keselamatan itu dan itulah dia awalnya menulis lagu "Just as I am" atau 'Sebagaimana Adanya Aku Datang' kepada Tuhan.
GS : Suatu lagu yang syair-syairnya indah sekali. Pak Paul seorang yang mempunyai konsep pola pikir hitam putih, sebenarnya dia sendiri 'kan sadar bahwa dia sedang melakukan itu.
PG : Dia sadari tapi masalahnya adalah dia menganggap itu pola pikir yang betul.
(3) GS : Lalu bagaimana kita bisa menolong orang yang seperti itu Pak Paul?
PG : Ada dua kemungkinan yang sekarang saya bisa pikirkan Pak Gunawan, yaitu yang pertama kemungkinan akibat peristiwa yang dialaminya. Nah dalam buku yang ditulis oleh David Burn, pola pikir htam putih ini adalah benih munculnya gangguan depresi, jadi orang-orang yang mengalami gangguan depresi rupanya cenderung memiliki pola pikir hitam putih.
Jadi misalnya kalau dia bisa berhasil dalam melakukan sesuatu dia merasa senang, begitu dia gagal sedikit langsung dia pukuli dirinya secara emosional, saya orang gagal, saya orang yang tidak bisa apa-apa nah itu memang pola pikir yang sering muncul dalam kasus depresi Pak Gunawan. Jadi kemungkinan yang pertama adalah akhirnya dia benar-benar menabrak tembok dalam hidup, waktu dia menabrak tembok dalam hidup dia jatuh, dia mengalami depresi. Meskipun dalam depresinya dia tetap akan mengeluarkan pola pikir hitam putih, tapi karena dia tertabrak dan jatuh dalam hidup ini dia akan lebih lentur, dia akan lebih bersedia untuk mendengar masukan dari orang lain bahwa pola pikirnya ini salah dan inilah yang membuat dia akhirnya depresi. Yang kedua adalah tidak usah sampai dia depresi, yaitu kalau dia memang percaya pada kita sebagai teman atau sebagai konselor atau sebagai pendeta dia yang akhirnya bisa memberitahu dia. Masukan-masukan bahwa cara pikirmu ini membahayakanmu, bahwa ada orang-orang yang memang dekat denganmu tapi tidak berarti harus setuju denganmu selalu. Nah akhirnya dia bisa menerima masukan-masukan ini sebab dia percaya pada kita, nah mulailah dia berubah. Namun perubahan ini memang tidak gampang Pak Gunawan, tidak gampangnya karena nomor satu dia sudah sangat terbiasa dengan pola pikir seperti ini. Dan yang kedua tidak gampangnya adalah ada rasa ketakutan melepaskan pola pikir ini. Dia sudah merasa sangat aman dengan pola pikir hitam putih, sehingga dunianya menjadi dunia yang aman, yang dia bisa atur, dia bisa kendalikan, jadi orang seperti ini sangat hati-hati. Memang orang yang baik dengan dia o...teman, orang mulai sedikit berubah o..........bukan teman saya harus jauhkan nah dengan cara itu dunia menjadi dunia yang aman buat dia, dia tidak mengambil resiko lagi Pak Gunawan. Waktu kita berkata dan menganjurkan untuk dia melepaskan pola pikir ini, yang mungkin timbul adalah rasa khawatir, rasa cemas, takut; takut kalau-kalau dia kecolongan Pak Gunawan. (GS : Karena dia harus keluar dari kungkungan itu dia merasa takut) betul (GS : Dia akan masuk ke dunia yang lain) dan yang dia takutkan dia akan kecolongan, dia akan dirugikan oleh orang lain. Sebab pola pikir ini sedikit banyak telah berhasil melindungi dia dari kekecewaan kecuali dalam kasus tadi Pak Gunawan ya dia benar-benar akhirnya menabrak tembok jatuh depresi. Nah dia baru akan mendengarkan nasihat orang lain.
IR : Bagaimana saran Pak Paul untuk menolong orang seperti ini ataukah ada Firman Tuhan yang mungkin bisa menolong orang yang mempunyai pola pikir seperti itu Pak Paul?
PG : Saya teringat Ayub, Ayub itu menderita depresi yang sangat berat setelah dia mendapatkan musibah yang bertubi-tubi. Di Alkitab memang ditulis dia kehilangan harta bendanya dan bahkan kehilngan nyawa anak-anaknya.
Dan sewaktu istrinya dalam keadaan frustrasi, justru meminta Ayub untuk mengutuk Tuhan, dia tidak mau dan inilah yang dia katakan ayat yang sangat dikenal yaitu diambil dari kitab
Ayub 1 mulai dari ayat 21 katanya: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Kemudian Ayub menyambung: "Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan." Dan ayat 22 disambung: "Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut." Di sini kita melihat Ayub tidak memiliki pola pikir hitam putih Bu Ida, seolah-olah di sini Tuhan menarik berkatNya dari Ayub, tapi dia tidak berkata Tuhan jahat, Dia tidak berkata: Tuhan itu kok menghukum dia, tidak! Jadi Ayub justru berkata kita harus terima bahwa kita diberkati tapi kita juga terima pada waktu kita tidak merasa dan melihat berkat Tuhan. Dan bahkan dia kembalikan hal yang sangat bersifat eksistensial, "Aku datang telanjang," aku datang tidak membawa apa-apa dari kandungan ibuku, makanya dia putuskan Tuhan yang memberi Tuhan yang mengambil terpujilah nama Tuhan. Nah ini benar-benar pola pikir yang di tengah-tengah, tidak hitam putih sama sekali.
IR : Juga Ayub waktu istrinya menuntut Ayub mengutuk Tuhan, Ayub berkata ya Pak Paul bahwa kita kok hanya mau menerima yang baik dari Tuhan sedangkan kita tidak mau menerima yang buruk.
IR : Itu suatu kisah bahwa Ayub itu memang orang yang mau menerima apa yang Tuhan mau.
PG : Betul, dan bahwa bagi Ayub Tuhan menyertai dia dalam kondisi apapun dan penyertaan Tuhan itu tidak dibuktikan oleh pemberian Tuhan, meski Tuhan tidak memberi pun Tuhan bersama dengan dia iu keyakinan dia, dan itu yang akhirnya bisa mendorong dia bertahan dalam penderitaannya.
GS : Memang pola pikir yang sudah terbentuk sejak dia kecil itu akan sangat-sangat sulit untuk bisa dilepaskan begitu saja Pak Paul, kecuali memang ada kuasa yaitu kuasa dari Tuhan Yesus sendiri yang memerdekakan dia. Jadi ini sesuatu hal yang sangat serius yang perlu dibantu dan tidak perlu ragu bahwa seseorang yang menyadari akan keadaannya itu datang ke konselor Pak Paul?
PG : Ya, sebab benar-benar Pak Gunawan kerangka atau tulang belakang dari iman kristiani adalah anugerah dan anugerah itu sebetulnya adalah lawan dari hitam putih atau pola pikir seperti ini. Than benar-benar memberikan kita suatu ruang gerak yang sangat lapang dia menerima kita apa adanya, Tuhan tidak menoleransi dosa tapi Tuhan menerima orang yang berdosa.
Jadi memang ini sesuatu yang kadang kala susah untuk kita cerna, tapi memang itulah anugerah, anugerah benar-benar menerima kita apa adanya.
IR : Jadi satu-satunya jalan untuk penyembuhan orang yang punya pola pikir seperti itu kalau mungkin mereka itu sudah hidup baru ya Pak Paul?
PG : Ya itu langkah pertamanya Ibu Ida, meskipun saya harus mengakui bahwa ada orang Kristen yang sudah hidup baru pun masih membawa masalah ini Bu Ida. Karena pengaruh latar belakang kita itu uat, terhadap diri kita sekarang ini.
IR : Dan orang sulit untuk berubah ya Pak Paul?
PG : Orang sulit untuk berubah meskipun akhirnya dia menyadari, tapi susah untuk berubah, apalagi seperti tadi saya katakan kalau pola pikir ini telah menjadi pelindung dan sukses untuk hidup da itu.
GS : Ya, jadi ini tentu suatu perbincangan yang menarik dan sangat berguna bagi para pendengar kita dan demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi kami telah persembahkan ke hadapan Anda sekalian sebuah perbincangan seputar kehidupan keluarga, khususnya mengenai pola pikir yang dapat menimbulkan depresi yang tadi disebut dengan pola pikir hitam putih. Perbincangan kami tadi bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga) dan kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, silakan Anda menghubungi kami melalui surat. Alamatkan surat anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan dan dukungan Anda sangat kami nantikan. Terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.