Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda bersama kami pada acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen selama ± 30 menit akan menemani Anda dalam acara perbincangan seputar kehidupan keluarga. Telah hadir bersama saya Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi seorang pakar dalam bidang bimbingan yang kini juga aktif mengajar di Seminari Alkitab Asia Tenggara di Malang. Dan juga telah hadir bersama kami Ibu Idajanti Raharjo, salah seorang pengurus di LBKK. Ikutilah perbincangan kami karena kami percaya acara Telaga ini pasti sangat menarik dan bermanfaat bagi kita semua.
Lengkap
GS : Pak Paul kali ini saya ingin mengajak Pak Paul dan Ibu Ida untuk berbincang-bincang masalah menghadapi anak atau anak-anak kita yang menurut saya itu sering kali kurang serius dalam menggunakan waktunya untuk belajar. Maunya bersantai-santai, bermain-main, membaca buku cerita, nonton TV, atau yang kami rasakan itu banyak waktu yang tidak digunakan untuk belajar. Nah sebenarnya apakah cukup beralasan Pak Paul kalau kami sebagai orang tua itu merasa cemas tatkala anak itu bermain-main?
(1) PG : Sebetulnya Pak Gunawan, bermain adalah sesuatu yang sangat berharga bagi anak-anak, ini yang sering kali kita kurang begitu sadari. Kita ini sekarang telah termakan oleh filsafat kalausaya boleh panggilnya filsafat bahwa hal yang paling penting dalam hidup adalah belajar, alias yang kita maksud dengan belajar adalah mempelajari bahan-bahan yang diberikan di sekolah.
Sebetulnya guna pertumbuhan anak yang diperlukan bukan saja belajar formal seperti yang diberikan di sekolah. Anak-anak itu sebetulnya perlu belajar banyak hal dan hal-hal ini tidak dapat diberikan melalui pelajaran formal di sekolah, justru mereka akan mendapatkannya melalui bermain. Nah saya bisa memikirkan sebetulnya ada banyak hal yang berfaedah dari bermain ini, misalkan yang pertama Pak Gunawan, anak-anak itu sebetulnya sewaktu bermain dia sedang melatih fungsi fisiknya karena mereka perlu sekali untuk belajar mengkoordinasi anggota dan gerakan tubuh mereka. Nah sewaktu bermain apalagi permainan yang melibatkan aktifitas fisik, mereka akan didorong untuk berlari, untuk misalnya melompat, untuk misalnya memegang, menggenggam dan sebagainya. Nah itu semuanya adalah hal-hal yang sangat penting bagi pertumbuhan fisik anak.
(2) IR : Tapi Pak Paul biasanya anak yang selalu bermain maunya bermain terus, apakah perlu kita itu mendisiplinkan supaya waktu bermain dan waktu belajar menjadi berimbang?
PG : Sudah tentu Ibu Ida, waktu bermain dan waktu belajar harus berimbang. Nah sebetulnya kalau kita membicarakan proporsinya mana yang harus lebih banyak waktu bermain atau waktu belajar, kitamelihatnya dari sudut perkembangan atau pertumbuhan usia anak.
Semakin anak makin besar atau makin tua otomatis memang waktu bermainnya akan lebih berkurang, tapi waktu anak masih kecil sebetulnya waktu main anak seyogyanya lebih banyak daripada waktu belajarnya. Jadi misalkan anak-anak yang masih kelas I SD, di mana mereka bisa pulang ke rumah misalkan jam 12.00 siang atau jam 11.00 siang. Nah mereka itu dari pagi sampai jam 12.00 sekitar 4, 5 jam sudah terlibat dalam belajar formal di sekolah. Tatkala mereka pulang sudah pasti mereka perlu waktu untuk makan siang dan istirahat sebentar. Namun sebetulnya kalau kita mulai menghitung dari jam 02.00 sampai malam dia tidur misalnya jam 09.00, ada 7 jam di situ, tidak seharusnya anak yang masih berumur sekitar 6, 7 tahun menghabiskan waktu misalkan 4 jam untuk belajar. Justru sesungguhnya yang penting bagi pertumbuhan anak, anak hanya perlu belajar misalkan selama paling lama 2 jam, selebihnya bisa dan seharusnya digunakan oleh anak untuk berlari, untuk bermain dengan teman atau adik kakaknya justru ini adalah hal yang berguna bagi dia. Misalkan kita kembali ke pertumbuhan fisiknya Ibu Ida, anak-anak ini perlu sekali kesempatan untuk bisa menggerakkan dan belajar mengkoordinasi fungsi tubuhnya atau anggota tubuhnya. Kalau dia tidak mendapatkan kesempatan itu dia akan bertumbuh dengan tubuh yang kurang siap, kurang kuat, karena tubuhnya itu tidak terlatih dengan baik. Nah kita tahu kita-kita ini yang sudah dewasa untuk mengencangkan otot kita, kita dianjurkan untuk berolah raga dengan teratur, untuk melatih jantung kita, kita juga dianjurkan untuk berlatih secara aerobic, ini semua adalah hal-hal yang kita sadari penting bagi kita sebagai orang dewasa. Namun adakalanya kita tidak menyadari bahwa hal ini juga sama pentingnya untuk anak dan bahkan dapat saya katakan lebih penting, karena inilah saat pertumbuhan dia. Jadi pertumbuhan fisik anak memerlukan sekali banyaknya gerak badan si anak, melalui permainanlah anak dapat melatih gerak badannya ini.
GS : Ya tapi masalahnya 'kan tidak semua rumah bisa memungkinkan anak misalnya berlari-lari, melakukan gerakan-gerakan yang aktif, dan kami pun sebagai orang tua juga merasa was-was kalau mereka harus bermain di jalan atau di taman, mengingat keamanan Pak Paul. Di samping itu juga mereka mempunyai banyak tugas dari sekolah, nah itu bagaimana mengatasinya Pak Paul, kami juga ingin anak kami itu kuat, lincah dan seterusnya.
PG : Memang saya bisa simpatik dengan keadaan anak-anak sekarang yang dibebani oleh tugas sekolah yang lumayan banyak. Menurut pandangan saya tidak seharusnya demikian, tidak seharusnya anak-ank terutama yang masih SD melakukan belajar tambahan di rumah selain di sekolah selama 3 atau 4 jam setiap harinya di luar jam belajar di sekolah.
Sebab itu akan menguras waktu di mana mereka bisa dan seharusnya mengembangkan keterampilan-keterampilan yang lain. Nah tadi yang Pak Gunawan katakan memang adalah situasi kehidupan kita sekarang ini yakni anak-anak kurang memiliki ruang gerak, itu betul sekali apalagi yang tinggal di perkotaan dan rumah yang memang misalnya tidak terlalu besar. Membiarkan mereka main di luar kita juga takut, inilah perbedaan zaman waktu kita masih kecil, kita bisa dengan bebas main di luar, di jalanan karena kendaraan bermotor juga belum terlalu banyak. Jadi memang anak-anak sekarang terpaksa lebih sering bermain di dalam rumah atau kalau misalnya memungkinkan kita ajak ke rumah temannya atau ke rumah saudara kita di mana dia bisa bermain di sana. Meskipun anak tidak mendapatkan ruang gerak yang banyak, permainan juga perlu untuk menumbuhkan kreatifitas anak Pak Gunawan. Jadi anak-anak itu meskipun tidak memiliki ruang gerak yang luas, namun kalau anak-anak didiamkan bermain dengan teman-teman sebayanya tanpa kita berikan petunjuk apapun anak-anak itu langsung bisa menciptakan permainan sendiri. Maka saya tekankan bahwa permainan itu adalah hal yang penting bagi pengembangan daya kreatifitas anak. Anak akan menciptakan permainan yang belum kita pikirkan sebelumnya dan mereka akan langsung bisa menikmati waktu itu dengan teman-temannya tanpa harus mengikuti aturan-aturan tertentu.
IR : Pak Paul selain untuk kreatifitas anak, kira-kira apalagi Pak Paul manfaat permainan itu bagi anak-anak?
PG : Yang lainnya adalah sewaktu anak-anak bermain sebetulnya dia belajar mengembangkan keterampilan bergaul atau yang kita sebut keterampilan bersosialisasi. Anak-anak ini waktu bermain tidak isa tidak dia harus belajar menempatkan dirinya pada diri temannya, dia tidak bisa semaunya.
Nah anak-anak yang kurang bergaul saya khawatir akan bertumbuh besar menjadi anak yang egosentris, yang memikirkan pandangannya sendiri, dan kurang mampu untuk berempati atau menempatkan diri pada posisi orang lain. Sebab segalanya akan dia pandang dan lihat dari kaca matanya saja. Nah melalui permainan sebetulnya anak-anak ini belajar untuk bergaul, salah satu unsur yang penting dalam pergaulan adalah anak-anak ini belajar memahami keinginan orang lain dan belajar juga menaati peraturan. Anak-anak lahir di dunia otomatis dengan kecenderungan untuk menuruti keinginannya saja atau hanya menaati aturan yang dia buat sendiri. Dia susah sekali untuk tunduk pada aturan main yang diciptakan oleh teman-temannya atau orang lain, maka permainan menjadi hal yang begitu penting dalam perkembangan keterampilan pergaulan anak. Sebagai contohnya misalkan dia bermain curang, dia akan mendapatkan hukuman, nah hukuman ini sebetulnya dalam permainan merupakan cikal bakal kesadarannya untuk hidup bermasyarakat. Dengan kata lain melalui hukuman ini anak disadarkan bahwa ia tidak selalu mendapatkan apa yang dia inginkan dan bahwa tindakannya itu mempengaruhi orang lain. Sehingga dia belajar tidak bersikap dan berbuat semaunya karena dia harus menempatkan diri pada orang lain. Kalau dia bermain semena-mena, sekehendak dirinya, tidak mau tunduk pada peraturan orang lain, akibatnya jelas; teman-teman akan menjauhi dia nah ini merupakan sanksi sosial yang dia mulai terima. Nah saya khawatir sekali Pak Gunawan dan Ibu Ida, pada dewasa ini salah satu hal yang akan terasa sekali kekurangannya dalam pertumbuhan anak adalah kesempatan anak mengembangkan keterampilan bergaulnya ini.
GS : Ya saya rasa itu juga didukung oleh mainan yang dijumpai oleh anak-anak tiap-tiap hari, itu sering kali memang sifatnya individualistis sekali, jadi seperti vidio game atau permainan-permainan lain lewat komputer dan sebagainya di mana anak itu secara sendiri itu bisa bermain itu Pak Paul?
PG : Betul sekali Pak Gunawan, pengamatan yang baik sekali Pak Gunawan, memang kalau kita melihat pola permainan anak dari 10 tahun terakhir ini kita akan bisa menilai bahwa ciri utama permaina anak sekarang bukan permainan bersama tapi seperti tadi yang Pak Gunawan katakan permainan yang lebih bersifat individualistik.
Sudah tentu main vidio game itu kebanyakan sendiri meskipun berdua untuk dua pemain misalnya tetap sebetulnya dia bermain sendirian. Sebab masing-masing menggunakan jagoannya untuk melawan musuhnya dan sebagainya, jadi sebetulnya faktor kerja sama menjadi hal yang sangat miskin dalam tipe-tipe, atau hal-hal yang bisa mereka kerjakan bersama nah itu yang saya khawatirkan sekali Pak Gunawan.
GS : Juga di dalam komunikasi rasanya terputus di situ Pak, mereka asyik dengan permainannya sendiri, walaupun berdua.
PG : Betul sekali, jadi akhirnya kemampuan anak untuk berbicara, mengungkapkan pikiran, dan untuk membujuk orang itu menjadi kurang. Sedangkan kita sadari bahwa hal-hal seperti itulah hal yang angat penting sekali dalam pergaulan.
Membujuk orang agar bisa melihat pandangannya dan supaya orang bisa sekurang-kurangnya menghargai pikirannya atau terlebih lagi supaya orang bisa mengikuti kehendaknya, itu menjadi hal yang saya takut kurang dalam anak-anak sekarang ini.
(3) IR : Pak Paul, apakah kita juga perlu mengawasi jenis permainan yang digunakan oleh anak. Misalnya anak yang biasa main kartu kadang-kadang orang tua itu bisa cemas, wah...nanti-nanti bisa-bisa menjadi penjudi, itu bagaimana Pak Paul?
PG : Ya saya tahu memang adakalanya kita khawatir kalau misalnya anak bermain kartu nanti sudah besar menjadi penjudi. Saya kira kita harus mengawasi sikap anak kita dengan cermat, kalau misalna anak kita mulai keranjingan main kartu dan bukan saja main kartunya yang membuat dia keranjingan namun dia mulai bertaruh.
Meskipun usianya masih kecil tapi kita melihat misalnya dia mulai meminta temannya untuk mempertaruhkan sesuatu, dan kita amati sewaktu dia bertaruh dan dia menang kita bisa melihat wajahnya berseri-seri dan dia begitu bahagia nah saya pikir kalau anak mulai menikmati taruhan dalam bermain kartu, ini pertanda yang kurang baik, jadi saya anjurkan orang tua untuk melarang anak bertaruh. Jadi biarkan dia bermain tapi jangan bertaruh nah ini berkaitan dengan yang ingin saya katakan yakni permainan atau bermain itu sebetulnya berpotensi menumbuhkan daya saing dan kemampuan bersaing secara sehat. Dengan kata lain melalui permainan anak dilatih untuk berpikir menang namun dia melakukannya secara sehat. Jadi bukan saja dia mau menang tapi dia harus belajar menang dengan cara yang sehat. Secara alamiah permainan itu menimbulkan keinginan anak untuk menang, saya pikir tidak ada anak yang bermain dengan tujuan untuk kalah dalam permainan. Nah tidak bisa tidak permainan itu menumbuhkan atau menciptakan tantangan bagi anak, tantangan untuk menang namun karena ada sanksi sosial seperti yang tadi telah kita bahas anak tidak bisa main dengan sembarangan, main curang atau apa, nah dia harus melakukan atau menuju kepada kemenangan itu dengan cara yang sehat. Nah dia mulai belajar untuk tidak mudah menyerah sewaktu dia menghadapi tantangan atau dia belajar juga untuk tidak cepat putus asa. Melainkan di sini dia ditantang untuk mengalahkan kesulitan tapi dengan cara yang sehat bukan karena ada taruhan-taruhannya baru dia mau menang, jadi itulah saya pikir hal yang penting juga dalam permainan.
GS : Di dalam hal itu kalau kebetulan anak itu menang mungkin masih bisa timbul kebanggaan tapi bagaimana kalau dia kalah terus Pak Paul, jadi maksud saya bagaimana kami sebagai orang tua bisa tetap mendorong anak untuk tetap tidak putus asa dan mau tetap bermain.
PG : Betul, ada anak-anak yang saya juga sering lihat waktu saya masih kecil, ada teman-teman saya yang kalau main itu kalah terus dan juga ada teman-teman yang kalau main itu menang terus. Say masih kecil rasanya termasuk kategori yang suka kalah jadi memang ada orang-orang tertentu yang memang terampil sekali.
Jadi kalau kita misalnya pernah mendengar tentang yang disebut IQ sekarang ini, IQ sekarang ini dibagi-bagi dalam berbagai aspek misalnya IQ secara emosional. Nah salah satunya IQ dibagi juga dalam hal keterampilan fisik misalkan seperti Michael Jackson yang pintar sekali berdansa itu katanya juga sejenis IQ yaitu IQ yang lebih bersifat fisik. Nah memang ada anak-anak yang IQ bermainnya atau IQ fisiknya tinggi sehingga kalau main dia cenderung menang. Atau misalnya permainan yang bersifat mental, juga cerdik sekali anak-anak itu sehingga dia cepat sekali menangnya, namun ada yang sering kalah. Nah bagaimana dengan anak-anak yang kalau main sering kalah, saya pikir ini adalah salah satu keuntungannya bermain. Bermain sebetulnya menciptakan suatu keadaan di mana anak itu belajar menerima kekalahan tanpa merasa kalah, tanpa merasa kalah atau tanpa merasa bersalah. Maksudnya begini, permainan memungkinkan anak menerima kekalahan dalam suasana yang menyenangkan sebab dia senang bermain, jadi kalau kalah itu tidak mengancam harga dirinya secara fatal. Berbeda dengan di sekolah di mana dia menerima nilai yang rendah sering kali membangkitkan perasaan kalah dan bersalah, nah anak merasa kalah karena acapkali yang menerima nilai buruk tidak terlalu banyak sedangkan yang mendapat nilai bagus lumayan banyak. Dengan kata lain anak dapat merasa bersalah karena pada umumnya sikap guru dan orang tua mempersalahkan mereka seakan-akan mereka kurang giat belajar atau kurang serius. Tapi melalui permainan anak belajar menerima kekalahan tanpa harus merasa dirinya kalah seperti di sekolah atau dinilai oleh orang-orang lain, jadi ini adalah hal yang sangat sehat sekali Pak Gunawan.
IR : Anak-anak yang di sekolah Pak Paul biasanya juga mengalami stres karena tugas-tugas belajarnya yang terlalu banyak. Apakah bermain juga berguna untuk mengurangi stres anak?
PG : Sangat-sangat berguna Bu Ida, jadi permainan secara fisik sudah akan menguras tenaganya dan melenturkan ketegangan-ketegangan pada syaraf-syarafnya jadi sudah pasti anak-anak yang bermain engan cukup akan melepaskan ketegangannya dengan sehat jadi itu penting sekali.
Namun bermain juga sangat penting bagi pertumbuhan intelektual anak, jadi bukan saja melepaskan ketegangannya tapi anak juga bisa melatih pertumbuhan intelektualnya. Karena tadi seperti kita sudah bahas, permainan menuntut kreatifitas dan kreatifitas tidak bisa tidak memerdekakan wawasan berpikir anak. Nah dalam permainan, anak belajar memecahkan masalah seefisien dan secepat mungkin. Tantangan-tantangan dalam permainan secara tidak langsung juga merangsang anak untuk berpikir secara tepat dan cermat. Konsentrasi anak juga dilatih melalui permainan-permainan tertentu dan konsentrasi adalah unsur yang penting dalam proses belajar. Jadi sekali lagi permainan itu bisa melatih anak untuk berpikir dengan cepat dan tepat.
GS : Rupanya kita sebagai orang tua mesti juga pandai-pandai untuk mencarikan atau mengarahkan anak kita di dalam bermain pada saat ini. Jadi tidak asal membelikan mainan begitu saja, tapi orang tua juga harus kreatif. Nah yang ingin saya tanyakan adalah sejauh mana pengaruhnya kalau orang tua ikut bermain dengan anak-anaknya itu?
PG : Itu bagus sekali Pak Gunawan, saya masih ingat sekali waktu saya masih kecil, ayah saya bermain gundu dengan saya, bermain kelereng. Saya ingat peristiwa itu karena hal itu hal yang menyenngkan dan pada usia remaja kami hampir setiap malam bermain badminton di rumah kami itu hal-hal yang sangat menyenangkan buat anak, bisa bermain dengan orang dewasa apalagi dengan orang tuanya.
Saya takut Pak Gunawan ini adalah hal yang mulai langka pada zaman kita ini karena kita orang tua sekarang pulang sudah larut malam dan waktu kita pulang tenaga kita sudah terkuras habis, kita justru pulang ke rumah untuk mendapatkan istirahat dan kesegaran. Waktu anak mengajak kita bermain kita tidak lagi in the mood tidak lagi bersemangat untuk melayaninya. Nah sebetulnya saran Pak Gunawan kalau orang tua bisa, terlibatlah dalam permainan mereka sebab mereka pasti menghargainya dan sangat menikmatinya. Ini menjadi hadiah bagi mereka pada masa kecil yang mereka bisa selalu ingat pada masa dewasa mereka.
(4) IR : Kira-kita sampai usia berapa Pak Paul anak-anak itu dilibatkan untuk bermain?
PG : Saya kira sampai anak-anak remaja, mereka itu akan senang sekali bermain, nah mulai remaja anak-anak itu memang tidak bisa tidak sesuai dengan usia pertumbuhannya mulai menyalurkan tenaga entalnya dan minatnya pada hal-hal yang lebih bersifat sosial.
Mereka mulai berpergian dengan teman-teman, ngobrol dengan teman-teman, menikmati waktu untuk merumpi, jadi permainan mereka juga mulai berkurang dan mulai lain. Jadi saya kira usia di bawah 12 tahun adalah usia yang paling ideal buat anak-anak itu bermain dengan bebas.
GS : Menurut Pak Paul sendiri walaupun mungkin tidak tercatat dalam Kitab Suci, apakah Tuhan Yesus juga bermain pada waktu masa kanak-kanaknya sebagai seorang anak?
PG : Seperti tadi kata Pak Gunawan memang tidak dicatat dalam Kitab Suci, Kitab Suci sunyi tentang kehidupan anak-anak Tuhan Yesus. Tapi sebagai anak yang normal, sebagai manusia yang normal saa percaya Tuhan Yesus pun bermain.
Dia mempunyai fisik yang lumayan kuat sebetulnya, Dia bisa pergi jauh, berjalan jauh dan tidak pernah sekalipun dicatat, Tuhan itu sakit. Jadi saya percaya Dia memang bermain juga sebagai anak-anak. Satu ayat dari
Amsal 3:1, "Hai anakku, janganlah engkau melupakan ajaranku, dan biarlah hatimu memelihara perintahku." Saya yakin ini adalah kerinduan semua orang tua agar anak tidak melupakan ajaran dan memelihara perintah orang tua, itu betul sekali. Namun saya pikir kita perlu sebagai orang tua menciptakan suasana yang nyaman bagi anak untuk bertumbuh dan untuk menerima ajaran kita. Kalau jiwa anak sehat karena dia bisa bermain dengan bebas dia pun lebih siap menerima ajaran kita.
GS : Itu yang menjadi kerinduan kita semua tentunya Pak Paul karena anak-anak itu bagaimanapun juga menjadi tunas-tunas bangsa dan menjadi generasi penerus bagi kita sekalian. Demikianlah tadi saudara pendengar yang kami kasihi, kami telah persembahkan ke hadapan Anda sebuah perbincangan seputar kehidupan keluarga masa kini khususnya di dalam hubungan antara orang tua dan anak yang memberikan kesempatan anak-anak untuk bermain. Telah kami persembahkan perbincangan ini bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dan Ibu Idajanti Raharjo. Apabila Anda berniat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, silakan Anda menghubungi kami melalui surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK dengan alamat Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan dan dukungan Anda sangat kami nantikan. Sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.