Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini bersama Ibu Wulan, S.Th., akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Perhatian Orang Tua terhadap Anak-anak". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, kita sering kali mendengar keluhan orang tua yang mengatakan bahwa anak-anak jaman sekarang ini sukar diatur, itu tentu saja dibandingkan dengan dirinya sendiri waktu mereka masih kecil dulu. Tetapi kalau kita melihat banyak anak-anak yang merasa juga kurang mendapatkan perhatian dari orang tuanya, sebenarnya masalah perhatian orang tua terhadap anak-anak bagaimana pada zaman ini?
PG : Pak Gunawan, memang kita harus akui adalah zaman mempuyai keunikannya masing-masing, tidak mempunyai kesamaan 100% dengan zaman-zaman sebelumnya. Kalau orang tua berkata kenapa anak-anak skarang ini lebih banyak masalah dibandingkan dengan anak-anak dulu, ada orang tua yang berkata saya dulu tidak pernah berani protes terhadap orang tua, tapi anak-anak sekarang berani protes.
Memang tidak sama, ketidaksamaan misalkan dalam hal keberanian untuk mengutarakan pendapat. Zaman sekarang anak-anak lebih didorong untuk berani mengutarakan pendapat sedangkan pada zaman dulu tidak. Bahkan pada zaman kita sekolah dulu kira-kira 20, 30 tahun yang lalu saya kira kita tidak terlalu diberikan kebebasan untuk mengutarakan pendapat, sekarang lebih banyak diberikan. Nah selain dari itu saya kira salah satu faktor yang membuat anak-anak sekarang ini lebih cenderung atau lebih rawan terhadap masalah adalah perbedaan struktur kehidupan. Misalkan, dulu masyarakat lebih komunal, hidup dalam satu komunitas, hubungan dengan kerabat jauh lebih akrab dan juga sanak keluarga masih sering mengunjungi atau tidak jarang ada yang tinggal dalam rumah kita. Dengan kata lain kalaupun orang tua kita itu pergi karena harus bekerja atau apa, kita itu jarang sendirian di rumah. Saya masih ingat waktu saya masih kecil, nenek saya, kakek saya itu datang ke rumah kami menginap bisa berminggu-minggu, nanti pindah ke rumah saudara kami yang lain nanti tinggal di sana beberapa minggu, nanti tinggal lagi di rumah kami, hal-hal seperti itu sangat umum terjadi. Sehingga dapat dipastikan jarang sekali anak-anak itu bertumbuh tanpa pengawasan atau perhatian orang tua baik ini orang tua kandung atau sanak atau kerabat yang tinggal di rumah yang sama. Sekarang memang zaman tidak sama, sekarang masyarakat lebih individualis, bahkan tidak jarang si anak misalkan yang sudah berusia dewasa tinggal di kota Jakarta tapi orang tuanya masih tinggal di Wonosobo. Ada lagi yang dari luar pulau tapi sekarang tinggal di sini, sanak keluarganya masih tinggal di luar pulau. Nah sekarang masyarakat jauh lebih mobile, lebih sering pindah akibatnya banyak orang yang tinggal sendiri-sendiri sekarang, kita tidak lagi mengenal siapa yang tinggal di sebelah rumah kita. Jadi akibatnya kalau orang tua tidak di rumah kebanyakan memang sekarang tidak ada lagi sanak keluarga yang ada di rumah, kebanyakan yang tinggal di rumah sekarang pembantu rumah tangga atau suster yang memang kita panggil untuk mengawasi anak-anak. Jadi benar-benar kevakuman itu akhirnya menimbulkan dampak karena perhatian dari orang tua atau sanak keluarga tidak ada lagi.
WL : Maksud Pak Paul, kehadiran suster itu tetap tidak bisa disamakan atau menggantikan peran dari keluarga dekat kita kakek-nenek atau paman, om-tante, begitu Pak Paul?
PG : Saya kira tidak bisa karena suster tahu bahwa dia adalah orang yang digaji untuk mengawasi anak-anak ini dan anak-anak ini juga tahu bahwa suster ini adalah orang yang digaji oleh orang tunya.
Sehingga pada umumnya anak-anak lebih berani dan tidak takut pada suster dan sebagai akibatnya suster pun juga enggan untuk lancang berani memarahi anak atau memberikan teguran kepada anak, dia takut anak ini mengadu kepada orang tuanya dan dia malah disalahkan. Jadi saya kira akhirnya suster juga berjaga-jaga, dia merawat, dia melayani tapi dalam kapasitas sebagai perawat, pemberi bantuan bukan sebagai figur yang memberikan perhatian, kasih sayang, otoritas atau mau tahu kehidupan pribadi si anak. Misalkan si anak ada masalah, saya kira dia juga tidak akan cerita dengan susternya tentang problemnya di sekolah. Jadi relasi suster itu dengan si anak akan terbatas maka tidak bisa menggantikan peranan orang tua itu.
GS : Dalam hal ini Pak Paul, dalam hal orang tua sudah begitu sibuknya karena tuntutan zaman, apakah orang tua itu juga tidak menyadari bahwa hal itu bisa membuat kerenggangan hubungan dengan anak sehingga anak ini menjadi anak yang sukar diatur?
PG : Saya kira orang tua pada umumnya tidak menyadari sampai anak itu mulai remaja dan mulai memunculkan masalah. Misalkan mulai berani melawan, sudah diberitahukan tidak boleh misalkan pergi dngan temannya, tetap dia pergi; diberitahukan tidak boleh untuk menonton bioskop pada hari sekolah, tetap dia pergi dan menonton.
Nah orang tua biasanya mulai menyadari problem ini pada masa anak-anak sudah mulai remaja, tapi masalahnya adalah dua belas tahun sebelumnya si anak luput dari perhatian orang tua. Orang tua menganggap bahwa anaknya baik-baik saja, sekolah, pulang sekolah dan sebagainya seolah-olah tidak ada masalah. Namun karena perhatian yang seharusnya mereka berikan itu tidak diberikan kepada anak-anak, akhirnya anak-anak tumbuh besar tanpa orang tua, nah masuk usia remaja dia mulai menunjukkan problem.
WL : Tapi banyak orang tua yang menggunakan alasan (maksudnya pada zaman sekarang) untuk mau tidak mau istri juga turut bekerja tidak bisa mengawasi anak-anak. Karena banyak hal yang sudah bukan lagi karena tuntutan, misalnya kalau di Jakarta yang udaranya panas, mau tidak mau harus mempunyai AC itu sudah menjadi kebutuhan bukan menjadi hal yang mewah untuk maksudnya bisa bekerja dengan nyaman, bisa belajar dengan nyaman dan sebagainya, dan tuntutan-tuntutan yang lainnya misalnya harus kredit rumah, kredit mobil, mesin cuci dan sebagainya. Jadi mau tidak mau dua-dua harus bekerja, jadi anak dikorbankan, Pak Paul.
PG : Saya kira ada waktunya orang tua memang harus bekerja, saya mengerti bahwa kebutuhan sekarang makin meningkat dan juga ada wanita yang memerlukan kerja. Tidak semua wanita memang cocok untk diam di rumah terus itu lebih menimbulkan stres baginya, saya kira itu hal yang baik, hal yang memang seharusnya dilakukan.
Yang saya minta adalah kalau itu sudah dilakukan, setelah itu sebisanya di rumah dan waktu di rumah berikan perhatian. Jadi jangan menambah kegiatan-kegiatan yang masih bisa kita kesampingkan, kalau tidak sangat perlu jangan lakukan, sehingga waktu itu masih bisa kita berikan untuk keluarga kita di rumah. Kenapa orang tua sangat perlu memberikan perhatian, ini yang mungkin sering kali diajukan oleh orang tua. Mereka berkata kami dulu di rumah juga tidak ada mama-papa, meski mereka bekerja kami baik-baik saja. Nah yang ingin saya katakan sekarang adalah godaan atau pencobaan dulu dan sekarang tidak sama. Dulu (saya masih ingat waktu saya masih remaja, karena saya juga ikut-ikutan dan melakukan hal yang sama) saya akan pergi ke rumah teman yang lain untuk menonton film-film porno, hal yang salah, hal yang memang Tuhan tidak kehendaki, namun itulah yang saya dan teman-teman lakukan. Dan kami tidak bisa begitu mudah mendapatkan barang-barang porno atau yang salah itu, nah zaman sekarang mereka tidak usah ke mana-mana, di dalam rumah mereka sendiri mereka bisa mengakses gambar-gambar itu dan mereka bisa meminjam video-video dan menontonnya di rumah. Nah bayangkan kalau dari pagi sampai malam orang tua tidak ada di rumah, suster atau orang dalam rumah hanya melihat anak-anak ini di kamar beranggapan anak-anak ini sedang belajar, padahalnya lagi asyik-asyik menonton film-film porno. Jadi hal-hal seperti ini harus disadari oleh orang tua. Hal lainnya lagi yang memang sudah membedakan zaman sekarang dengan zaman dulu adalah chating. Kita tidak tahu anak kita itu chating dengan siapa di internet, nah kadang-kadang ada orang-orang yang memang sangat-sangat tidak waras itu masuk ke internet dan akan menggait anak kita, mereka akan mengajak anak kita, menyuruh anak kita melakukan hal-hal yang gila dan yang salah. Nah masalahnya kalau anak kita tidak mendapatkan pantauan dan pengawasan, mereka akan bebas melakukannya dan mereka tidak menyadari bahwa ini hal yang sangat berbahaya. Jadi di sinilah orang tua sangat perlu lebih memberikan perhatian, jadi bukan hanya buku, gambar-gambar, majalah-majalah, yang porno, tidak baik yang mereka bisa dapatkan sekarang gambar-gambar hidup, film-film hidup bahkan berhubungan langsung dengan orang-orang tersebut melalui internet, itu dapat dilakukan oleh anak-anak kita. Atau orang itu bisa mengirimkan materi kepada anak-anak kita kalau di rumah kita ada mesin fax atau melalui internet itu bisa juga dikirimkan. Jadi benar-benar orang tua itu harus menciptakan pagar, nah pagar itu hanya akan ada kalau mereka ada di rumah juga, memberikan perhatian kepada anak-anaknya.
GS : Pak Paul, di dalam keterbatasan waktu yang sangat singkat itu bersama dengan anak, mungkin Pak Paul bisa mengusulkan perhatian dalam bentuk apa yang bisa orang tua lakukan terhadap anaknya?
PG : Saya kira yang paling penting adalah orang tua harus berinteraksi dengan anak. Saya akhirnya simpulkan begini Pak Gunawan, mudah sekali buat kita berada di rumah tetapi tidak berada dalam ehidupan anak-anak kita, itu tidak sama.
Kita bisa berada di rumah tapi tidak berada di dalam kehidupan anak-anak kita, kenapa? Sebab kita tidak berinteraksi, tidak berbincang-bincang, kita tidak bertanya-tanya kepadanya tentang kehidupannya, tentang apa yang menjadi pergumulannya, tentang kesukaannya dan ketidaksukaannya. Orang tua harus berinisiatif membangun jembatan demi jembatan, sehingga setiap fase dalam kehidupan si anak akan tercipta kontak, komunikasi antara kita dan anak-anak kita. Kalau kita bersifat pasif, kita beranggapan anak-anaklah yang seharusnya mendekati kita dan menjalin komunikasi, saya kira kita keliru. Ada anak yang memang lebih manja, senang ngobrol-ngobrol dengan kita tapi sebagian anak-anak terutama menginjak usia remaja akan bersifat pasif, mereka tidak akan berkata apa-apa, menjelaskan apa-apa kalau kita tidak bertanya. Nah kalau kita tidak mempunyai jalinan relasi dengan si anak itu, otomatis kita akhirnya terpinggirkan dari kehidupan si anak dan kita tidak hadir di dalam kehidupan si anak. Jadi apa yang penting? Kalau boleh saya simpulkan dengan satu kata adalah interaksi.
WL : Pak Paul, kalau ada orang tua yang memang agak pendiam, pada dasarnya pendiam jadi jarang ngomong, jarang ngobrol dan sulit menciptakan topik-topik pembicaraan, mungkin ada usul atau saran dari Pak Paul untuk mencoab berinteraksi dengan anak bagi orang tua seperti ini Pak Paul?
PG : Misalkan si anak sedang mengerjakan sesuatu, nah orang tua bisa berkata bisa saya bantu, mengerjakan pekerjaan tangan misalkan, tanya saja "Boleh papa bantu?" Nah anak ini akan berata terserah.
Terus misalkan si papa langsung ambilkan ini ambilkan kertasnya, guntingnya atau apa, lemnya jadi bekerja sama. Atau si anak sedang membaca buku, si papa berkata: "Papa pernah membaca buku itu." Si anak akan berkata: ""O.....ya?" "Ini ceritanya," nah si papa kemudian ceritakan. Atau si papa membaca satu buku yang pendek kemudian berkata: "Papa, baru saja membaca buku bagus, mau atau tidak papa ceritakan?" Nah dia sendiri mungkin bukanlah seorang pembicara yang luwes tapi dia bisa mengambil bahan-bahan itu untuk dia sampaikan kepada anaknya. Nah dengan cara seperti itulah terjamin komunikasi antara si orang tua dengan si anak. Atau kalau pun sampai-sampai tidak ada percakapan, waktu si anak sedang berada di kamarnya mengerjakan sesuatu, si orang tua bisa berkata: "Boleh saya masuk?" Anaknya pasti berkata ya boleh, terus duduk-duduk di situ, diam-diam temani si anak. Siapa tahu si anak diam-diam begitu akhirnya bertanya sesuatu kepada orang tua. Atau si orang tua terpikir sesuatu dia bertanya lagi. Yang penting si anak melihat orang tua berusaha juga untuk masuk dalam kehidupannya atau kalau di rumah sudah dilakukan masih kurang juga, ajak anak kadang-kadang untuk pergi makan bakso, makan es crim, nah hal-hal kecil seperti itu menciptakan suasana di mana mereka bisa berdialog. Jadi orang tua bisa memberitahukan si anak bahwa kami tertarik kepadamu atau fungsi pemantauan itu sekali-sekali kita lakukan misalkan waktu si anak chating, orang tua langsung bertanya dan melihat apa yang dia tulis, anak itu buru-buru mematikan atau apa kita tanya : "Kenapa? Kamu bicara dengan siapa tadi? Kamu chating dengan siapa?" Kalau anak sama sekali merasakan bahwa dia bebas sepenuhnya di rumah, tidak ada pertanggungjawaban, itu awal dari bencana. Anak-anak akhirnya kalau dibesarkan tanpa pengawasan dia memang akan tumbuh tanpa arah sebab dia tidak tahu benar dan salah dan mudah sekali terjebak dan bisa menjadi liar.
GS : Tapi ada beberapa kasus, orang tuanya sebenarnya sudah memberikan perhatian penuh, istrinya juga tidak bekerja, jadi ibu dari anak ini tidak berkerja jadi memberikan perhatian dan kasih sayang tapi anaknya tetap menjadi anak yang nakal yang menyakitkan hati orang tua dan sebagainya.
PG : Kadang-kadang itu terjadi Pak Gunawan, jadi adakalanya kita sudah melakukan semua yang bisa kita lakukan, secara konsisten kita mendidiknya, memberikan perhatian kepadanya tapi masih tetapnakal, nah kadang-kadang itu akibat dari pilihan si anak itu sendiri.
Dia di luar bertemu dengan teman dia bisa diberikan atau disuguhkan pilihan-pilihan yang berbeda dari orang tuanya pernah diajarkan kepadanya akhirnya dia bisa ikut temannya. Atau dia memang sudah memiliki bahan, bahan yang memang maunya nakal misalkan energinya terlalu tinggi dan dia memang anak yang berani, maunya melakukan hal-hal yang agak nakal, nah hal-hal itu juga akhirnya bisa membawa dia ke dalam perilaku yang tidak sehat. Jadi kadang-kadang itu terjadi, nah orang tua tidak harus langsung menyalahkan dirinya, ini pasti karena kami, ya tidak usah begitu. Tapi yang penting orang tua tahu orang tua telah melakukan tugasnya. Jangan sampai orang tua berpikir seperti ini Pak Gunawan dan Ibu Wulan, "yang penting 'kan bukannya banyak waktu atau jumlahnya waktu yang kami berikan, yang penting 'kan kwalitasnya bukan kwantitas." Nah ini argumen yang saya ingin patahkan, kwalitas itu tidak akan ada di luar kwantitas. Kwalitas itu hanya ada di dalam kwantitas, kalau kita tidak memberikan waktu sama sekali buat anak, ya tidak akan ada waktu yang berkwalitas yang bisa diserap oleh anak, maka harus ada waktunya juga. Kita jangan berkata tidak apa-apa setengah jam yang penting ini bernilai, nah yang memutuskan bernilai sering kali bukan kita tetapi anak kita. Kita boleh menganggap diskusi ini bernilai, tapi bisa jadi besok si anak lupakan sebab bagi dia diskusi ini diskusi yang tidak bernilai. Tapi waktu papanya atau mamanya mengajak dia main, ketawa, bercanda, itu hal yang dia kenang sampai dia besar karena itu adalah tali yang mengikatkan dia dengan orang tuanya, membuat dia tambah sayang kepada orang tuanya. Jadi sekali lagi yang menentukan waktu itu berkwalitas sering kali si anak itu sendiri.
GS : Bagaimana orang tua bisa menyadari bahwa kehadirannya itu memang akan membuahkan sesuatu yang positif bagi anaknya?
PG : Biasanya begini Pak Gunawan, tadi saya sudah singgung bahwa orang tua memang tidak menyadari sampai problem muncul. Jadi apa yang harus menjadi tanda awas bagi orang tua, sehingga waktu prblem muncul orang tua bisa menyadarinya jadi jangan terlalu jauh masalahnya berkembang.
Misalkan anak-anak itu menjadi terlalu agresif, makin susah diatur, makin suka bermasalah, berkelahi di luar dan sebagainya, nah itu bisa jadi problem nah itu bisa jadi sebagai orang tua kurang memberikan perhatian kepada anak-anak, kurang memberikan arahan waktu dia mulai nakal kepada adiknya, kita tidak ada di rumah, mungkin adiknya dia tonjok, mungkin adiknya mau pinjam mainan dia tidak berikan, dia banting mainannya atau apa, kita tidak ada di rumah, kita sama sekali tidak tahu hal-hal seperti itu sehingga dari kecil akhirnya si anak-anak itu mengembangkan sifat-sifat yang kasar. Kita tahunya kapan, waktu di di luar berkelahi dengan anak-anak lain, baru kita sadar. Jadi satu perilaku ekstrim yang menjadi tanda awas kita adalah agresif. Yang satunya adalah perilaku menarik diri, murung, maunya di kamar, susah bergaul dengan orang, tidak mempunyai teman, ketakutan ke mana-mana, nah kita mesti mulai berpikir kenapa anak kita begini. Apakah ada dampaknya dari orang tua, apakah kita ini cukup baik, apakah kita mempunyai masalah, apakah kita sering bertengkar, sehingga anak kita menjadi penuh ketakutan. Nah kalau kita melihat ada masalah-masalah yang muncul kita mesti sadari nah ini sudah perlu bantuan. Apa yang bisa kita lakukan, kita mesti melihat duduk masalahnya apa, penyebabnya apa, apa yang kurang, nah di situ perlu kita perbaiki. Nah salah satunya tadi saya sudah singgung adalah kita mesti berada dalam kehidupan si anak, mesti hadir dalam dirinya, memberikan waktu, berinteraksi dengan si anak.
WL : Pak Paul, saya tertarik dengan penjelasan Pak Paul tentang tanda anah yang agresif tadi. Itu sebenarnya memang dia tipe anak yang agresif atau itu cuma upaya dia supaya menarik perhatian orang tuanya, Pak Paul?
PG : Bisa dua-duanya Bu Wulan, memang ada anak-anak tertentu yang bawaannya agresif sekali, tenaganya tinggi sekali, sehingga mereka ini cenderung terlibat dalam masalah juga. Tapi ada tipe ana yang kedua yang memang bermasalah karena di rumah bermasalah.
Misalkan di rumah orang tua sering bertengkar, berteriak-teriak, sehingga si anak ketakutan, tegang, menyimpan banyak kemarahan pula karena melihat orang tuanya sering bertengkar. Kemarahannya tidak bisa diekspresikan kepada orang tuanya yang lebih besar darinya, nah dia akan ekspresikan di luar rumah dengan teman-temannya, temannya berkata salah langsung dia tonjok, gurunya lagi mengajar dia lempar dengan kapur dan sebagainya. Nah itu merupakan luapan frustrasinya, kemarahannya yang memang harus dia keluarkan, tapi dia mengeluarkannya dengan cara yang tidak sehat.
GS : Pak Paul, ada anak yang terhadap salah satu orang tuanya misalkan terhadap ayahnya dia menaruh hormat, baik kepada ayahnya, tapi begitu dengan ibunya tingkah lakunya berubah. Berani melawan ibunya, berani memukul ibunya dan sebagainya, sebenarnya faktor apa Pak Paul yang menyebabkan hal itu?
PG : Bisa jadi faktor utama adalah memang ibunya terlalu lembek, sehingga si anak tidak menaruh hormat kepada ibunya. Waktu ibunya berkata apa, dia tahu dia bisa lawan dan dia akan lawan dan keetulan sifat anak ini agak keras.
Ada anak-anak yang sifatnya penurut, lebih sensitif perasaannya, anak-anak seperti ini cenderung tidak bersikap kasar kepada ibunya, itu yang pertama. Yang kedua kemungkinannya adalah si anak memang melihat si ayah memarahi si mama dan waktu memarahi si mama berkata hal-hal yang kasar. Saya mengingat sebuah kasus di mana seorang pemuda waktu masih kecil sering melihat papanya memaki-maki mamanya tolol, goblok, sering kali dia lihat dan itu membuat dia marah dan benci kepada papanya. Tapi apa yang terjadi setelah dia mulai remaja dan menginjak dewasa, mamanya sebagai mama kadang-kadang bertanya ini, bertanya itu, mau tahu ini, mau tahu itu, nah dia juga kesal dengan mamanya, nah anak-anak lain kesal dengan mamanya ya sudah diam tidak berani berkata apa-apa. Tapi dia karena melihat papanya sering mengatakan goblok kepada mamanya sekarang waktu mamanya tanya ini, itu, dia langsung meledak dan dia panggil mamanya goblok, tolol. Nah si papa berani atau tidak memarahi si anak, dia dosen yang paling baik di rumah, dia guru yang paling baik mengajar memanggil mamanya tolol, goblok, nah jadi si papa juga akan diam. Akibatnya si anak makin besar makin berani dengan mamanya, nah jadi kadang-kadang penyebabnya yang kedua ini Pak Gunawan.
GS : Juga bisa terjadi sebaliknya Pak Paul, kalau ada anak yang justru iba kepada ibunya yang diperlakukan kasar seperti yang tadi Pak Paul katakan dan anak ini justru tidak senang terhadap ayahnya.
PG : Betul sekali, jadi adakalanya kebalikannya justru dia mau melindungi si mama karena diperlakukan tidak baik oleh papanya. Namun yang tadi itu juga cukup umum, meskipun sayang dan kasihan kpada mama tapi waktu dia marah apa yang telah terekam di benaknya itu langsung keluar dengan otomatis.
Dia sendiri mungkin tidak suka dan malu, merasa bersalah mengatai mamanya goblok dan tolol, tapi karena terekam terlalu kuat di benaknya sering mendengarkan papanya memaki-maki mamanya akhirnya setelah dia besar rekaman itu bermain dengan sendirinya.
WL : Atau ada juga ini Pak Paul, para ibu yang memang menciptakan kondisi seperti itu dia tidak mempunyai power memarahi anaknya selalu memakai kalimat nanti kalau papa pulang begini, begini. Jadi dia melimpahkan kekuasaan itu kepada papa.
PG : Dan melemahkan wibawanya di hadapan anak, betul. Jadi adakalanya karena mama kurang menyadari melakukan hal-hal yang justru makin melemahkan wibawanya sehingga anak makin berani kepadanya.
GS : Padahal sebenarnya idealnya dua-duanya yang harus peduli terhadap anak agar dua-dua dihormati. Dalam hal ini apakah ada ayat firman Tuhan yang menunjang atau mendukung perbincangan kita ini.
PG : Saya akan bacakan dari Amsal 11:30, "Hasil orang benar adalah pohon kehidupan, dan siapa bijak, mengambil hati orang." Saya senang dengan bagian pertama ayat ini yang erkata hasil orang benar adalah pohon kehidupan, nah saya yakin salah satu tujuan kita sebagai orang tua Kristen adalah menjadi orang yang benar maksudnya kita melakukan hal yang benar, kita mendidik anak-anak dengan benar.
Kita berharap hasil dari perbuatan kita adalah pohon kehidupan, saya kira itu betul, kalau orang tua hidup benar lebih terbuka peluang anak-anaknya itu akan menjadi pohon kehidupan, karena orang tua telah melakukan tugasnya dengan benar. Jangan sampai kita sebagai orang tua tidak melakukan tugas kita dengan benar, melalaikan tanggung jawab kita, tidak memberi perhatian kepada anak-anak kita, saya takutkan nanti hasilnya karena kita tidak hidup benar bukanlah pohon kehidupan, malahan kita akan menanam pohon kematian di rumah kita. Pohon masalah yang tidak habis-habisnya dalam keluarga kita, maka tanamlah kebenaran, tanamlah hidup yang benar di rumah tangga kita sehingga anak-anak kita bertumbuh menjadi pohon kehidupan.
GS : Ya memang tantangannya jauh lebih berat zaman sekarang daripada zaman terdahulu Pak Paul, tetapi firman Tuhan ini pasti menguatkan dan mengarahkan kita semua. Terima kasih Pak Paul dan Ibu Wulan, para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih, Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Perhatian Orang Tua terhadap Anak-anak." Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id dan kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.