Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang “Bisakah Mengubah Pasangan?". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, mungkin ketika saya sebutkan judulnya, “Bisakah mengubah pasangan ?", mungkin ada para pendengar yang spontan bilang, “Tidak bisa, itu sesuatu yang mustahil". Dan kita sebagai orang yang sudah berkeluarga juga mengerti betapa sulitnya hidup bersama pasangan terutama pada tahun-tahun awal pernikahan. Tetapi kita menginginkan pernikahan kita bisa terus bertumbuh, berkembang namun hambatannya seringkali ada hal-hal yang selalu menjadi permasalahan antara suami dan istri. Ini bagaimana, Pak Paul ?
PG : Tidak bisa disangkal perubahan adalah sebuah misteri, ada hal-hal yang kita usahakan supaya pasangan kita berubah, tapi tetap tidak berubah dan nanti tidak direncanakan tiba-tiba dia berubah sendiri, misalnya dia mengalami sesuatu atau dia mendapatkan teguran dari Tuhan sehingga dia tiba-tiba berubah. Jadi saya harus mengakui perubahannya itu adalah sebuah misteri, namun meskipun kita berkata demikian kita juga harus memunyai sebuah pemikiran yang positif bahwa sesungguhnya itu bukanlah sesuatu yang mustahil, bahwa kita masih bisa mengusahakan hal-hal tertentu supaya pasangan kita itu berubah. Memang kita harus mengakui satu hal misalnya orang sedang berpacaran kemudian ditanya, “Apa yang engkau ingin pasanganmu untuk berubah ?" biasanya yang sedang berpacaran akan berkata, “Tidak ada, saya ini menyukai semua tentang dirinya". Tapi setelah menikah dia barulah mau membuat pasangan berubah sesuai dengan kehendaknya. Jadi kita harus mengakui bahwa pada masa berpacaran kecenderungan kita adalah menerima pasangan apa adanya, tapi setelah menikah akhirnya kita menyadari tidak semua tentang pasangan kita sukai, kita mau dia pun berubah.
GS : Padahal semasa pacaran kita juga tahu akan kekurangannya dari pasangan kita itu.
PG : Ada yang memang kita ketahui tapi ada juga yang tidak kita ketahui. Yang kita ketahui pun kita anggap, “Tidak apa-apa masalah kecil dan nanti setelah menikah kita akan berubah dengan sendirinya" atau “Nanti bisa saya hadapi" namun kenyataan setelah menikah untuk satu kurun kita menyadari ternyata tidak semudah itu. Jadi inilah waktunya kita coba membahas sebetulnya apakah ada hal-hal yang dapat kita lakukan untuk menolong pasangan berubah.
GS : Kita kembali kepada topik perbincangan kita yaitu, bisakah kita mengubah pasangan ?
PG : Jawabannya bisa. Jadi kita dapat mengusahakan sebuah suasana yang kondusif agar pasangan berubah. Kalau kita menjawabnya secara kaku, “Bisa tidak mengubah orang lain ?" sudah tentu jawabannya, “Tidak bisa". Namun saya tetap meyakini kita bisa menciptakan suasana atau kita bisa menciptakan sebuah atmosfir dimana akhirnya pasangan kita bisa mengalami perubahan pula. Ada satu area yang kita mau fokuskan kali ini yaitu tentang kebiasaan hidup, tidak bisa disangkal kita biasanya memiliki perbedaan kebiasaan hidup dan inilah yang kita bawa ke dalam pernikahan dan kita berusaha agar pasangan bisa mengadopsi kebiasaan hidup kita, inilah yang biasanya menjadi sumber konflik di dalam pernikahan.
GS : Kalau itu merupakan suatu perbedaan didalam kebiasaan hidup yang sudah terbentuk sejak kecil di masing-masing keluarganya, apakah perlu diubah atau kita yang justru menyesuaikan, Pak Paul ?
PG : Memang ada hal-hal yang kita harus usahakan dan kita sendiri yang berubah, kita tidak bisa berharap bahwa pasangan akan menyesuaikan diri sepenuhnya dengan kita, sudah tentu harus ada timbal balik dan kita harus terbuka terhadap apa yang diharapkan oleh pasangan kita.
GS : Langkah yang pertama biasanya apa, Pak Paul ?
PG : Yang pertama adalah kita harus menyampaikan harapan kita dalam bentuk permintaan bukan tuntutan, jadi hati-hati dengan suara atau nada yang mengharuskan pasangan berubah sesuai dengan permintaan kita, jangan seperti itu. Kita memohon jangan sampai pasangan belum apa-apa sudah merasa disudutkan karena kita sudah menuntut atau mengharuskannya. Kadang karena menganggap kebiasaan hidup kita lebih baik atau lebih sehat daripada pasangan, itu yang membuat kita akhirnya mengkomunikasikan harapan ini dalam bentuk dan nada tuntutan. Saya ulang, karena kita merasa ini yang baik dan ini yang seharusnya kamu ikuti, tidak bisa seperti itu. Jadi hampir dapat dipastikan permintaan akan jauh lebih dapat diterima ketimbang tuntutan. Sebaiknya mulailah dengan kata-kata seperti, “Apakah boleh saya meminta sesuatu darimu ?" jadi bukan, “Kamu tidak benar atau kamu tidak boleh begini, kamu jangan begini, kenapa kamu tidak bisa begini ?" Mulailah dengan permintaan, “Bolehkah saya meminta sesuatu darimu ?"
GS : Biasanya karena ini pada awal pernikahan, si suami atau si kepala keluarga ingin menunjukkan otoritasnya, jadi kalau dia meminta maka dia merasa otoritasnya berkurang, lagi pula di pihak istri juga merasa tidak enak kalau pakai basa-basi seperti itu, seringkali yang dilontarkan adalah, “Kita ini sudah suami istri kamu tidak perlu berbasa-basi seperti itu, katakan langsung apa yang kamu minta". Ini bagaimana, Pak Paul ?
PG : Sebaiknya sejak awal pernikahan kita memulai sebuah kebiasaan yang baik, kebiasaan yang baik memang sedapat-dapatnya kita santun, jadi meskipun kita merasa ini tidak alamiah tapi sedapatnya bicaralah dengan baik-baik, memang tidak harus persis seperti yang saya sarankan, tapi sekali lagi penekanannya adalah jadikanlah ini sebuah permintaan dan bukan menuntut “Kamu harus begini" dan kita meninggikan kebiasaan hidup kita sebagai yang paling baik dan dia dari keluarga yang kurang baik sehingga kebiasaannya kurang baik. Itu yang harus kita hindari.
GS : Kalau itu berupa suatu permintaan, apakah itu tidak membuat si suami itu merasa kurang berharga, Pak Paul ?
PG : Bisa jadi. Sebetulnya saya harus akui ini mungkin bisa dialami oleh si suami tapi bisa juga dialami oleh si istri. Jadi ada orang yang memang gengsi dan kita harus melawan ego kita, karena sekali lagi meminta membuat kita merasa kita ini di pihak yang lebih rendah maka kita tidak mudah-mudah meminta, apalagi yang tadi saya sudah singgung kalau kita beranggapan bahwa kita ini yang lebih baik, cara hidup kitalah yang memang superior daripada cara hidupnya. Kita lebih-lebih tidak suka merendahkan diri seperti itu. Tapi sekali lagi kita ini mau menikah dan menyatu dalam pernikahan dan kita bukan mau memertahankan ego kita, kalau kita maunya memertahankan ego maka dari awal lebih baik tidak menikah, kalau kita mau menikah maka dari awal kita harus siap menurunkan ego kita.
GS : Langkah kedua yang bisa diambil apa, Pak Paul ?
PG : Walaupun permintaan itu bukanlah tuntutan, melakukan perubahan tidaklah selalu mudah, maksud saya walaupun kita mendapatkan permintaan dari pasangan kita, tidak dituntut hanya diminta, tapi tetap tidak mudah bagi kita menyesuaikan dan melakukan perubahan. Itu sebabnya sewaktu kita melihat pasangan masih belum melakukan perubahan sebaiknya kita tidak langsung menegurnya, kita perlu memberikannya waktu untuk berubah seraya mengingatkannya secara berkala. Jadi kita harus mengingat untuk berubah tidak mudah dan perlu waktu serta perlu diingatkan. Waktu diingatkan benar-benar mengingatkan dengan nada yang juga santun, jangan sampai belum apa-apa karena kita sudah kesal nada mengingatkannya juga terdengar kasar.
GS : Memang biasanya kita punya semacam target, tenggang waktu misalnya kalau untuk tenggang waktu tertentu tidak berubah-berubah, ini memengaruhi nada bicara kita dengan dia.
PG : Hal itu memang tidak bisa dicegah. Misalnya hitungan sampai ketiga, kalau sudah tiga kali kita ingatkan dan masih tetap tidak berubah maka jadinya kita langsung marah. Saya mengerti saya tidak mengatakan bahwa seharusnya kita tidak marah dan sebagainya, kita manusia ada batas kesabarannya tapi sekali lagi kalaupun sampai kita harus marah, sebisa-bisanya kita jaga jangan sampai berkata-kata kasar kepada dia tapi tetap tujuannya adalah mengingatkan bukan saja mengingatkan apa yang kita minta itu, tapi ingatkan juga bahwa kita telah memintanya dan kita dengan baik-baik memintanya. Kita tidak menekannya atau menuntutnya, supaya dia ingat bahwa kita telah berusaha sedapat-dapatnya mengkomunikasikan hal ini dengan cara yang sebaik-baiknya.
GS : Kalau kita mau mengulang lagi permintaan kita, seberapa seringnya kita harus mengemukakan itu, Pak Paul ?
PG : Saya pikir sedapatnya kalau kita mau mengajukan permintaan untuk perubahan, jangan dilakukan terlalu sering, maksud saya misalnya kendati permintaan itu berlainan, dan kita mau meminta yang lain, maka kita berkata dalam hati, “Tidak apa-apa sekarang saya tidak mengulang yang sama kita mau meminta yang lain", tapi tetap lebih baik kita tidak mengajukannya dalam waktu berdekatan. Bahkan satu permintaan per minggu dapat dianggap terlalu banyak, bila ini berlanjut selama berbulan-bulan. Jadi kadang-kadang ada orang yang mengeluh tidak tahan terlalu banyak tuntutan dari pasangan. Meskipun mungkin sekali pasangan tidak menuntut tapi meminta saja, tapi kalau misalkan hampir setiap minggu ada satu permintaan dia harus berubah ini dan itu, kira-kira kalau kita yang dituntut seperti itu maka kita akan merasa kewalahan. Jadi saya minta kita jangan terlalu sering mengajukan permintaan supaya pasangan berubah.
GS : Bagaimana kalau pasangan menuntut barter. Kita meminta sesuatu kepada pasangan dan dia bilang, “Saya akan berubah sesuai permintaanmu, tapi saya juga meminta supaya kamu berubah", ini bagaimana Pak Paul ?
PG : Kalau itu adalah permintaannya dan kita tahu itu hal yang penting bagi dia saya kira sedapatnya kita penuhi pula sebab kita tidak menikah dengan malaikat, kita menikah dengan manusia yang berdosa, jadi orang kalau terdesak disalahkan dan dia tahu dia memang salah dan dia tahu dia yang harus berubah, tapi tetap waktu dia harus berubah lagi dan berubah lagi, rasanya dia kehilangan pijakan dan dia ingin kita juga selevel dengan dia, maka dia juga mengajukan tuntutan. Bisa jadi tuntutannya atau harapannya supaya kita berubah sebetulnya tidak terlalu penting, tapi pahamilah dalam kondisi dia terdesak dia juga mau melihat kita bersedia untuk berubah juga, maka kita coba lakukan dan kita tidak melawan serta tidak berkata, “Kamu ini mencari alasan sebetulnya kamu tidak mau berubah dan sengaja meminta saya ini, lebih baik tidak perlu". Kalau itu yang dia minta maka kita harus lakukan dan dengan cara itu kita tidak memerpanjang masalah.
GS : Kalau kita tidak berubah-berubah maka dia pun tidak akan berubah-berubah, jadi ini semacam tawar-menawar yang tidak ada selesainya.
PG : Jadi lebih baik seseorang, dalam hal ini kita, berinisiatiflah untuk mengadakan perubahan sesuai dengan apa yang dimintanya.
GS : Hal lain apa yang bisa kita lakukan, Pak Paul ?
PG : Yang berikut adalah sekecil apa pun perubahan yang dilakukan berilah tanggapan positif. Dengan kata lain, berilah penghargaan terhadap usahanya melakukan perubahan. Kenapa ? Sebab setiap penghargaan yang kita sampaikan kepadanya akan mendorongnya untuk terus melakukan perubahan, sebaliknya kritikan, keluhan biasanya memadamkan semangat untuk berubah. Jadi sekali lagi cobalah perhatikan usahanya, hal-hal yang coba dilakukannya dan berilah tanggapan positif. Jangan kita menunggu sampai dia tuntas mengadakan perubahan, waktu dia sudah memulainya dan kita melihat dia mencobanya, berilah dia tanggapan positif, itu akan memberikan kepadanya kekuatan untuk melanjutkan perubahan.
GS : Biasanya orang mau berubah kalau dia sudah melihat hasil dari perubahan itu, membawa kebaikan bagi hubungan suami istri, dia menikmati manfaatnya sehingga dia akan lanjutkan perubahan itu.
PG : Betul. Misalkan dia sudah berubah dan meskipun belum tuntas, tapi kita tetap tidak memberikan tanggapan positif, kita terus mengeluh, kita terus menyoroti yang belum dilakukannya dan lupa berterimakasih atau menghargai akan apa yang telah dilakukannya. Akhirnya itu bisa memadamkan semangatnya, dia berkata dalam hatinya mungkin, “Saya sudah mencoba dan berusaha ini itu, tapi tetap saja kamu mengeluh dan kamu memerlakukan saya sama tidak hormat dan sebagainya" akhirnya kita akan berkata, “Buat apa saya berubah sebab kamu tidak berterima kasih, hubungan kita tidak bertambah baik". Jadi betul yang Pak Gunawan katakan, orang lebih bersemangat berubah kalau dia tahu perubahannya itu benar-benar membawa dampak positif dalam relasi itu.
GS : Daripada kita memberikan kritikan atau bahkan pujian positif, bagaimana kita bisa membantu pasangan kita supaya dia itu berubah. Karena orang berubah itu harus dibantu oleh orang lain, dimotivasi dan sebagainya. Ini bagaimana, Pak Paul ?
PG : Sebaiknya memang kita memikirkan juga langkah-langkah praktis, kalau kita memang tahu ada langkah praktis yang bisa kita sarankan maka coba kita lakukan hal itu. Saya berikan contoh, ini mungkin bagi sebagian pasangan hal yang tidak begitu penting, tapi bisa jadi ini penting bagi sebagian pasangan yaitu ada orang yang misalnya kalau membuka kaos kaki atau baju kotor, dia tidak terbiasa untuk melemparkan semua itu di kamar mandi, misalkan kita sudah sediakan satu ember atau tempat untuk baju kotor. Misalnya kita berkata-kata kepada pasangan kita, “Tolong taruh di situ, ini tempatnya" tapi dia terus lupa dan dia ganti baju di kamar dan baju kotornya berantakan serta kaos kakinya berceceran dimana-mana. Apa yang harus kita lakukan ? Kita mau menolong dia berubah, maka kita bisa menyediakan lebih banyak tempat, misalkan di kamar tidur kita, kita sediakan satu, dekat tempat dia membuka sepatu kita sediakan lagi satu dan misalkan supaya dia tidak lupa kita benar-benar berikan label diatasnya tempat baju kotor. Waktu dia melihat kita melakukan semua itu memang ini mengingatkan dia sekaligus juga membuat dia lebih menghargai kita yang berusaha membantunya berubah.
GS : Biasanya kita malah bukan memberikan label di tempat-tempat itu, tapi justru orangnya yang kita beri label dan itu bagaimana, Pak Paul ?
PG : Maka penting waktu kita meminta pasangan berubah sedapatnya janganlah tempelkan label salah atau jelek atau buruk. Seyogianya kita hanya memberikan label salah atau buruk bila itu adalah sebuah kebiasaan yang mengandung dosa atau merugikan orang lain. Jadi misalnya kebiasaan hidup bangun terlambat adalah kebiasaan hidup yang harus dibedakan dengan kebiasaan hidup berhutang, itu tidak sama. Kenapa ? Sebab berhutang merugikan orang, sedang bangun terlambat belum tentu merugikan orang. Itu tidak sama, kita harus bedakan. Atau contoh lainnya, kebiasaan hidup berbohong, itu harus diperlakukan berbeda dengan kebiasaan hidup senang bicara, ada orang yang senang bicara. Karena berbohong bersifat dosa sedangkan senang bicara belum tentu berakhir dengan dosa. Jadi sekali lagi kita hanya boleh melabelkan sesuatu jelek, buruk atau salah dan sebagainya kalau memang ada kandungan dosanya atau kebiasaan itu merugikan orang.
GS : Tapi biasanya kita kait-kaitkan karena kita menghendaki dia berubah. Misalnya tadi Pak Paul menyinggung tentang yang bangunnya siang, memang di satu sisi merepotkan pasangannya terutama istri akan repot kalau suaminya terlambat bangun karena harus menyiapkan dan sebagainya, sedang dia sendiri juga perlu untuk dirinya sendiri mungkin mau bekerja dan sebagainya. Di situ biasanya orang lalu memberikan label malas atau mengkaitkannya dengan dosa dan mengatakan Alkitab bilang kalau kemalasan adalah dosa lalu dibacakan ayat-ayat di Alkitab yang terkait dengan kemalasan, ini membuat orang menjadi perasaan.
PG : Maka sedapat-dapatnya kita mencegahnya jangan sampai menarik kesimpulan terlalu jauh. Memang sudah tentu kalau kita tarik atau kaitkan bisa saja sampai ke dosa. Tapi sebaiknya kalau masih terlalu jauh jangan kaitkan dengan dosa, yang penting saya sudah singgung jangan memberikan label yang memang lebih menjatuhkan orang. Misalkan kita dirugikan karena gara-gara dia bangun terlambat sehingga kita akhirnya terlambat juga, kita bisa bicara terus terang, “Ini sepertinya tidak bisa terus begini, gara-gara kamu bangun tidur terlambat saya menjadi begini". Kita harus usahakan cara yang lebih praktis, misalnya karena dia bangun terlambat maka kita bereskan semua sebelum dia bangun meskipun kita menjadi harus bangun lebih pagi, tapi setidak-tidaknya lebih beres. Ada juga orang yang senang berdandan, kalau ada undangan si suami pada dasarnya sudah merasa jengkel, karena dia tahu kalau istrinya itu akan berdandan lama dan kalau sudah berdandan lupa waktu, sehingga akan terlambat, misalkan gara-gara itu dia harus terburu-buru di jalan karena tidak mau terlambat maka kita bisa berkata dengan pasangan kita bahwa, “Tolong lindungi saya" dari pada kita marah-marah maka katakanlah, “Tolong lindungi saya dari musibah yang lebih besar yaitu kecelakaan sebab kalau sampai saya kecelakaan nanti, kamu juga susah atau gara-gara ini saya akhirnya juga membuat kamu cedera karena kecelakaan maka itu akan membuat kita berdua susah jadi tolong ingat kepentingan masing-masing". Sering-seringlah ingatkan seperti itu, sering-sering kita ingatkan seperti itu setiap kali terjadi dan hal ini lebih bisa diterima oleh pasangan kita.
GS : Kadang-kadang label ini bukan label yang jahat atau malas, tapi kita kaitkan dengan keluarganya, “Ini bawaannya papa dan mamamu" kata-kata seperti itu juga menyakitkan, Pak Paul.
PG : Dan mudah kita keluarkan, kalau kebetulan sama dengan kebiasaan yang kita tidak suka dari ayah ibuya. Jadi kita akhirnya membanding-bandingkan kebiasaan hidup keluarganya dengan keluarga kita, bahwa keluarga kita lebih baik dan sebagainya. Walau kebiasaan hidup keluarga kita mungkin saja lebih baik atau sehat, tetap sedapatnya hindarkanlah perbandingan sebab perbandingan berpotensi membuatnya merasa bahwa kita tengah merendahkan keluarganya, ingat kebanyakan kita lebih dapat menerima diri sendiri direndahkan daripada keluarga kita direndahkan. Kalau kita sendiri direndahkan ini dan itu, kita masih bisa terima dibanding kalau kita merasa suami kita atau istri kita merendahkan keluarga kita. Jadi berhati-hatilah dalam memberikan komentar tentang keluarga pasangan.
GS : Ini sedikit banyak ditentukan oleh hubungan dia dengan orang tuanya. Kalau hubungan dia tidak terlalu harmonis dengan orang tuanya maka dampaknya tidak terlalu terasa tapi kalau hubungannya dekat sekali memang akan terasa.
PG : Iya, memang akan membuat dia tambah bereaksi dan membuat dia tidak mau dan malah balas menyerang keluarga kita lagi, akhirnya malah menjadi panjang. Maka sedapatnya jangan membanding-bandingkan.
GS : Mungkin masih ada lagi yang perlu kita ketahui, Pak Paul ?
PG : Yang terakhir adalah hampir semua kebiasaan hidup yang buruk dan berdosa lebih sukar berubah daripada kebiasaan hidup lainnya. Ini harus kita akui karena kebiasaan hidup yang mengandung dosa berhubungan langsung dengan kuasa dosa itu sendiri. Contohnya adalah berjudi, saya sangat meyakini memang ada unsur dosa yang sangat kuat di dalam kebiasaan berjudi. Karena ada kandungan dosa maka tidak mudah melepaskan kebiasaan berjudi. Jadi apa yang harus kita lakukan ? Kita harus mendoakan agar dia mengalami pertobatan rohani. Singkat kata, fokuskan perhatian dan usaha kita pada pembaharuan rohani, tanpa pertobatan rohani tidak akan terjadi perubahan, apabila pasangan sudah bertobat dan mau berubah namun belum sanggup artinya dia terus bergumul dengan kebiasaannya yang buruk jadikanlah perubahan ini sebagai pokok doa dan pergumulan bersama, setidak-tidaknya kita tahu dia memang berusaha untuk berubah. Jadi terus minta kekuatan Tuhan agar perubahan yang didambakan dapat terwujud.
GS : Memang sebagian besar kebiasaan buruk ini akarnya dari dosa itu tadi dan itu tidak mungkin dikalahkan tanpa pertolongan Tuhan, tanpa pekerjaan Roh Kudus di dalam diri orang tersebut. Apakah ada ayat firman Tuhan yang menguatkan kita untuk membimbing pasangan kita kalau kita menghendaki pasangan kita berubah, Pak Paul ?
PG : Galatia 5:25-26 berkata, “Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh, dan janganlah kita gila hormat, janganlah kita saling menantang dan saling mendengki." Kendati kita sangat ingin melihat perubahan pada pasangan, kita tidak boleh menggunakan cara sendiri, sebab perubahan sejati hanya dapat terjadi melalui kuasa Tuhan, kita pun tidak boleh mendengki dan saling menantang, sebaliknya kita menyerahkan pasangan kepada Roh Kudus untuk diubahkan oleh-Nya.
GS : Jadi sebenarnya harus dimulai dari kita untuk merendahkan diri di hadapan Tuhan supaya perubahan itu terjadi.
PG : Betul.
GS : Dan tidak ada sesuatu yang mustahil bagi Tuhan.
PG : Betul.
GS : Jadi kalaupun kita merasa tidak mungkin mengubah pasangan, tetapi bagi Tuhan itu sesuatu yang dimungkinkan. Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang “Bisakah Mengubah Pasangan?". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami melalui surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
Comments
Dating Insight
Min, 13/04/2014 - 9:05pm
Link permanen
Link untuk pembahasan Christian Dating