Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang “Nurani : Terhilang atau Tercemar ?". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, kita akan melanjutkan atau mengembangkan perbincangan kita tentang kata hati atau suara hati, namun sebelum kita lebih jauh melangkah untuk membicarakan ini, Pak Paul bisa menjelaskan secara singkat apa sebenarnya nurani atau kata hati itu ?
PG : Jadi saya sudah menjelaskan bahwa nurani atau kata hati itu sebetulnya bukanlah bagian dari diri kita, itu adalah titipan Tuhan untuk menuntun hidup kita berjalan di jalan yang benar yang sesuai dengan kehendak-Nya. Saya berkata itu bukan bagian dari diri kita sebab pada kenyataannya bukankah seringkali kita justru tidak mau mendengarkan suara hati itu, karena suara hati itu atau nurani itu meminta kita melakukan sesuatu yang seringkali kita tidak inginkan, bukan karena meminta kita melakukan hal yang salah, bukan meminta kita melakukan hal yang buruk justru melakukan hal yang baik. Namun kenapa kita tidak suka dan seringkali kita mau melarikan diri karena kita diminta melakukan sesuatu yang terlalu mulia, kita sendiri menyadari ini yang benar, ini yang baik terlalu mulia bagi kita dan kita rasanya tidak sanggup membayar harga sebesar itu untuk melakukan hal yang mulia. Sebagai contoh, ada orang yang datang kepada kita meminta bantuan, sebetulnya kita tahu dia sungguh-sungguh perlu bantuan dan kita ada kesanggupan untuk membantunya, namun karena kita misalkan dibesarkan dari lingkungan dimana kita diajarkan bahwa tidak perlu memberi kepada orang dan biar orang mengurus dirinya sendiri dan kita urus diri kita sendiri, sepintas pesan moral seperti itu bukan pesan moral yang salah namun waktu orang itu datang meminta bantuan kepada kita tiba-tiba ada suara yang berkata, “Berikanlah bantuan kepadanya". Kita tidak suka dengan suara itu dan berkata, “Nanti orang ini tidak sanggup membayar dan saya kehilangan uang saya, buat apa saya menolong dia", tapi suara itu tetap berkata, “Tolong dia, dia butuh pertolonganmu". Jadi itulah kesimpulan kita dalam pembicaraan yang sebelumnya bahwa suara ini sebetulnya adalah titipan Tuhan, karena kita diciptakan Tuhan menurut gambar-Nya maka Tuhan selalu menuntun kita supaya dapat hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Jadi benar-benar kita simpulkan bahwa nurani dititipkan Tuhan di hati kita manusia, sebab Tuhan menghendaki kita ciptaan-Nya menjadi cerminan kemuliaan Tuhan di bumi.
GS : Jadi kalau nurani berasal dari Tuhan, maka sebenarnya nurani itu tidak bisa hilang, Pak Paul ?
PG : Benar. Maka nurani ini akan selalu ada namun kita tahu kita ini menyerap pesan-pesan moral dari lingkungan yang seringkali berlawanan dengan nurani itu, pesan moral itu bisa jadi lumayan baik tapi bukan yang terbaik dan kita selalu tahu waktu nurani berkata itu adalah yang terbaik.
GS : Lalu bagaimana dengan orang yang mengatai orang lain dengan perkataan bahwa, “Orang itu sudah tidak punya hati nurani lagi" ini bagaimana, Pak Paul ?
PG : Jadi kadang kita mendengar cetusan yang berkata, “Orang itu sudah tidak memiliki hati nurani", kita tahu biasanya cetusan itu keluar dari hati sebagai reaksi terhadap perbuatan yang buruk atau yang tidak menyenangkan yang dilakukan oleh orang lain. Namun pertanyaannya adalah apakah benar bahwa kita bisa kehilangan nurani ? Sebab jika kita menjawab “tidak" maka kita tidak bisa kehilangan nurani, masalahnya adalah mengapakah orang sanggup melakukan perbuatan yang jahat atau yang keji, bukankah kehadiran nurani seharusnya dapat menghentikan perbuatan yang jahat itu. Jadi kita akan coba membahas topik ini, sebetulnya apakah benar nurani dapat hilang, jikalau tidak, apa yang terjadi sehingga orang tetap bisa melakukan perbuatan yang jahat.
GS : Apakah itu bukan yang dikatakan Alkitab, “karena ini kekerasan hatimu" ?
PG : Itu bersumbangsih besar, pada akhirnya kalau nurani itu berkata-kata dan kita terus mengeraskan hati dan tidak mau menaatinya maka lama-lama hati kita makin bertambah keras, makin bertambah keras dan makin kita tidak mau menaati nurani itu berarti kita makin jauh dari nurani itu. Tapi itu tidak berarti nurani kita berhenti berkata-kata atau hilang dari diri kita, tetap ada. Saya berikan contoh, di tahun 1980-an ada seorang pembunuh dan pemerkosa di Amerika Serikat namanya Ted Bundy sebelum akhirnya dia dieksekusi mati karena dia dijatuhi hukuman mati, dia meminta berbicara dengan seorang psikolog Kristen yang bernama Dr. James Dobson. Dalam percakapannya dia menceritakan perbuatan-perbuatannya yang begitu keji dan dia benar-benar di saat-saat terakhir menunjukkan penyesalan, tapi memang sudah terlambat karena malam atau besoknya dia akan dieksekusi. Orang yang sanggup melakukan perbuatan sekeji dia, membunuh begitu banyak orang dan menyiksa perempuan seperti itu, tapi ternyata dia sebetulnya selalu mengetahui kalau dia salah dan dia bukan dalam kegelapan sehingga tidak bisa melihat apa yang terang yang sesungguhnya dapat dilakukan, tapi memang rupanya dia mengeraskan hatinya sehingga makin hari hatinya makin keras dan makin jauh dari suara hatinya.
GS : Apakah pengakuan seperti itu yang dilakukan oleh orang yang begitu jahat bisa kita sebut sebagai suatu pertobatan, Pak Paul ?
PG : Saya percaya, memang kita tidak bisa memastikan dan hanya Tuhan yang dapat memastikan, tapi saya cenderung percaya bahwa dia memang bertobat di saat terakhir itu dan dia benar-benar menyesali perbuatannya meskipun dia sudah terlambat, tapi dia akhirnya bersedia menceritakan kenapa dia sampai begitu jahat dan sebagainya.
GS : Tapi ada orang yang sampai mati tetap mengeraskan hatinya, begitu Pak Paul.
PG : Ada juga, tapi sekali lagi kenyataan orang mengeraskan hati tidak berarti bahwa sudah tidak ada lagi hati nurani.
GS : Ada contoh di Alkitab, Pak Paul ?
PG : Saya teringat kisah Raja Daud sebelum dia menjadi raja sewaktu dia dikejar-kejar oleh Raja Saul. Pada suatu ketika Saul tanpa diketahuinya memasuki goa dimana Daud tengah bersembunyi di dalamnya, pada saat itu Daud memunyai kesempatan untuk mengakhiri hidup Saul, semua temannya juga menasehatinya untuk membunuh Saul, bagi mereka ini adalah jawaban doa, Tuhan telah menyerahkan Saul kepada Daud namun Daud menolak keinginan mereka dan juga keinginan hatinya sendiri. Daud memilih taat kepada kata hatinya atau nuraninya. Di 1 Samuel 24:6-7 dia berkata, "Dijauhkan TUHANlah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian kepada tuanku, kepada orang yang diurapi TUHAN." Menurut akal sehat dan pemikiran yang rohani sekali pun pada saat itu tampaknya tindakan yang paling baik adalah membunuh Saul, kenapa ? Saul itu raja yang lalim dan ia tidak takut kepada Tuhan lagi dan bahkan membunuh imam-imam Tuhan, dia begitu keji dan mementingkan diri dan tidak segan membunuh orang yang tidak sepaham dengan dia. Satu hal lain yang dapat dipertimbangkan adalah pada saat itu Daud dan semua orang yang bersamanya mengalami banyak derita akibat kejaran Saul. Singkat kata membunuh Saul bukan saja akan menghentikan derita mereka, tapi juga akan dapat menghentikan langkah raja yang tidak takut Tuhan dan menggantikannya dengan seorang raja yang takut Tuhan yakni Daud. Yang menarik untuk diperhatikan adalah pada awalnya Daud ingin membunuh Saul, kita harus ingat bahwa Daud itu ingin membunuh Saul, itu sebabnya ia tidak menolak nasehat teman-temannya untuk membunuh Saul dan sudah sempat menghampiri Saul dari belakang dan dia benar-benar sudah berjalan menghampiri Saul, namun di titik genting itu Daud memutuskan untuk tidak membunuh Saul. Apakah yang membuat Daud berubah pikiran ? Firman Tuhan menjelaskan di 1 Samuel 24:6, “Kemudian berdebar-debarlah hati Daud, karena ia telah memotong punca(jubah) Saul". Dengan kata lain, kata hati Daud melarang Daud mewujudkan keinginan hatinya, keinginan hatinya jelas dia mau membunuh Saul tapi berdebar-debar hatinya, rupanya nurani itu bersuara sangat keras jadi akhirnya kata hati melarang Daud mewujudkan keinginan hati. Daud menjelaskan alasannya yakni sebab Saul adalah orang yang diurapi Tuhan.
GS : Sebenarnya untuk bisa seperti Daud yang walaupun punya keinginan untuk membunuh tapi masih mendengarkan kata hatinya, ini merupakan bagian yang sulit untuk kita alami sehari-hari karena kita lebih sering menggunakan akal kita daripada mendengarkan kata hati itu sendiri.
PG : Dan kita lihat ini yang terjadi pada Raja Saul. Kita ingat bahwa awalnya Raja Saul adalah orang yang takut Tuhan, pada awalnya, kemudian menang perang terus dan dia mulai lupa dan dia mulai melakukan perbuatan yang melawan Tuhan. Waktu misalkan dia akhirnya iri hati kepada Daud dan dia ingin membunuh Daud, sebenarnya ada saat-saat dimana dia tidak jadi dan dia sadar, dia salah sewaktu dia diperingatkan oleh Yonatan, waktu Daud juga memeringati dia, dia sadar tapi dia balik lagi. Jadi saya memang mengerti bahwa tidak mudah menuruti kata hati sebab dalam kasus Saul ini, bagi dia ini ancaman besar bahwa posisinya akan diambil dan dia mengeraskan hati, dia tetap mengejar Daud dan mau membunuhnya, jadi kita senantiasa harus berhadapan dengan pergumulan ini sebab nurani itu menyuruh kita melakukan sesuatu yang sangat mulia dan seringkali harganya mahal dan kita tidak mau membayar harga itu sebab kita mau melakukan hal-hal yang justru menguntungkan diri kita.
GS : Apalagi dengan pertimbangan teman-temannya atau orang-orang dekatnya yang mendukung Daud untuk membunuh Raja Saul itu, sebenarnya ada cukup alasan bagi Daud seandainya dia hanya mendengarkan kata teman-temannya atau mendengarkan pikirannya sendiri.
PG : Dan saat itu kalau misalnya Daud menuruti keinginan hati dan nasehat teman-temannya membunuh Saul, tidak ada satu manusia pun yang akan menyalahkan dia sebab jelas-jelas Saul adalah raja yang memang lalim dan sedang mengejar-ngejar Daud yang tidak ada salahnya di sini. Kita bisa melihat dalam hal ini peran kata hati atau nurani dalam menyampaikan kehendak Tuhan kepada manusia, sewaktu semua orang berkata “ya" termasuk pemikiran Daud sendiri, nurani Daud mengatakan “tidak". Nurani Daud mengatakan sesuatu yang berkebalikan dari apa yang dikatakan pemikiran Daud dan Daud menaatinya. Jadi di saat kritis itu, Daud dapat membedakan kehendak Tuhan yang mulia dari pikiran manusia yang baik, sekali lagi saya tidak mengatakan pikiran teman-temannya dan Daud ingin mengakhiri hidup Saul adalah pikiran yang salah, tidak, itu adalah pikiran yang baik tapi di titik itu Tuhan menunjukkan kehendak-Nya dan kehendak Tuhan bukan saja baik tapi mulia, membunuh Saul adalah tindakan yang baik karena menghentikan kejahatannya, tapi membiarkan dia hidup merupakan sebuah tindakan yang mulia dan Daud memilih melakukan yang mulia.
GS : Katakan Daud tidak mendengarkan kata hatinya mungkin akan membawa penyesalan di dalam kehidupannya untuk masa-masa yang akan datang ?
PG : Saya kira demikian karena dia akan selalu ingat bahwa nuraninya atau suara Tuhan sudah mengatakan kepada dia, “Jangan, dia orang yang Tuhan urapi" jadi artinya biar nanti Tuhan yang akan berhadapan dengan Saul. Jadi di sini kita melihat bahwa sungguh-sungguh nurani adalah tuntunan yang dititipkan Allah kepada manusia agar dia dapat hidup sesuai dengan kehendak Allah yang mulia, namun nurani juga menerima sumbangsih dari nilai-nilai yang berasal dari lingkungan seperti keluarga, teman, guru dan budaya dan kadang keduanya tidak sehati bertabrakan, jadi tidak selalu apa yang diajarkan, ditanamkan oleh lingkungan sama dengan nurani yang kita katakan, tapi seperti dapat kita lihat pada diri Daud, di saat itu nuraninya mengatakan kepada Daud, “Jangan ikuti suara lingkungan atau teman-temanmu" gara-gara itulah Daud berhasil melakukan hal yang bukan saja baik, tapi yang sungguh-sungguh mulia.
GS : Ini hal yang sukar untuk seseorang mengetahui, ini sebenarnya suara hati atau kata hati, ini memang dari Tuhan asalnya atau dari setan. Itu yang kadang membuat orang ragu-ragu karena sama-sama kerasnya.
PG : Betul. Jadi kalau kita tempatkan diri kita pada posisi Daud saat itu saya kira di detik-detik awal Daud memang terkecoh dan dia sungguh-sungguh beranggapan nasehat temannya dan pemikirannya sendiri adalah yang sesuai dengan kehendak Tuhan, raja ini lalim jahat mau membunuh dia dan ini kesempatan dia mengakhiri hidup Saul supaya mereka dapat hidup dalam keadaan yang lebih tentram. Jadi bagaimana caranya membedakan keduanya nurani yang berasal dari Tuhan atau yang berasal dari lingkungan. Jawabannya adalah kita tidak perlu membedakannya. Nurani yang berasal dari Tuhan tidak pernah bungkam ketika ia melihat bahwa tuntutan nilai moral dari lingkungan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan maka ia akan bersuara, masalahnya adalah tidak selalu kita mendengarkannya. Jika kita mendengarkannya maka kita akan lebih sering dan lebih jelas mendengarkan.
GS : Ini seringkali di dalam batin kita dan diri kita itu ada semacam pertentangan yang tadi Pak Paul uraikan, sehingga kita sendiri bingung untuk memutuskannya, itu seperti dialog yang terjadi di dalam diri kita dan terus- menerus berulang dan kita sulit untuk memutuskan mana yang mau dituruti.
PG : Jadi kita selalu akan memihak kepada yang mulia, yang luhur, yang sulit untuk kita lakukan, namun kita tahu itu yang terbaik. Sekali lagi sebetulnya sewaktu kita berkata, “Sungguh sulit, suara ini dari mana dan saya harus ikuti yang mana?" Sebetulnya kita tahu bahwa yang mana yang benar dan mana yang dari Tuhan. Saya berikan contoh yang mungkin pernah saya ceritakan sebelumnya, saya dulu bekerja di sebuah kantor sebagai ‘sosial worker’, pada suatu hari saya melihat teman kerja saya berjalan tertatih-tatih, kemudian saya tanya dia dan dia cerita, “Tidak tahu kenapa lutut saya sakit, jadi untuk jalan sakit" dan kemudian dia duduk kembali dan saya melanjutkan pekerjaan saya, tiba-tiba ada suara dalam hati saya berkata, “Doakan dia". Saat itu saya sedang bekerja dan saya saat itu bukan bekerja di gereja, tapi saya bekerja di sebuah departemen yang mengurusi anak-anak yang dianiaya, saya jadinya enggan dan malu ke tempat dia dan menawarkan untuk memberikan bantuan doa kepada dia. Suara itu tetap berkata, “Doakan dia, maka dia akan melihat kemuliaan Tuhan". Teman saya dan saya pernah ngobrol dan dia pernah bercerita bahwa dulu sekali dia seorang Kristen dan sudah tidak lagi memerhatikan hal-hal yang rohani. Jadi waktu suara itu berkata, “Doakan dia maka dia akan melihat kemuliaan Tuhan" sebetulnya saya tahu ini suara Tuhan tapi saya tidak mau. Jadi waktu saya tidak mau saya bertanya, “Apakah benar ini suara Tuhan ?" Sebenarnya itu pertanyan yang tidak perlu, karena saya tahu ini adalah suara dari Tuhan, jadinya begitu susah tapi begitu murni. Karena suara ini tidak berhenti meminta saya berdoa untuk dia, akhirnya saya seolah-olah membuat persyaratan kepada Tuhan, “Nanti saya akan ke toilet dan kalau saya nanti ke toilet dan bertemu dengan dia di toilet, maka saya akan berdoa buat dia". Setelah beberapa lama saya ke toilet dan setelah saya selesai dan saya ingin keluar, tiba-tiba pintu toilet terbuka dan dia masuk dan di toilet tidak ada orang lain, dan di Amerika toiletnya besar-besar, saya kaget dan saat itu saya tahu pilihan saya hanya dua, saya menaati suara Tuhan dan saya tahu ini suara Tuhan atau tidak, hanya itu pilihan saya. Puji Tuhan saya menaati suara Tuhan, jadi saya ngobrol-ngobrol dengan dia tentang kakinya setelah itu saya bertanya,“Boleh tidak saya mendoakan kamu ?" Dia jawab, “Boleh". Dia mungkin berpikir saya akan mendoakan dia kapan-kapan di rumah atau apa, tapi saya langsung berlutut dan saya langsung menumpangkan tangan saya pada lututnya dan saya berdoa, setelah itu kami keluar dari toilet, beberapa hari kemudian ketika saya sedang bekerja, dia tiba-tiba menghampiri meja saya dan berkata, “Paul, saya tidak tahu apa yang membuat saya sembuh, doa kamu atau kebetulan, tapi saya hanya mau katakan kepada kamu setelah kamu berdoa buat saya, kaki saya sembuh". Saat itu suara itu kembali muncul dan berkata, “Dia melihat kemuliaan Tuhan". Jadi kita sebetulnya tidak perlu belajar bagaimana membedakannya, sebetulnya kita tahu tapi kita seringkali tidak mau tahu karena suara hati itu menyuruh kita melakukan hal-hal yang terlalu sulit bagi kita dan terlalu mulia dan terlalu baik; kita seringkali tidak mau melakukan hal-hal yang terlalu baik itu.
GS : Memang di situ sangat dibutuhkan adanya kerendahan hati dan kedisiplinan untuk tunduk dan mau melaksanakan apa yang Tuhan bisikkan kepada kita, Pak Paul.
PG : Betul. Seperti Daud dia berdisiplin diri mendengarkan nurani yang berasal dari Tuhan itu sebab dia selalu peka mendengar kata hatinya, sehingga sewaktu dia jatuh ke dalam dosa bersama Batsyeba dia merana luar biasa kendati dia tidak mengakuinya secara terbuka karena takut. Di dalam Mazmur 51:5,10 ia menceritakan pergolakan yang dialaminya, “Aku senantiasa bergumul dengan dosaku. Biarlah tulang yang Kauremukkan bersorak-sorak kembali!" Jadi selama berbulan-bulan Daud menyembunyikan dosanya, tampaknya dia menderita secara batiniah akibat teguran keras yang diterimanya dari Tuhan lewat nuraninya. Jawaban terhadap pertanyaan tadi, “Apakah kita bisa menghilangkan nurani atau tidak?" sebetulnya kita tidak bisa menghilangkan nurani. Tuntunan Tuhan akan selalu bersuara namun memang benar kita dapat menenggelamkan suara nurani dengan suara keinginan hati dan nilai-nilai dari lingkungan, makin keras kita menyuarakan keinginan hati dan nilai-nilai dari lingkungan maka makin sulit kita mendengar suara kata hati. Itulah yang sesungguhnya terjadi dan itulah yang menyebabkan adakalanya kita sanggup melakukan perbuatan yang sangat buruk.
GS : Seperti kita mendengarkan orang lain yang berbicara kepada kita, kalau hanya kita berdua yang berbicara mungkin itu cukup jelas, tapi begitu ada banyak suara di sekeliling kita dan kita memberikan perhatian kepada suara-suara itu maka pesan yang disampaikan itu tidak bisa diterima dengan baik.
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Jadi bukannya suara itu tidak lagi bersuara tapi karena banyak suara lain jadi akhirnya kita bisa terkecohkan.
GS : Dan suara yang asli ini tenggelam dengan kebisingan yang ada di sekeliling kita itu, Pak Paul.
PG : Betul sekali.
GS : Apakah ada firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan ?
PG : Amsal 4:23 mengingatkan, “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." Dalam budaya Israel jantung atau ‘heart’ adalah pusat kehidupan manusia, Tuhan menghendaki kita untuk menjaganya baik-baik sebab dari situlah memancar kehidupan. Kita menjaga hati dengan cara menaati kata hati. Jadi Amsal 4:23 mengingatkan kita harus menjaga hati dengan segala kewaspadaan, makin sering kita menaatinya maka makin jelas kita mendengar suaranya, kita menjaga hati dengan cara mengecilkan keinginan hati artinya makin rela kita mengecilkan keinginan hati maka makin jelas terdengar kata hati.
GS : Kita percaya bahwa masih banyak orang yang mendengarkan kata hati namun ini perlu dilatih terus-menerus, diasah ketajaman untuk mendengarkan kata hati supaya kehidupan di sekeliling kita bertambah baik.
PG : Benar sekali, Pak Gunawan.
GS : Terima kasih sekali Pak Paul untuk perbincangan kali ini dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang “Nurani : Terhilang atau Tercemar ?" . Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami melalui surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.