Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, kali ini saya bersama penginjil Sindunata Kurniawan M.K., beliau adalah konselor keluarga, kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang "Pengaruh Ibu Pada Anak". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, pengaruh seorang ibu memang cukup besar dan saya rasa kita semua punya pengalaman itu. Tapi seberapa besar dan apa dampaknya bagi kita, itu yang akan kita perbincangkan. Hal apa yang ingin Pak Paul kemukakan dalam hal ini ?
PG : Begini, saya mengamati bahwa ternyata ada tokoh-tokoh yang dipakai Tuhan di dalam dunia ini yang sebetulnya benar-benar berhutang hampir 100% hidup dan sumbangsihnya pada ibu mereka, karena ibu mereka yang menjadi motor, pendoa dan pendorong bagi hidup mereka. Misalnya John Wesley adalah seorang pendiri gereja Methodist dan gereja Wesleyan, dia adalah orang yang menerima banyak dorongan dari ibunya, Susanna dan kita tahu John Wesley memunyai seorang kakak atau adik yang bernama Charles Wesley yang menjadi penulis banyak sekali lagu-lagu rohani, dia juga adalah buah dari pelayanan ibunya sendiri. Yang lain adalah Agustinus seorang bapak gereja yang dipakai Tuhan untuk memengaruhi pemikiran Kristiani, beliau adalah buah doa dan pelayanan ibunya Monica. Dan kita tahu Hudson Taylor seorang hamba Tuhan dari Inggris yang dipakai Tuhan di Tiongkok, dia juga adalah orang yang dekat dengan ibunya dan waktu dia melayani di sana, dia kerap menulis surat membagikan pergumulan hidup dan pelayanan kepada ibunya. Jadi bisa kita simpulkan bahwa peran ibu dalam pembentukan diri anak sungguhlah besar.
SK : Melihat begitu besarnya peranan ibu bagi anak, menurut Pak Paul apa saja peran-peran ibu bagi pembentukan diri anak ?
PG : Ada beberapa Pak Sindu, yang pertama adalah peran sebagai pengasuh. Sejak anak lahir sampai anak berusia remaja, ibu berperan sebagai pengasuh dalam pengertian dia memerhatikan dan memenuhi kebutuhan anak. Tanpa asuhan, anak tidak dapat bertumbuh secara sehat. Jadi pada masa ini terutama pada masa anak-anak kecil, ibu berfungsi untuk mencukupi kebutuhan anak dan melindunginya dari bahaya sekecil apa pun. Itu sebabnya ibulah yang akan berkata, "Jangan main di sana, jangan main dengan api" jadi benar-benar peranan ibu sebagai pengasuh yang melindungi dan mencukupi kebutuhan anak sangatlah besar.
SK : Kalau sebagai pengasuh melindungi tapi satu sisi bukankah mungkin ada batasan. Kadang kita mendengar bahwa seorang ibu bisa menjadi terlalu melindungi anak, jadi justru malah bukan mengembangkan anak.
PG : Saya kira ini memang ekses yang kadang terjadi yaitu ada ibu-ibu yang karena cemas, karena sayang pada anak akhirnya terlalu melindungi anak. Maka saya kira sebagai ibu kita harus bijaksana dalam melindungi anak. Jangan sampai akhirnya menjauhkan anak dari tantangan hidup dan bahwa adakalanya kita hanya perlu memonitor dari jauh dan membiarkan dia untuk sedikit banyak mengambil resiko dalam hidup ini, meskipun ada resiko mungkin dia jatuh dan sebagainya tapi dari pada kita selalu melindunginya sehingga tidak pernah mengalami sedikitpun masalah maka lebih baik kita memberikan ruangan pada anak untuk bereksperimen.
GS : Seringkali Pak Paul, peran pengasuh ini terkendala oleh sibuknya ibu. Kita tahu banyak ibu yang harus berkarier di luar rumah sehingga peran pengasuhan ini tidak bisa ditangani sendiri dan diserahkan kepada yang memang betul-betul pengasuh, ada yang profesional atau hanya sekadar saja atau diserahkan kepada orang tuanya, jadi nenek atau kakek anak ini. Itu bagaimana pengaruhnya, Pak Paul ?
PG : Saya secara pribadi berpendapat sedapat-dapatnya ibulah yang mengasuh anak, tapi saya juga mengerti bahwa adakalanya hal ini tidak dimungkinkan misalnya ada ibu yang harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarganya juga. Atau ada ibu yang lebih baik bekerja daripada diam di rumah sepanjang hari karena dia tidak merasakan itulah panggilannya atau dia benar-benar menjadi seorang ibu yang tidak sabar dan cepat marah di rumah, dia lebih menikmati untuk bekerja. Dalam kondisi yang khusus seperti itu, saya pribadi akan berkata, "Baiklah dibuatkanlah pengaturan sehingga si ibu bisa tetap bekerja di luar namun ketika ibu kembali di rumah dia harus memberikan waktu sebanyak-banyaknya kepada anak, supaya relasi antara ibu dan anak tetap bisa terjalin.
SK : Kalau demikian adakah peran lain yang ibu bisa berikan bagi pembentukan diri anak ?
PG : Yang kedua adalah sebagai penyedia kestabilan, kehadiran ibu dalam hidup anak dan petunjuk serta bentukan yang diberikannya kepada anak hari lepas hari menyediakan sebuah ruang yang pasti dan aman bagi anak. Jadi anak perlu tahu bahwa ibu selalu berada disampingnya dan ibu akan memberikan apa yang dibutuhkannya, figur yang sama dan perlakuan yang relatif sama akan memberi rasa kestabilan pada anak bahkan saya berikan contoh yang lebih ekstrem meskipun ibunya sedikit bawel, tapi itu adalah figur yang konstan, figur yang ada di rumah yang dia kenal dan itu adalah figur yang sama besok, kemarin dan hari-hari mendatang. Jadi anak perlu mendapatkan kepastian bahwa ada mama di rumah yang akan selalu mendampinginya, ini akan sangat penting di dalam pertumbuhan jiwa anak, kestabilan ini. Bandingkan kalau misalnya tidak ada ibunya atau ibunya kadang-kadang pergi tidak pulang, atau rumah tangganya sarat dengan konflik sehingga kadang-kadang ibu kabur tidak mau di rumah. Bayangkan kalau ini terjadi, kestabilan dalam jiwa anak itu juga terganggu.
SK : Saya jadi lebih memahami, itulah mengapa rata-rata anak TK atau SD kalau pulang merasa aman dan nyaman kalau bisa ketemu mamanya ada di rumah.
PG : Betul. Karena inilah simbol kepermanenan, simbol kestabilan bahwa ia pulang menjumpai mama di rumah. Jadi benar-benar ini memberikan rasa aman dan stabil pada anak.
GS : Ini tentu terkait dengan pola pengasuh, kalau ibu tidak punya waktu untuk mengasuh anaknya, otomatis dia tidak bisa menjadi penyedia kestabilan.
PG : Misalnya dia harus bekerja dan mewakilkan kepada orang tua atau pengasuh yang lain maka sudah tentu akan terkurangi kedekatannya dengan anak. Namun dia masih bisa menyediakan kestabilan itu kalau dia pulang ke rumah dari bekerja, dia benar-benar memberi waktunya sepenuhnya kepada anak, bisa dia misalnya masak bagi anak, bisa misalnya mengajarkan PR anaknya atau bicara dengan anak, bermain dengan anak. Itu menjadi kestabilan yang dinantikan oleh anak setiap malam ketika ibunya pulang. Jadi sekali lagi penyedia kestabilan ini adalah hal yang penting didalam pertumbuhan jiwa anak.
GS : Kestabilan itu juga diperoleh bahwa ibu itu berkata-kata secara konsisten.
PG : Betul, misalnya anak ini nakal dan ibunya akan menegur. Jadi hal-hal seperti itulah yang diperlukan oleh anak. Misalnya kata-kata, "Jangan lupa minum susu, jangan lupa gosok gigi". Ini adalah hal-hal yang tidak biasa dilakukan oleh bapak karena bapak tidak terlibat dalam hal-hal yang seperti itu di rumah. Siapa yang melakukan ? Ibu. Itu yang diperlukan oleh anak yang mengatakan, "Jangan lupa mandi, jangan lupa pakai piyama, sudah kerjakan PR belum ?" Hal yang didengar oleh anak hari lepas hari yang mungkin anak juga tidak suka karena dia merasa mamanya bawel, tapi ini yang diperlukan oleh anak yaitu kestabilan yang sama hari lepas hari.
GS : Saya rasa ibu perlu menyediakan waktu untuk mendengar keluhan anak, biasanya setelah ditinggal sekian lama, anak banyak sekali keluhannya.
PG : Betul sekali dan dimulainya bukan dengan keluhan. Misalnya waktu anak di rumah dengan ibunya, ibu bercengkrama, bertanya, ngobrol tentang apa yang terjadi di sekolah, hal-hal yang menyenangkan dan sebagainya. Kalau itu sudah terjalin nanti sewaktu anak mengalami masalah barulah anak akan bercerita kepada ibunya. Jadi kalau kita balik situasinya, ibu tidak memberikan waktu itu kepada anak untuk bercengkerama, ngobrol, untuk bertanya bagaimana di sekolah dan sebagainya, tidak ada hal seperti itu maka waktu anak mengalami masalah di sekolah apa yang dia ingin sampaikan kepada ibunya, dia tidak berani sampaikan karena tidak ada wadah seperti itu sebelumnya. Jadi penting ibu menyediakan wadah bercengkerama kepada anak sehingga nantinya kalau anak mengalami masalah di sekolah atau pergaulan maka dia akan berani untuk menyampaikan kepada ibunya.
SK : Adakah peran yang lain, Pak Paul, untuk menunjukkan bahwa ibu punya peran penting dalam pembentukan diri anak ?
PG : Yang ketiga adalah ibu berperan sebagai perekat. Tidak bisa diangkal ibu berfungsi sebagai perekat antara anak dan ayah, serta anak dan saudara-saudaranya. Tidak heran setelah ibu tiada misalnya ibu sudah meninggal, tali perekat cenderung mengendor atau bahkan malah menghilang. Jadi singkat kata, ibu berperan menyatukan keluarga sehingga anak merasakan bahwa ia adalah bagian dari keluarga dan bertanggungjawab atas satu sama lain. Mungkin Pak Sindu dan Pak Gunawan bisa ingat-ingat keluarga sewaktu ibunya masih ada sering berkumpul setahun sekali dan sebagainya, ngobrol sama-sama, tapi setelah ibunya tidak ada tercerai berai. Kita bisa melihat dalam banyak keluarga ibu berfungsi sebagai perekat keluarga.
GS : Memang itu terasa ketika anak-anak sudah dewasa, semua sudah keluar rumah tapi ketika mereka masih kecil peran perekat itu nampak di mana, Pak Paul ?
PG : Misalnya anak marah kepada papa, biasanya mama yang akan bicara dengan si anak, "Kamu jangan seperti itu dengan papamu, papamu sayang kepadamu" atau si papa kesal dengan si anak dan bicara sedikit kasar, biasanya si mama yang akan berkata "Pa, jangan bicara seperti itu kepada anak, dia itu terluka, dia masih kecil" atau si adik berkelahi dengan si kakak, mama yang berkata, "Kamu jangan berkelahi, kamu harus saling memaafkan" atau masing-masing memertahankan pendapat atau mainannya tidak mau dibagi atau dipinjamkan, maka mamalah yang akan berkata, "Kamu harus pinjamkan". Jadi dalam banyak hal secara tidak sadar sebenarnya ibu berfungsi sebagai perekat keluarga, dialah yang menyatukan semuanya. Misalnya bukankah yang lebih sering mengusulkan, "Mari kita pergi ke sana, mari kita bersaat teduh bersama, mari adakan mezbah keluarga" kebanyakan adalah ibu. Waktu ibu melihat anak ke sana, bapak ke sana, yang merasa khawatir atau terpanggil untuk mengumpulkan kembali adalah si ibu. Jadi kita melihat peranan si ibu yang sentral sebagai perekat keluarga.
SK : Energi apa Pak Paul, sehingga ibu punya daya rekat, daya pemersatu, daya pendamai, daya mengakrabkan. Kenapa ibu bisa memunyai keistimewaan itu dari pada ayah ?
PG : Saya bisa berkata mungkin karena Tuhan memberikan karunia itu kepada ibu karena secara alamiah Tuhan memberikan insting keibuan kepada perempuan sehingga insting keibuan yang memang mau menyatukan, mengayomi, membawa semuanya berkumpul bersama dan bukan tercerai berai. Saya kira itu jauh lebih kuat ada pada diri seorang wanita.
GS : Kalau kita lihat dalam kehidupan ayam, yang biasa mengumpulkan anak ayam itu adalah induknya dan bukan jagonya. Mungkin nalurinya sudah begitu, yaitu naluri keibuan.
PG : Kita lihat juga anjing waktu melahirkan, si induklah yang akan mengambil atau mengangkat anak-anak anjing untuk berderetan bisa diberikan susu.
GS : Sebenarnya langkah-langkah apa yang bisa dilakukan ibu untuk merekatkan keluarganya, Pak Paul ?
PG : Saya kira ibu harus mendoakan keluarganya supaya akur, rukun, rekat satu dengan yang lain, secara konkretnya ibu harus dekat baik dengan ayah atau dengan anak-anak sehingga nanti kalau ada apa-apa ibulah yang bisa mendamaikan mereka kembali. Ibu bisa menjadi pendengar bagi suami dan anak-anaknya sehingga kalau ada keluhan-keluhan yang bisa nantinya dibereskan maka ibulah yang nanti membereskannya pula.
GS : Jadi harus bersikap netral dan tidak memihak kepada salah satunya, kalau memihak maka kita bisa melihat contoh di Alkitab dimana saudaranya saling bertengkar.
PG : Betul. Kalau bisa ibu menjaga kenetralannya sehingga dia bisa berdekatan dengan semuanya dan merekatkan semuanya.
SK : Adakah peranan yang lain lagi, Pak Paul ?
PG : Yang keempat adalah ibu menjadi perlambangan dan perpanjangan kasih karunia Allah. Kendati ibu itu bisa marah namun satu hal yang diketahui oleh anak adalah bahwa ibu tidak akan menolaknya. Jadi jarang ada ibu yang menolak anak, ibu selalu menerima dan mengampuni, ibu senantiasa memercayai dan memberi kesempatan kembali kepada anak. Ini yang sering kita lihat kalau ada apa-apa ayah mungkin sudah kesal dan berkata, "Saya tidak mau tahu lagi" tapi siapa yang akan berkata, "Jangan seperti itu, kita dengan anak harus tetap membuka pintu, kita harus mengampuni dia, jangan sampai anak tersingkir dari keluarga kita". Siapa yang juga akan berkata, "Iya nak, saya ampuni kamu dan jangan berbuat lagi". Siapa juga yang sering mendapat kritikan, "Kamu ini terlalu lembek, kamu ini tidak tegas" semuanya ibu. Tanpa ibu sadari sebetulnya ibu menjadi perlambangan dan perpanjangan kasih karunia Allah yaitu penuh dengan anugerah, dan lewat kasih sayang ibu akhirnya anak mengerti apa yang dimaksud dengan kasih karunia atau anugerah Tuhan.
GS : Memang lewat ibu biasanya anak bisa memahami karakter Tuhan.
PG : Benar. Saya kira ini yang lebih kuat dibandingkan dengan ayah sebab kita pria tidak sesabar ibu dan kita bisa marah dan kadang-kadang kata-kata kita bisa menyakitkan, tapi kalau ibu biasanya kalau pun dia marah hanya sejenak dan dia akan membaik kembali, seperti apa pun anaknya, sebesar apa pun pelanggaran yang dilakukan oleh anak pada akhirnya dia akan berkata, "Saya ampuni, jangan ke mana-mana".
GS : Kalau sampai ibu tidak bisa berperan seperti yang kita harapkan seperti tadi, tentu akan membawa dampak yang buruk bagi anak atau anak-anaknya, kira-kira dampak apa yang terjadi kalau seorang ibu tidak melakukan perannya sebagai ibu yang baik, Pak Paul ?
PG : Yang pertama kalau anak tidak menerima kasih ibu secara cukup, anak bertumbuh besar tanpa diri yang kokoh. Apa ciri-cirinya ? Dia cenderung gamang dan tidak memiliki penghargaan diri yang kuat, jadi tampaknya kasih dan penerimaan ibu kepada anak berpengaruh lebih besar daripada kasih dan penerimaan ayah kepada anak. Tanpa kasih ibu yang cukup anak mengembangkan keraguan dalam dirinya dan mencari-cari kasih dan figur pengasuh dalam hidupnya.
SK : Tentang keraguan pada diri, mencari kasih dan figur pengasuh itu seperti apa wujudnya, Pak Paul ?
PG : Karena anak tidak menerima kasih sayang ibu secara cukup maka seringkali dia merasakan dirinya ada yang tidak benar dan ada yang kurang. Ada yang perlu ditambal. Jadi dia tidak keluar dari rumah, masuk ke sekolah dengan sebuah penerimaan bahwa dirinya itu baik. Jadi karena dia merasa ada yang tidak benar dengan dirinya maka dia selalu membutuhkan orang untuk mengatakan bahwa dia baik-baik saja. Itu yang saya maksud dengan dia selalu mencari-cari penerimaan dari luar terhadap dirinya. Saya melihat ada orang yang dibesarkan oleh ayah ibu dimana ayahnya tidak begitu berfungsi tapi ibunya berfungsi. Sehingga meskipun ayahnya sering keluar tidak bertanggungjawab, tapi ibu terus mengayomi anak, dekat dengan anak, memberikan kasih sayang kepada anak maka anak-anak akan bertumbuh besar relatif dirinya kuat. Tapi meskipun misalnya seolah-olah keluarga itu baik namun si ibu tidak bisa berelasi dengan anak dan jauh dengan anak, maka saya lihat si anak tidak kuat, selalu mencari-cari penerimaan dari luar. Jadi saya tidak berkata, ayah tidak berperan dan peran ayah tidak penting, tidak seperti itu. Tapi saya harus akui dibandingkan dengan si ayah, peranan ibu memang jauh lebih penting terutama dalam hal ini yaitu membangun sebuah diri yang kokoh dan aman.
GS : Selain hal itu apakah ada dampak negatif yang lain, Pak Paul ?
PG : Jika anak tidak mengalami kasih ibu yang tanpa kondisi, artinya si ibu mungkin saja mengasihi tapi menuntut anak harus seperti ini dan seperti itu, kalau tidak dimarahi. Maka kasih sayang ibu menjadi kasih sayang yang berkondisi dan bukan kasih sayang seperti anugerah yang telah kita bicarakan. Anak cenderung bertumbuh dengan sikap kritis dan tidak menerima diri apa adanya, artinya dia tidak melihat apa yang ada di dalam dirinya, melainkan apa yang tidak ada. Bukannya melihat apa yang dapat dilakukannya tapi ia malah menyoroti apa yang tidak dapat dilakukannya dan kalau pun ia dapat melakukannya ia merasa tidak dapat melakukannya dengan baik. Jadi singkat kata, dia akhirnya terus melihat kekurangan pada dirinya dan melihat orang lain punya ini dan ada ini, tapi saya tidak bisa, terus menyoroti hanya kekurangan dirinya dan biasanya ini akibat dari tidak cukupnya penerimaan ibu kepada anak dan kasih sayang yang diberikan terlalu terkait dengan kondisi.
SK : Berarti anak demikian ini rentan dengan rasa minder, rasa iri, rasa yang terus tidak pernah puas, Pak Paul.
PG : Saya kira demikian. Akhirnya dia selalu melirik kanan kiri dan mendambakan kapan dia bisa menjadi seperti orang lain karena penerimaan. Jadi kalau ibu berfungsi menjadi perpanjangan kasih karunia kepada anak, menerima diri anak apa adanya, itu akan menciptakan sebuah diri yang nyaman untuk berdamai dengan dirinya dan menerima kekurangannya. Tapi kalau ibu tidak bisa menerima anak, "Kamu harus seperti ini" tidak bisa melihat apa yang anak sudah miliki dan kerjakan, si anak juga akan menjadi seperti itu nantinya tidak bisa menerima diri, sangat kritis dan menjadi hakim yang paling kejam terhadap dirinya sendiri.
GS : Dalam hal ini kalau anak dipaksa melakukan sesuatu yang dia sendiri sebenarnya tidak suka untuk melakukannya, misalnya diikutkan les menari padahal dia tidak suka dengan les menari, apakah bisa berdampak seperti itu juga, Pak Paul ?
PG : Bisa tapi sudah tentu harus melihat porsinya misalnya bukan hanya dalam hal menari saja tapi dalam hal-hal lain si ibu misalkan tidak begitu, sudah tentu dampaknya tidak besar, tapi kalau memang ini menjadi pola si ibu menuntut anak harus begini dan harus begitu, boleh dikata merata dalam segala hal, kalau tidak mencapainya dia akan marah dan misalnya mencela si anak, terbentuklah sebuah anggapan dalam diri si anak bahwa memang dirinya tidak cukup baik untuk bisa diterima oleh orang.
SK : Adakah dampak buruk yang ketiga kalau si ibu tidak berfungsi seharusnya ?
PG : Yang ketiga kalau ia tidak mengalami kestabilan dalam keluarga akibat tidak berperannya ibu secara konsisten maka dia cenderung mengembangkan rasa tidak aman artinya dia penuh kecemasan dan ingin memastikan bahwa semuanya berjalan baik. Jadi dia berusaha mencari figur pelindung yang dapat memberikannya rasa aman, karena rasa aman bahwa sesuatu akan berjalan dengan tidak benar akan terjadi masalah, akan ada ancaman, menjadi sangat besar sekali.
SK : Apakah hal seperti ini menjelaskan tentang beberapa peristiwa dimana ada pria-pria yang memilih menikah dengan wanita yang sebenarnya secara usia seusia dengan ibunya, apakah ada hubungannya, Pak Paul ?
PG : Maksudnya ?
SK : Si wanita usianya jauh lebih tua dibandingkan dengan si pria. Jadi si pria ini usianya muda sementara selisihnya mungkin 10 tahun ke atas dengan si wanita. Apakah merupakan cerminan dari situasi seperti ini ?
PG : Bisa saja, dia merasa tidak aman dan dia merasa pria ini bisa melindungi dia meskipun beda usia terlalu jauh dan tidak dilihat lagi, yang dilihat dia bisa menyediakan kebutuhannya akan rasa aman, sangat mungkin sekali, Pak Sindu.
SK : Maksudnya wanita yang usianya lebih tua itu dianggap bisa menjadi figur pelindung bagi si pria yang muda ini, Pak Paul ?
PG : Iya bisa jadi. Jadi anak ini karena dia merasa dirinya tidak aman dan dia memerlukan seorang pengasuh yang bisa memberikan kepadanya rasa aman, karena dari rumahnya itulah yang tidak didapatkannya.
GS : Jadi sebenarnya hal terpenting apa yang harus dilakukan oleh seorang ibu terhadap anaknya, Pak Paul ?
PG : Saya membacakan dari Amsal 31:28, "Anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia". Jadi kita melihat peranan ibu yang begitu penting dalam kehidupan anak yaitu benar-benar menjadi tiang dalam keluarga, menjadi penyatu, fondasi dalam keluarga. Hasilnya adalah anak-anaknya akan bisa bangun, tumbuh menjadi anak yang kuat dan tidak bisa tidak, suaminya akan memuji dia sebagai orang yang bijaksana dan telah benar-benar berperan sangat besar dalam keluarganya. Kenapa dikatakan suaminya memuji dia, karena memang si suami tahu dia tidak bisa melakukannya tanpa si ibu dan sebetulnya rumah menjadi begini gara-gara si ibu.
GS : Jadi memang panggilan atau tugas seorang ibu ini tidak mudah namun mulia, besar sekali pengaruhnya pada generasi penerus dan ini yang perlu kita terus sampaikan kepada para pendengar dan untuk diri kita sendiri untuk menghormati ibu yang sudah begitu susah payah membesarkan kita.
PG : Benar.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Pengaruh Ibu Pada Anak". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.