Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santosa dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar di bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini, kami akan beri judul "Yang Menyakitkan Anak", kami percaya acara ini pasti sangat bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Pak Paul, kalau kita melihat cara orang tua atau cara kita mendidik anak-anak, bergaul 'kan bermacam-macam. Tetapi secara umum bisa digolong-golongkan atau bagaimana Pak Paul?
PG : Secara umum kita dapat bagi dalam 3 golongan Pak Gunawan, yang kita sebut otoriter. Jadi ada orang tua yang memang sangat memaksakan kehendaknya, apa yang dikatakannya menjadi hukum bag si anak atau bagi rumah tangga itu.
Jadi anak-anak tidak mempunyai kebebasan untuk berargumentasi atau membela diri atau mencoba untuk melakukan kehendaknya, terpisah dengan apa yang diinginkan oleh orang tua.
GS : Itu beda dengan orang tua yang menegakkan disiplin di dalam rumahnya?
PG : Beda, ada lagi orang tua yang otoritatif, otoritatis ini yang mungkin tadi Pak Gunawan sebut yaitu orang tua yang menegakkan disiplin dalam batas yang wajar, jadi bukannya otoriter, memksakan kehendak terus-menerus secara membabi buta tapi tahu kapan menegakkan disiplin, kapan tidak mundur, kapan maju, nah itulah yang kita sebut orang tua yang otoritatif.
GS : Kalau orang tua yang sering kali kita sebut orang tua itu keras, itu digolongkan yang mana Pak Paul?
PG : Kalau yang keras digolongkan otoriter, jadi orang tua yang tidak bisa menerima pendapat anak atau kehendak anak, jadi yang dipikirkan, yang diinginkan adalah yang harus terjadi dalam ruah tangganya.
GS : Biasanya yang otoriter dan otoritatif itu pria, jadi papa atau ayahnya.
PG : Ya sering kali pria, tapi ada juga yang wanita, ibu-ibu. Nah, kelompok yang ketiga yang kita sebut kelompok permisif Pak Gunawan, jadi orang-orang ini terlalu membiarkan anak, membolehkn anak, mengizinkan anak berbuat semaunya.
Nah, saya kira masing-masing dari metode atau gaya orang tua membesarkan anak ini akan berdampak pada anak-anak.
GS : Tapi dari masing-masing gaya biasanya mereka mempunyai alasan-alasan sendiri Pak Paul, biasanya yang otoriter itu juga orang tua yang mungkin dulunya juga diperlakukan begitu oleh orang tuanya.
PG : Bisa jadi, dan meskipun pada saat mereka kanak-kanak mereka tertekan, tapi akhirnya mereka yakini itu cara yang baik sebab mereka melihat hasilnya yaitu diri mereka baik-baik saja. Tapimasing-masing mempunyai dampaknya Pak Gunawan dan ini yang perlu disadari oleh orang tua.
Orang ua yang terlalu otoriter membuat anak terpasung, artinya tidak memikili kebebasan atau kesulitan untuk mengekspresikan dirinya apa adanya, sehingga anak-anak ini tidak bisa bebas menjadi diri apa adanya takut sekali di depan orang tuanya. Nah, bahayanya adalah kalau di luar orang tua anak ini bisa berubah liar atau mempunyai sifat dualisme, di depan orang tua baik, penurut, di depan teman-teman atau di belakang orang tua menjadi anak yang berkebalikannya.
GS : Itu beda dengan orang tua yang terlalu melindungi anaknya Pak Paul?
PG : Lain ya, jadi ada orang tua yang memang protektif tapi tidak otoriter, tapi ada juga orang tua yang protektif terlalu melindungi anak dan otoriter tidak selalu sama. Misalkan dampak pad yang lainnya misalnya anak-anak dibesarkan di rumah yang terlalu permisif, semua diizinkan itu cenderung tidak mengenal batas, tidak bisa lagi mengendalikan dirinya sebab semua boleh.
Akibatnya ada kecenderungan anak-anak ini bertumbuh liar, syukur kalau anak ini tahu diri jadi orang tua tidak terlalu melarang, anak-anak ini menjadi baik-baik saja. Tapi misalkan ada bakat-bakat membangkang, ada pengaruh teman yang tidak baik, mengakibatkan anak ini tumbuh liar, jadi keluarga yang permisif harus berhati-hati dengan hal-hal seperti ini. Sedangkan yang otoritatif, orang tua yang tahu kapan menegakkan disiplin dan mengkombinasikannya dengan izin, membolehkan anak biasanya akan menciptakan anak yang terarahkan, anak-anak yang tahu arah hidupnya, tahu batasnya tapi juga tidak ketakutan, seperti anak-anak yang dibesarkan di rumah yang otoriter.
GS : Ada orang tua yang ketika anak pertamanya lahir dia sangat otoriter Pak Paul, tetapi kemudian lahir anak yang kedua, ketiga itu secara berdekatan. Nah, lama-lama dia tidak bisa lagi mengontrol anak-anaknya dan dia mengambil sikap yang tadi Pak Paul katakan permisif, anak-anaknya dibiarkan saja.
PG : Betul, ini adalah hal yang cukup umum terjadi Pak Gunawan, jadi adakalanya dengan anak yang pertama orang tua sangat-sangat berhati-hati, keras sekali dengan anak itu. Tapi dengan bertabahnya usia dan bertambahnya kesibukan orang tua akhirnya menjadi sangat permisif dengan anak-anak yang dibawahnya.
Nah, ini bisa menimbulkan masalah karena anak-anak yang di atas itu sudah terlanjur dibesarkan dalam suasana yang begitu keras tapi adik-adik mereka itu kebalikannya, semua diizinkan. Dan ada kecenderungan orang tua Pak Gunawan, kalau dengan anak pertama dia sangat keras, dengan anak yang kelima tidak keras meskipun nanti seharusnya karena dia tidak keras lagi dengan anak yang kelima seharusnya dengan anak yang pertama pun tidak keras, tapi yang sering kali terjadi meskipun dengan anak yang keempat, kelima misalkan tidak keras, namun dengan anak yang pertama tadi tetap keras. Jadi adakalanya gaya itu tidak mudah berubah, kalau kita sudah terlanjur menjalin hubungan orang tua yang otoriter dengan si anak. Misalnya anak yang paling besar namanya si Andi. Nah, dia akan tetap memperlakukan Andi dengan keras meskipun Andi itu sudah lebih besar, tapi dengan yang paling kecil misalnya si Buyung, memang dari dulunya agak permisif, cenderung dengan Andi dia keras, dengan Buyung dia permisif nah itu yang kadang-kadang terjadi dalam rumah tangga. Dan ini memang tidak sehat buat pertumbuhan anak-anak.
GS : Ya anak-anak sering kali bingung, tetapi orang tua itu sering kali beralasan khawatir kalau wibawanya berkurang Pak Paul, karena tadinya sudah begitu otoriter kalau dia berubah permisif terhadap si Andi dia akan merasa kehilangan wibawa di hadapan Andi itu.
PG : Bisa jadi, sebab memang sudah terpola dan dia merasakan bahwa Andi si anak sulung itu hanya respek kalau dia keras dengan si Andi. Jadi akhirnya itu terus dipertahankan sampai anak yangsulung itu besar, tapi bisa menimbulkan rasa tidak adil pada anak yang diperlakukan dengan keras itu karena mereka melihat adik-adik mereka bisa hidup dengan lebih santai.
GS : Tetapi anak yang diperlakukan permisif pun kadang-kadang juga merasa dia kurang mendapatkan perhatian dari orang tuanya Pak Paul?
PG : Betul Pak Gunawan, jadi ini yang kita akan angkat pada acara Telaga kali ini yaitu sebetulnya ada satu hal lain yang lebih menyakitkan daripada orang tua yang otoriter yaitu orang tua yng tidak mempedulikan anak.
Adakalanya meskipun tidak semua, orang tua yang terlalu permisif kepada anak bisa diinterpretasi oleh anak sebagai orang tua yang tidak mempedulikan anak. Jadi anak-anak itu memang sangat membutuhkan perhatian dari orang tua, bahwa kehadirannya itu diakui oleh si orang tua maka orang tua akan memberikan perhatian dan kepeduliannya. Orang tua yang tidak memberikan kepada anak cenderung akan menimbulkan dampak yang dalam pada si anak, jadi sekali lagi ini adalah hal yang sebetulnya lebih berbahaya atau lebih menyakitkan dari pada orang tua yang keras.
GS : Dengan perkataan lain walaupun orang tuanya keras, anak itu masih bisa merasakan kasih sayang orang tuanya itu Pak Paul.
PG : Setidak-tidaknya anak masih bisa berkata bahwa orang tua saya masih memperhatikan saya, maka dia itu keras kepada saya.
GS : Nah, yang Pak Paul katakan dengan tidak mempedulikan itu seperti apa Pak Paul?
PG : Misalnya yang pertama Pak Gunawan, anak-anak yang dibesarkan di rumah jarang diajak bicara oleh orang tuanya, jarang terjadi komunikasi antara orang tua dan anak. Orang tua sibuk dengankehidupan mereka masing-masing, anak-anak sibuk dengan kehidupan mereka dan sejak kecil orang tua jarang bercakap-cakap dengan anak.
Benar-benar dalam rumah itu hampir tidak ada jalinan, tidak ada ikatan nah ini salah satu ciri di mana anak-anak itu besar tanpa perhatian orang tua.
GS : Atau mungkin yang dipercakapkan itu hanya hal-hal yang formal atau cuma perintah-perintah atau pertanyaan-pertanyaan yang sudah rutin itu juga terjadi begitu.
PG : Saya kira demikian Pak Gunawan, jadi adakalanya orang tua tidak menyadari bahwa yang dipercakapkan di rumah adalah hal-hal yang memang tidak ada nuansa-nuansa personalnya. Jadi salah sau hal lain lagi yang bisa kita katakan inilah contoh orang tua yang kurang mempedulikan anak yaitu orang tua yang tidak menunjukkan interest terhadap apa yang anak lakukan atau anak sedang hadapi.
Jarang sekali bertanya kepada anak, apa yang sedang kamu lakukan? o......sedang membuat PR ya, o.......kamu besok ke mana, o......kamu pergi dengan siapa, o.....kamu senang atau tidak tadi nonton ini atau o....bagaimana menurut kamu setelah kamu mengalami hal ini dan itu. Jadi hal-hal yang menunjukkan interest pada kehidupan si anak, nah orang tua yang tidak menunjukkan interest sama sekali pada anak hanya misalnya yang tadi Pak Gunawan sudah sebut memerintahkan anak melakukan ini, mengerjakan tugasnya, akhirnya membuat anak berpikir orang tua memang tidak peduli dengan kami.
GS : Ya memang kadang-kadang sebagai orang tua agak kesulitan di situ Pak Paul. Kadang-kadang kita khawatir dianggap terlalu mencampuri atau ingin tahu urusan anak.
PG : Saya kira ada tempatnya kita mengerem diri, ada waktunya kita berkata jangan terlalu mencampuri, sudah biarkan. Adakalanya anak memang memerlukan tempat dan waktu untuk bergumul dengan ehidupan pribadinya terutama dia sudah mulai berusia remaja.
Tapi saya kira secara berkala orang tua tetap harus menunjukkan minatnya kepada si anak, ini juga bisa ditunjukkan dengan menghadiri acara-acara yang melibatkan si anak. Bukankah ada yang namanya mengambil rapor, hadir dalam pertemuan orang tua atau sekali waktu mengantar anak ke sekolah, atau mengantar anak ke rumah temannya, menjemput anak dari kegiatan apa, jadi orang tua juga menunjukkan kepedulian kepada anak melalui kehadirannya, bukan saja kehadiran dalam hal-hal yang berkaitan dengan si orang tua. Nah, kadang-kadang ini yang dilakukan oleh kita orang tua, kita mengajak anak karena kita ingin berekreasi, kita mengajak anak ke gereja karena kita mau satu keluarga pergi ke gereja. Tapi apa yang kita lakukan untuk si anak dalam kegiatannya, misalkan dalam acara sandiwara natal anak kita bermain, sebisanya saya kira kita luangkan waktu hadir melihat anak kita bermain sandiwara atau pertunjukkan lainnya, nah hal-hal ini menunjukkan kepedulian kita kepada si anak. Dan ini yang akan menjadi bahan buat diingat si anak, terkenang bahwa orang tua memang mempedulikannya.
GS : Tetapi juga ada anak yang tidak senang kalau orang tuanya hadir pada saat kegiatan untuk anak-anak Pak Paul, misalnya mengadakan camping di sekolah, diadakan acara camping di luar kota. Kemudian kami sebagai orang tua ingin mengunjungi, sebenarnya ingin hadir di sana tetapi anak ini mengatakan : Papa jangan hadir, nanti saya malu," dia merasa nanti masih dianggap sebagai anak-anak yang harus diperhatikan terus itu bagaimana?
PG : Betul sekali Pak Gunawan, pada usia-usia tertentu anak-anak memang sudah tidak lagi menyambut kehadiran kita. Dan biasanya ini adalah usia remaja, jadi kalau kita baru mau memulainya paa anak usia remaja sudah susah.
Anak memang sudah menutup pintu, tapi kenangan pada masa kecilnya waktu orang tua datang melihat dia bermain sandiwara dan sebagainya itu adalah kenangan yang menjadi modal dia melewati usia-usia selanjutnya. Bahwa dia selalu bisa berkata bahwa orang tua mengasihi dan mempedulikannya, karena kenangan itu ada. Dengan kata lain kalau orang tua hadir dalam bagian anak itu menunjukkan jalinan, kepedulian. Salah satu hal yang lainnya juga adalah ini Pak Gunawan, adakalanya orang tua itu bersikap masa bodoh terhadap kegagalan anak, anak salah, anak gagal, ya sudah tidak diapa-apakan. Tidak naik kelas dibiarkan, ulangan dapat 4 ya dibiarkan, tapi ada orang tua yang juga memasabodohkan anak sewaktu anak itu menunjukkan keberhasilan. Dia naik kelas sebagai juara tidak dipuji, tidak diberikan komentar apapun, dia menang juara apa juga tidak pernah diberikan apa-apa. Nah, sekali lagi semua ini hal-hal yang menunjukkan orang tua itu tidak mempedulikan anak dan ini yang akan ditangkap oleh si anak. Yang lainnya lagi yang saya bisa pikirkan misalnya, orang tua yang sama sekali tidak mendisiplin anak. Ini adalah masuk kategori orang tua yang terlalu permisif, sehingga apapun yang anak lakukan dibiarkan, tidak ada yang namanya hukuman atas kesalahan si anak. Atau kebalikannya orang tua yang terlalu keras memukul anak, sedikit-sedikit salah langsung dihukum sedangkan di luar itu tidak ada jalinan apa-apa, jadi orang tua hanya ada kontak dengan anak kalau sedang memukuli anak atau sedang menghukum anak. Nah, ini semua mengkomunikasikan satu hal kepada anak bahwa kami tidak mempedulikan kamu.
GS : Sekarang ini sering ada acara anak-anak yang dilombakan, entah itu menyanyi, entah itu pakaiannya semacam fashion show atau atraksi-atraksi, di mana orang tuanya hadir di situ. Tetapi setelah tahu bahwa anaknya ternyata tidak menjadi juara, anaknya turun dari panggung dimarah-marahi Pak Paul?
PG : Itu kadang-kadang yang terjadi dan sangat-sangat meruntuhkan kepercayaan diri anak, bukannya dorongan yang kita berikan justru amarah. Karena sekali lagi orang tua menggunakan standar, eskipun adakalanya orang tua beralasan bahwa ini untuk kebaikan si anak, tapi sekali lagi kita melihat usaha si anak, dia telah mencoba sebaik-baiknya tapi tidak menjadi juara ya sudah kita harus menerima.
(2) GS : Itu kalau sampai terjadi, mungkin bentuknya masih banyak yang bisa menyakitkan atau menunjukkan ketidakpedulian orang tua ini, tapi dampak yang serius apa Pak Paul?
PG : Dampak utamanya adalah anak merasa diri tidak berharga, kita hanya merasa berharga kalau misalkan orang mempedulikan kita. Kalau misalkan kita datang ke tempat pekerjaan kita tidak ada ang menyapa, atasan kita tidak menyapa, kita bekerja baik tidak disapa, bekerja buruk tidak diberikan komentar, kita berbuat apapun tidak ada yang memperhatikan, kesimpulan kita hanya satu kita tidak berharga dan perasaan tidak berharga itu perasaan yang sangat-sangat menyakitkan.
Tadi awalnya saya katakan yang menyakitkan hati anak adalah sebetulnya waktu orang tua tidak mempedulikan anak, sebab waktu tidak mempedulikan anak mengkomunikasikan satu hal, engkau tidak berharga.
GS : Tidak berharga ini dalam hal apa Pak Paul?
PG : Yang pertama anak akan merasakan tidak cukup berharga untuk dikasihi, sebab dia akan berkesimpulan kalau saya cukup berharga, seharusnya saya dikasihi. Saya tidak dikasihi berarti meman saya tidak berharga, maka kalau tidak hati-hati anak-anak ini akan mencari kasih di luar, dia akan dekat dengan anak lain.
Maka ada anak-anak yang masih berumur 13 tahun sudah punya pacar 3, anak umur 11 tahun sudah pacaran 3, 4 kali kenapa sampai begitu, karena memerlukan kasih. Sedangkan ada anak-anak lain yang dibesarkan dalam keluarga yang penuh perhatian dan kasih sampai umur 20 dia tetap menikmati kebersamaan dengan teman-teman, dia tidak terlalu membutuhkan kasih yang sebegitu spesifik untuk dirinya saja. Jadi yang pertama itu Pak Gunawan dampaknya tidak berharga untuk dikasihi.
GS : Yang lain Pak Paul?
PG : Yang lainnya adalah tidak berharga untuk dicukupkan kebutuhannya atau keinginannya atau hasratnya artinya kalau saya berharga maka yang saya inginkan itu dipikirkan, setidak-tidaknya diertimbangkan, tapi rupanya saya tidak berharga sebab yang saya inginkan, yang saya impikan itu tidak dipikirkan atau dipertimbangkan apalagi diberikan.
Jadi kesimpulannya anak adalah saya tidak cukup berharga, sebab banyak hal yang saya utarakan atau saya inginkan tidak pernah diberikan. Nah, anak-anak seperti ini sering kali pada akhirnya menjadi anak-anak yang pasif, tidak lagi mengkomunikasikan pikiran, keinginannya, hasratnya. Semua dia simpan sendiri sebab tidak pernah dituruti, tidak pernah diberikan, tidak ada yang cukup peduli untuk memberikannya.
(3) GS : Ada anak-anak yang semacam itu yang terus bersikap agak brutal dan nakal Pak Paul, sebenarnya apa tujuannya?
PG : Anak-anak ini memang seolah-olah ingin memancing reaksi orang tua untuk memberikan kasihnya, pedulinya, dalam bentuk apa? Disiplin, jadi ada anak-anak yang akhirnya berkesimpulan, bahka setelah saya berbuat kesalahan sekalipun tetap tidak didisiplinkan, artinya apa? Saya tidak cukup berharga bahkan untuk didisiplin.
Jadi ada satu hal yang menarik sekali yang perlu kita sadari adalah anak itu terlalu didisiplin tidak suka, tidak didisiplin sama sekali itu juga sangat menyakitkan. Justru waktu orang tua masih mendisiplin anak, anak-anak itu tetap akan berkata bahwa orang tua mengasihi saya makanya masih ada disiplin, masih mempedulikan saya. Jadi kalau sampai dia berbuat apapun tidak ada lagi disiplin buat dia, dia akan berkata memang saya tidak cukup berharga bahkan untuk didisiplin oleh orang tua.
(4) GS : Melihat pentingnya hal seperti ini, apakah saran Pak Paul khususnya kepada orang tua?
PG : Yang pertama adalah ini Pak Gunawan, saya sadari bahwa banyak orang tua itu capek, letih, banyak pekerjaan, tuntutan tugas, dan sebagainya. Namun ini saran saya, orang tua tetap harus trlibat dalam kehidupan anak, jangan sampai kita terlalu capek sehingga tidak punya energi untuk terlibat dalam kehidupan anak.
Saya melihat orang tua yang misalkan bermain dengan anak-anak, main kembang api dengan anak, hati saya senang luar biasa karena saya melihat inilah contoh orang tua yang terlibat dalam kehidupan anak, orang tua yang misalnya mengantar anaknya, mau tahu teman anaknya siapa, membuatkan ulang tahun untuk anaknya dan sebagainya, itu semua adalah wujud-wujud kepedulian orang tua terhadap anak. Jadi meski letih, permintaan saya tolong tetap terlibat dalam kehidupan anak.
GS : Atau mungkin ada saran yang lain juga Pak Paul?
PG : Yang berikutnya, kita orang tua bisa marah kalau anak itu mengecewakan, membuat kita marah, melanggar lagi kita sudah katakan jangan, tetap diperbuat lagi, tapi ini permintaan saya mesk marah tetaplah jaga batas dalam mendisiplin anak, jangan sampai kalau marah kita lupa daratan.
Sebab seolah-olah semua kasih sayang yang telah kita berikan kepada anak itu pupus dalam waktu satu menit dihapuskan oleh kebencian dan kemarahan kita yang terlalu keras kepada anak. Jadi meski marah tetap jaga batas, jangan kita berlebihan menghukum anak.
GS : Kalau letih lalu marah mungkin kita bisa membatasi, tapi kadang-kadang itu timbul rasa kecewa Pak Paul terhadap anak itu.
PG : Kadang kala tidak bisa dihindari Pak Gunawan, kita kecewa sebab kita mempunyai tuntutan, harapan kepada anak kita seharusnyalah begini. Jadi dalam kekecewaan itu orang tua harus tetap mlihat sisi positif pada anak, meski ada kekurangan atau negatifnya tetap fokuskan pada yang positif dan komunikasikan itu kepada anak.
GS : Nah, dalam hal ini apakah ada firman Tuhan yang membekali kita?
PG : Amsal 18:19 berkata: "Saudara yang dikhianati lebih sulit dihampiri dari pada kota yang kuat," saya jadi berpikir kalau saudara apalagi anak sendiri, kalau saya diizinkan utuk menambah atau mengganti kata saudara dengan kata anak kira-kira firman Tuhan akan berbunyi: "Anak yang dikhianati lebih sulit dihampiri dari pada kota yang kuat."
Dikhianati artinya apa yang dia tidak duga, yang dia harapkan tidak terjadi, justru terjadi, yang menyakitkan hatinya itulah yang menimpanya. Jadi saya kira kalau kita menyakiti hati anak dengan tidak mempedulikannya akhirnya kita akan kesulitan untuk menghampiri dia, bahkan kata Alkitab lebih sulit dihampiri dari pada kota yang kuat.
GS : Jadi bagaimanapun kondisi anak kita sebenarnya ada peluang, kita tetap punya peluang untuk memperhatikan mereka Pak Paul. Jadi terima kasih sekali Pak Paul untuk kesempatan perbincangan yang pasti sangat berguna khususnya bagi para orang tua. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih, Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Yang Menyakitkan Anak". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda dapat juga menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio, kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda, dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.