Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Tuhan Di Tengah Keluarga". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Sebagai keluarga-keluarga Kristen, kita percaya bahwa Tuhan menjadi pusat dari keluarga, tapi aplikasinya atau kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari seringkali Tuhan hanya sebagai simbol yang kurang mewarnai kehidupan keluarga Kristen. Sebenarnya tujuan dari hidup pernikahan itu apa, Pak Paul ?
PG : Salah satunya adalah untuk memuliakan Tuhan sebab kita diciptakan oleh Tuhan pada akhirnya untuk memuliakan-Nya. Artinya lewat kehidupan kita , kita membawa kemuliaan Tuhan di tengah-tenga dunia ini karena kita adalah orang-orang yang dipanggil untuk menikah dan berkeluarga maka kita harus menggunakan kesempatan dalam pernikahan dan berkeluarga untuk memuliakan Tuhan pula.
Sehingga lewat kehidupan keluarga kita nama Tuhan lebih dipermuliakan.
GS : Apakah pengertian memuliakan Tuhan? Apakah seperti satu keluarga menyanyi atau sekeluarga ke gereja atau bagaimana, Pak Paul ?
PG : Arti memuliakan Tuhan di dalam keluarga berarti menomor satukan Tuhan dan menjadikan Tuhan sebagai TUHAN atau TUAN dalam keluarga kita. Berarti adanya sebuah kesediaan untuk menanggalkan dri kita, ego kita, kehendak kita dan meletakkannya pada kaki Tuhan sehingga apa pun yang kita perbuat, kita akan coba selaraskan dengan kehendak Tuhan, dan sebagai keluarga kita akan berusaha bersama-sama mencari kehendak Tuhan baik untuk keluarga secara keseluruhan dan juga untuk anggota-anggota keluarga secara pribadi.
Jadi memuliakan Tuhan yang pertama adalah mengesampingkan diri, menundukkan diri dan menjadikan kehendak Tuhan sebagai tuntunan bagi kita semua.
GS : Padahal di dalam anggota keluarga pertumbuhan imannya itu berbeda-beda Pak Paul, kadang-kadang kita melihat ada satu keluarga yang suami atau ayahnya begitu tekun, tapi di keluarga lain yang lebih tekun adalah istri atau ibu dan yang lainnya kurang. Dan ini bagaimana Pak Paul, karena semacam ada ketimpangan ?
PG : Seringkali ada kesenjangan seperti itu, Pak Gunawan. Maka dalam keluarga kita harus saling mengingatkan, kadang kita tidak bisa berjalan seiring dan sekata dengan pasangan karena ada satu ang lebih tertarik dan mau menuntut pertumbuhan dalam Tuhan Yesus, tapi ada sebagian juga yang tidak mau dan tidak begitu memedulikan hal-hal rohani.
Memang kalau terjadi kesenjangan maka tidak bisa tidak ini akan memengaruhi suasana rohani di dalam keluarga kita dan kita akan mengalami kesulitan hidup atau cerita tentang pengalaman dengan Tuhan kepada pasangan kita, otomatis kalau ini menjadi masalah dalam kehidupan keluarga kita, maka ini juga akan berdampak pada anak-anak kita, akan ada anak-anak yang ikut kita yaitu yang lebih rohani yang memedulikan kepentingan Tuhan, tapi biasanya juga akan ada anak yang menuruti pasangan kita yaitu tidak menuruti kepentingan Tuhan karena dia merasa tidak masalah sebab bukankah pasangan kita atau misalkan ayahnya atau ibunya juga tidak begitu memedulikannya. Jadi seringkali kalau ada kesenjangan dalam relasi suami istri, maka kesenjangan itu nantinya akan turun pula pada anak-anaknya.
GS : Sebaliknya kalau keluarga itu kelihatan harmonis dan kelihatan sama-sama memuliakan Tuhan, dampaknya juga bisa terlihat pada kehidupan anak-anak mereka ?
PG : Betul sekali, jadi dalam kehidupan keluarga yaitu suami dan istri atau ayah dan ibu bersatu padu di dalam kehidupan bukan saja kehidupan suami istri saja tapi dalam kehidupan rohani sebaga anak-anak Tuhan, membesarkan anak-anak mereka dalam takut akan Tuhan.
Kita akan melihat dampak yang sangat luas berkepanjangan dan dampak ini tidak hanya terbatas pada generasi atau waktu saja. Misalkan saya dapat memikirkan kehidupan dari Dr. James Dobson. Ayah dari Dr. James Dobson adalah seorang penginjil keliling dan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga dan Dr. James Dobson sebagai anak tunggal dibesarkan oleh kedua orang tuanya dan Dr. James Dobson itu kadang-kadang melihat orang tuanya bercengkrama setelah papa pulang dari pelayanan dan si papa akan menceritakan tentang pekerjaan Tuhan. Dan dalam pembicaraan biasanya, pada akhir percakapan si ayah akan berkata kepada si ibu, "Tadi saya melihat anak pendeta tidak memiliki sepatu yang bagus karena hidupnya memang kurang dan saya ingin memberikan kepada orang itu, jadi sebagian dari uang yang telah saya terima, saya berikan untuk keluarga tersebut." Biasanya mama Dr. James Dobson hanya berkata kepada papanya, "Jimmy, jika itu yang Tuhan gerakkan untuk engkau lakukan, maka lakukanlah." Inilah yang dilihat oleh Dr. James Dobson, interaksi antara papa dan mama yang begitu harmonis, yang mendahulukan Tuhan di atas kepentingan pribadi, sebab bisa saja mamanya Dr. James Dobson marah, "Kenapa kamu tidak memikirkan keluarga dulu dan kenapa kamu memikirkan orang lain dan sebagainya," tapi karena dua-dua memunyai pikiran Kristus dan menundukkan kepentingan pribadi di kaki Tuhan, maka mereka dapat hidup dengan harmonis dan menampakkan kesalehan. Dan inilah yang diteruskan kepada Dr. James Dobson, sehingga tidak heran pada akhirnya Dr. James Dobson bertumbuh besar menjadi orang yang mencintai Tuhan , yang dengan serius mau melayani Tuhan. Dan kita tahu sekarang di Amerika Serikat dan pada beberapa negara dia menjadi orang yang Tuhan pakai untuk memengaruhi banyak keluarga.
GS : Jadi peristiwa yang bisa dikatakan kecil ini tapi kalau dilihat berkali-kali oleh anak atau bahkan cucu mereka, maka ini akan memunyai dampak yang luar biasa besarnya, Pak Paul ?
PG : Betul sekali. Jadi bagi banyak orang seperti Dr. James Dobson, sebagai anak yang dibesarkan dalam rumah tangga atau keluarga yang rohani, konsep tentang Tuhan itu bukanlah sebuah konsep yag berada dalam tataran pemikiran tapi juga dalam tataran realitas, anak-anak ini seperti Dr.
James Dobson melihat kenyataan bahwa Tuhan itu ada dan Tuhan itu memelihara. Misalkan satu contoh lagi tentang Dr. James Dobson, waktu papanya lanjut usia sebetulnya tidak terlalu tua, papanya terkena serangan jantung memang masih bisa hidup namun kemudian terkena stroke, dalam kondisi yang sudah payah itu suatu kali Dr. James Dobson bercerita bahwa papanya dikunjungi oleh Tuhan Yesus dan Tuhan berkata kepadanya bahwa Tuhan akan memanggilnya pulang tapi "Jangan khawatir," kata Tuhan, sebab Ia akan memelihara istrinya atau mama Dr. James Dobson. Setelah penampakan Tuhan itu, dia memanggil istrinya yang bernama Merdle, "Merdle tadi Tuhan telah menyatakan diri kepadaku dan Tuhan mengatakan pada waktu dekat Tuhan akan panggil saya pulang, tapi Ia berjanji bahwa Dia akan memelihara engkau." Dan benar beberapa bulan setelah itu papa Dr. James Dobson terkena serangan jantung dan meninggal dunia, dan Dr. James Dobson berkata bahwa Tuhan menepati janji-Nya, sampai mamanya tua dan kemudian mendapatkan banyak penyakit tapi Tuhan mencukupi kebutuhan mamanya sehingga mamanya terpelihara. Dr. James Dobson bukan saja mendengar, mengetahui tentang Tuhan, tentang kasih-Nya dan pemeliharaan-Nya, tapi dia mengalami sendiri dan melihat sendiri kasih Tuhan dan pemeliharaan Tuhan. Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga seperti ini , mereka tidak bisa menyangkal keberadaan Tuhan. Anak-anak lain mungkin banyak mendengar pendapat-pendapat tentang Tuhan dan sebagainya tapi bagi anak-anak yang seperti Dr. James Dobson, Tuhan itu nyata, kasih-Nya nyata dan pemeliharaan-Nya nyata, firman-Nya itu digenapi. Jadi bagi anak-anak seperti ini tidak ada lagi pertanyaan tentang Tuhan. Inilah keluarga yang ingin kita ciptakan supaya anak-anak bisa berdiam di dalam suasana seperti ini.
GS : Pak Paul, memang ideal sekali keluarga seperti itu, karena seringkali kita jumpai orang hanya menempatkan Tuhan sebatas konsep-konsep diajarkan dan dibicarakan, tetapi tidak dihidupi di dalam kehidupan sehari-hari. Dan ini sebuah contoh yang sangat konkret. Pak Paul mungkin punya cerita yang lain yang menarik seperti itu ?
PG : Ada satu lagi, Pak Gunawan. Kisah kehidupan dari Pdt. Jonathan Edward, beliau dipakai Tuhan untuk membakar kerohanian orang-orang Amerika. Dia sebetulnya seorang pendeta tipe pelajar, tipepengajar, bicaranya perlahan-lahan.
Suatu hari beliau dipanggil untuk menggantikan seseorang yang seharusnya memimpin Kebaktian Kebangunan Rohani/KKR di sebuah kota kecil, tapi karena orang tersebut batal datang maka akhirnya yang diminta datang adalah Pdt. Jonathan Edward. Ditulis bahwa beliau datang ke gereja itu dan berkhotbah dengan tenang dan malahan naskah khotbahnya dibaca dari depan sampai ke belakang, tapi naskah itu berjudul Orang Berdosa di bawah Murka Allah. Waktu dia bacakan naskah khotbah itu dengan suara yang tenang dan tidak berapi-api, Tuhan bekerja dan tiba-tiba orang mulai berdatangan dan bersujud dan berlutut meminta ampun bertobat atas dosa-dosa mereka, orang menangis meratap dan benar-benar kebangunan rohani terjadi di gereja itu. Pergilah Pdt. Jonathan Edward ke tempat-tempat lain dan di manapun dia berkunjung dan dia berkhotbah seperti itu juga dengan tenang dan sebagainya kemudian orang bertobat sehingga masa itu disebut dengan masa "The Great Awakening", kebangunan rohani yang besar atau yang agung di Amerika. Tapi yang indah dari kehidupan Pdt. Edward adalah dia mempraktekkan apa yang dikhotbahkannya dalam keluarganya, hidup dengan istrinya begitu baik, harmonis, cinta Tuhan dan anak-anaknya bukan saja mengetahui tentang Tuhan tapi melihat langsung dan mengalami langsung kasih Tuhan dan pemeliharaan Tuhan, dan diteruskan kepada cucu-cucunya, dari cucu-cucunya kemudian diteruskan lagi kepada buyut-buyutnya dan saya sudah lupa sekarang sudah sampai generasi yang keberapa dari keturunan dari Pdt. Jonathan Edward tapi itu dibukukan, dicatat karena ini menjadi sebuah fenomena yang luar biasa dan tidak lazim yaitu satu keluarga besar mulai dari Pdt. Jonathan Edward sampai keturunan keempat atau kelima atau keenam sekarang, semuanya berada pada kasih Tuhan Yesus dan melayani Tuhan, tidak ada yang tidak dalam Tuhan dan tidak ada yang tidak melayani, semua melayani. Setiap tahun berkumpul dalam reuni besar keluarga mereka dan semuanya selalu bersyukur melihat Tuhan bekerja dalam keluarga besar itu. Dan ini bukan peristiwa atau hal yang umum terjadi atau yang gampang terjadi sebab betapa banyaknya orang yang bisa memelihara iman di generasinya tapi tidak bisa meneruskan kepada keturunan berikutnya. Tapi dari keluarga Pdt. Jonathan Edward, sampai dengan keturunan berikutnya, semua tetap berada dalam Tuhan kita Yesus Kristus.
GS : Memang yang seringkali kita lihat, yang tadi Pak Paul angkat adalah mereka yang menjadi hamba Tuhan penuh waktu yang sebenarnya sangat sibuk tetapi masih sempat membangun kehidupan keluarganya, bukan hanya meletakkan dasarnya tapi juga membangunnya sehingga dari generasi ke generasi, bangunan itu kelihatan terbangun dengan baik sekali. Sekarang masalahnya kalau keluarga itu tidak berhasil walau pun kelihatannya dia berhasil meletakkan dasarnya, tetapi tidak berhasil untuk membangun seperti yang kedua contoh itu, maka bagaimana Pak Paul ?
PG : Sebagaimana kita lihat kalau berhasil maka dampak rohani itu bisa bertahan dan bisa begitu berkembang dengan luasnya, demikian pula kalau kita berhasil. Kalau kita sebagai orang tua tidak erhasil meletakkan dasar pada kaki Tuhan, mengikuti kehendak-Nya dan hidup dengan kasih sayang maka nantinya kita akan menghadapi masalah dalam keluarga.
Nanti anak-anak kita ada yang ke kiri dan ada yang ke kanan, nanti ada yang ribut dan nanti ada yang tidak cocok dan konflik sehingga akhirnya benih-benih kemarahan atau pemberontakan berbuah dan pada akhirnya menjadi masalah-masalah besar. Ini yang nantinya sering terjadi Pak Gunawan, dan sayangnya itu juga terjadi di dalam keluarga-keluarga Kristen.
GS : Apakah ada contoh yang konkret untuk ini ?
PG : Saya teringat contoh di Alkitab yang seringkali dibicarakan yaitu keluarga Imam Eli. Imam berarti hamba Tuhan yang Tuhan tetapkan untuk mewakili Tuhan di bumi ini dan sekaligus juga mewakii manusia di hadapan Tuhan.
Jadi Imam Eli memiliki tugas yang sangat penting saat itu dan pada zaman itu, seorang imam bukan saja menjadi seorang pemimpin agamawi tapi juga menjadi pemimpin negeri atau politis. Jadi Imam Eli saat itu memunyai kedudukan yang sangat tinggi, tapi sayang sekali nanti kita akan melihat bahwa keluarga ini tidak pernah lepas dari kemelut masalah dan awalnya dimulai dari Imam Eli sendiri.
GS : Tapi kita tetap percaya bahwa Tuhan tetap ada di tengah-tengah keluarga itu, dan bagaimana reaksi atau tanggapan Tuhan terhadap sikap Imam Eli yang kurang pas untuk kehidupan berkeluarga ini, Pak Paul ?
PG : Di sini kita melihat indahnya dan besarnya kasih Tuhan, kita melihat Tuhan itu tidak berhenti membawa Firman-Nya, mengingatkan Imam Eli akan kehendak Tuhan. Sebagai contoh kita bisa membac di 1 Samuel 2:27-28, "Beginilah Firman Tuhan, 'Bukankah dengan nyata Aku menyatakan diri-Ku kepada nenek moyangmu ketika mereka masih di Mesir dan takluk kepada keturunan Firaun? Dan Aku telah memilihnya dari segala suku Israel menjadi imam bagi-Ku; kepada kaummu telah kuserahkan segala korban api-apian orang Israel'."
Jadi di sini kita bisa melihat, Pak Gunawan, waktu Imam Eli mulai keluar jalur kehendak Tuhan, maka Tuhan mendatanginya dan Tuhan menyampaikan peringatan-peringatan-Nya, namun yang indah di sini adalah Tuhan tidak langsung menegur Imam Eli dan justru Tuhan mengingatkan Imam Eli akan pemilihan Tuhan atas dirinya dan kaumnya yaitu suku Lewi sebagai pelayan Tuhan. Dengan kata lain sebelum Tuhan menegurnya, Tuhan mengingatkan Eli akan relasi yang terjalin di antara Tuhan dan Imam Eli. Inilah yang Tuhan lakukan kepada kita pula, Pak Gunawan, Tuhan tidak langsung menegur apalagi menghukum sewaktu kita itu berbuat salah, yang seringnya adalah Tuhan mengingatkan kita akan relasi-Nya dengan kita, hubungan-Nya yang begitu intim dengan kita, bukankah Dia yang telah memilih kita untuk menjadi umat dan anak-anakNya dan inilah yang pertama yaitu Tuhan akan terus ingatkan kepada kita juga.
GS : Dalam hubungan kita, seringkali kita kadang-kadang rajin mendengarkan Firman Tuhan dan berdoa tetapi ada waktu-waktu tertentu kita menjadi kendor, apakah pada saat-saat seperti itulah Tuhan mengingatkan kita bahwa relasi kita sedang menurun atau bahkan buruk dengan Tuhan ?
PG : Seringkali itu yang Tuhan lakukan, kita mungkin menganggap remeh dan kita menganggap tidak begitu penting hubungan dengan Tuhan, misalkan menjaga saat teduh dengan Tuhan, menjaga waktu untk bersekutu dengan Tuhan secara pribadi.
Saya tahu ini adalah sebuah pergumulan pribadi bagi kita semua, saya pun kadang juga bergumul dalam kesibukan akhirnya tidak bisa bersaat teduh dengan Tuhan. Namun Tuhan akan mengingatkan kita, Dia dan kita memunyai sebuah relasi, Dia telah memilih kita menjadi anak-Nya dan Dia telah menjadikan diri-Nya sebagai Bapa dari kita. Seringkali Tuhan akan mengingatkan bahwa kita ini adalah ayah dan anak dan kita ini adalah anak yang disayangi dan Dia akan mengingatkan relasi ini supaya kita bisa kembali ke dalam relasi yang semula dengan Tuhan.
GS : Setelah Tuhan mengingatkan tentang relasi kita dengan Dia, langkah berikutnya apa yang Tuhan akan lakukan ?
PG : Kepada Imam Eli Tuhan berkata, "Kepada kaummu, Ku serahkan segala korban api-apian orang Israel." Dengan kata lain, Tuhan mengingatkan Imam Eli bahwa selama ini Tuhan telah memelihara hidunya dengan serba berkecukupan lewat persembahan yang dibawa oleh umat Israel kepada Tuhan, singkat kata Tuhan setia menyediakan kebutuhannya.
Sewaktu Tuhan memeringati kita, Tuhan pun mengajak kita melihat semua yang diberikan-Nya. Tuhan selalu setia dan tidak ingkar janji.
GS : Harapannya agar orang itu tersadar bahwa sekalipun kita sebagai umatNya tidak menghiraukan Tuhan, tapi Tuhan tetap menghiraukan kita dan terus memberkati kita.
PG : Betul, seolah-olah Tuhan ingin mengingatkan akan bagian Tuhan yang Tuhan akan kerjakan, seolah-olah dengan Tuhan mengingatkan kita akan apa yang Tuhan telah kerjakan maka Tuhan juga ingin enanyakan kepada kita apakah kita telah menunaikan kewajiban kita, apakah kita telah mengerjakan bagian kita.
Di sinilah Tuhan juga melakukannya kepada Imam Eli, seolah-olah Tuhan ingin mengingatkan bahwa dari awal sampai sekarang bukankah Aku telah setia memelihara hidupmu. Seolah-olah Tuhan ingin berkata, "Imam Eli, apakah masih kurang, apakah masih ada yang belum Aku lakukan untukmu. Bukankah Aku sudah memelihara hidupmu seperti ini." Jadi itulah yang Tuhan lakukan kepada kita waktu kita mulai menjauh, waktu kita mulai berontak, waktu kita mulai memertanyakan kasih Tuhan, seringkali Dia datang memeringatkan kita "Apa yang masih kurang, apakah yang engkau masih inginkan yang belum Aku berikan kepadamu," Tuhan ingin selalu mengingatkan bahwa Dia tidak pernah berubah dan Dia selalu di sini dan Dia selalu memberikan apa yang dibutuhkan oleh anak-anakNya.
GS : Bagaimana tanggapan Imam Eli terhadap apa yang Tuhan ingatkan itu ?
PG : Saya yakin Imam Eli mendengarkannya dan mencoba untuk melakukannya, misalkan kita tahu karena nanti ini merupakan teguran kepada Imam Eli akan kelalaiannya mendisiplin anak-anaknya. Kita lhat Imam Eli berusaha melakukan apa yang Tuhan inginkan dan menegur anak-anaknya, tapi nanti kita akan melihat bahwa teguran Imam Eli tidak lagi mempan karena masalahnya adalah sudah terlalu besar dan kompleks karena kegagalan Imam Eli juga.
Jadi dengan kata lain, Imam Eli mencoba untuk taat tapi akhirnya sudah terlambat, nasi sudah menjadi bubur.
GS : Jadi bagaimana reaksi Tuhan, Pak Paul ?
PG : Tuhan memang menegur Imam Eli dan yang Tuhan tegur pertama-tama adalah dirinya sendiri yaitu dirinya Imam Eli, Tuhan berkata di 1 Samuel 2:29, "Mengapa engkau memandang dengan loba kepada orban sembelihan-Ku dan korban sajian-Ku yang telah Kuperintahkan .
. ." Dengan kata lain Firman Tuhan mengingatkan Imam Eli akan pemilihan dan pemeliharaan Tuhan dan barulah Tuhan menegur Imam Eli dan ternyata masalah utama Imam Eli terletak di dalam dan bukan di luar dirinya yaitu sikap hatinya yang loba alias rakus. Rupanya Imam Eli adalah orang yang suka makan dan tidak dapat menguasai dirinya sewaktu melihat makanan, besar kemungkinan Imam Eli tidak melanggar peraturan-peraturan persembahan, tapi sikapnya yang loba menjadi dosa besar sehingga pada akhirnya dia tidak lagi menghormati korban bakaran sebagai persembahan untuk Tuhan, tetapi melihat korban bakaran sebagai pemuas nafsu makannya belaka. Tuhan melihat apa yang ada di dalam, kendati dari luar kita kelihatan baik dan melakukan semua yang diperintahkan Tuhan tapi belum tentu kita melakukannya atas dasar hormat kepada Tuhan. Satu hal lagi yang bisa kita lihat adalah awal dosa ialah hilangnya respek terhadap kekudusan Tuhan. Imam Eli kehilangan respek terhadap kekudusan Tuhan maka memandang korban persembahan sebagai pemuas nafsu belaka, bila kita tidak lagi menghormati kekudusan Tuhan maka tinggal masalah waktu sebelum kita jatuh ke dalam dosa yang serius, inilah yang terjadi pada Imam Eli.
GS : Apa yang dialami Eli sebenarnya merupakan kelemahan dia atau memang dia sengaja untuk mau memberontak kepada Tuhan.
PG : Saya melihat sebagai kelemahan Eli, menurut saya dia tidak dengan sengaja mau memberontak kepada Tuhan. Kelemahannya terletak di sini yaitu pada makanan, nafsunya dan inilah yang Tuhan liht.
Jadi Tuhan berkata, "Kenapa kamu ini loba, kenapa kamu ini rakus tidak bisa menahan dirimu dan gara-gara engkau tidak menahan dirimu maka engkau mencemari atau mengotori kekudusan Tuhan." Nanti kita akan melihat dampak kelemahan Imam Eli ini ternyata sangatlah luas dan fatal.
GS : Tapi kalau masalah kelemahan itu, maka semua keluarga dalam satu anggota keluarga itu pasti memunyai kelemahan masing-masing bukan hanya dalam hal makanan seperti yang Imam Eli alami ini Pak Paul, tetapi ada hal lain yang juga merupakan kelemahan yang bisa menyakiti hati Tuhan, Pak Paul ?
PG : Betul. Waktu kita tahu kalau kita punya kelemahan kita harus berusaha untuk mengatasinya. Saya ingat sekali perkataan dari pernulis Kristen yang bernama C.S. Lewis berkata bahwa, "Yang Tuhn lihat adalah usaha kita untuk hidup kudus, belum tentu kita selalu berhasil menjalani hidup yang kudus tapi yang Tuhan perhitungkan adalah usahanya jangan menyerah."
Kita semua punya kelemahan tapi marilah kita terus menggumuli dan bawa ke dalam doa dan bawa ke hadapan Tuhan, minta Tuhan menolong kita. Jangan akhirnya mendiamkan dan malah menjadikan kelemahan itu sebagai bagian hidup kita yang tak terpisahkan. Inilah yang terjadi kepada Imam Eli, dia tidak lagi menggumuli, dia menerimanya dan malah akhirnya makin hari makin terseret dan makin jauhlah dia berjalan. Akhirnya tidak lagi menghiraukan kekudusan Tuhan dan dampaknya menjadi sangat buruk kepada anak-anaknya.
GS : Tapi memang profesi Eli sebagai seorang imam, memungkinkan dia untuk memuaskan kelobaannya, memuaskan hawa nafsunya untuk rakus dan sebagainya itu, Pak Paul ?
PG : Betul, karena pada saat itu dia adalah orang yang sangat berkuasa. Jadi di seluruh Israel, dia adalah orang yang sangat berkuasa sehingga orang tidak bisa untuk menghentikan perbuatannya. ungkin orang merasa takut karena dia seorang pemimpin sehingga orang terpaksa mendiamkan meskipun orang tahu kalau dia sudah melewati batas.
Jadi waktu kita merasa diri begitu berkuasa dan tidak ada yang bisa menguasai kita, maka kita lebih mudah untuk terjerumus ke dalam dosa.
GS : Dan itu belum akhir dari kesalahan-kesalahan yang diperbuat oleh Imam Eli, Pak Paul, karena nanti kita akan melihat bagaimana dampaknya terhadap anak-anaknya. Tapi untuk bagian ini karena waktu tidak memungkinkan lagi maka kita sudahi dulu dan kita harapkan para pendengar kita akan mengikuti perbincangan ini pada acara yang selanjutnya. Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan kali ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Tuhan Di Tengah Keluarga". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.