Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Tidak dapat Bekerja Sama", kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, orang bekerja itu gampang-gampang susah. Pekerjaannya itu sendiri sebenarnya bisa kita kuasai, karena latar belakang pendidikan atau latihan dan sebagainya. Tapi yang terasa sulit itu memang berelasi dengan sesama rekan kerja, dengan atasan, dengan bawahan, dan itu menghambat sekali pekerjaan kita. Sebenarnya bagaimana kita bisa membangun kerja sama yang baik, Pak Paul?
PG : Memang bekerja sama itu sesuatu hal yang tidak mudah Pak Gunawan, tadi Pak Gunawan sudah ungkit bahwa masalah itu sebenarnya bukan terletak pada kemampuan kita mengerjakannya, tapi pada beelasi atau bekerja sama dengan orang lain.
Waktu saya berkuliah dulu, saya pernah membaca sebuah riset yang memperlihatkan bahwa pada umumnya penyebab utama orang diberhentikan dari pekerjaannya adalah karena tidak bisa bekerja sama, bukan karena tidak bisa bekerja. Tapi bisa jadi orang ini kompeten sekali mengerjakam tugasnya. Nah, namun karena tidak bisa bekerja sama akhirnya diberhentikan, ini menjadi hal yang sangat penting Pak Gunawan. Bukankah kompetensi seseorang itu akan sangat disia-siakan dan kita pun akan sangat diuntungkan dengan kehadirannya, kalau saja dia bisa bekerja sama. Itu sebabnya trend sekarang dalam manajemen, dalam peningkatan sumber daya manusia; dalam pembinaan-pembinaan itu yang ditekankan adalah kerja sama. Sebab akhirnya disadari ini kuncinya, banyak potensi yang tak tergali dan tak terpakai gara-gara tidak bisa bekerja sama. Jadi akhirnya yang lebih ditekankan sekarang adalah bagaimana caranya bekerja sama, sehingga bisa bersinergi untuk menghasilkan efektifitas kerja yang lebih tinggi.
GS : Memang sering kali diselenggarakan acara-acara yang disebut 'team building' dan sebagainya. Tetapi ada beberapa orang yang masih mengalami kesulitan untuk bekerja sama. Dia berkata, "Saya bisa bekerja bersama-sama, tetapi kalau disuruh bekerja sama, ini yang sulit."
PG : Betul, ada orang yang seperti itu, dan ada jenis-jenis pekerjaan yang cocok untuk orang seperti itu. Misalkan, dia tidak bisa bekerja sama, tapi keahliannya melukis. Nah, tidak apa-apa, di akan terus melukis.
Atau dia seorang yang sangat baik sekali mengarang cerita, novel atau apa, ya dia dari pagi sampai malam menulis terus, dan tidak harus bekerja sama dengan orang lain. Jadi memang ada jenis pekerjaan yang cocok untuk tipe-tipe kepribadian yang sulit bekerja sama dengan orang lain. Dan jadinya dalam hal ini kita tidak memandang kesulitannya bekerja sama sebagai sesuatu yang negatif. Karena di dalam kesendiriannya dia menghasilkan karya-karya yang sangat baik. Nah, saya tidak sedang membicarakan orang yang seperti ini, pada kali ini kita akan melihat orang yang memang harus bekerja sama karena itu adalah jenis pekerjaannya, namun tidak bisa melakukannya dengan baik.
GS : Tapi, walaupun tadi Pak Paul katakan melukis, mengarang buku dan sebagainya, pada akhirnya dia tetap membutuhkan orang lain. Misalkan untuk menjualkan karyanya, untuk mempromosikan karyanya, dia pasti butuh berelasi.
PG : Betul, meskipun tidak seintens kalau memang dia bekerja sama dengan orang. Dan bukankah kalau dia mempunyai anak, dia mempunyai suami atau istri, mereka itu memang akan menderita. Maka orag yang tidak bisa bekerja sama akan membuat kedua belah pihak menderita.
Dirinya menderita, orang lain pun menderita bekerja sama dengan dia.
GS : Tapi sebenarnya apa Pak Paul yang membuat seseorang itu kesulitan di dalam melakukan kerja sama yang baik?
PG : Ada beberapa yang menjadi penyebabnya Pak Gunawan, nah saya akan jabarkan, tidak berarti semuanya harus ada dalam satu orang, ini hanyalah beberapa kemungkinan. Yang pertama, orang ini memng berkepribadian kaku, artinya apa? Tidak mudah mengubah gaya hidupnya atau cara pikirnya.
Segala sesuatu yang telah terbiasa dilakukan, tertancap kuat dan tidak mudah terserabut untuk diubahnya. Jadi kalau dia sudah mengerjakan sesuatu dengan caranya, jangan harap caranya itu akan bisa diubah. Karena dia tidak akan menerima, mengapa? Karena dia sukar mengubah dirinya. Misalkan, dia sudah biasa mempunyai kerutinan atau jadwal yang biasa dia lewati; pagi hari dia selalu harus ke kamar mandi, setelah ke kamar mandi dia akan siap-siap ke dapur. Nah, misalkan pas dia mau ke kamar mandi, tapi kamar mandi dipakai oleh orang lain, nah hal kecil seperti itu saja bisa membuat dia sangat jengkel. Kenapa saya tidak bisa pakai sekarang dan saya harus menunggu orang, dan saya tidak bisa ke dapur dulu sekarang, karena apa? Karena belum ke kamar mandi. Padahal kita bisa berkata: "Ya, kamu ke dapur dulu saja, nanti kalau sudah selesai baru ke kamar mandi." "Tidak bisa, soalnya rutinnya begini, ini jadwal saya." Atau misalkan dalam bekerja juga begitu, hal-hal yang terbiasa dia lakukan sesuai kerutinannya, waktu diminta untuk diubah atau dianggap ini kurang optimal dan ada cara yang lebih optimal dia akan menolak. "Tidak, ini cara saya." Nah, orang ini memang saya panggil berkepribadian kaku.
GS : Ya memang sering kali dijumpai orang-orang seperti itu, dan biasanya di dalam pelatihan orang ini diminta untuk mengubah sesuatu yang sudah terbiasa dilakukan, misalnya: bajunya dibalik atau celananya diapakan, supaya dia merasakan sebetulnya tidak apa-apa.
PG : Betul, sebab memang yang harus dia taklukkan adalah rasa terganggunya. Mungkin buat kita susah kita mengerti kenapa berubah begini saja harus merasa terganggu, tapi buat orang-orang yang mmang kaku, perubahan itu luar biasa mengganggunya, membuat dia cemas, tidak enak, dan mungkin membuat dia pikirkan sampai lama.
Sebab caranya itu sudah sangat terpatri dengan siapa dirinya, sehingga siapa dirinya itu sangat kaku sekali dilihatnya, didefinisikannya dan tidak boleh berubah sedikitpun. Seolah-olah dengan dia mengubah sedikit saja cara kerjanya, dia harus mengubah dirinya. Kita katakan: "Tidak, dirimu ya dirimu, caramu bekerja ya caramu bekerja, diubah sedikit ya tidak apa-apa." "Tidak bisa, ini artinya mengubah diri saya." Segala sesuatu menjadi prinsipiil baginya, akhirnya susah sekali bekerja sama.
GS : Apakah ada penyebab yang lain Pak Paul?
PG : Orang ini memang menuntut tinggi sampai pada kesempurnaan, yang sesungguhnya berarti harus sesuai seleranya. Jadi memang ada kecenderungan orang-orang yang perfeksionis sulit bekerja sama,karena apa? Karena memang dia menuntut.
Dan tuntutan ini bisa berbentuk kwalitas, harus bagus seperti apa, bisa juga berwujud efisiensi, harus efisien; seefisien yang dibayangkannya atau yang diharapkannya. Masalahnya adalah, orang lain tidak selalu mampu mencapai standarnya, dan ini yang tidak dapat diterimanya dengan mudah. Ketidakmampuan orang cenderung dipandangnya sebagai sikap tidak menghargai usaha atau masukannya. Atau malah dianggapnya sebagai tindak ketidaksetujuan, kok menentang saya, akhirnya ya susah tidak bisa bekerja sama. Karena sedikit-sedikit dia akan menuduh orang, "Kamu kok sengaja mau mensabotase saya, kamu kok tidak bisa mendukung saya, menyetujui saya, kok kamu tidak menghargai usaha saya 'kan saya sudah berusaha seperti ini." Nah, akhirnya menjadi susah, tuntutannya pada orang begitu tinggi dan tidak semua orang bisa mencapainya. Dan waktu orang tidak mencapainya, dia menyalahkan orang seolah-olah orang sengaja tidak mau mencapainya, sengaja mensabotasenya dan dia frustrasi sekali. Dan dia mudah sekali meledak, marah, atau karena dia bukan tipe ekstrovert tapi lebih introvert akhirnya dia simpan, dia lebih mengurung diri, dia akhirnya memutuskan relasi dengan orang lain.
GS : Memang sering kali kita kadang-kadang sebagai bawahan, kalau mendapatkan atasan yang seperti ini, ya kita katakan dikerjakan sendiri saja, saya tidak bisa untuk mengerjakan. Karena tolok ukur yang dia tentukan juga belum tentu cocok, itu 'kan hanya menurut versi dia, sempurna, efisien. Orang lain melihat dari sisi yang lain ada yang lebih sempurna dan ada yang lebih efisien.
PG : Betul, dan dia tidak bisa melihat itu sebab sekali lagi standarnyalah yang dia gunakan dan itu yang paling baik. Nah, sering kali memang yang pertama itu yang kaku bercampur dengan standaryang harus seperti yang dia bayangkan, karena itulah tidak bisa berubah sebab memang dia orangnya kaku dan kebetulan standarnya seperti itu juga.
Memang merepotkan sekali bekerja sama dengan orang yang seperti ini.
GS : Memang akhirnya seperti hasil survei yang tadi Pak Paul katakan, orang seperti ini harus dikeluarkan dari team ini, kalau tidak merusak yang lain.
PG : Betul sekali, jadi akhirnya perusahaan akan menimbang-nimbang mana yang harus dikorbankan. Dan sudah tentu pengorbanan yang paling kecil yang akan dikorbankan daripada pengorbanan yang lebh besar.
GS : Apakah ada penyebab yang lain, Pak Paul?
PG : Orang ini tidak mempunyai kepercayaan diri yang baik pada kemampuannya sendiri, namun daripada mengakuinya dan meminta bantuan akan kekurangannya, lebih mudah dia menyoroti performa atau klemahan orang, nah ini tipe yang lain Pak Gunawan, bisa sama dengan orang-orang yang tadi telah kita bicarakan, bisa juga berbeda.
Jadi memang masalah utamanya adalah tidak percaya diri. Dia sebetulnya gamang, dia sebetulnya meragukan kemampuannya, "Saya tahu, saya tidak bisa; aduh saya bakalan salah ini, aduh saya bakalan berantakan ini." Namun daripada dia mengakui, "Tolong saya, saya tidak bisa." Dia gengsi, dia tidak mau mengakui hal itu, akhirnya yang dia lakukan adalah selalu menyoroti orang lain, "Kamu kok kurang ini, kamu seharusnya begini," jadi dengan kata lain dia bisanya hanya mengkritik. Dia pengkritik nomor satu, terus mencela-cela orang, dan masalahnya bukan saja dia sendiri tidak bisa melakukannya tapi celakanya yang dia suruh atau dia tuntut itu tidak bisa dilakukan oleh siapapun juga. Atau pada umumnya orang tidak mampu melakukannya. Kenapa dia menetapkan standar yang tidak bisa diraih oleh orang lain atau pun dirinya kalau dia mau jujur. Kenapa dia melakukannya? Sebab dengan dia menetapkan standar yang setinggi-tinggi itu, dia berharap orang akan memandang dia hebat, super, luar biasa, genius dan sebagainya, maka dia mempunyai standar seperti itu. Padahal dia sendiri tidak bisa meraihnya, nah karena dia menetapkan standar yang begitu tinggi dan orang tidak bisa mencapainya, dia selalu mengkritik, mencela kiri-kanan. Akhirnya apa yang terjadi? Orang merasa sebal sama dia, orang tidak bisa bekerja sama dengan orang yang seperti dia dan orang makin menjauh darinya. Tapi dia akan menyalahkan orang, orang yang tidak bisa mencapai standarnyalah dan sebagainya, orang yang mempunyai kelemahanlah, masalah, sedangkan dia sendiri tidak pernah salah.
GS : Selalu membenarkan diri, membela dirinya, Pak Paul?
GS : Bagaimana kalau orang seperti ini ditegur dengan keras, Pak Paul?
PG : Memang teguran keras itu bisa mengagetkannya dan bisa membuat dia mengerem langkahnya, yang sering membuat masalah apalagi kalau disertai sanksi. Nah, daripada dia kehilangan periuk nasi, tidak bisa bekerja, akhirnya dia menahan diri.
Tapi saya khawatir dia menahan diri bukan karena sungguh-sungguh berubah, dalam hatinya dia tetap percaya dia itu yang benar. Kenapa? Sebab dia cenderung melihat teguran orang sebagai mosi tidak percaya terhadap kemampuannya. Dan sebagai undangan untuk mengobarkan api permusuhan. Jadi sekali lagi tadi saya katakan secara pesimis, orang ini mungkin saja menahan mulutnya, menahan tindakannya, tapi di dalamnya belum berubah, tetap dia percaya bahwa dia yang benar. Orang-orang lain yang bermasalah, mereka tidak bisa menghargai kebisaan saya, saya mampu begini, begini, tapi orang tidak bisa melihatnya dan menghargainya. Memang orang hanya mencari gara-gara dengan saya, mau membuat permusuhan dengan saya, memang ada sentimen pribadi dan sebagainya. Akhirnya masukan-masukan itu masuk kuping kanan, keluar kuping kiri.
GS : Tapi sebenarnya untuk mengambil suatu keputusan, memecat orang seperti ini juga banyak pertimbangan, Pak Paul? Karena sering kali dilihat orang-orang seperti ini mempunyai rasa tanggung jawab yang cukup besar.
PG : Nah, itu ada betulnya Pak Gunawan, dan memang ini salah satu cirinya juga tanggung jawabnya besar. Kalau dipercayakan tugas, dia akan coba kerjakan sedapat-dapatnya dan sesempurna mungkin,meskipun karena sesempurna mungkin itu menyebabkan dia akhirnya sulit bekerja sama dengan orang lain.
Nah, kelemahannya adalah ini Pak Gunawan, rasa tanggung jawabnya terlalu besar, dalam pengertian berlebihan besarnya. Bukan besar secara sehat, tapi besar secara negatif. Artinya apa? Dia ingin terlibat dalam setiap urusan yang bukan bagiannya, sehingga kendati dia berniat baik, orang tidak menerimanya. Dia selalu ingin mengawasi orang, campur tangan dalam pekerjaan orang lain. Orang tidak meminta bantuannya dia nyelonong masuk, mau membantu orang. Orang tidak bisa mengerti, akhirnya dia marah dan frustrasi; orang tidak bisa menghargainya, dia marah dan frustrasi; orang tidak bisa melakukan yang dia minta karena standarnya terlalu tinggi, dia juga marah dan frustrasi. Akhirnya orang berkata: "Stop, jangan membantu saya," nah dia merasa tertolak karena orang tidak bisa menghargainya. Tapi sedikit orang membuka pintu, dia akan masuk dan mengobrak-abrik apa yang orang telah kerjakan. Jadi akhirnya rasa tanggung jawab yang terlalu besar itu membuat kakinya itu menginjak-injak orang dan dia harus menyadari hal itu.
GS : Kalau dikatakan tidak bisa bekerja sama dia tidak mau menerima itu. Dia katakan: "Saya membantu si A, membantu si B, membantu si C, masa itu bukan bekerja sama dengan saya?"
PG : Bekerja sama memang harus dua arah Pak Gunawan, kalau hanya searah itu tidak sehat. Nomor satu, kita memang tidak mendidik orang lain untuk bisa bertanggung jawab karena kita akhirnya mengrusi orang lain dan tanggung jawab orang lain.
Namun bahaya yang lebih besar adalah saya kira orang yang mengurusi pekerjaan orang dan masuk-masuk tanpa diundang, sering kali menginjak-injak orang dan ini akhirnya menjadi bumerang bagi dirinya. Sebab orang tidak bisa menghargai, orang justru marah, "Kamu kok seenaknya berbuat ini, itu, kepadaku." Meskipun kita bisa berkata: "Saya 'kan berniat baik, saya tidak bermaksud jahat, saya hanya ingin menolongmu." Tapi sekali lagi pertolongan yang tidak diundang, sering kali mengganggu orang. Maka tanggung jawab yang terlalu besar itu bukannya menolong, membangun dia, malah justru merusakkan reputasinya dan membuat dia makin tertolak oleh lingkungan.
GS : Orang seperti ini kadang-kadang tidak mau dibantu, kalaupun misalnya dia cuti atau dia sakit, dia berusaha agar pekerjaannya ini tidak dikerjakan orang lain sehingga akibatnya waktu dia masuk numpuk pekerjaan itu dan yang lain menjadi terhambat, pekerjaan 'kan suatu sirkulasi.
PG : Dan bukan saja terhambat, dia mungkin juga frustrasi dengan menumpuknya pekerjaan itu, dan mungkin sekali tingkat kesabarannya menurun drastis. Dan dia mudah marah, mudah mencela orang, muah merasa bahwa orang tidak bisa menghargai apa yang telah dikerjakan dan sebagainya.
GS : Dan di sini apa yang firman Tuhan katakan Pak Paul?
PG : Saya akan bacakan dari Amsal 3:6-7, "Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu. Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak..." Ada dua prinsip yan akan saya bagikan dari firman Tuhan ini.
Prinsip yang pertama adalah orang yang seperti ini harus mengingat bahwa Tuhan terlibat dalam setiap aspek kehidupan, dan bahwa Tuhan mengatur semuanya dengan sempurna. Dia itu terlalu mau ikut campur, terlalu bertanggung jawab, terlalu harus sesuai dengan kehendak dan seleranya. Dia lupa bahwa ada Tuhan, dan masih ada Tuhan yang bisa mengatur. Bahwa kalau pun tidak seperti yang dia inginkan, tidak apa-apa karena masih ada Tuhan yang bisa menolong, mengurangi, melengkapi. Segala sesuatu itu harus dilihat memang akan seperti ini, ya tidak apa-apa; masih ada Tuhan. Nah, orang-orang ini karena terlalu mau bertanggung jawab, seakan-akan memang menyingkirkan Tuhan dalam aspek kehidupannya ini.
GS : Dia seolah-olah malah mengambil alih peran Tuhan, Pak Paul?
PG : Betul sekali, dia mengambil alih peran Tuhan, seolah-olah Tuhan tidak mampu atau tidak mau merepotkan Tuhan, jadi dialah yang harus mengerjakan semuanya. Dan karena dia tidak mengakui Tuha dalam aspek kehidupannya, dia susah sekali untuk mendengar masukan orang, karena dia anggap dia benar.
Dan dia lupa Tuhan itu menyampaikan masukan melalui bibir manusia sebagai salah satu caranya. Memang Tuhan bisa menyampaikan melalui firman-Nya, melalui suara-Nya di dalam hati kita, tapi salah satu cara yang sering kali Tuhan gunakan adalah memakai mulut teman-teman di sekitar kita untuk memberi masukan kepada kita. Jangan sampai orang ini berkata: "Saya hanya mau mendengar dari Tuhan yaitu apa yang firman Tuhan katakan di Alkitab, kalau tidak saya tidak mau dengarkan," ya susah juga, sebab di Alkitab juga tertulis Tuhan memakai para nabi, mulut-mulut manusia biasa untuk menegur orang. Jadi percayalah bahwa mungkin sekali Tuhan memakai teman-teman sejawat kita itu sebagai nabi-nabi-Nya untuk memberikan koreksi kepada kita, dengarlah. Jadi firman Tuhan benar-benar berkata, "Akuilah Dia dalam segala lakumu, termasuk pekerjaanmu." Artinya, akuilah bahwa Tuhan bisa memakai teman-teman kita juga untuk memberikan koreksi terhadap kita.
GS : Prinsip apalagi yang Pak Paul temukan dalam Amsal 3 tadi, Pak Paul?
PG : Yang kedua adalah orang ini harus mengingat bahwa kesempurnaannya mempunyai keterbatasan dan dia mesti hidup di dalam keterbatasannya bukan di luar keterbatasannya. Baik itu menyangkut dirnya atau orang lain, dia tidak sempurna itu intinya dan dia harus hidup di dalam ketidaksempurnaannya.
Jangan sampai dia itu tidak mau menerima keterbatasannya atau pun keterbatasan orang lain, harus lebih, harus lebih, harus lebih; tidak bisa, kita harus hidup di dalam keterbatasan. Apa yang bisa kita lakukan di dalam keterbatasan ini bukan kita berandai-andai, kalau saja saya tidak terbatas, kalau saja saya punya lebih, saya bisa ini lebih, kamu bisa ini lebih 'kan kita bisa ini, bisa ini. Berarti kita berandai-andai dari yang kosong; jangan, kita harus berandai dari yang realistik yang merupakan realitas, nah dari situlah kita kembangkan.
GS : Padahal kalau dia mau mengakui kekurangannya sebenarnya ada orang lain yang bisa mengisi kekurangannya itu dengan kelebihannya yang lain itu Pak Paul.
PG : Tepat sekali, maka firman Tuhan berkata: "Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak." Nah, ini dia karena tidak menganggap diri itu mempunyai kekurangan jadi selalu benar, selalu biak, artinya tidak usahlah memberitahu saya apa-apa, saya pasti bisa, saya sudah tahu semuanya, nah akhirnya menjadi masalah.
Maka Tuhan berkata jangan menganggap dirimu sendiri bijak. Artinya apa? Ketahuilah bahwa banyak orang lain yang bijak, kita hanya salah satu dari sebagian orang yang bijak itu, dan Tuhan bisa memakai yang lainnya yang bijak itu untuk menggenapi pekerjaan-Nya.
GS : Jadi pengertian bijak itu memang dia sendiri yang menentukan, padahal orang lain tidak menganggap dia bijak.
PG : Betul, kalaupun dia bijak tapi tidak berarti gara-gara dia bijak, akhirnya orang lain bodoh. Tidak, bisa jadi dia bijak dan banyak orang lain juga yang bijak, jadi berarti ya sudah saling endengarkan masukan masing-masing.
GS : Saya harapkan melalui perbincangan ini, kerja sama kita dan kerja sama para pendengar kita dengan rekan-rekan kerja yang lain bisa lebih baik. Terima kasih sekali Pak Paul. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Tidak dapat Bekerja Sama." Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
Comments
Anonymous (tidak terverifikasi)
Min, 21/06/2009 - 9:40pm
Link permanen
trims atas