Tetap Bermakna dalam Kesendirian

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T058B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Hidup dalam kesendirian memang tidak mudah, tetapi tiada sesuatupun yang terjadi tanpa sepengetahuan Allah. Ada hal-hal yang dapat kita lakukan di dalam kesendirian kita untuk tetap bermakna, jangan berpikir selama-lamanya tunas itu tidak akan pernah muncul yang baru, bersama dengan Tuhan kita dapat memunculkan tunas yang baru.

Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Sebagai manusia, kita cenderung mempersiapkan diri untuk hidup berdua, tapi kita kurang mempersiapkan diri untuk hidup sendiri.

Selain rasa bersalah, rasa marah ternyata juga sering muncul pada diri yang ditinggalkan. Ada beberapa sumber kemarahannya:

  1. Yang pertama adalah kalau hubungan mereka lumayan baik suami-istri itu, kemudian seseorang meninggal dunia ada kemungkinan yang ditinggalkan merasa marah karena dia berpikir mengapa engkau tega meninggalkan aku sendirian. Kemudian yang terjadi adalah menyesal atau merasa bersalah, itu berarti kita menimpakan semua tanggung jawab pada diri kita, seakan-akan kitalah yang mampu untuk mencegah peristiwa tersebut supaya nggak menimpanya.

  2. Merasa marah karena kita mempersalahkan dia sebagai penyebab penderitaan kita. Ini sedikit berbeda dari yang pertama.

  3. Yang lainnya lagi, kemarahan itu seringkali muncul pada diri orang yang sewaktu masih bersama pasangannya telah menjadi korban, menjadi sasaran, amuk amarah si pasangannya sekarang sudah meninggalkannya. Kalau tidak berhati-hati, dia bisa bersikap pahit dan bersikap sangat apatis dalam hidup ini. Bisa merasa tidak ada lagi tujuan hidup justru kehilangan makna.

Beberapa saran yang dapat saya berikan adalah sebagai berikut:

  1. Pertama, sebagai orang yang sendiri lagi kita harus mengubah sikap mental, kita harus mengerti bahwa kita tetap manusia yang utuh bahkan tanpa kehadiran pasangan kita sekalipun.

  2. Kita harus mengupayakan pemenuhan kebutuhan emosional. Yang kita harus lakukan adalah mencoba mengisinya dengan cara yang lain, misalnya kita bisa giatkan diri kita dalam persekutuan dengan Tuhan, di gereja dengan anak-anak lain kita terlibat dalam pelayanan. Jangan biarkan diri kita terbenam di rumah.

Pemulihan terhadap diri orang itu, sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Kalau lingkungannya menerima dia apa adanya dia bisa lebih cepat pulih. Kita harus selalu ingat, orang yang baru sendirian seringkali lebih peka. Kita justru harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menarik mereka kembali ke dalam persekutuan kita. Kalau kita diamkan kecenderungannya adalah mereka bisa hilang.

Dalam bagian firman Tuhan di Yosua 1 ada nasihat Tuhan kepada Yosua; "Hanya kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh, bertindaklah hati-hati, sesuai dengan seluruh hukum yang diperintahkan kepadamu oleh hambaku Musa, janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri supaya engkau beruntung kemanapun engkau pergi". Dan pada akhir nasihatnya Tuhan berkata : "Janganlah kecut dan tawar hati sebab Tuhan Allahmu menyertai engkau ke mana pun engkau pergi."

Nasihat Tuhan sangat jelas, Tuhan akan menyertai kita waktu kita harus sendiri lagi sebagaimana Tuhan menyertai Yosua setelah Musa meninggalkannya. Tapi Tuhan minta satu syarat, hidup hati-hati jangan menyimpang ke kanan atau ke kiri, artinya jangan kita berbuat dosa, taati Tuhan dan Tuhan akan meluruskan jalan kita yang di depan, jangan sampai gara-gara kita sendiri kita melewati batas. Meskipun tekanan hidup lebih besar, tetaplah hati-hati jangan berdosa.