Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun Anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) dan kali ini saya bersama Ibu Wulan, S.Th., kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Tertawa Dengan Anak". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul ada yang mengatakan satu-satunya makhluk ciptaan Tuhan yang bisa tertawa itu manusia, jadi kita dikaruniai sesuatu yang lebih dari yang lain. Tentu ini perlu dimanfaatkan khususnya dalam membina hubungan dengan anak, namun sejauh mana kita bisa melakukan hal itu karena sering kali juga ada kekuatiran orangtua kalau saya terlalu bersenda-gurau dengan anak saya, lalu wibawa saya menjadi merosot, begitu Pak Paul, itu bagaimana, Pak Paul ?
PG : Sudah tentu akan ada waktunya untuk tertawa, ada waktunya untuk tidak tertawa. Ada waktunya kita serius dengan anak, pada waktu kita mendisiplin dia dan sebagainya, namun yang ingin saya tkankan adalah bahwa tertawa itu sesuatu yang sehat.
Alkitab juga menegaskan hal itu bahwa jiwa yang sehat adalah jiwa yang tertawa dan itu berkhasiat pada tubuh kita, pada kesehatan kita. Tertawa juga adalah sesuatu yang menyenangkan sehingga waktu kita tertawa kita juga disenangkan oleh tertawa kita dan anak-anak yang melihat kita tertawa juga akan senang. Dengan kata lain, tertawa adalah bagian membangun kehidupan yang positif dengan anak. Jangan sampai anak tidak pernah melihat kita tertawa, mereka hanya melihat kita marah-marah. Penting sekali anak-anak melihat kita tertawa terbahak-bahak dengan mereka dan kita juga bersama-sama dengan mereka menertawakan sesuatu atau apa. Itu adalah intermezzo-intermezzo yang melegakan,meringankan dan juga membangun relasi ya. Relasi yang dibangun di atas suasana hati yang ceria, yang senang menjadi relasi yang enak untuk dilalui. Relasi seperti inilah yang kita ingin bangun dengan anak-anak kita.
GS : Ya tapi tentunya kita mesti punya alasan yang cukup ya Pak Paul untuk bisa tertawa bersama-sama. Ini kadang-kadang sebagai orangtua kurang bisa menemukan alasannya untuk tertawa. Kalau untuk marah banyak !! Tapi untuk tertawa kita seolah-olah kekeringan ide. Nah, Pak Paul bisa menyampaikan apa ?
PG : OK, saya akan memberikan beberapa masukan. Yang pertama adalah bagaimana kita orangtua ini bisa akhirnya membuat diri kita dan anak-anak kita tertawa. Sudah tentu tertawa tidak harus diartkan secara harafiah, yaitu benar-benar terbahak-bahak, tidak perlu namun kita bisa misalkan pertama memulai dengan menyediakan pengalaman yang menyenangkan hati anak.
Misalkan kita mengajak anak-anak pergi ke tempat wisata, ke kebun binatang dan bukan saja kita mengirim mereka ke sana, me"maket"kan mereka ke sana dan kemudian kita diam-diam. O, tidak, kita pun turut bermain bersama mereka, misalkan kita berenang bersama, kita gendong mereka waktu kita berenang, kita main air bersama dengan mereka atau kita lari-lari bersama mereka atau kita 'hiking' mendaki bersama-sama mereka. Jadi dengan kata lain, lakukanlah bersama-sama mereka, bukan hanya me"maket"kan mereka ke tempat wisata, kemudian kita sendiri diam-diam saja, o tidak. Jadi yang pertama marilah kita mulai dengan menyediakan pengalaman yang menyenangkan hati anak terlebih dahulu.
WL : Pak Paul, tapi banyak anak yang saya perhatikan, kurang menikmati bila diajak pergi oleh orangtuanya misalnya ke suatu tempat, karena beberapa waktu yang lalu yang anak alami tidak terlalu menyenangkan selama perjalanan, misalnya anaknya dimarahi terus, sedikit salah sedikit salah atau antara kedua orangtuanya, suami-istri cekcok dalam perjalanan atau tipe orangtuanya memang tegang, jadi memang perjalanan tersebut tidak menyenangkan.
PG : Sungguh disayangkan kalau itu yang harus terjadi, Bu Wulan dan memang itu sering terjadi, saya akui. Jadi dalam perjalanan, orangtua itu marah, misalkan anaknya menyanyi terlalu keras kemuian memukul-mukul kaca atau apa jadi akhirnya suasana rusak.
Jadi dengan perkataan lain, ini terpulang pada orangtua ya apakah mereka bisa menyenangkan hati mereka, lebih kendur jangan terlalu ketat jangan terlalu keras, apakah mereka bisa hidup seperti itu, karena kalau tidak bisa ya sudah tentu suasana tidak enak dan anak-anak tidak akan bisa menikmati. Dan waktu sampai di tempat tujuan mungkin mereka lebih senang orangtua tidak ikut main bersama mereka. Karena apa ? Karena mereka tidak mau bermain bersama-sama orang yang keras, yang tegang. yang baru saja memarahi mereka. Jadi saya ingin meminta orangtua untuk kreatif, ya Bu Wulan. Saya masih ingat waktu kami ke Surabaya dengan anak-anak, waktu itu masih kecil. Kami memang menyiapkan semuanya, misalkan kami melipat kursi belakang kemudian membawa kasur dan mereka bertiga duduk di kasur, main, membawa mainan mereka di situ. Perubahan kecil seperti itu saja membawa perubahan besar. Duduk di belakang dengan duduk di lantai di atas kasur dalam perjalanan dari Malang ke Surabaya 2 jam itu ternyata sangat menyenangkan. Saya masih ingat sekali setiap kali kami mau ke Surabaya membawa anak-anak dan kami membawa kasur, wah mereka senang luar biasa. Bukan saja tempat tujuannya menjadi tempat yang menyenangkan, namun perjalanan itu sendiri menjadi perjalanan yang menyenangkan. Istri saya juga sering mengajak anak menyanyi-nyanyi, nah itu juga membangun suasana. Istri saya juga kadang-kadang meminta anak-anak bercerita dan lain-lain, nah hal-hal itulah yang saya kira menimbulkan gelak tertawa. Itu terjadi ketika anak-anak masih kecil. Anak-anak sudah besar ya sudah tentu tidak bisa lagi melakukan perjalanan seperti itu, namun misalkan di rumah sekarang ini anak saya dengan istri saya suka bergurau, tertawa-tertawa dan kami pun suka bergurau dengan mereka dan tertawa, nah itu membangun sebuah suasana yang menyenangkan. Itulah salah satu hal penting yang mesti kita lakukan yang dapat membuat anak kita dan kita tertawa bersama.
GS : Mungkin di dalam melakukan perjalanan kadang-kadang tidak perlu terlalu jauh. Jadi waktu saya dan istri saya ketika itu belum ada mobil, hanya sepeda motor. Ya kami pergi dengan sepeda motor, Pak Paul, di sekitar kota Malang ini. Yang saya tekankan adalah perubahan suasana saja, dari rumah dibawa ke pedesaan atau ke tepi sungai dan sebagainya, ya cuma itu.
PG : Betul sekali dan benar-benar Tuhan adil sehingga semua orangtua sebetulnya bisa menyediakan suasana menyenangkan bagi anaknya. Semua, yang kaya, yang tidak terlalu kaya, yang tidak punya ung pun bisa menyediakan tempat yang menyenangkan.
Tadi Pak Gunawan memberikan contoh yang sangat baik sekali, pergi bersama ke tempat yang dekat-dekat pun bisa menjadi perubahan suasana yang sangat menyenangkan buat anak-anak.
GS : Yang penting mereka tidak berulang-ulang ke tempat itu lagi. Masalahnya kita kadang-kadang kehabisan ide, begitu Pak Paul. Mau kemana lagi atau apa lagi yang harus disiapkan, karena harus ada kegiatan. Akhirnya kami kadang-kadang melibatkan mereka untuk perencanaannya. Kita ada waktu untuk pergi bersama-sama, apa yang kira-kira akan kita lakukan, itu setelah mereka agak besar, tapi setelah besar mereka tidak mau juga ikut. Sulit sekali mengajak mereka.
PG : Betul jadi waktunya memang terbatas, mungkin sampai anak-anak berusia 15, 16 tahun, setelah itu tidak mau lagi.
GS : Malah berbalik, Pak Paul. Itu menimbulkan suatu kesedihan atau tekanan buat kami orangtua. Kenapa yang dulunya biasa diajak senang-senang mau, lalu kita kehilangan rasa sukacita itu.
PG : Betul dan itu sesuatu yang harus kita terima. Betul sekali.
GS : Tapi selain bepergian bersama-sama, bukankah ada hal lain yang bisa membuat kita tertawa bersama keluarga?
PG : Yang lain adalah menghadiahkan sesuatu kepada anak kita. Menghadiahkan ini yang penting adalah unsur kejutannya, yakni menghadiahkan sesuatu yang tidak terduga dan pada waktu yang tidak trduga pula.
Jadi yang saya ingin tekankan jangan kita terikat pada sistim imbalan belaka, artinya mereka ujian bagus kita janjikan hadiah, bukan ! Itu boleh itu tidak salah, tapi janganlah kita terikat pada sistim imbalan seperti itu, jangan selalu mengaitkan hadiah dengan perbuatan baik mereka. Hadiah juga harus dikaitkan dengan cinta kasih kepada mereka, lepas dari perbuatan, diri merekalah yang kita kasihi. Begitu kita mengasihinya sehingga kita senang memberikan sesuatu kepada mereka. Sudah tentu ini tidak dilakukan seminggu sekali. Itu tidak sehat, apalagi memberikan mainan-mainan yang mahal kepada anak terlalu sering. Yang saya maksud adalah sekali-sekali, misalkan kita berikan sesuatu yang menyenangkannya. Kita belikan dia sesuatu mainan yang tidak terlalu mahal, kita hadiahkan. Lalu dia tanya, "Untuk apa ini ?" "Tidak untuk apa-apa, kami hanya ingin memberikan untuk kamu". Nah, apa dampaknya ? Sangat menyenangkan, itu membuat anak dalam hati tertawa senang, bersukacita, karena tidak ada angin tidak ada hujan, orangtua memberikan sesuatu kepada mereka dan hadiahnya pun tidak terduga. Unsur-unsur kejutan ini yang menambah semarak dalam rumah tangga kita.
WL : Pak Paul, bagi keluarga yang keuangannya agak minim mungkin agak sulit menerapkan saran yang tadi Pak Paul berikan.
PG : Tetap masih bisa, Bu Wulan. Misalkan ini ya, anak-anak pada waktu masih kecil senang sekali dengan buku tulis atau dengan buku-buku bacaan yang harganya cuma Rp. 5.000,-, nah itu pun bisa ibelikan atau belikan pinsil yang lucu, belikan setip (penghapus), belikan penggaris, banyak hal kecil yang bisa diberikan dengan harga yang relatif murah.
Yang penting unsur kejutannya, tidak ada angin tidak ada hujan, kita memberikannya, asalkan tidak terlalu sering ya. Kalau terlalu sering maknanya jadi hilang. Tapi kalau jarang-jarang kita belikan dan kita katakan, "Tidak ada apa-apa, Mama atau Papa hanya ingin belikan untuk kamu, menghadiahkan kamu". "Mengapa ?" "Tidak tidak ada apa-apa kami hanya mau menyatakan bahwa kami mengasihi kamu, kami senang kamu adalah anak kami". Nah, itulah bahan membuat anak sukacita, bahan untuk membuat anak-anak kita lebih bisa tertawa.
GS : Kami pernah mewariskan mainan yang dulu memang kami miliki, jadi istri saya mempunyai mainan yang disimpan, saya pun pernah membawa mainan yang dulu pernah saya gunakan lalu saya berikan pada mereka, mereka agak heran bahwa mainan itu masih ada dan boleh menjadi milik mereka.
PG : Nah itu ada unsur kejutannya, Pak Gunawan, sebab berapa banyak orangtua menghadiahkan anaknya mainan yang dimainkan oleh orangtuanya pada masa kecil. Sangat langka dan itu sangat sangat meyenangkan si anak.
GS : Tapi ini Pak Paul, ada juga mainan-mainan yang bisa kita buat. Jadi kita buat sendiri, mereka dilibatkan dalam pembuatannya dengan apa yang ada sambil kita bercerita, begitu Pak Paul, dulu ya seperti ini mainannya, sebelum ada mainan dengan baterei ya seperti ini, dari kotak korek atau apa, mereka boleh menarik-nariknya, rusak ya sudah.
PG : OK, itu bagus sekali atau misalkan dengan jeruk bali ya menjadi mobil-mobilan kita. Dulu 'kan begitu mainan kita. Betul, betul sekali.
GS : Atau mainan bersama seperti 'petak umpet' atau apa, yang penting suasananya. Kalau mereka sudah lebih dewasa akan sulit sekali.
PG : Betul, betul sekali. Hanya ada masa tertentu saja untuk hal seperti itu.
GS : Mungkin yang lain, ada Pak Paul ?
PG : Yang lain adalah ini, rayakanlah hari bersejarahnya. Misalkan hari ulang tahun, rayakan tidak usah di hotel bintang lima, tidak usah. Artinya hanya mengingat, misalkan memberikan kue atau engucapkan Selamat, memberikan kado atau hari bersejarah yang lain, misalnya hari kenaikan kelas.
Kita berkata, "Ayo kita pergi, kita makan bersama di luar, ini hari ulang tahun kamu. Boleh undang teman-teman kamu datang". Secara mendadak kita katakan, coba telepon teman-teman boleh datang juga. Atau hari kemenangannya dalam pertandingan, ya ada pertandingan apa dan ia menang, nah kita rayakan sama-sama. Nah apa bedanya antara pergi dengan anak-anak pada hari-hari biasa dan pada hari yang bersejarah ini ? Beda sekali, pergi pada hari bersejarah, itu benar-benar menambah semarak, menambah sukacita. Kita pergi, misalkan hari ulang tahun kita hari ini, kita perginya minggu depan, beda kalau kita perginya minggu depan, hari ulang tahunnya sekarang ! Tapi kalau hari ini juga kita pergi rasanya senang sekali. Kalau pada hari bersejarah itu kita rayakan, itu akan sangat menyenangkan hati anak-anak. Yang membuat mereka senang juga adalah kita turut merayakannya bersama mereka. Jadi bukan saja, "Ini hari ulang tahun kamu ya, selamat ya", tidak itu tidak ada sukacita, tidak ada unsur merayakannya bersama anak. Yang penting dilihat anak adalah kita turut merayakannya, turut senang bersama mereka, maka kita mengeluarkan ide-ide seperti itu dan tidak ada salahnya unsur kejutan di sini juga terjadi. Kita jemput anak kita setelah pertandingan atau apa, kita tanyakan, "Wah menang, Pa" begini - begini - begini. "Ayo kita rayakan kemenanganmu, ayo kita berhenti", kita beli es krim misalnya, nah hal kecil seperti itu sangat menyemarakkan hati anak-anak kita.
WL : Pak Paul, bisakah di hari-hari khusus mereka, di hari bahagia mereka, kita ajak mereka juga untuk membagi kebahagiaan mereka dengan orang-orang yang misalnya tidak bisa merayakan itu, misalnya ke tempat Panti Asuhan atau ke tempat anak-anak cacat supaya anak juga tidak merasakan hanya mereka sendiri, tapi belajar membagikan pada orang lain juga, Pak Paul ?
PG : Itu ide yang baik, Bu Wulan. Silakan ya ide seperti itu digunakan juga, misalkan direncanakan jauh-jauh hari, ada orang yang sakit atau ada anak-anak di Panti Asuhan yang bisa kita kunjung pada Natal atau apa.
"Ayo kita ke sana, ayo", atau misalkan anak-anak kita mendapatkan hadiah ulang tahun dan mainannya banyak lalu kita katakan, "Mau atau tidak kita berikan satu" misalkan kepada anak siapa yang kekurangan. Itu ide-ide yang baik ya, mereka pun akan bisa bersukacita karena dapat memberikan sesuatu kepada orang yang lagi membutuhkan.
GS : Pak Paul, kadang-kadang kita telah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik agar suasana itu menyenangkan dan sebagainya, tapi tidak jarang pada saat-saat seperti itu ada saja gangguan yang merusak suasana, misalnya tadi bepergian sudah senang-senang dari rumah, mereka bertengkar sendiri antara saudara atau kita membelikan hadiah sesuatu yang maksud kita sebagai kejutan tapi ternyata dia tidak menghendaki itu. Itu bagaimana Pak Paul mengatasinya ?
PG : Nah, misalkan hadiah yang kita belikan kemudian tidak dikehendaki oleh anak, ya kita harus simpan, telan kembali kekecewaan kita dan kita hanya bisa katakan, "Oh, Papa kira kamu senang", "ama dulu dengar kamu minta ini, jadi Mama belikan, ya sudah kalau kamu tidak mau ya tidak apa-apa".
Ya kita utarakan kita kecewa, karena kita kira mereka akan menyukainya, tapi ya sudah kita telan kembali. Tidak apa-apa, jadi anak pun belajar untuk menerima kekecewaan nanti melihat bagaimana cara orangtua menerima kekecewaan. Kalau misalkan tadi dalam perjalanan anak-anak akhirnya berkelahi, apa yang bisa kita lakukan ? Kita perlu mengantisipasi, Pak Gunawan, maksudnya begini, kalau mereka mulai main dan nadanya mulai keras, kita mengetahui tinggal tunggu beberapa menit mereka akan berkelahi. Sebelum mereka berkelahi dan sebelum amarah kita memuncak kita langsung menghentikan dan kita berkata, "Kamu ini hampir berkelahi dan saya minta kamu berhenti, jangan berkelahi" dan kita langsung katakan, kita katakan kenapanya. "Kita lagi mau pergi, kita mau bersenang-senang, Papa atau Mama tidak mau nanti terjadi keributan, tolong jaga suasana ini". Jadi kita pun mengatakan hal-hal ini kepada anak-anak sehingga mereka pun dari kecil belajar untuk bertanggungjawab menjaga suasana, sehingga mereka tahu kalau mereka sedang dalam suasana senang mereka berusaha keras jangan sampai mereka merusakkan suasana yang menyenangkan ini. Jadi antisipasilah kira-kira kuncinya di sini.
GS : Ada orangtua itu yang tingkah lakunya bisa menyenangkan anak, mereka bergurau dengan mudah sekali, tetapi ada orangtua yang kaku yang sulit melakukan seperti itu, nah bagaimana itu Pak Paul ?
PG : Sudah tentu untuk orangtua yang lebih kaku ya, langkah-langkah yang telah kita berikan bisa digunakan misalkan dengan memberikan hadiah. Tapi untuk orangtua yang lebih jenaka, lebih kreati, memang akan lebih banyak hal yang bisa dilakukan untuk menambah semarak anak-anaknya.
Misalkan bergurau dengan anak, yang Pak Gunawan sudah singgung, misalkan menirukan gerak orang, itu bisa membuat anak-anak tertawa. Misalkan belum lama ini ada film "Lord of the Rings", ada manusia yang menjadi seperti hewan, ngomongnya tingkah lakunya merangkak-rangkak. Saya ikut menggoda anak-anak, saya menjadi seperti makhluk itu. Misalkan waktu itu kami nonton film "Tarzan", si Tarzan kalau mau disayangi oleh ibunya yang adalah kera, ya dia minta kepalanya diusap-usap. Nah istri saya sering minta anak saya mengusap-usap kepalanya, kemudian dia menirukan suara kera. Jadi silakan berguraulah dengan anak-anak, itu sangat manjur membuat hati anak-anak senang. Waktu melihat orangtuanya menirukan gerakan-gerakan yang lucu dan mereka tertawa, suasana menjadi sangat cair, rumah menjadi tempat yang menyenangkan buat anak-anak.
WL : Pak Paul, apakah bedanya, ada keluarga yang orangtuanya bisa melakukan seperti itu, tapi anak tetap menghormati martabat orangtua, tapi di sisi lain ada anak-anak yang menjadi agak kurang ajar terhadap orangtuanya.
PG : Saya kira disiplin itu mesti ada, jadi orangtua bisa berwibawa di hadapan anak untuk memberikan disiplin kalau anaknya salah atau apa, perlu ditegur ya ditegur. Jangan sampai itu tidak jaln dan juga kehidupan orangtua penting, kalau orangtuanya senang bergurau tapi juga sering berkelahi, nah anak-anak tidak menghormati orangtuanya.
Kehidupan orangtua, integritasnya itu juga diperhitungkan oleh anak-anak, sehingga meskipun orangtuanya bergurau mereka juga tidak merendahkan orangtuanya.
GS : Ada ibu-ibu yang hobi masak dan senang masak, apakah itu bisa dipakai sebagai satu sarana untuk menyenangkan hati anak ?
PG : Oh, bisa sekali, Pak Gunawan. Masak kesukaan anak-anak itu luar biasa menyenangkan anak-anak, apalagi kita beritahu dia, "Besok kamu akan menemukan satu kejutan", "Apa ?" "Papa atau Mama kan masak ini" atau kita katakan, "Besok pagi Papa yang masak ya, biasa Mama yang masak", misalkan masak nasi goreng atau apa.
Nah ternyata memasak makanan yang disukai anak-anak, menggembirakan hatinya, menggembirakan sekali, kita pun begitu bukan ? Kita pun senang bila bisa memakan makanan kesukaan kita. Nah apa bedanya membelikan dan memasak ? Memang membelikan makanan yang enak itu juga berguna, tapi memasaknya sendiri memberikan sentuhan pribadi, sehingga anak-anak melihat orangtua begitu menyayangi sehingga mengambil waktu yang panjang menyiapkan masakan ini dan kita katakan "Sengaja saya masak ini untuk kamu, karena saya tahu kamu suka makanan ini". Nah itulah hal yang menggembirakan anak-anak kita juga.
WL : Pak Paul, kalau tadi 'kan banyak saat-saat yang senang, bahagia, tapi kalau saat yang "kurang enak" misalnya ketika anak mengalami kekalahan dalam pertandingan atau apa, dikaitkannya dengan tertawa bersama anak, bagaimana Pak Paul ?
PG : Begini, Bu Wulan. Anak-anak itu harus diajar bukan saja bisa tertawa dalam suasana kemenangan, tapi juga dalam suasana kekalahan karena jiwa yang sehat diawali atau ditandai oleh kemampuankita menertawakan diri sendiri.
Ada di antara kita yang tidak bisa menertawakan diri sendiri, kita akhirnya cepat tersinggung, cepat marah sedikit-sedikit, karena kita tidak bisa menertawakan diri. Kenapa ? Sebab awalnya kita tidak bisa ditertawakan orang. Jadi orangtua juga perlu melatih anak, membiasakan anak untuk bisa menertawakan dirinya, dengan cara apa ? Sekali-sekali, bukan dengan nada mengejek atau merendahkan tapi misalkan membicarakan tentang kekalahannya dalam pertandingan atau apa kemudian kita membuat guyon, kita tertawa. Ya otomatis kita harus sensitif juga, kalau memang perasaannya sedang sedih ya jangan dibuat lelucon saat itu, tapi setelah itu terus kita membicarakan gerak-gerik siapa temannya , kita tertawa-tertawa meskipun ia kalah dalam pertandingan itu. Akhirnya apa yang dia belajar ? Bahwa kekalahan bukanlah sesuatu yang terlalu memalukan sehingga harus disembunyikan. Kekalahan adalah sesuatu yang harus diakui dan dilihat, apa yang menyebabkan kalah dan yang memang kalau harusnya kalah ya sudah. Jadi ajarlah anak juga untuk bisa tertawa, jangan sampai anak itu tenggelam dalam dirinya sendiri kalau kalah, kalau tidak mendapatkan yang diinginkannya. Wah, tenggelam !! Nah, kita harus bangkitkan dengan cara sekali-sekali kita menertawakan hal-hal yang dilakukannya dalam pertandingan tadi misalnya.
GS : Ada beberapa orang yang berpandangan kalau kita terlalu sering tertawa, apalagi tertawa bersama anak itu lalu jadi kurang rohani begitu, Pak Paul. Dalam hal ini apakah ayat Firman Tuhan itu mendukung pendapat ini atau bagaimana ?
PG : Tidak ya, sebab saya kira Tuhan itu senang apabila kita bersukacita, maka di Filipi 4:4,5 Firman Tuhan berkata, "Bersukacitalah senantiasa di dalam Tuhan! Sekali lagi kukataka: bersukacitalah! Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang".
Jadi dua kali diulang-ulang oleh Paulus. Bersukacitalah artinya senanglah, senang-senanglah, tertawalah, bersorak-soraklah dan hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Dan dalam hal ini kita terapkan untuk orangtua anak, biarlah kebaikan hati orangtua diketahui anak-anaknya, terutama anak-anaknya, jangan sampai orangtua itu kebaikan hatinya hanya diketahui orang di luar, tapi di rumah karena jarang tersenyum jarang tertawa, tidak pernah diketahui oleh anak-anaknya.
GS : Saya rasa menarik sekali perbincangan ini dan menjadi ciri gereja yang mula-mula saya rasa kesukacitaan mereka dalam berjemaat, Pak Paul. Terima kasih untuk perbincangan kali ini, Pak Paul juga untuk Ibu Wulan terima kasih. Saudara-saudara pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih, Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Tertawa Dengan Anak". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Kami mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sekalian sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.