Susah Percaya

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T241B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Dengan bertambahnya kasus selingkuh dan retaknya ikatan nikah, akan makin bertambah pulalah kasus susah percaya pada anak-anak, yang nantinya dibawa masuk ke dalam pernikahan mereka sendiri. Marilah kita lihat dampak masalah orang tua pada rasa percaya anak dan bagaimana pada akhirnya kurangnya rasa percaya mempengaruhi pernikahan sekaligus jalan keluar untuk bisa dipercaya.

Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Dengan bertambahnya kasus selingkuh dan retaknya ikatan nikah, akan makin bertambah pulalah kasus susah percaya pada anak-anak, yang nantinya dibawa masuk ke dalam pernikahan mereka sendiri. Marilah kita lihat dampak masalah orang tua pada rasa percaya anak dan bagaimana pada akhirnya kurangnya rasa percaya mempengaruhi pernikahan.

Relasi orang tua dan rasa percaya anak

Anak belajar percaya atau tidak percaya dari relasinya dengan orang tua. Pada masa kecil anak bergantung penuh pada pemeliharaan orangtua. Jadi, rasa percaya anak bertumbuh seiring dengan seberapa bertanggung jawab dan konsistennya orang tua dalam menyediakan kebutuhan anak - baik jasmaniah maupun emosional.

Anak belajar percaya atau tidak percaya dari relasi orang tua dengan satu sama lain. Tatkala anak melihat relasi orang tua hangat dan harmonis, anak akan belajar menyimpulkan bahwa dalam hidup ia aman dan mempercayai satu sama lain. Dalam kasus perzinahan orang tua,rasa percaya anak akan mencapai titik terendahnya. Ia akan menyimpulkan bahwa tidak ada orang yang layak dipercaya - terutama orang yang paling dekat. Alhasil sewaktu manikah, anak itu akan membawa rasa tidak percaya pada pasangannya

Rasa tidak percaya dalam pernikahan

Relasi nikah cenderung menghidupkan kembali semua perasaan dan reaksi yang dialami pada masa kecil..

Orang yang memasuki pernikahan dengan modal tidak percaya, akan mengembangkan rasa tidak aman yang biasanya dalam bentuk kecemasan. Untuk mengatasi kecemasannya ia akan berusaha membatasi dan meminitor ruang gerak pasangannya.

Pada umunya kita membatasi lewat larangan dan dalam pernikahan, larangan berkaitan dengan pergaulan

Pada umumnya kita memonitor lewat tuntutan pertanggungjawaban. Jadi, kita akan selalu ingin tahu apa yang telah dilakukan pasangannya, dengan siapa dan mengapa ia melakukannya

Semua batasan dan monitor dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa pasangan tidak melakukan sesuatu hal pun yang tidak berkenan di hati kita.

Bila pasangan tidak berkeberatan dan memiliki kebergantungan yang tinggi, pembatasan dan pengawasan seperti ini ditoleransi.

Biasanya ada dua reaksi yang dimunculkan: ia akan memberontak dan kedua, dia akan meyembunyikan. Tidak jarang, ia justru akan melakukan apa yang dilarang.

Menghadapi hal seperti ini, pada umumnya kita akan berusaha menguasainya namun bila ini pun tidak berhasil, kita cenderung menarik diri. Relasi nikah pun retak.

Jalan keluar

Kita harus terbuka dengan pasangan sebelum kita menikah agar ia dapat memahami masalah ini.

Mintalah bantuannya untuk membuat kita bertumbuh dalam hal ini. Mintalah ia untuk berkompromi dengan kita dalam hal larangan dan pertanggunjawaban.

Kita mesti bertumbuh dalam iman agar dapat berserah kepada Tuhan. Firman Tuhan mengingatkan, "Akan tetapi Bapamu yang di surga tahu bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya maka semuanya akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu jangan kuatir akan hari besok karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." (Matius 6:32-33)