Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami yang terdahulu tentang "Pubertas ke II: Mitos atau Realitas?". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, pada waktu yang lalu kita sudah berbincang-bincang tentang pubertas ke II, mungkin sebagian pendengar kita tidak sempat mendengarkan waktu itu, Pak Paul berkenan menjelaskan ulang tentang beberapa fakta pubertas ke II di usia paro baya itu, Pak Paul?
PG : Masa paro baya yang biasanya melingkupi usia 40 hingga 60 tahun, sering kali dipanggil sebagai masa pubertas Ke II. Pertanyaannya adalah apakah memang ada pubertas ke II itu. Kata pubetas ke II itu sendiri sebetulnya mengacu pada masa remaja dan memang masa remaja sering kali dikaitkan dengan masa pergolakan.
Kenapa kita katakan masa remaja adalah masa yang sarat dengan pergolakan, sebab memang banyak terjadi begitu banyak perubahan pada masa remaja. Dan perubahan-perubahan itu akhirnya juga menimbulkan gejolak-gejolak secara biologis. Pada masa remaja mulai berfungsi hormon-hormon seksual kita sehingga akhirnya gairah seksual meningkat. Dan karena kita sebelumnya tak pernah hidup dengan gairah seksual dan sekarang hidup dengan gairah seksual kebanyakan remaja tidak mengerti, tidak tahu bagaimana menghadapi gejolak-gejolak seksual. Secara fisik juga terjadi perubahan, tubuhnya membesar, kadang-kadang mereka tak tahu bagaimana mengatasi ini. Anak gadis yang tidak pernah mengalami menstruasi sekarang mengalami menstruasi, mereka kadang-kadang kaget dan takut, apa yang harus dilakukan. Belum lagi ketertarikan kepada lawan jenis, sebelumnya tidak pernah merasakan adanya getaran-getaran ini sekarang merasakan getaran-getaran ini, segala macam terjadi pada usia remaja sehingga akhirnya menimbulkan gejolak. Pada usia 40 hingga 60 tahun sebetulnya ada kesamaan dengan remaja dalam pengertian terjadi banyak perubahan juga, meskipun perubahannya sebetulnya bertolak belakang dengan apa yang terjadi di usia remaja. Terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan perubahan fisik. Kalau saya boleh memanggil pada usia remaja, perubahan itu perubahan yang bersifat pertambahan, tapi pada usia paro baya perubahan yang terjadi sebetulnya lebih merupakan perubahan penurunan yaitu penurunan kapasitas, kapasitas kita sebagai seorang manusia. Kemampuan-kemampuan kita yang tadinya sekuat apa sekarang mulai melemah, daya tahan kita yang sekuat apa sekarang mulai melemah, termasuk juga dalam hal kemampuan seksual kita. Fungsi seksual masih ada tapi sebetulnya gejolaknya tidaklah seintens pada masa-masa remaja. Namun kenapa masa 40-60 ini masa yang rentan terhadap masalah, karena perubahan itu terjadi dan terlalu banyak juga perubahan yang terjadi, sehinga akhirnya dalam banyak perubahan itu muncullah gejolak. Nah dalam gejolak-gejolak itu kalau kita tidak mawas diri kita akan mudah hanyut dan jatuh bahkan bisa jatuh ke dalam dosa.
GS : Pada usia seperti itu terutama seorang pria kadang-kadang dinilai nampak genit, nampak agak berlebihan, apakah memang seperti itu?
PG : Sering kali mereka dinilai agak genit, memperhatikan penampilannya seperti anak muda karena mereka ingin mempertahankan diri tetap muda. Mereka sebetulnya mungkin sekali tak mempunyai iat untuk tampil genit, namun mereka mencoba mengurangi laju proses penuaan, mereka tidak ingin terlalu cepat tua.
Maka mereka berolah raga dengan lebih giat, menjaga makan dengan lebih berhati-hati, kadang-kadang mulailah memakai lotion-lotion tertentu bukan hanya wanita tapi juga pria, rambut dicat sekarang bukan hanya wanita, pria pun mengecat rambut. Itulah sering kali citra yang ditimbulkan sehingga mereka akhirnya dilihat genit, kelihatan seperti anak remaja.
GS : Tetapi sebenarnya tidak semua pria pada usia seperti itu menampilkan dirinya genit atau seperti tadi Pak Paul katakan?
PG : Ya, tidak semuanya sebab sebetulnya saya juga masih kurang percaya sebagian besar tidak mempunyai niat genit, mereka hanya ingin tampil muda, tidak mau hanyut dalam proses penuaan itu.
GS : Berarti ada orang yang bisa menerima kenyataan bahwa dia sudah semakin tua atau sebaliknya ada sebagian orang yang tidak bisa menerima itu.
PG : Betul, ada yang memang bisa menerimanya, ada yang tidak bisa menerimanya. Yang tidak bisa menerimanya seolah-olah akan berkelahi melawan proses penuaan itu. Sedangkan yang bisa menerimnya seolah-olah mereka hanya berselancar dan hanya mengikuti saja gelombang itu.
Nah yang melawan dan berkelahi sering kali rentan terhadap masalah, karena mereka tidak bisa menerima proses penuaan kadang-kadang jadinya mereka jatuh ke dalam dosa, mereka ingin membuktikan masih tetap prima, masih tetap menawan hati lawan jenis, sehingga akhirnya rentan terhadap godaan. Bukan saja digoda tapi kadang-kadang mereka yang secara aktif menggoda. Agar mereka bisa mendapatkan lawan jenis yang lebih muda. Tapi yang bisa menerimanya akhirnya mereka bisa melewati masa paro baya ini jauh dengan lebih mulus.
GS : Faktor finansial itu juga memberikan pengaruh yang cukup besar pada usia-usia seperti itu, jadi dengan dia memiliki sejumlah dana yang cukup mereka bisa berulah yang aneh-aneh.
PG : Itu sebabnya Pak Gunawan, banyak orang berkata: "Suami saya waktu masih miskin tidak banyak ulahnya, sekarang sudah jaya banyak ulahnya banyak masalahnya." Sering kali itu terjadi, say tidak bisa salahkan sampa-sampai orang mempunyai konsep seperti itu.
Orang yang mempunyai kemapanan ekonomi akhirnya merasa lebih percaya diri sehingga lebih berani untuk berelasi dengan lawan jenis. Kalau sebelumnya takut penolakan, sekarang tidak lagi takut penolakan karena dia tahu dia mempunyai sesuatu yang bisa ditawarkan kepada lawan jenisnya. Akhirnya lebih berani, lebih mudah juga jatuh ke dalam dosa. Dan kita tidak bisa sangkali karena sekarang ada uang, dia bisa mengongkosi kehidupan di luar pernikahan ini, mengajak orang pergi ke mana bukankah itu semua memerlukan biaya. Dulu mungkin mempunyai keinginan tapi tak punya uang, sekarang mempunyai keinginan, mempunyai uang dan mempunyai orang yang tersedia di depan mata yang memang tidak berkeberatan diajak senang-senang dengan dia.
GS : Kenapa justru di usia seperti itu, banyak anak-anak muda atau gadis-gadis itu yang mendekati pria seperti ini?
PG : Sebetulnya ada dua penyebabnya, yang pertama adalah dalam batas yang wajar, perempuan menginginkan ketenteraman, kemapanan, pengayoman. Tidak bisa disangkal, ini semua bisa ditawarkan leh pria-pria yang memang usianya lebih tua, sehingga akhirnya mereka tergoda untuk mendapatkan kemapanan dan ketenteraman dari para pria ini.
Yang kedua lebih bersifat psikologis yaitu mereka menginginkan figur papa dalam hidup mereka. Ada yang mungkin mengalami figur papa terhilang pada masa-masa pertumbuhannya. Kurang mendapatkan kasih sayang dari seorang ayah sehingga mereka mudah sekali tertarik kepada pria yang lebih tua yang sangat memperhatikan mereka. Ini sebetulnya bisa terjadi yang sebaliknya, yaitu pada wanita yang lebih tua. Ada sebagian pria memang gandrung dengan wanita yang lebih tua, sebab ini adalah pengganti ibu mereka atau pelestarian figur ibu. Dirawat, disayangi, dimanja oleh para wanita yang lebih tua ini. Akhirnya memang terjadi simbiosis, yang muda mendapatkan pengganti ibu atau ayah mereka, yang tua bukan mendapatkan figur anak tapi mendapatkan figur penghibur. Penghibur dan juga membuat mereka bergairah dalam hidup, merasa diri lebih muda, masih tampil menawan akhirnya saling menguntungkan.
GS : Tidak semua orang pada usia-usia paro baya mengalami sukses secara finansial, bahkan mengalami kebangkrutan bisa terjadi pada usia-usia seperti itu. Nah ini sampai sejauh mana dampaknya di dalam pubertas kedua ini?
PG : Dampaknya sangat besar Pak Gunawan, kalau kita mengalami kebangkrutan, PHK pekerjaan pada usia kita masih di bawah 40 tahun, kita masih bisa berkata: "Masih ada kesempatan, saya akan mncoba pekerjaan ini, saya akan memulai usaha ini, saya akan melamar ke sana, ke sini dan sebagainya.
Namun kalau kita sudah berusia pertengahan, 50 tahun, kita akan menyadari satu fakta bahwa lapangan pekerjaan makin mengecil bukan makin membesar. Memang untuk sebagian orang yang mempunyai pengalaman sangat bagus mereka bisa mendapatkan pekerjaan yang juga bagus setelah misalkan diberhentikan. Namun sebetulnya posisi tinggi, posisi-posisi puncak itu makin sedikit karena kita tahu seperti kerucut, yang di bawah banyak, yang di atas tinggal sedikit. Jadi hanya sedikit orang yang kalau diberhentikan mempunyai kesempatan mendapatkan pekerjaan puncak seperti itu. Mayoritas adalah kalau diberhentikan pada usia paro baya akan kesulitan memulai, akan kesulitan mendapatkan pekerjaan; dia buka koran melihat lowongan pekerjaan hampir semuanya menulis batas usia 30 tahun, 35 tahun. Saya belum pernah melihat lowongan pekerjaan yang berkata batas usia 60 tahun. Jadi memang kalau kita mengalami kebangkrutan atau pemberhentian pada usia paro baya itu dampaknya berat sekali Pak Gunawan. Karena kita tahu kesempatan kita memulai lagi itu hampir tidak ada, jadi tidak jarang orang akhirnya putus asa. Ada yang mengalami depresi berat, jadi akhirnya mempengaruhi kehidupan, emosionalnya goyang, mudah sekali marah, mudah sekali akhirnya bereaksi keras terhadap orang-orang yang ingin memberikan bantuan atau memberikan nasihat; tidak mudah terima saran-saran dari pasangannya. Inilah gejolak-gejolak negatif yang terjadi pada usia paro baya jika mengalami kebangkrutan secara ekonomi.
GS : Tapi mungkin atau tidak Pak Paul, orang ini malah bertindak agresif, walaupun usianya sudah lanjut tapi dia masih kuat?
PG : Bisa juga dia menunjukkan bahwa dirinya masih gagah, masih kuat, masih bisa bekerja. Dan kalau ada kesempatan dia masih bisa mengembangkan usaha yang baru. Namun saya harus akui bahwa apangan pekerjaan bukannya membesar, malah mengecil berarti cukup banyak orang yang justru akan mengalami depresi, mengalami kejatuhan moral, mempunyai justru bukan semangat tapi keputusasaan.
Benar-benar tahu tidak ada lagi harapan buat saya memulai sesuatu yang baru.
GS : Dan biasanya orang-orang ini cenderung melarikan diri ke minuman keras, ke pelacuran dan sebagainya.
PG : Bisa, dan ini mudah sekali terjadi pada orang yang pertama hubungannya dengan Tuhan tidak terlalu kuat, sehingga mereka gagal berserah kepada Tuhan. Akhirnya mereka beranggapan Tuhan tdak mendengarkan doa saya, saya sudah berdoa mohon Tuhan membukakan jalan, tapi jalan tetap tertutup malah buntu nah bagaimana saya bisa melanjutkan.
Sedangkan pada usia paro baya sebetulnya kebutuhan keluarga meningkat berkali lipat. Dulu mengeluarkan uang untuk anak masuk kelas 0 atau TK atau SD, sekarang anak-anak sudah perguruan tinggi, masuk perguruan tinggi biaya biasanya lebih besar lagi daripada masuk TK atau SD. Belum lagi keperluan-keperluan untuk menyokong anak, memberikan kendaraan untuk anak dan sebagainya, nanti anak menikah. Benar-benar kebutuhan ekonomi membesar pada usia paro baya. Kalau di saat itu kita mengalami pemberhentian hubungan kerja itu memang akan menimbulkan dampak besar.
GS : Tapi memang potensi untuk berselingkuh itu masih tetap ada?
PG : Ada karena pada masa krisis kita bisa-bisa berpikir pendek, orang pada masa krisis kalau tidak kuat dalam Tuhan cenderung memunculkan sisi terburuk. Itulah manusia, dalam masa krisis alau seseorang tidak dekat dengan Tuhan, dia malah memunculkan sisi terburuk.
Misalkan dia pernah tergoda, tapi tidak melakukan apa-apa karena hidup di dalam Tuhan dan kehidupannya relatif juga mapan. Namun sekarang mengalami kejatuhan ekonomi, berdoa tapi Tuhan tidak membukakan jalan seperti yang diharapkan, nah pikiran bisa pendek. Sehingga keinginan untuk misalnya berzinah dengan perempuan lain, sekarang benar-benar tak terbendung, karena daya tahan kita sudah runtuh. Kita tiba-tiba merasa tak peduli lagi, apa yang Tuhan katakan, apakah ini berkenan atau tidak kepada Tuhan kita tidak peduli lagi, yang penting adalah kita mendapatkan kelegaan sesaat. Kita tahu ini fana, kita tahu ini tidak akan mengobati apa-apa, tapi daripada kita hidup terus-menerus dalam penderitaan dan keputusasaan kita mau menyegarkan diri sejenak untuk lebih bisa senang dan akhirnya kita melakukan perzinahan dengan orang lain.
GS : Berarti dia tidak berani menghadapi kenyataan hidup yang sebenarnya bahwa dia sedang bangkrut.
PG : Betul, dan saya memang harus akui ini pukulan yang berat bukan pukulan yang ringan itu sebabnya meskipun mereka tadinya kuat bisa-bisa pada saat seperti ini dirinya merasa sangat lemahsekali.
Tadi saya katakan faktor pertama adalah hubungan dengan Tuhan, yang kedua hubungan dengan keluarga sendiri. Kalau dia mempunyai hubungan yang kuat dengan keluarganya maka keluarga ini menjadi salah satu sumber kekuatannya. Apalagi kalau dia dekat dengan Tuhan, Tuhan menjadi sumber kekuatan dia yang utama; dia dekat dengan keluarga, keluarga menjadi sumber kekuatan dia nomor dua yang bisa memberi dia semangat lagi untuk tidak putus asa, memberikan dukungan kepadanya sehingga dia tidak merasa disingkirkan oleh keluarga. Jadi dengan kata lain penting seseorang memiliki hubungan yang baik dengan keluarganya. Sehingga kalau dia mengalami krisis pada usia paro baya keluarga menjadi penopangnya. Tapi sebaliknya kalau hubungannya dengan keluarga memang dari dulu tidak baik, waktu menghadapi krisis dia tidak lagi bisa mendapatkan kekuatan dari keluarga malah dia mencurigai keluarganya membuang dia. Meremehkannya, tidak lagi menganggap dia, justru tambah sering marah; tambah sering marah keluarga makin susah dekat dengan dia, hubungan makin terputus, dia makin sendirian. Berarti dalam kesendirian, dalam perasaan saya dibuang, tak lagi dihargai, dia mudah sekali mencari orang lain yang bisa mengertinya, yang bisa menyejukkan gejolak hatinya, yang tetap masih bisa menghargainya bahkan pada usia ini, kalau kita mengalami kejatuhan dan kita tak dekat dengan keluarga, kita rentan sekali terhadap godaan.
GS : Karena itu sering kali terjadi perceraian pada usia-usia segitu.
PG : Betul sekali, karena memang kita akhirnya berkata ya apalagi yang harus saya harapkan, apalagi yang harus saya sandarkan, keluarga sendiri pun tak mau dekat lagi dengan saya, kita meraa sudah disingkirkan dari keluarga dan orang inilah yang bisa mengerti saya sekarang, akhirnya kita mulai melepaskan diri dari keluarga kita dan lebih dekat dengan orang ketiga itu.
GS : Pada usia seperti itu, rasa tanggung jawab itu rasanya menjadi berkurang, Pak Paul?
PG : Biasanya itu yang terjadi karena pada usia itu anak-anak tak membutuhkan kita seperti waktu mereka masih kecil. Dan orangtua kita kalau kita sudah berusia 50-an tahun masih mungkin adayang hidup usia 80 tahun tapi sebagian juga sudah tidak ada lagi.
Kita akhirnya tidak merasa harus bertanggung jawab kepada orangtua karena mungkin sudah tua sekali atau tidak ada lagi. Anak-anak tidak lagi membutuhkan kita, kadang-kadang dalam suasana tidak lagi bertanggung jawab, kita bisa berpikir pendek, berpikirnya adalah yang penting kepuasan sesaat. Tidak peduli lagi anak nanti pikir apa, orangtua nanti pikir apa, yang penting sekarang saya senang. Saya hanya hidup sekali, tinggal berapa tahun lagi saya akan mungkin meninggal dunia, kenapa tidak saya nikmati hidup ini, akhirnya sebagian orang tergoda dan malah jatuh ke dalam dosa.
GS : Apa saran Pak Paul terhadap orang-orang yang mengalami kesulitan seperti ini pada usia paro baya ini?
PG : Nomor satu adalah dia mesti datang kepada Tuhan apa adanya. Jangan mencoba menutupi keterbatasan kita, jangan mencoba membuktikan diri bahwa saya masih hebat, jangan mencoba menyangkal fakta.
Terimalah dan akuilah apa adanya di hadapan Tuhan dan mintalah pertolongan Tuhan. Dan yang kedua datanglah kepada keluarga apa adanya. Ada orang yang defensif tidak bersedia menceritakan kesulitannya, kelemahannya. Tidak mau meminta pasangan atau keluarganya untuk mendukungnya, dia selalu anggap dirinya kuat sebab dari dulu dia kepala, dari dulu orang takut kepadanya dan dia merasa di situ letak penghargaannya. Sekarang dia harus meminta bantuan kepada keluarganya, dia tidak mau; dia sudah mempunyai keangkuhan, tetap memerintah, tetap mau galak padahal dia sudah dalam keadaan yang sangat lemah. Itu makin memperburuk situasi. Jadi saran saya adalah datanglah kepada keluarga apa adanya, jangan gunakan kenangan-kenangan lampau sebagai kesombongan kita. Dan cepat curiga pasangan kita tidak lagi memandang kita, sedang melecehkan kita karena kita tidak sejaya dulu, datanglah kepada mereka apa adanya, kita memang perlu bantuan mereka. Dengan rendah hati kita meminta bantuan mereka dan saya percaya kalau kita datang dengan kerendahan hati seperti itu, justru mereka ingin menolong kita.
GS : Di samping kerendahan hati, mungkin faktor kesabaran itu penting juga untuk dimiliki.
PG : Saya setuju Pak Gunawan, kesabaran untuk bertahan dan kesabaran untuk melewati lembah yang kelam ini. Karena saya juga tidak mau memberikan harapan kosong, "Wah.......nanti semuanya akn beres jangan khawatir," Saya tidak berani berkata begitu.
Ada orang yang mengalami kejatuhan ekonomi pada usia 50-an tahun harus terus hidup dalam status yang berubah itu untuk waktu yang panjang. Mungkin anak-anak sampai mulai besar, anak-anak bisa bekerja sehingga bisa meningkatkan taraf kehidupan barulah ada perbaikan. Kadang-kadang yang terjadi sampai tua tetap tidak ada pekerjaan yang tetap, nah terimalah lewati lembah kelam itu. Tapi ingat Tuhan sudah berjanji, Dia akan terus berjalan bersama kita bahkan melewati api, melewati air, melewati lembah yang kelam itu.
GS : Pak Paul, di dalam hal ini peran keluarga baik istri maupun anak, atau kalau istri yang mengalami juga peran suami itu sangat penting, Pak Paul.
PG : Sangat penting sekali, dan sangat peka Pak Gunawan. Kita harus menyadari bahwa pasangan kita yang mengalami kejatuhan secara ekonomi itu peka dan sensitif sekali. Jadi kita juga mesti ensitif, jangan kita ngomong terlalu menekan, menusuknya.
Misalkan salah satu yang sering kali muncul, "Kamu kok tidak mau berusaha lagi," nah itu biasanya sangat menampar, sangat menjatuhkan semangat orang yang benar-benar dalam keadaan terpuruk. Sebab dia tentu saja mau bangkit, tapi memang susah sudah umur segitu, kecuali dia mempunyai modal yang besar dia bisa memulai usaha yang baru. Tapi berapa banyak yang mempunyai modal besar dan memulai sesuatu yang baru? Jadi jangan sampai muncul pembicaraan seperti itu. Berilah dorongan, ajaklah berdoa, teruslah munculkan hal-hal yang positif, ajak dia berjalan, ajak dia pergi. Dengan kata lain cobalah menjalani hidup senormal mungkin dan cobalah berhemat dan cobalah mengeksplorasi kemungkinan yang lain, yang mungkin tidak pernah kita pikirkan namun yang penting bersama-sama hadapi masa-masa sulit ini.
GS : Berarti Pak Paul, pada usia paro baya orang yang sukses secara finansial maupun yang gagal itu mengalami masalah yang sangat berat.
PG : Bisa-bisa sama beratnya Pak Gunawan, jadi kita mesti berhati-hati di masa ini. ada seorang hamba Tuhan yang memang mengatakan dengan tegas yaitu Charles Swindoll bahwa pada masa suksesorang rentan jatuh, dan saya tambahkan lagi pada masa susah pun orang rentan jatuh.
Karena pada masa susah orang cenderung berpikir pendek.
GS : Pada masa seperti ini firman Tuhan yang akan menjadi pegangan yang kuat. Mungkin Pak Paul mau sampaikan firman Tuhan?
PG : Saya akan berikan Filipi 4:11-13 kepada para pendengar kita yang mungkin sedang mengalami kejatuhan ekonomi pada usia paro baya. "....Aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala kedaan.
Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." Paulus menekankan bahwa kemampuannya bisa hidup dalam segala keadaan bukanlah dari dirinya sendiri, firman Tuhan itu berasal dari Tuhan yang memberi kekuatan kepadanya. Jadi setiap hari datanglah kepada Tuhan, mintalah kekuatan itu untuk satu hari ini saja. Biarkanlah Tuhan yang memberi topangan kekuatan itu kepada kita.
GS : Terima kasih untuk perbincangan yang menarik ini dan para pendengar sekalian, kami juga mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Pubertas ke II: Mitos atau Realitas?" bagian kedua yang merupakan kelanjutan dari perbincangan kami pada kesempatan yang lalu. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.