Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Prioritas Hidup" bagian yang kedua. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, pada kesempatan yang lalu kita membicarakan tentang prioritas hidup dan Pak Paul katakan setidaknya ada 7 hal yang perlu diprioritaskan dalam kehidupan ini, tapi pada waktu yang lalu kita baru sempat membahas 3 dari ketujuh itu. Sebelum kita melangkah pada prioritas yang keempat, supaya para pendengar kita memunyai gambaran yang terdahulu atau mengingatkan yang terdahulu, mungkin Pak Paul secara sekilas bisa kembali mengulang membahasnya.
PG : Kita ini berangkat dari sebuah pengamatan bahwa hidup berisikan sederet pilihan, bagaimana kita memilih dan apa yang kita pilih akan menentukan kehidupan yang kita jalani. Karena itu kita harus belajar memilih dan kita mau kembali kepada Firman Tuhan, sehingga mengerti apa yang diutamakan Tuhan, sehingga kita bisa memilih sesuai dengan sistem prioritas Tuhan sendiri. Kita telah belajar bahwa yang pertama Tuhan itu mengedepankan karakter di atas kemampuan, meskipun kemampuan penting namun kita mesti tambah dan pertajamkan tapi jangan lupa nilai siapa kita ini dilandasi atas karakter kita. Yang membawa kemuliaan bagi Tuhan adalah karakter kita. Kedua, kita belajar bahwa Tuhan mengedepankan keutuhan hidup atau keutuhan diri kita sebagai pelayan Tuhan di atas kegiatan-kegiatan kita sebagai seorang pelayan Tuhan. Tuhan lebih berminat melihat kehidupan yang berimbang, kehidupan yang tertata, jangan sampai kita melakukan banyak hal untuk Tuhan, tapi hidup kita tidak beres, keluarga kita berantakan, emosi kita tidak terkendali, jiwa kita tidak stabil. Tuhan tidak mau melihat itu dan yang ketiga adalah Tuhan mengedepankan ketaatan di atas keefisienan. Kita belajar bahwa dewasa ini efisien itu telah menjadi ilah yang baru, segala sesuatu harus efisien sudah tentu itu benar, itu baik tidak salah, tapi jangan lupa yang diutamakan Tuhan adalah ketaatan. Kita melihat contoh perempuan yang membuka buli-buli dan menuangkannya di atas Tuhan, minyak narwastu itu mahal sekali tetapi bagi Tuhan pemborosan itu dinomorduakan, yang dinomorsatukan adalah hati si wanita itu yang mengasihi Tuhan. Dia merasa Tuhan mengetuk hatinya untuk memberi persembahan dan dia langsung berikan. Jadi itulah yang Tuhan kedepankan, ketaatan di atas keefisienan.
GS : Sekarang kita memasuki prioritas yang keempat, yang harus kita perhatikan tentang apa, Pak Paul ?
PG : Yang keempat adalah Tuhan mengedepankan yang kecil di atas yang besar. Menjadi besar adalah idaman kita semua bahkan dalam pelayanan sekali pun kita merindukan menjadi besar. Sudah tentu kita menamakannya, menjadi besar buat Tuhan. Pertanyaannya adalah apakah Tuhan menginginkan semua pekerjaan-Nya menjadi besar sebagaimana kita mendefinisikan besar, dalam bentuk biasanya kuantitas. Di dalam kitab Hakim-Hakim 7 dicatat tentang karya penyelamatan Tuhan melalui hamba-Nya Gideon. Pada awalnya Gideon membawa 30.000 pasukan untuk melawan bangsa Midian namun Tuhan terus mengurangi jumlahnya hingga mencapai 300 orang, 1/100 dari jumlah awal, namun sebagaimana kita tahu mereka berhasil memenangkan pertempuran, karena Tuhanlah yang menyelamatkan mereka. Dari situ ternyata ukuran besar, tidak berarti buat Tuhan. Tuhan memilih 300 orang saja, 1/100 dari jumlah pasukan, supaya apa? Tuhan dibesarkan. Jadi kita akan melihat pola ini mengalir di Alkitab dari depan sampai belakang. Tuhan tidak mementingkan jumlah di mata manusia, Tuhan tahu bahwa apa yang bisa dilakukan-Nya, itu pasti berhasil.
GS : Jadi tepat sekali seperti Yohanes Pembaptis yang mengatakan, "Biarlah aku makin berkurang dan Engkau makin bertambah", begitu Pak Paul ?
PG : Betul sekali, justru itu adalah prinsip yang kita sering lupakan, Pak Gunawan. Ada satu hal yang mesti kita camkan, Tuhan memakai kita untuk menggenapi rencana-Nya, bukan sebaliknya. Kalau tidak hati-hati kita malah memakai Tuhan untuk menggenapi rencana kita! Ini bahayanya, orang yang ingin besar dan ingin melakukan karya besar mudah jatuh ke dalam perangkap memakai Tuhan menggenapi rencana kita sendiri. Rencana yang besar terlalu penting untuk diabaikan, sehingga akhirnya itulah yang menjadi kekuatan dan pendorong pelayanannya. Jadi kita mesti berhati-hati, seperti Yohanes Pembaptis berkata bahwa aku harus makin kecil, Ia harus makin besar. Justru ia menekankan hal itu jangan sampai ia menjadi penghalang bagi pekerjaan Tuhan.
GS : Tapi beberapa ada orang yang dipakai Tuhan untuk melakukan karya-karya yang besar, karya-karya yang mengubah dunia ini juga.
PG : Betul sekali, namun kalau kita perhatikan dari awalnya mereka tidak memikirkan melakukan perkara besar, mereka hanyalah menaati Tuhan, bersedia melakukan apa yang Tuhan berikan kepada mereka namun pada akhirnya itulah yang Tuhan lakukan. Kenapa Tuhan seolah-olah tidak begitu senang kita mengejar perkara besar? Karena begini, Tuhan meminta kita memfokuskan pada yang kecil sebab Dia tidak ingin kita jatuh ke dalam dosa kecongkakan, Pak Gunawan. Di Yakobus 4:6 Firman Tuhan berkata, "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati". Tidak mudah bagi kita yang mengejar perkara besar untuk tetap rendah hati, itulah sebabnya Tuhan meminta kita untuk tidak mengarahkan mata pada perkara besar, Ia meminta kita memandang dan mengutamakan perkara kecil. Dalam pelaksanaannya ada kalanya Ia melakukan perkara besar, melalui kita yang tengah mengerjakan perkara kecil, begitu Pak Gunawan.
GS : Dari perumpamaan-perumpamaan Tuhan Yesus yang sering kita lihat Tuhan mengambil contoh yang kecil-kecil, seperti burung pipit, anak kecil, domba yang hilang satu saja, itu sesuatu yang sederhana tetapi punya makna yang besar sekali.
PG : Dan kedatangan Tuhan ke dunia ini sangat-sangat merupakan simbol dari prioritas itu. "O betlehem yang kecil" sebab memang kota itu kecil, kota yang besar adalah Yerusalem. Dan juda Nasaret, Tuhan Yesus pernah mengungsi dan tinggal di sebelah Utara, di Nasaret. Karena itu waktu Natanael bertemu ia bertanya tentang Tuhan, "Apa ada hal yang baik yang keluar dari Nasaret?" Kenapa? Karena memang tidak ada yang tahu tempat itu, terlalu terpelosok. Akhirnya itulah yang kita lihat, raja Israel yang pertama, Saul, dari suku Benyamin, suku terkecil. Jadi sekali lagi kita melihat Tuhan mau kita fokus pada yang kecil. Dalam pelaksanaannya Ia berkati kita, embankan kita dan mampukan kita melakukan perkara yang besar, itu kehendak-Nya tapi kita sendiri tidak boleh mengejar-ngejar yang besar-besar itu. Banyak orang, yang berlomba untuk menjadi besar, ada yang ingin cepat kaya, ada yang ingin berpengaruh besar, ada yang ingin bersumbangsih besar, ada yang ingin berpengikut besar dan seterusnya. Inilah bukti prioritas yang keliru. Kita pun terlalu cepat mengagumi orang yang besar dan menelantarkan orang yang kecil, orang yang bisa mengembangkan baik itu pekerjaannya, atau pengaruhnya atau pelayanannya menjadi besar, sering kita kagumi. Orang yang ingin besar hanya melihat yang besar dan mereka luput melihat yang kecil, yakni orang-orang yang kecil dan perkara-perkara kecil. Jadi sekali lagi fokus kita haruslah pada yang kecil.
GS : Bagaimana hubungan kita dengan keluarga, terkait dengan ini ?
PG : Sudah tentu kalau kita memerhatikan anak-anak kita, suami kita, istri kita dan melihat hal-hal yang kecil, yang sederhana justru itulah yang mereka butuhkan, diperhatikan secara mendetail, diutamakan, dihargai oleh kita karena apa yang mereka bisa berikan, bukan karena mereka bisa memenuhi sekehendak kita. Kita lihat Tuhan Yesus sendiri pun memberikan contoh itu, Pak Gunawan, misalnya dalam hal anak-anak kecil, anak kecil seringkali menjadi perkara kecil, tidak dianggap. Itulah yang terjadi pada masa pelayanan Tuhan. Tatkala Ia sedang mengajar tentang kerendahan hati Tuhan menggunakan seorang anak sebagai pokok acuannya. Dia berkata di Matius 18:10, "Ingatlah jangan anggap rendah seorang seperti anak-anak kecil ini". Jadi sekali lagi Tuhan meminta kita melihat yang kecil. Tuhan melihat anak kecil, mereka tidak melihatnya. Salah satu bahayanya bila kita terus fokus pada yang besar adalah pada akhirnya kita menyamakan mulia dengan mewah, Pak Gunawan. Kita ingin melakukan pekerjaan Tuhan yang mulia, namun akhirnya mulia berganti menjadi mewah. Akhirnya kita terbiasa melakukan semua yang mewah dan tidak lagi bersedia melakukan pekerjaan yang tidak mewah. Pada akhirnya kita pun merendahkan yang kecil dan yang tidak mewah. Tuhan tahu kelemahan dan kecenderungan kita itu. Itu sebabnya dari awal Ia meminta kita mengutamakan yang kecil, bukan yang besar.
GS : Prioritas yang kelima yang perlu kita perhatikan apa, Pak Paul ?
PG : Mengedepankan memberi di atas menerima. Saya kira konsep ini kita kenal, masalahnya adalah tidak banyak orang yang bersedia memberi, Pak Gunawan. Apa itu maksudnya memberi? Tanpa menerima imbalan, yang penting kita terus memberi. Biasanya kita memberi karena kita menerima sesuatu baik dari orang yang bersangkutan atau dari orang lain. Sebagian orang terus memberi tanpa pamrih tapi ada orang yang hanya ingin menerima. Di antara memberi dan menerima ada satu di tengah-tengahnya yaitu membayar, masalahnya dalam hal membayar tidak semua orang rela melakukannya. Ada banyak orang yang menghindar dari kewajiban membayar. Memberi adalah satu langkah di depan membayar dalam pengertian pada waktu kita membayar ialah kita tidak menerima apa pun. Itulah memberi dan itulah yang seharusnya kita kedepankan.
GS : Memang ini perlu dilatihkan sedini mungkin, karena kita terbiasa menerima dari pada memberi, bahkan mencari sesuatu yang gratis daripada harus membayar. Kalau ada yang gratis mengapa kita harus membayar, begitu Pak Paul.
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Memang itulah yang terjadi, kita dikondisikan untuk mencari-cari yang gratis, menerima yang kita inginkan tanpa harus membayarnya. Jadi inilah prioritas kita sebagai manusia, kalau membayar saja susah, apalagi memberi, tapi Tuhan mengajarkan kepada kita untuk memberi. Di Matius 20:28 Tuhan berkata, "Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang". Kita tahu melayani adalah memberi, baik itu jasa atau barang, tapi Tuhan memberi nyawa-Nya, ini adalah sebuah pemberian yang termahal.
GS : Padahal, sebenarnya dengan memberi itu membuktikan bahwa kita kaya, Pak Paul. Punya sesuatu yang lebih yang kita bisa berikan kepada orang lain. Kalau kita menerima terus menunjukkan kemiskinan kita atau kebutuhan kita yang tidak terpenuhi.
PG : Sebetulnya begitu, Pak Gunawan, jadi dengan kita memberi kita menunjukkan iman, bahwa kita punya dan nanti kita akan diberikan oleh Tuhan dengan cukup sehingga waktu kita memberi kita tidak akan mengalami kekurangan. Ini seringkali kita identikkan dengan memberi, dianggap kalau kita memberi kita akan kehilangan, akan rugi karena pada dasarnya kita tidak mau rugi, kita hanya mau untung. Saya tidak mengatakan bahwa kita harus selalu menolak untuk menerima apa pun dari siapa pun, bukan itu yang saya maksud. Saya hanya mengingatkan bahwa oleh karena Tuhan mementingkan memberi daripada menerima, maka kita pun harus mengutamakan memberi ketimbang menerima. Singkat kata, dalam hidup kita harus mencari kesempatan untuk memberi, bukan mencari kesempatan untuk menerima. Jika kita butuh, jangan sungkan menerima, sebab mungkin saja Tuhan tengah memelihara kita lewat bantuan yang ditawarkan orang. Namun sekali lagi jangan mencari-cari kesempatan untuk menerima, sebaliknya carilah kesempatan untuk memberi, tanpa mengharapkan imbalan.
GS : Masalahnya kita tidak bisa memberi kalau kita tidak menerima terlebih dahulu, Pak Paul.
PG : Betul, kalau kita terbuka, kita tahu bahwa kadang-kadang kita butuh dan Tuhan mengutus orang untuk menolong kita, sudah kita terima dan kita tahu bahwa nantinya pun kita bisa memberikan lagi. Selama kita fokuskan terus bagaimana kita bisa memberi dan memberi lagi, saya kira itu yang Tuhan inginkan ada pada diri kita, bukan mentalitas sebaliknya bagaimana supaya kita bisa menerima dan menerima dan menerima lagi. Tidak seperti itu, berkat Tuhan dikucurkan pada orang yang terus mencari kesempatan untuk memberi dan memberi lagi.
GS : Prioritas yang lain yang perlu mendapat perhatian kita, apa Pak Paul ?
PG : Ini adalah yang keenam yaitu kita harus prioritaskan proses di atas produk. Makin hari kita makin menjadi masyarakat yang tidak sabar Pak Gunawan, kita ingin melihat hasil atau produk. Bila tidak melihat hasilnya, dengan cepat kita menyimpulkan bahwa upaya itu telah gagal dan semua yang gagal harus dilenyapkan. Itu bukanlah prioritas Tuhan, Ia lebih mementingkan proses daripada produk. Sebagai contoh, Tuhan terus bersabar membentuk Petrus sebab Ia tahu perubahan memerlukan proses, coba kita simak salah satu percakapan Tuhan dengan Petrus dan peristiwa penyangkalannya yang dicatat di Matius 26. Petrus menjawab, "Biarpun mereka semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak". Yesus berkata kepadanya, "Aku berkata kepadamu sesungguhnya malam ini sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali...". Maka mulailah Petrus mengutuk dan bersumpah, "Aku tidak kenal Orang itu" pada saat itu berkokoklah ayam, maka teringatlah Petrus akan apa yang dikatakan Yesus kepadanya, "Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali". Lalu ia pergi keluar dan menangis dengan sedihnya."
GS : Memang proses yang dialami oleh Petrus berbeda dengan proses yang dialami oleh Yohanes atau pun murid-murid yang lain, memang semua menjalani proses itu, Pak Paul. Ini yang seringkali membuat kita ketika memasuki proses itu merasakan mengapa begitu lama proses itu terjadi pada saya sedangkan orang itu bisa begitu cepat melewati proses itu ?
PG : Betul, Pak Gunawan, memang kita sebagai manusia tidak bisa tidak akan membanding-bandingkan "Dalam proses ini saya lama sekali, mengapa Tuhan tidak menyelesaikan? Mengapa saya masih merangkak, orang itu lebih cepat." Maka kita mesti sabar dengan orang lain. Kita sebagai seorang ayah atau seorang ibu, kadang-kadang kita ingin melihat proses itu berjalan lebih cepat, kita ingin melihat hasilnya langsung pada anak-anak kita, tapi pada faktanya tidaklah demikian. Kita mesti mengingatkan diri bahwa Tuhan akan terus membentuk anak kita, memprosesnya tapi tentu akan makan waktu. Misalnya dalam hal Petrus, Tuhan tahu bahwa Petrus akan menyangkal mengenal-Nya dan Ia pun telah memeringati murid-Nya itu. Sayangnya Petrus terlalu percaya diri sehingga lalai menjaga diri, akhirnya dia jatuh, tapi Tuhan tidak memarahinya. Kita tahu di Alkitab tertulis jelas bahwa Tuhan hanya memandangnya dan itu sudah cukup. Petrus keluar dan menangis, perubahan pun terjadi. Dalam hidup kita mesti sabar menantikan hasil atau produk, fokus perhatian justru harus lebih diarahkan kepada prosesnya. Memberi kesempatan kepada seseorang, memeringatinya, mengajarkannya dan menunggu hasilnya. Inilah yang susah tapi inilah yang harus kita lakukan, menunggu hasilnya. Inilah yang menjadi prioritas Tuhan dan seyogianyalah ini pun menjadi prioritas kita pula.
GS : Kalau kita coba-coba ikut serta "membantu" Tuhan mempercepat proses ini pun malah hasilnya tidak menjadi baik, Pak Paul ?
PG : Betul sebab seringkali yang kita lakukan yang namanya membantu lebih banyak memberikan tuntutan-tuntutan dan kadang-kadang emosi kita juga turut bermain, kita marah-marah dan sebagainya. Jadi ada waktunya kita memberi peringatan, ada waktunya kita juga bisa marah, tapi ada waktunya untuk menunggu dan memberi kesempatan kepada Roh Kudus bekerja dalam hidup seseorang, sehingga pada akhirnya orang itu akan mengalami perubahan.
GS : Jadi dibutuhkan kesabaran yang luar biasa dan itu pun cara Tuhan memproses kita memunyai karakter yang baik. Itu yang pernah kita bicarakan, Pak Paul.
PG : Betul sekali, Pak Gunawan.
GS : Sebagai akhir dari prioritas ini, puncaknya apa, Pak Paul ?
PG : Yang ketujuh adalah kita mesti mengutamakan Tuhan di atas segalanya. Sebetulnya jika kita jujur Pak Gunawan, kita mesti mengakui bahwa kita menginginkan keduanya. Apa itu keduanya? Dunia dan surga, kita ingin mendapatkan surga yang kekal tapi kita juga mendambakan dunia yang memuaskan. Kita menginjak dua perahu sebab kita menginginkan yang terbaik dari keduanya, sayangnya impian itu tidak akan menjadi kenyataan, sebab Tuhan tidak memberi kita kesempatan memiliki keduanya. Coba kita dengar perkataan Tuhan kepada seorang pemuda yang kaya raya, yang tercatat di Markus 10:21, "Hanya satu lagi kekuranganmu, pergilah dan juallah apa yang engkau miliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin maka engkau akan beroleh harta di surga kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku". Tuhan memintanya untuk menjual semua hartanya, sebab Tuhan tahu bahwa harta telah menjadi penghalang antara dirinya dan Tuhan. Dengan kata lain, Tuhan tahu bahwa sesungguhnya pemuda itu mencintai keduanya, harta dan Tuhan. Ia menginjak kedua perahu, dunia dan surga, Tuhan ingin dan Tuhan menuntut kita untuk menempatkan-Nya di takhta kehidupan bukan di kursi menteri semata.
GS : Dalam hal ini, Pak Paul, apakah tidak ada hal-hal yang bisa dikompromikan, misalnya antara karakter dan kemampuan, efisiensi dan ketaatan. Menurut kita sebenarnya hal ini bisa berjalan bersama-sama, Pak Paul.
PG : Sudah tentu dalam hal-hal yang tadi Pak Gunawan singgung, tidak salah kita juga belajar supaya bisa memajukan ketrampilan dan kemampuan kita. Tidak salah juga kita belajar mengefisienkan pekerjaan kita. Ada hikmatnya dalam mengefisienkan pekerjaan namun intinya adalah tetap, ketaatan kepada Tuhan di atas dari keefisienan. Kadang-kadang waktu Tuhan meminta kita melakukan sesuatu, meski kita melihat tidak efisien, tapi kalau kita meyakini ini dari Tuhan, kita mesti menaatinya, lakukanlah. Contoh yang klasik adalah ini, Pak Gunawan, bukankah banyak orang-orang yang bersekolah, yang memunyai pendidikan yang baik, memutuskan untuk menjadi hamba Tuhan, mungkin keluarganya bisa mengatakan, "Aduh pemborosan sudah disekolahkan 4 tahun atau 6 tahun, akhirnya meninggalkan ini semua dan menjadi hamba Tuhan". Sekali lagi di dalam konsep sebagian orang, ini pemborosan tetapi yang dikedepankan haruslah tetap, ketaatan kepada Tuhan.
GS : Seperti Tuhan Yesus yang menyuruh pemuda tadi untuk menjual harta bendanya, itu tidak diberlakukan kepada semua orang yang mengikut Dia, Pak Paul.
PG : Betul sekali, tidak semuanya Tuhan tuntut, tapi dalam kasus tadi harta itu telah menghalangi orang tersebut mencintai Tuhan sepenuhnya. Jadi konkretnya, praktisnya dalam penerapannya, apa pun itu yang hendak kita lakukan, kita harus selalu bertanya, "Tuhan, apakah kehendak-Mu dalam hal ini?" dan setelah bertanya kita harus menaatinya. Buat apa kita bertanya kalau kita tidak berniat menaatinya? Misalnya ada orang yang tinggal bersama kekasihnya, artinya kumpul kebo, sewaktu ditanya ia selalu memberi jawab, "Bukankah Tuhan menginginkan saya hidup senang?" Inilah contoh orang yang tidak bertanya kepada Tuhan, sebaliknya ia hanya bertanya kepada dirinya sendiri. Waktu dia berkata begitu, "Bukankah Tuhan menginginkan saya hidup senang", sebetulnya dia hanya bertanya kepada dirinya sendiri, "Saya mau hidup senang, boleh atau tidak?" Sudah tentu karena dia bertanya kepada dirinya sendiri, ia jugalah yang memberi jawab kepada dirinya sendiri.
GS : Jadi dalam hal ini rupanya Tuhan mau kita taat secara mutlak kepada-Nya, Pak Paul ?
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Tuhan tidak berbagi kuasa dengan siapa pun. Ia adalah Allah yang berkuasa penuh, termasuk atas diri kita, itu sebabnya Ia menuntut kuasa mutlak atas diri kita maka respons kita kepada-Nya hanya satu yaitu tunduk. Itu sebabnya dalam hidup tidak boleh ada yang lebih penting dan lebih besar daripada Tuhan, Dia adalah segalanya. Di dalam perahu hanya boleh ada Tuhan dan hanya boleh ada satu perahu, itulah syarat yang tidak boleh ditawar.
GS : Saya rasa ini jelas sekali, Pak Paul dan terima kasih untuk perbincangan bersama Pak Paul saat ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Prioritas Hidup" bagian yang kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.