T 206 A
Lengkap
"Pertolongan Bagi Korban Bencana" oleh Pdt.Dr. Paul Gunadi
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Pertolongan Bagi Korban Bencana". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Banyaknya bencana alam yang terjadi akhir-akhir ini membuat banyak orang bersimpati dan mau mengulurkan tangan bahkan memberikan tanaganya untuk memberikan pertolongan. Tapi karena kebanyakan tenaga sukarelawan tidak profesional di bidangnya, itu sering kali menimbulkan masalah baru di tempat bencana itu sendiri. Karena itu melalui perbincangan ini, kita sedikit membekali mereka atau bahkan mempersiapkan diri kita sendiri bagaimana kita menolong orang yang dilanda bencana alam, bagaimana Pak Paul?
PG : Yang pertama adalah sebagai pihak-pihak yang mau menolong kita harus datang dengan sikap melayani, ini adalah sebuah sikap yang penting sekali Pak Gunawan. Sebab kalau tidak, kita justru kan lebih banyak menimbulkan masalah bagi orang-orang yang akan kita tolong itu.
Misalkan kalau tidak hati-hati kita akan datang ke sana dengan sikap menyuruh atau memberi instruksi. Kita seolah-olah tahu apa yang harus kita lakukan dan mereka tidak tahu apa yang mereka harus lakukan, jadi akhirnya kita menyuruh-nyuruh mereka. Sikap angkuh seperti itu harus kita singkirkan. Adakalanya kita tidak angkuh tapi kurang peka, karena kita terlalu dipenuhi dengan pemikiran bahwa kita harus mengatur mereka. Akhirnya desakan untuk mengatur itu membuahkan perilaku-perilaku yang menyuruh-nyuruh mereka. Mereka harus ini, mereka harus itu, mereka harus melakukan ini. Kadang-kadang sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk menolong mereka atau ingin menolong mereka, sikap inilah yang kita munculkan pada mereka. Mungkin niat kita baik, ingin mengatur dan sebagainya tetapi akhirnya nada-nada kita bisa terdengar ketus, karena mungkin kita agak capek. Penting sekali sebagai pihak penolong kita mempersiapkan diri secara rohani, benar-benar memohon Tuhan untuk mengisi hati kita dengan roh lembah lembut, dengan kesabaran, dengan cinta kasih, dan kita datang untuk melayani mereka. Jadi penting sekali kita mempunyai pemikiran bahwa kita datang untuk melayani mereka.
GS : Biasanya memang kalau kita datang untuk dilayani, kalau kita berkunjung ke satu tempat kita menuntut mereka menghargai kita, apalagi kita datang untuk memberikan pertolongan, sebenarnya mereka menyambut tapi kenyataannya sering kali tidak seperti itu, Pak Paul?
PG : Betul, dan memang sikap tidak menyambut bisa membuat kita kecil hati, jengkel dan sebagainya. Saya teringat satu peristiwa dimana ada orang yang datang untuk membantu pelayanan ibu Teresadi India.
Kita tahu almarhumah ibu Teresa melayani orang-orang miskin di India. Nah waktu orang-orang ini datang untuk menolong, ibu Teresa kemudian bertanya kepada mereka, "Untuk apakah kamu datang ke sini?" Mereka kemudian berkata, "Untuk menolong orang yang miskin." Ibu Teresa berkata, "Kalau kamu datang untuk menolong orang miskin, pulanglah." Jadi orang-orang bingung mendengar perkataan dia. Tapi dia melanjutkan, "Kalau engkau ingin menolong orang miskin, pulanglah, tapi kalau engkau datang untuk melayani Kristus tinggallah." Jadi maksud ibu Teresa, perspektif kita harus selalu jelas, kita datang untuk Kristus, kita mau melayani Kristus dan kita melayani Kristus lewat orang-orang yang sedang dalam kesusahan. Sewaktu kita melayani orang-orang yang sedang dalam kesusahan ini kita sedang mewujudkan pengabdian kita, pelayanan kita kepada Yesus Kristus.
GS : Memang sering kali terjadi bahwa korban bencana sering kali dianggap sebagai obyek. Mungkin ada maksud-maksud tersembunyi dibalik mereka melakukan pertolongan ini dan kita tidak tahu.
PG : Betul, itu sebabnya ada sebagian orang yang terkena bencana, begitu melihat datangnya team berbondong-bondong mau menolong mereka, ada sebagian orang yang memang sudah langsung merasa curia; jangan-jangan Anda-Anda ini datang untuk mengeksploitasi kami, mengambil foto, mem-video kami kemudian membawa ini semuanya ke tempat-tempat lain untuk meminta sumbangan, tapi uang itu tidak diberikan kepada kita di sini; walaupun diberikan hanya sebagian kecil, sebagian besarnya malah digunakan untuk hal-hal yang lain.
Jadi sebagian orang pun sudah mempunyai persepsi yang negatif, saya tahu tidak semua tapi ada sebagian yang sudah mempunyai pikiran yang negatif. Kenapa sampai muncul pikiran yang negatif seperti itu, memang sudah ada yang terjadi kasus-kasus seperti itu pula. Maka kita yang ingin menolong benar-benar penting sekali menunjukkan sikap tulus datang untuk melayani, dan dalam perspektif kita, dalam hati kita tahu bahwa kita melayani Tuhan lewat orang-orang yang tertimpa bencana ini. Jadi kita datang bukan dengan sikap arogan, menyuruh-nyuruh mengintruksikan mereka ini dan itu, ibaratnya mereka seperti ternak yang kita suruh-suruh pergi ke sana ke sini. Tidak demikian, mereka adalah orang-orang yang hendak kita layani.
GS : Mungkin butuh waktu untuk meyakinkan mereka bahwa kita datang dengan ketulusan hati dan mau melayani mereka Pak Paul?
PG : Biasanya perlu waktu, kalau kita datang sekali kemudian hilang; datang 2 hari 3 hari kemudian hilang tidak muncul-muncul lagi, nah itu akan membuat orang-orang yang ditimpa bencana berpiki bahwa kita tidak serius, tidak tulus.
Mereka perlu melihat usaha kita, kekonsistenan kita bahwa kita datang bukan untuk sekali, dua kali tetapi kita memang tulus mau menolong mereka sampai tuntas, itu yang mereka ingin lihat dari kita.
GS : Sebenarnya kalau orang hanya datang untuk berkunjung atau bahkan untuk mengeksploitasi para korban bencana, ini malah menimbulkan kemarahan baru dalam diri korban itu Pak Paul?
PG : Betul sekali, sebab mereka akan berkata dalam hati mereka, "orang-orang ini memang keterlaluan, bukannya menolong tapi malah mengeksploitasi. Kami sudah dalam keadaan morat-marit tapi tegnya malah mengeksploitasi kami di sini."
Jadi reaksi marah itulah yang keluar, mungkin tidak diungkapkan secara langsung tapi mereka akan bersikap apatis. Namun kalau kita datang dengan ketulusan dan kita melihat sikap mereka kurang begitu ramah menyambut, hendaknya kita juga menyadari kenapa mereka tidak begitu ingin menyambut. Sebab mungkin sekali mereka belum percaya bahwa kita sungguh-sungguh tulus ingin menolong mereka.
GS : Dan kekhawatiran kedatangan orang asing ini mau mencuri sesuatu dari milik mereka yang tinggal sedikit itu Pak Paul?
PG : Betul, jadi memang kadangkala pihak penolong menjumpai korban yang mencurigai mereka, kok tidak begitu percaya. Saya kira ni adalah sesuatu yang wajar dan harus dapat dilewati oleh team pnolong.
GS : Apakah ada hal lain yang perlu disiapkan?
PG : Langkah pertama dalam upaya menolong para korban harus berpusat pada kebutuhan fisik, ini adalah langkah yang paling penting. Saya teringat Abraham Naslow menekankan bahwa kebutuhan pokokmanusia itu terdiri dari beberapa tingkatan dan tingkatan yang paling bawah atau mendasar adalah tingkat jasmaniah.
Dan kebutuhan ini penting sekali dipenuhi sebelum kita dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya. Jadi sebagai team penolong kita mesti nomor satu memfokuskan pada kondisi jasmaniah para korban. Misalkan pengadaan air bersih, pengadaan kakus/WC, tempat-tempat cuci; semua itu harus dipikirkan. Misalnya ada tempat untuk berteduh atau ada atap, tempat untuk tidur; ini adalah langsung hal-hal yang perlu dipikirkan, makanan yang bisa disiapkan untuk mereka. itu adalah langkah-langkah pertama yang mesti dipertimbangkan. Tempat penampungan sudah langsung harus dipikirkan, seberapa cepat bisa dibangun, dengan bahan apa, siapa yang bisa membangunnya; itu penting sekali dipikirkan sebelum team datang ke sana. Saya kira lebih baik semua ini dirancang dengan segera sebelum tiba di sana, daripada tiba di sana kacau, tidak ada pengaturan, masih kalang kabut; saya kira itu kurang begitu baik bagi orang yang ingin kita tolong. Mereka perlu melihat bahwa kita juga siap untuk menolong mereka.
GS : Memang kadang-kadang banyak bantuan berupa barang entah itu makanan, pakaian, atau uang yang diberikan oleh para dermawan, orang-orang yang perhatian terhadap kondisi mereka, tapi sering kali penyalurannya tidak sampai pada sasaran yang tepat.
PG : Betul sekali, memang sering kali masalah muncul di situ Pak Gunawan, jadi menyediakan barang itu satu hal tapi mengatur barang-barang itu untuk sampai ke tangan korban itu hal yang lain. an kelemahan biasanya terletak pada pengaturan itu, termasuk penyaluran.
Belum lama ini kita membaca di surat kabar, berton-ton bahan-bahan yang dikirimkan dari luar untuk menolong korban bencana akhirnya harus dibuang karena sudah kedaluarsa. Hal-hal seperti itu memang bukti bahwa mengatur bahan-bahan yang ingin kita sumbangkan itu tidak semudah yang kita pikir, benar-benar memerlukan sebuah pengaturan yang besar. Dan di sini diperlukan koordinasi, dan itu tidak mudah karena dalam kondisi bencana yang besar akan banyak team yang datang dan mengkoordinasi semuanya itu luar biasa susahnya. Jadi kita tidak boleh dengan cepat menuding bahwa mereka tidak bisa mengatur dan sebagainya, sebab memang sangat sulit; apalagi di Indonesia sebelum bencana ini tidak mempunyai sebuah lembaga khusus yang mengatur kalau terjadi bencana. Bahkan di Amerika Serikat sendiri yang sudah mempunyai lembaga seperti ini yaitu FIMA, waktu menangani bencana di New Orleans juga dikritik, dikeluhkan kenapa tidak bisa melakukan tugasnya dengan baik dan sebagainya. Sekali lagi ini bukan akibat kelalaian, tapi memang mengatur begitu banyak lembaga, begitu banyak orang, begitu banyak bala bantuan, dan daerah yang harus dicakup begitu luas, sangatlah tidak mudah jadi kita mesti mengerti kesulitan-kesulitan para penolong juga.
GS : Belum lagi kadang-kadang bantuan yang disalurkan itu belum tentu cocok dengan kebutuhan mereka, misalkan dalam hal makanan, pakaian terlalu besar atau terlalu kecil dan sebagainya.
PG : Betul, misalkan juga susu bubuk yang diberikan, mungkin sekali tidak cocok untuk perut orang-orang yang meminumnya; bukannya menyehatkan malah mungkin menimbulkan sakit perut. Jadi perlu rang-orang yang memang bisa memilah, ini bisa dicerna atau tidak, ini cocok atau tidak, nah dalam kondisi krisis seperti itu susah untuk bisa langsung mengatur.
Mesti ada yang bisa menemukan atau menilai ini cocok atau tidak, ini sulit, biasanya langsung saja dibagikan; pada halnya tidak cocok dan akhirnya menimbulkan sakit perut, akhirnya kita memerlukan team medis yang lebih banyak lagi untuk menangani masalah-masalah yang ditimbulkan oleh bantuan yang kita berikan. Tapi sekali lagi saya ingin mengatakan bahwa kalau pun itu terjadi, itu adalah memang sesuatu yang wajar, kita tidak bisa mengharapkan kesempurnaan dalam kondisi seperti itu.
GS : Di dalam membantu secara fisik, peran team medis besar sekali Pak Paul?
PG : Betul, team medis memang harus langsung menangani luka-luka yang ditimbulkan oleh bencana, mungkin ada orang yang tulangnya patah, itu adalah orang-orang yang sakit, jadi langsung memang hrus ditangani.
Tapi sebetulnya selain team medis, team yang memang sangat diperlukan adalah team untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah. Jadi kalau bisa datangkan tukang kayu, para pekerja langsung membangun rumah penampungan. Sebab sekali lagi itu kebutuhan pokok; team medis perlu tapi untuk memberikan bantuan yang diperlukan segera, diperlukan sekali keterampilan-keterampilan fisik seperti itu. Membangun tempat untuk menyuci baju, wc/kakus, dan sebagainya itu langsung harus dibangun. Jadi perlu sekali sumber daya terampil untuk membangun fasilitas tersebut.
GS : Di samping kebutuhan-kebutuhan dasar tadi yang Pak Paul katakan seperti sandang, pangan dan tempat tinggal, peran dalam bentuk hiburan itu penting sekali pada saat itu juga Pak Paul?
PG : Penting sekali Pak Gunawan, karena nantinya harus memikirkan apakah yang bisa kita tawarkan kepada mereka hari lepas harinya, nah itu perlu kita juga pertimbangkan. Jadi sekali lagi di sii perlu koordinasi antara team agar bisa memikirkan hal-hal apa yang akan dilakukan hari lepas hari.
Salah satu fungsi memang adalah untuk menghibur mereka, itu nanti akan kita fokuskan dengan lebih mendetail namun ada satu hal penting lain juga yang kita mesti lakukan, yaitu kita mesti menyediakan atau menyampaikan informasi yang jelas. Informasi juga mesti konsisten serta berkala. Apa yang bisa kita lakukan? Sedapatnya berikanlah gambaran akan apa yang direncanakan. Misalnya upaya pencarian dan penyelamatan korban, itu perlu kita beritahukan bahwa ini yang sedang dilakukan. Jadi mereka sebetulnya haus informasi, mereka ingin tahu apakah sanak saudara sudah ditemukan, apakah suami-istri sudah ditemukan; mereka sangat haus sekali informasi. Jadi penting bagi team untuk menyampaikan informasi-informasi itu. Kalau pun tidak ada informasi tambahan yang perlu diberikan, tetap secara konsisten misalkan kita tentukan setiap siang atau setiap sore atau dua kali, pagi dan sore diberitahukan perkembangan hari lepas harinya, itu yang perlu diberitahukan. Sebab sekali lagi mereka dalam keadaan bingung, mereka dalam keadaan kehilangan jadi mereka butuh kepastian, informasi yang jelas. Meskipun tidak ada perkembangan yang signifikan tetap mesti ada pemberitahuan itu. Juga misalkan informasi apa yang perlu kita sampaikan; berapa lama mereka perlu ditampung di situ. Jadi misalkan kita belum tahu secara pasti, kapan, tapi kita bisa memberikan perkiraan. Daripada memberi perkiraan yang terlalu singkat, pendek, lebih baik berikan perikiraan yang lebih panjang sehingga mereka tidak kecewa kalau sampai batas waktu itu mereka belum dapat dipindahkan ke tempat yang lebih permanen. Atau juga kita memberikan informasi kepada mereka tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dalam camp itu, sehingga mereka tahu. Sebetulnya ini adalah alat komunikasi, dengan cara itu antara pihak penolong dan korban akan selalu ada dialog, akan selalu ada komunikasi dan ini penting. Jangan sampai mereka itu bingung dan bertanya-tanya terus-menerus, itu menimbulkan keresahan. Kalau mereka sudah tahu setiap sore akan ada pengumuman, mereka akan sabar menunggu; mereka tidak akan bertindak sendiri, mereka akan duduk diam menantikan sore hari itu. Nah waktu sore hari diberitahukan perkembangannya tentang pencarian, tentang situasi di tempat penampungan dan sebagainya. Setelah itu diberikan kesempatan kepada mereka untuk menyuarakan isi hati mereka, itu yang baik, jadi akan ada komunikasi di antara kedua belah pihak.
GS : Memang biasanya sudah ada pusat informasi tetapi masalahnya informasi yang disampaikan itu tidak akurat, dan peran media masa itu juga besar, mereka bisa melihat TV dan sebagainya. tapi itu pun membingungkan karena saling bertentangan.
PG : Betul, jadi memang informasi ini mempunyai beberapa lapisan. Kalau masih ada radio dan televisi mereka mungkin masih bisa mendengarkan informasi lewat media masa itu. Tapi media masa hana memberikan informasi yang bersifat lapisan luar, atau lingkaran luar secara umum.
Mereka perlu informasi yang lebih spesifik, misalkan kota di mana mereka berada, lingkungan di mana mereka tinggal; nah mereka perlu informasi itu yang lebih kecil atau yang lebih spesifik. Dan yang terakhir adalah mereka pun memerlukan informasi tentang lingkungan camp itu sendiri, tempat penampungan itu sendiri. Sebab mereka perlu tahu apa yang terjadi dengan camp ini, apa yang terjadi kemarin dan sebagainya. Jadi sekurang-kurangnya ada tiga lapisan informasi yang perlu secara berkala disampaikan kepada para korban.
GS : Bagaimana dengan kegiatan yang harus mereka lakukan?
PG : Mereka harus mempunyai kegiatan, kita harus menyediakan acara dan jadwal yang teratur, kita bisa tuliskan kalau ada papan tulis, kalau ada kertas kita bisa bagikan sehingga mereka tahu har lepas hari akan ada aktifitas yang mereka bisa lakukan.
Aktifitas ini harus mempunyai dua sifat yaitu menyegarkan dan juga therapeutic; aktifitas yang ringan dan menyegarkan akan menolong korban untuk sejenak lepas dari penderitaan dan membangun sikap positif. Misalkan nyanyi bersama, acara spontan, seperti talent show atau membaca puisi, membaca sajak dan sebagainya. Itu adalah hal-hal yang ringan yang langsung dapat kita lakukan. Untuk aktifitas yang lebih bersifat therapeutic ini bisa dilakukan lewat terapi kelompok. Jadi dikumpulkan dalam kelompok yang lebih kecil misalkan 10 orang, dan diberikan kesempatan masing-masing menceritakan tragedi itu. Apa yang sedang mereka lakukan sewaktu bencana itu datang, apa yang mereka pikirkan setelahnya; biarkan mereka mencurahkan isi hati, menangis kemudian saling menguatkan, hal-hal seperti itulah yang juga perlu dilakukan. Karena memang mereka memerlukan wadah itu untuk bisa membagi kesedihan yang mereka alami.
GS : Di sini sebenarnya dibutuhkan orang-orang yang memang terampil dalam bidang itu untuk memimpin baik itu permainan maupun aktifitas yang menyembuhkan itu.
PG : Betul, tanpa aktifitas seperti ini mereka makin tenggelam dan tenggelam di dalam keputusasaan. Tapi sekali lagi perlu dua jenis aktifitas ini yaitu ringan, menyegarkan serta therapeutic; ua-duanya harus ada.
Kalau hanya ada therapeutic, tidak ada aktifitas yang ringan dan menyegarkan mereka juga mungkin akan kelabu, perasaannya kelam dan sebagainya. Tapi kalau ada aktifitas yang menyegarkan, main, itu menjadi penyeimbang yang sehat.
GS : Tapi mengajak mereka untuk terlibat aktifitas seperti ini juga tidak mudah Pak Paul, artinya ada sebagian orang yang enggan yang tidak mau ikut. Bagaimana Pak Paul?
PG : Kadang-kadang ada orang yang berpikiran kami tidak seharusnya senang-senang, karena baru saja kehilangan dan sebagainya. Itu biasanya konsep yang kita miliki, nah ini perlu dibahas, kita erlu beritahukan kepada mereka bahwa, "mungkin saudara-saudara berpikir saudara-saudara tidak seharusnya tertawa dalam keadaan seperti ini, tapi bukankah memang diperlukan aktifitas seperti ini untuk memberikan kekuatan kembali kepada kita.
Tantangan di depan masih banyak, kita harus kuat. Nah dengan tertawa bersama, kita saling menguatkan. Tertawa bukan berarti kita tidak sedih, ada waktunya bersedih, ada waktunya kita tertawa." Kita perlu munculkan supaya mereka akhirnya bersedia untuk terlibat di dalam permainan ini.
GS : Itu sifatnya lebih sukarela, jadi tidak bisa kita paksakan, mungkin seseorang yang masih dalam reaksi kemarahannya harus ikut main.
PG : Betul, itu kita tawarkan; kita memang tidak memaksa mereka, tapi sebaiknya kita mendorong mereka. karena dengan mereka terlibat, justru mereka lebih bisa mengurangi kadar kemarahannya.
GS : Kita memang perlu banyak belajar dalam hal ini terutama di dalam mempersiapkan diri kita bagaimana kita bisa melakukan pengabdian yang benar kepada saudara-saudara kita yang mengalami bencana seperti ini. Dan di sini apakah ada fiman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan?
PG : Galatia 6:2 berkata, "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus." Firman Tuhan meminta kita untuk saling menolong, untuk menanggung beban, apalagi eban saudara-saudara kita yang tengah menghadapi bencana.
Sedapatnya kita juga menolong mereka, menanggung beban mereka pula.
GS : Karena siapa tahu kita juga membutuhkan pertolongan, karena kita dilanda bencana. Jadi firman Tuhan sudah jelas sekali yaitu bertolong-tolonganlah, jadi kita perlu suatu saat menolong dan suatu saat juga ditolong. Terima kasih Pak Paul, untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Pertolongan Bagi Korban Bencana". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.