Pertolongan dan Bimbingan Rohani Bagi Korban Bencana 2

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T206B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Lanjutan dari T206A

Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

T 206 a+b "Pertolongan dan Bimbingan Rohani bagi Korban Bencana"

  1. Sikap melayani. Datanglah dengan penuh kerendahan hati dan kelembutan. Jangan menyuruh-nyuruh atau memerintahnya, apalagi bersikap kasar terhadapnya. Ingatlah, ia telah kehilangan mungkin hampir segalanya dan yang tersisa hanyalah dirinya. Perlakukan dia dengan penuh respek sebagai seorang manusia-sesama kita manusia!
  2. Kebutuhan fisik. Langkah pertolongan pertama terpusat pada aspek fisik, misalkan penampungan sementara, penyediaan air bersih, makanan, serta aspek kesehatan dan kebersihan lainnya.
  3. Informasi yang jelas, konsisten, dan berkala. Sedapatnya berikanlah gambaran akan apa yang tengah direncanakan, misalkan upaya pencarian dan penyelamatan korban dan berapa lama ia akan ditampung di tempat itu. Sudah tentu semua ini tidak pasti dan kita harus mengatakannya apa adanya. Lebih baik menentukan batas waktu yang lebih panjang daripada terlalu pendek untuk menghindari kekecewaan dan ledakan kemarahan.

    Sampaikan informasi perkembangan situasi secara berkala dan konsisten. Korban perlu informasi sebab dalam keadaan darurat, informasi menjadi kebutuhan yang penting. Informasi juga menjadi alat komunikasi antara pihak pemberi bantuan dan korban dan ini penting diterima korban sebab tanpa informasi, komunikasi terputus dan dengan terputusnya komunikasi, korban mudah limbung dan terpengaruh oleh bujukan negatif.

  4. Aktivitas yang terapeutik. Isilah hari-hari dalam penampungan dengan aktivitas yang menyegarkan sekaligus terapeutik. Aktivitas yang ringan dan menyegarkan akan menolong korban untuk sejenak lepas dari penderitaan dan membangun sikap positif. Ini dapat dilakukan lewat permainan kelompok. Namun diperlukan pula aktivitas yang terapeutik guna menolong korban melewati fase kehilangan dan kesedihan. Ini dilakukan lewat terapi kelompok maupun individual, bila memungkinkan. Sebaiknya daftar kegiatan diberitahukan sejak awal dan dengan jelas sehingga korban tahu aktivitas apa saja yang ditawarkan pihak penolong.
  5. Perencanaan hidup. Selain konseling psikologis, diperlukan pula konseling karier. Korban kehilangan mata pencaharian dan mungkin tidak dapat kembali ke karier semula. Lewat konseling karier korban mulai dapat memikirkan dan merencanakan alternatif lainnya.
  6. Berdamai dengan dan bersandar pada Tuhan. Dalam bimbingan rohani, sebagai langkah awal penting bagi kita untuk memastikan kondisi rohani korban sebelum bencana datang. Apakah korban hidup akrab dengan Tuhan? Apakah korban matang secara rohani? Makin hidup dekat dengan Tuhan dan matang rohani, makin mudah korban berserah kepada Tuhan dan mempercayakan hidupnya (termasuk bencana ini) pada kebaikan dan pemeliharaan Tuhan yang sempurna. Sebaliknya, makin tidak akrab dengan Tuhan dan tidak dewasa secara rohani, makin cepat dan mudah korban menyalahkan Tuhan dan mempertanyakan kebaikan maupun pemeliharaan Tuhan.

    Kepada yang dewasa secara rohani, bimbingan rohani lebih merupakan dukungan doa dan penguatan lewat janji Tuhan yang tersurat di Firman-Nya. Kepada yang kurang dewasa, bimbingan rohani untuk sementara ditangguhkan. Bimbingan rohani pada tahap ini cenderung berdampak negatif sebab akan lebih memercikkan api kemarahan kepada Tuhan. Sebaiknya kita hanya mendengarkan kemarahan korban dan memberinya kesempatan melampiaskan keluhannya tanpa mencoba untuk memberinya penjelasan rohani, mengapa Tuhan mengizinkan semua ini terjadi. Setelah reda kemarahannya dan sampai pada tahap menerima, barulah bimbingan rohani dapat dimulai.

    Kuncinya di sini adalah

    1. jangan mengaitkan malapetaka dengan kemarahan atau hukuman Tuhan karena memang belum tentu demikian dan
    2. jangan menyalahkan korban sebagai penyebab datangnya bencana ini, sehingga korban terus mencari-cari kesalahan atau dosanya.
  7. Dua pertanyaan yang menuntut pergumulan adalah,
    1. mengapakah Tuhan membiarkan malapetaka ini terjadi dan
    2. apakah maksud Tuhan di belakang malapetaka ini? Sebagai pembimbing kita perlu menuntunnya untuk:
      • Melihat dan memahami karakter Allah yakni baik dan penuh kasih
      • Meyakini bahwa karakter Allah tidak pernah berubah apa pun yang terjadi
      • Menyerahkan ketidakmengertian ini kepada pemeliharaan-Nya Dengan kata lain, pada akhirnya kita harus memandu korban untuk kembali mempercayai Tuhan. Ini adalah kuncinya. Berilah kepada korban waktu untuk sembuh sebab bagaimanapun juga, malapetaka sebesar ini telah mencederai rasa percaya korban pada karakter dan pemeliharaan Tuhan sebab sebagai insan, kita cenderung mengaitkan kebaikan Tuhan dengan hal-hal baik yang diberikan-Nya.

Firman Tuhan: Dibuat-Nya padang gurun menjadi kolam air dan tanah kering menjadi pancaran-pancaran air. (Mazmur 107:35)