Pernikahan di Mata Tuhan

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T427A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Hidup kita seyogianyalah menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya. Dan bila hidup kita harus menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya, sudah selayaknya pulalah pernikahan kita pun menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya. Pernikahan yang dapat menjadi puji-pujian bagi kemuliaan Tuhan adalah ketaatan pada kehendak Tuhan dalam pemilihan pasangan hidup, ketaatan pada kehendak Tuhan dalam menjalani hidup pernikahan. Seperti apakah itu?
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Di dalam ceramah yang berkaitan dengan pemilihan pasangan hidup, kadang saya mendapat pertanyaan, apakah boleh menikah dengan orang yang tidak seiman. Sesungguhnya jawaban terhadap pertanyaan ini bergantung pada bagaimanakah kita memandang pernikahan itu sendiri. Jika kita memandang pernikahan lebih dari sekadar pemenuhan kebutuhan, keharmonisan rumah tangga, menyambung keturunan serta menjadi wadah yang sehat buat pertumbuhan anak-anak, jawabannya adalah, tidak. Dan juga sebaliknya. Jadi, bagaimanakah seharusnya kita memandang pernikahan? Pada dasarnya kita harus memandang pernikahan dari sudut pandang kemuliaan Tuhan. Firman Tuhan di Efesus 1:5,6,& 12 berkata, “Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya, supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita . . . . supaya kami yang sebelumnya telah menaruh harapan pada Kristus, boleh menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya."

Hidup kita seyogianyalah menjadi puji-pujian bagi kemulian-Nya. Dan, bila hidup kita harus menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya, sudah selayaknya pulalah pernikahan kita pun menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya. Berikut akan dipaparkan bagaimanakah pernikahan dapat menjadi puji-pujian bagi kemuliaan Tuhan.

PERTAMA ADALAH KETAATAN PADA KEHENDAK TUHAN DALAM PEMILIHAN PASANGAN HIDUP.

Kita mesti mengutamakan kehendak Tuhan sewaktu memutuskan siapakah yang akan kita pilih untuk menjadi suami atau istri kita. Pada dasarnya pergumulan ketaatan adalah pergumulan antara melakukan apa yang KITA anggap baik dan melakukan apa yang TUHAN anggap baik. Mungkin orang ini baik dan cocok dengan kita, mungkin ia menyayangi kita dan selalu memikirkan apa yang terbaik buat kita. Namun ia tidak seiman dan tidak mempercayai Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Nah, dalam situasi seperti inilah ketaatan mendapatkan ujiannya. Apakah kita akan terus menerobos rambu yang diberikan Tuhan ataukah kita menaati-Nya? Pada akhirnya keputusan apa pun yang diambil bergantung pada apakah kita dapat berkata bahwa perintah Tuhan itu adalah sempurna dan baik buat kita. Jika kita dapat berkata bahwa perintah Tuhan itu sempurna, itu berarti tidak ada lagi hal yang lebih baik atau lebih benar daripada perintah Tuhan.

Berkenaan dengan pernikahan di dalam 1 Korintus 7:39 dan 2 Korintus 6:14 tertulis dengan jelas perintah Tuhan untuk kita anak-anak-Nya, “. . . ia bebas menikah dengan siapa saja yang dikehendakinya asal orang itu adalah seorang yang percaya. Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya . . . ." Nah, bila kita meyakini bahwa perintah Allah adalah sempurna, itu berarti tidak ada yang lebih baik lagi daripada perintah Allah. Jadi, sebaik apa pun orang itu dan sebaik apa pun pernikahan kita dengannya, tetap itu bukanlah yang terbaik.

KEDUA ADALAH KETAATAN PADA KEHENDAK TUHAN DALAM MENJALANI HIDUP PERNIKAHAN.

Adakalanya kita mengidentikkan menjadi puji-pujian bagi kemuliaan Tuhan dengan kegiatan pelayanan. Sudah tentu keterlibatan dalam pelayanan adalah sesuatu yang baik dan menyenangkan hati Tuhan. Namun pada akhirnya kita harus menyadari bahwa terpenting bukanlah kegiatan melainkan ketaatan. Kita bisa giat dalam pelayanan tetapi belum tentu kita bisa taat dalam pernikahan. Meskipun ada banyak hal yang dapat menjadi ajang pembuktian ketaatan, beberapa di bawah ini mungkin dapat mewakili sebagian darinya.

  • Apa yang kita perbuat tatkala apa yang diinginkan tidak didapatkan, memperlihatkan seberapa besar ketaatan kita pada kehendak Tuhan.
  • Apa yang kita perbuat atas nama kasih. Ujian kasih bukanlah terletak pada seberapa besar nilai yang diberikan melainkan pada seberapa besar pengorbanan yang diberikan. Mungkin ada banyak hal yang ingin kita kerjakan di dalam hidup dan kita berharap pasangan dan bahkan anak-anak akan dapat memberikan dukungan kepada kita untuk meraih impian. Namun adakalanya hal itu tidak terjadi. Sebaliknya malah kita yang dituntut untuk mengorbankan kepentingan pribadi demi pasangan atau anak-anak. Ternyata menjadi puji-pujian bagi kemuliaan Tuhan acap kali terkait bukan dengan keberhasilan kita meraih impian melainkan pada pengorbanan kita melepaskan impian. Sewaktu kita melepaskan impian, Tuhan pun bekerja membentuk kita menjadi sosok yang sungguh akan membawa puji-pujian bagi kemuliaan-Nya.
Kesimpulan

Sebagaimana hal lainnya dalam hidup, pernikahan adalah dari Tuhan dan untuk Tuhan. Jadi, persembahkanlah pernikahan sebagai korban yang memuliakan nama Tuhan kita Yesus Kristus, mulai dari siapa itu yang kita nikahi sampai bagaimanakah kita menjalani hidup pernikahan itu sendiri.