Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun Anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Pernikahan dan Keselamatan." Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, beberapa waktu yang lalu kita pernah berbincang-bincang bahwa pernikahan itu ternyata mempunyai suatu tujuan yang jelas di mana Tuhan Allah sendiri sudah rancang dan Tuhan harapkan itu terjadi atas hidup kita. Tapi ternyata kehidupan pernikahan kita sering kali tidak sesuai dengan tujuan pernikahan itu sendiri. Nah itu bagaimana?
PG : Dasar dari bahasan kita adalah bahwa Allah adalah Allah yang merencanakan segalanya, Dia adalah Allah keteraturan. Dia bukanlah Allah sembarangan dan Allah kebetulan, Allah coba-coba; segaa yang terjadi itu semua dalam rancangan-Nya.
Kalau itu Allah yang kita mengerti berarti ciptaanNya pun mempunyai tujuannya. Institusi tertua di dunia adalah pernikahan, apakah ada tujuan dan makna dari pernikahan sebagaimana yang Allah rancang, jawabannya adalah ada. Kita tidak menikah untuk hanya memadu kasih, untuk hanya menjadikan keluarga kita bertambah dengan adanya anak dan keturunan, tapi Allah mempunyai rancangan untuk pernikahan. Dan inilah yang akan kita coba gali. Kita telah membahas bahwa sebetulnya makna pernikahan itu sendiri adalah kesatuan, Tuhan sengaja mengambil tulang rusuk dari Adam membuat Hawa untuk menunjukkan bahwa Hawa berasal dari Adam. Dan Tuhan juga sengaja memisahkan penciptaan Adam dan Hawa supaya Adam bisa memahami seorang istri, o.........ini pentingnya seorang istri, o.........ini tujuannya istri dalam hidup saya sehingga dia menjadi pendamping saya, dia menjadi penolong saya yang sepadan dengan saya, dan gara-gara dipisahkan secara terpisah akhirnya Adam dan Hawa bisa memasuki mahligai pernikahan, kalau mereka diciptakan secara bersamaan tidak akan ada pernikahan tapi gara-gara dipisah maka terwujudlah pernikahan itu. Kita harus menyatukan diri dalam berbagai aspek, yang telah kita bahas misalnya yang pertama adalah identitas diri kita. Siapakah kita, kita tidak lagi menyebut saya atau kamu tapi kita menjadi kami berdua atau kita. Dalam hal berperasaan, dalam hal berpikiran kita juga harus saling menyatukan dan dalam hal bertindak kita juga harus menyatukan, apapun yang kita lakukan, keputusan apapun yang kita buat, buatlah dalam koridor kesatuan jangan sampai malah memisahkan kita. Dan selanjutnya juga di dalam hal membesarkan anak, kita juga mesti menyatu. Bukan lagi apa yang baik buat saya, inilah cara saya dibesarkan. Tidak demikian, menyatulah dalam hal membesarkan anak, lihatlah anak, anak adalah seorang individu yang unik, mempunyai kebutuhan, berarti kita harus membesarkan si anak sesuai dengan keunikan si anak itu. Tidak lagi penting apa yang telah saya peroleh, bagaimanakah orangtua membesarkan saya tapi apa yang baik buat si anak itu menjadi landasannya. Apa yang harus kita lakukan itu membentuk si anak itulah yang harus kita prioritaskan. Nah dalam hal inilah kita menyatukan diri kita. Dan yang telah kita bahas kita menyatukan diri bukan dengan cara akuisisi, memaksakan, mendominasi pasangan kita seolah-olah dia adalah milik kita, itu cara yang tidak berkenan. Satu-satunya cara yang Tuhan perkenankan adalah lewat mengasihi. Kolose 3:14, "Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan." Jadi apa yang bisa mengikat, yaitu kasih dan kita tahu kasih itu bukan saja menyatukan tapi menyatukannya dengan sempurna. Kalau kita menyatukan dengan kekerasan, dengan paksaan, dengan tidak sempurna, tinggal tunggu waktu kapan ada kesempatan yang dipaksa itu akan mau keluar dari kesatuan ini, demikian jugalah dengan pernikahan. Cara Tuhan adalah cara kasih jadi ini pulalah yang harus kita lakukan, tambah mengasihi dan tambah mengasihi dan itu akhirnya menambah kesatuan.
GS : Sering kali suami mengatakan bahwa saya adalah kepala keluarga, jadi dia yang menentukan segala sesuatu. Sementara istrinya ada yang lemah dan menurut saja, tetapi sebenarnya terpaksa.
PG : Betul sekali, kebanyakan kita ini sebetulnya kurang mengerti makna kepala keluarga, kita juga kurang mengerti apa artinya mengasihi. Sering kali pria berkata: "Saya 'kan kepala keluarga, sya mengasihi keluarga saya makanya saya minta istri saya untuk taat kepada saya sepenuhnya."
Nah apakah mengasihi? Ada orang yang berkata: "Bukankah saya sudah bekerja, itu adalah tanda bahwa saya mengasihi." Saya kira sangat sederhana pendefinisian itu dan tidak tepat. Kasih adalah tindakan melenyapkan diri, melenyapkan ego demi orang yang kita kasihi. Contoh konkretnya adalah kita berkorban, kita memberi yang terbaik atau kita mengutamakan pasangan kita. Itulah mengasihi, jadi akhirnya saya sampai pada satu kesimpulan kebanyakan kita tak mengerti arti mengasihi, sebab waktu kita berkata kita mengasihi yang kita lebih utamakan diri sendiri supaya kita senang, bukannya pasangan, anak kita atau keluarga kita yang senang. Kita sering kali akhirnya mengembalikan semuanya pada diri kita dan kitalah yang menjadi tolok ukur. Justru tindakan kasih adalah tindakan yang melenyapkan diri atau ego kita, saya ambil definisi ini dari firman Tuhan, dari apa yang Tuhan perbuat. Tuhan mengasihi kita manusia, Dia turun menjadi seorang manusia, dia rela menjadi seorang hamba, Dia mati di atas kayu salib untuk kita. Dengan kata lain firman Tuhan berkata Dia mengosongkan diriNya, mengosongkan egonya. Jadi suami kalau mau menjadi kepala, dia harus menjadi kepala dengan cara yang benar. Dia mau memimpin keluarga, boleh dan harus karena itulah tugas yang Tuhan embankan kepadanya, tapi harus dengan cara yang benar, dan cara yang benar adalah cara mengasihi.
GS : Itu sebenarnya tujuan akhirnya apa Pak Paul?
PG : Tujuan akhirnya adalah makin mengasihi. Sebetulnya diri kita makin mengelupas, makin mengecil ego kita berarti makin dapat melebur. Bagaimanakah bisa melebur kalau ego kita masih sebesar gnung, tidak mungkin.
Kita harus mengasihi dan definisi mengasihi adalah melenyapkan ego, melenyapkan diri demi kepentingan pasangan kita. Akhirnya karena ego kita makin mengempis-makin mengempis, makin kecil, makin kecil, makin meleburlah kita berdua. Makin melebur berarti makin menyatu, sepeti sirup dengan air menjadi sebuah larutan. Makin menyatu makin membentuk sesuatu yang baru yang indah, sesuatu yang harmonis. Inilah yang seharusnya terjadi Pak Gunawan, karena kita sekarang sudah melebur dan bersatu dengan harmonis kita akan menghasilkan sesuatu yang baru, cat hitam dan cat putih digabung menjadi cat abu-abu. Apakah abu-abu itu hitam, apakah abu-abu itu putih, bukan, abu-abu adalah sebuah warna yang lain. Sirup juga begitu dicampur dengan air maka akan menjadikan sebuah rasa yang baru juga. Nah inilah pernikahan, sewaktu dua pribadi digabung menjadi satu dia akan menghasilkan sesuatu yang baru, sesuatu yang indah karena ini adalah sesuatu yang harmonis. Dan hasil akhirnya adalah pernikahan yang harmonis akan memperindah karakter kita, nah itu adalah salah satu tujuan akhirnya.
GS : Dalam hal pembentukan karakter ini, kita tentunya harus menghasilkan seperti Tuhan Yesus sendiri, jadi kekudusannya itu seperti kekudusan Tuhan Yesus sendiri.
PG : Betul, setelah diselamatkan kita memasuki tahapan kedua, tahapan pertama kita mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat kita, kita orang berdosa, Tuhan telah turun untuk menanggung hukman dosa kita dan kalau kita percaya Yesus adalah Tuhan yang telah mati untuk dosa kita, saat itu juga kita dibenarkan.
Artinya sebelumnya kita telah divonis bersalah tapi sekarang karena kita percaya pada Yesus yang sudah mati untuk dosa kita, kita sekarang divonis tidak bersalah, nah itu disebut kita dibenarkan. Setelah dibenarkan kita harus melewati fase pengudusan, artinya kata kudus berarti dipisahkan. Hidup kita sekarang harus berbeda dari kehidupan orang lain, dan makin serupa dengan Kristus. Dan akhirnya adalah kita baru dimuliakan tatkala Tuhan datang untuk kedua kalinya. Saya percaya pernikahan masuk dalam tahapan kedua ini. Tuhan akan memakai segala hal untuk membentuk kita, salah satunya adalah pernikahan. Dan pernikahan adalah pressure cooker yang benar-benar menggodok kita, mengubah kita dengan dasyat. Karena memang tidak ada yang sekuat itu bisa mengubah manusia, selain dari pernikahan. Sebab relasi kita sebagai suami-istri sangatlah dekat dan intens. Waktu kita bersama dengan istri atau suami, maka kita akhirnya akan dipakai Tuhan untuk saling mengubah, memperbaiki, memperindah diri kita.
GS : Berarti Tuhan merencanakan bahwa pasangan suami-istri ini kedua-duanya akan mencapai sasaran yang tadi Pak Paul katakan kemuliaan itu?
PG : Pada akhirnya nanti waktu Tuhan datang kembali itulah yang akan kita peroleh. Kalau pembenaran saya panggil sebagai upah percaya, pengudusan adalah bukti percaya, jadi waktu kita dimuliakn Tuhan itu adalah puncak percaya.
Puncak percaya pada Kristus adalah kemuliaan.
GS : Berarti kita tidak bisa mengabaikan pasangan kita, kalau pasangan kita itu tidak masuk dalam proses pengudusan itu Pak?
PG : Tepat sekali, kita harus melibatkan pasangan kita. Kolose 1:21, 22 berkata, "Juga kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dar perbuatanmu yang jahat, sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya."
Jadi baik suami maupun istri sekarang berdua-dua akan terlibat dalam proses pengudusan supaya menjadi kudus tak bercacat, tak bercela, menjadi lebih sempurna. Pak Gunawan, kita akan melihat bahwa ternyata tuntutan pernikahan dan tuntutan kekudusan sebetulnya sama. Misalnya Kolose 3:12, 13, "Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan..." Bukankah pernikahan membutuhkan belas kasihan, makin berbalas kasihan, makin meleburkan dan menyatukan suami-istri. Kedua, kemurahan; bukankah kemurahan juga sangat diperlukan dalam pernikahan. Untuk pengudusan kita perlu kemurahan, untuk pernikahan yang harmonis pun di perlukan kemurahan. Kerendahan hati, bukan saja untuk kekudusan diperlukan kerendahan hati, dalam pernikahan pun diperlukan rendah hari. Perlu rendah hati untuk meminta maaf, untuk mengakui kesalahan, untuk memulai percakapan kembali. Yang berikutnya kelemahlembutan, bukankah untuk kekudusan kita perlu lemah lembut tapi dalam pernikahan pun dituntut kelemahlembutan. Cinta tidak bertumbuh di tengah-tengah kobaran api kemarahan dan kebencian, cinta bertumbuh di tengah-tengah aliran kasih yang lembut, dan penuh cinta kasih. Kesabaran, kita diminta sabar untuk bisa lebih kudus, tapi dalam pernikahan pun dituntut kesabaran. Dan yang terakhir pengampunan, untuk menjadi kudus dan serupa dengan Kristus kita perlu mengampuni orang dan bukankah pernikahan pun menuntut pengampunan. Jadi kita melihat paralel sekali tuntutan pernikahan dan tuntutan kekudusan. Jadi dengan kata lain kita yang dalam pernikahan kita sebetulnya dalam pressure cooker, dalam sebuah wadah yang Tuhan gunakan untuk menguduskan kita. Sehingga seharusnya orang yang menikah dan taat kepada Tuhan makin hari makin kudus, makin kudus dan makin serupa dengan Kristus. Karena tuntutan pernikahan pun serupa dengan tuntutan-tuntutan itu.
GS : Tuntutan akan kekudusan itu sebenarnya untuk apa Pak Paul khususnya di dalam hubungan pernikahan ini?
PG : Begini Pak Gunawan, karena memang kita dipanggil Tuhan untuk hidup kudus jadi secara pribadi kita harus menuntut diri hidup kudus, makin hari makin serupa dengan Kristus. Namun dalam perniahan kita juga dipakai Tuhan untuk saling menguduskan.
Gara-gara misalnya istri kita sedikit emosional, kita dituntut Tuhan untuk lebih sabar. Istri kita dipakai Tuhan sebetulnya secara tidak langsung untuk menguduskan kita, menambah kesabaran kita. Suami kita misalkan pemarah, kita dituntut juga untuk menahan emosi kita, nah si istri bertumbuh di situ karena akhirnya dia belajar lebih sabar pula. Jadi kita dipakai Tuhan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk saling menguduskan dan kita juga harus saling menolong satu sama lain untuk hidup kudus. Artinya waktu pasangan kita sedang jauh dari Tuhan atau kecewa, kita ajak dia berdoa bersama, kita ajak dia untuk melakukan atau berbuat hal-hal yang diperkenan Tuhan. Jangan malah kita mendorong suami kita atau istri kita melakukan hal-hal yang salah jadi kita akan dipakai Tuhan menolong satu sama lain untuk hidup kudus. Supaya secara pribadi kita tambah seperti Tuhan Yesus dan secara kesatuan kita pun menjadi sebuah pasangan yang juga kudus.
GS : Berarti rumah tangga sebenarnya suatu tempat yang paling tepat untuk mempraktekkan firman Tuhan yang kita baca, kita renungkan, kita fahami.
PG : Betul sekali, tempat yang paling tepat dan tempat pertama sebetulnya kita memperaktekkan ajaran-ajaran Tuhan kita. Sebab waktu kita makin terus kudus, kehidupan kita akhirnya makin berbedadari orang lain sebagai suami-istri.
Kita benar-benar sebagai pasangan yang indah yang memang bercahaya dan karakter kita yang kudus ini menjadi terang buat orang lain. Waktu mereka melihat kita sebagai suami-istri, mereka melihat ada yang berbeda pada pasangan ini. Dan akhirnya kekudusan kita berdua memancarkan berkat bagi orang di sekitar kita.
GS : Bagaimana kalau Tuhan mengaruniakan anak di tengah-tengah keluarga kita?
PG : Anak-anak masuk dalam kategori yang terakhir yang baru saja saya sebutkan Pak Gunawan. Yaitu membesarkan anak sebetulnya merupakan limpahan pancaran berkat dari kehidupan yang dikuduskan. embesarkan anak bukan lagi tugas atau kewajiban, kita tidak melihat ini sebagai beban yang harus kita pikul.
Membesarkan anak menjadi limpahan sukacita dan kebahagiaan hidup bersama dalam kekudusan. Dengan kata lain makin berlimpah berkat yang dialami oleh orangtua makin besar kucuran berkat yang diterima anak. Nah makin besar kucuran berkat yang diterima anak, makin besar bocoran berkat yang keluar kepada orang-orang disekitarnya.
GS : Biasanya para suami juga termasuk saya dulu, pada awalnya menganggap bahwa anak itu biar diasuh oleh ibunya, tugas kami sebagai suami dan kepala keluarga mencari uang.
PG : Itu memang konsep yang cukup umum namun malangnya tidak tepat. Seharusnya suami-istri bersatu menikmati kehidupan yang kuat dan bahagia, karakter mereka masing-masing diperbarui lebih serua dengan Kristus.
Dalam kehidupan yang kudus ini maka tidak bisa tidak berkat dari orangtua mengucurlah pada anak. Anak menjadi penerima berkat pertama dari hubungan orangtua yang baik. Yang sangat disayangkan adalah ini Pak Gunawan, bukankah banyak anak-anak yang akan dapat berkata: "Orangtua saya menjadi berkat buat orang lain tapi bukan buat kami. Bukankah itu menyedihkan dan sangat menyedihkan, sebab anak-anak menjadi orang terakhir yang menerima berkat dari orangtuanya. Orangtuanya mungkin dipuji-puji di luar, orang Kristen yang baik, menjadi berkat buat kami tapi anak-anak tidak mendapatkan setetes berkat pun dari orangtua itu. Nah dalam keluarga atau dalam relasi suami-istri yang sudah kudus, suami-istri itu serupa dengan Tuhan Yesus, memiliki semua dari sifat-sifat yang baru saja diuraikan yaitu kesabaran, kemurahan, pengampunan. Dalam kondisi seperti itu anak-anak menjadi penerima berkat pertama.
GS : Dalam hal ini sebenarnya kita diingatkan bahwa sebagai orangtua bertanggung jawab untuk mempersiapkan anak menikmati berkat Tuhan, berjalan dalam rencana Tuhan dipersiapkan untuk menjadi suami atau istri yang baik Pak Paul.
PG : Tepat sekali Pak Gunawan, dan inilah yang menjadi inti pembahasan kita yaitu tujuan pernikahan kita. Tujuan pernikahan adalah agar berkat Tuhan disebarkan, dibagikan kepada lebih banyak orng sehingga pada akhirnya keselamatan Tuhan juga dapat dibagikan kepada lebih banyak orang.
Tuhan sudah berkorban, Tuhan sudah mati, Tuhan mau menyelamatkan kita dari hukuman dosa, nah Dia ingin manusia menerima tawaran keselamatan ini. Dari siapakah manusia akan menerima tawaran keselamatan ini? sudah tentu dari sesamanya dan bukankah kita akan lebih siap menerimanya dari orang-orang yang kehidupannya pun baik, yang kehidupannya pun kudus sehingga dari kehidupan mereka itu, akhirnya limpahan berkat itu mengucur keluar. Saya berikan contoh, kita semua saya kira cukup mengenal nama dr. James Dobson, seorang psikolog Kristen yang Tuhan pakai di Amerika Serikat. Dibesarkan oleh papa-mama yang hidupnya sangat pas-pasan, karena papanya seorang pengabar Injil. Jadi kadang-kadang papanya pulang tidak membawa banyak uang, hidup mereka sangat pas-pasan tapi papanya dr. James Dobson seorang yang penuh balas kasihan. Jadi kalau dia diundang berkhotbah di sebuah gereja dan tinggal di rumah pendeta gereja tersebut melihat keluarganya itu susah, uang yang dia terima hasil jerih payahnya memimpin kebaktian dia akan sisihkan dan dia berikan kepada keluarga pendeta yang sedang kekurangan itu. Sehingga waktu dia pulang ke rumah dia akan cerita kepada istrinya tentang pekerjaan Tuhan dalam pelayanannya namun terakhir dia akan berkata, "Uang yang saya terima sebagian saya berikan kepada keluarga pendeta tersebut, karena mereka susah." Dr. Dobson sebagai anak kecil melihat percakapan orangtuanya seperti ini dan mendengar mamanya berkata, "Kalau itu yang Tuhan gerakkan kamu lakukan, lakukanlah sebab itulah kehendak Tuhan." Inilah yang dilihat dr. Dobson sebagai anak kecil. Papa-mama yang hidup dengan penuh kasih sayang dalam ketaatan kepada Tuhan dan kehidupan yang begitu berbeda waktu papa dr. Dobson sudah tua, terkena serangan jantung, dia akhirnya mendapatkan penglihatan, Tuhan berkata: "Engkau akan Aku panggil pulang, tapi jangan khawatir, Aku akan merawat dan memelihara istrimu." Kemudian dia panggil istrinya dan dia katakan apa yang Tuhan katakan kepadanya. Dan dr. Dobson bercerita, sampai mamanya tua Tuhan pelihara dalam kecukupan Tuhan tidak meninggalkan mamanya. Papa-mama dr. Dobson membesarkan dr. Dobson tidak sedikitpun mempunyai gambaran bahwa putra mereka akan dipakai Tuhan membawa berkat kepada jutaan umat manusia di dunia ini. Mereka hanyalah melakukan tugas mereka menjadi suami-istri, meleburkan diri dalam kasih, menyatukan diri bukan dengan paksaan dan saling dipakai Tuhan menguduskan satu sama lain, menolong satu sama lain untuk hidup kudus sehingga mereka menjadi sebuah pasangan yang indah. Siapakah penerima berkat pertama? Yaitu anak mereka dr. Dobson, begitu banyaknya berkat yang diterima dr. Dobson dari orangtuanya tidak bisa tidak itu akan bocor keluar sehingga akhirnya jutaan umat manusia menerima berkat dari seorang dr. Dobson.
GS : Memang kalau kita berpijak pada kebenaran firman Tuhan itu menjadi prinsip di dalam pernikahan, pernikahan itu akan menjadi berkat bagi banyak orang. Dari pembicaraan ini mungkin Pak Paul bisa simpulkan beberapa point yang bisa mudah diingat oleh kita semua.
PG : Saya akan memberikan beberapa Pak Gunawan, yang pertama adalah tidak ada rahasia dan tidak ada yang mustahil semua akan dapat mencicipi kehidupan keluarga yang berkelimpahan, syaratnya hana satu yaitu dia mesti mau.
Yang kedua, semua berawal dari pembenaran yaitu mengakui Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Dan setelah menerima keselamatan, pertanyaan saya berikutnya adalah maukah kita mengasihi pasangan kita, itu kuncinya. Maukah kita berbelaskasihan, bermurah hati, merendahkan diri, lemah lembut, sabar dan mengampuni; maukah kita melakukan semua itu di dalam keluarga kita. Jika kita mau dan kita melakukannya, perubahan berikut ini akan terjadi, yaitu saya akan semakin indah, pasangan kita, anggota keluarga kita akan makin indah; anak akan menerima kelimpahan berkat dan terakhir orang lain pun akan diberkati. Jadi tujuan pernikahan pada akhirnya adalah agar orang diberkati lewat keluaga kita.
GS : Ya terima kasih Pak Paul, tentu kita semua menginginkan agar hidup pernikahan kita boleh menjadi berkat bagi banyak orang dan nama Tuhan Yesus yang akan dimuliakan. Terima kasih sekali Pak Paul untuk perbincangan ini dan para pendengar sekalian, kami juga mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Pernikahan dan Keselamatan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.