Lengkap
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Pergolakan Rohani Remaja". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Memang menarik sekali mengamati perkembangan remaja, bukan hanya secara fisik atau jiwani berubah tapi sepertinya di dalam rohani pun ada pergolakan di dalam diri remaja ini. Mungkin Pak Paul bisa jelaskan pergolakan-pergolakan apa yang terjadi di dalam diri remaja.
PG : Tidak bisa disangkal inilah salah satu ketakutan terbesar orang tua tatkala melihat anak kita memasuki fase remaja, sebab bukan saja anak itu akan bergolak secara emosional, namun perilakuya juga sudah mulai bermasalah.
Perkataan-perkataannya lebih berani dan sekarang berani melawan kita dan sebagainya. Tapi ada satu hal lain lagi yaitu secara rohani, kadang-kadang orang tua mulai memerhatikan bahwa anak remajanya mulai meninggalkan iman kristiani yang telah dianutnya sejak kecil. Seolah-olah mereka tidak peduli lagi dengan pergi ke gereja, tidak mau ikut lagi beribadah, tidak mau mengikuti lagi hal-hal yang dia ikuti dulu dalam gereja. Hal-hal seperti itu memang menimbulkan kecemasan kepada kita sebagai orang tua. Itu sebabnya kita mau angkat topik ini, Pak Gunawan, supaya orang tua bisa mengerti sebenarnya apa yang sedang terjadi pada diri anak-anak remajanya secara rohani.
GS : Dalam hal ini yang kita namakan remaja rupanya makin lama juga makin bertambah muda, anak umur 10 tahun pun sudah bisa mulai memasuki masa remaja, Pak Paul ?
PG : Memang ada yang membagi usia 10-12 tahun adalah usia praremaja atau tunas remaja. Namun kalau kita mau kelompokkan mereka menjadi satu, dapat kita kategorikan mereka yang berusia 10 tahun e atas hingga 20 tahun.
Dalam rentang 10 tahun itu mereka masuk ke dalam kategori remaja.
GS : Timbulnya pergolakan rohani di dalam diri seorang remaja ini akibat apa, Pak Paul ?
PG : Sebenarnya ada beberapa, Pak Gunawan. Yang pertama yang akan kita soroti adalah pada masa remaja anak mengembangkan kemampuan berpikir abstrak dan melihat jauh ke muka. Jadi lewat kemampuanya berpikir abstrak remaja mulai memertanyakan hal-hal yang ia alami atau lihat.
Jika sebelumnya yang dia lihat diterima tanpa pertanyaan, tapi sekarang dengan kemampuannya berpikir abstrak remaja mulai memertanyakan hal-hal yang tidak masuk akal, mungkin masa inilah remaja mulai melihat ketidakadilan dalam dunia dan mengaitkannya dengan keadilan Tuhan. Mungkin dia mulai bertanya, "Jika Tuhan ada mengapa Ia terus membiarkan ketidakadilan merajalela." Atau ia menyaksikan penderitaan umat manusia dan memertanyakan kebaikan Tuhan, misalkan dia bertanya, "Bila Tuhan baik mengapa Ia membiarkan kejahatan dan kesusahan menimpa orang-orang yang tidak bersalah."
GS : Jadi yang dipersoalkan di sini adalah eksistensi Tuhan pada saat ini ?
PG : Eksistensi Tuhan dan juga sifat-sifat atau karakter-karakter Tuhan karena mereka sekarang sudah mampu berpikir dengan lebih abstrak, melihat lebih dalam, berpikir sehingga lebih jauh ke mua.
Maka hal-hal yang sebelumnya tidak pernah dilihatnya sekarang dilihatnya, Pak Gunawan. Dan dia mulai mencocokkan dengan apa yang diketahuinya tentang Tuhan. Misalkan dia tahu tentang Tuhan itu baik, kalau Tuhan itu baik kenapa banyak pengemis di jalanan, kalau Tuhan adil kenapa ada banyak orang yang begitu kaya namun ada juga orang yang begitu miskin, kalau Tuhan mendengarkan doa kita kenapa seseorang ini sakit berat minta kesembuhan, namun tidak dikabulkan malahan meninggal dunia. Mulailah si remaja itu mencocokkan antara apa yang diketahuinya tentang Tuhan dan fakta di lapangan yang sekarang dilihatnya.
GS : Ini memang pertanyaan-pertanyaan yang merepotkan bagi orang tua untuk menjawab. Dan apa saran Pak Paul ?
PG : Sudah tentu sebagai orang tua kita mungkin terkejut mendengar pertanyaannya, dulu dia tidak pernah bertanya seperti itu , dulu tidak pernah menggugat Tuhan tapi sekarang mulai menggugat Tuan.
Mungkin kita mengira bahwa anak remaja kita telah murtad dan telah meninggalkan imannya. Saya kira kita ini pada dasarnya takut kalau anak kita berdosa dan menentang Tuhan. Saya ingin menegaskan bahwa semua reaksi ini wajar sebab keluar dari hati yang takut akan Tuhan dan dari keinginan melihat anak terus setia mengikut Kristus. Namun ada baiknya kita berusaha keras menahan emosi misalnya sedapatnya jangan ketus menuduh anak bahwa dia telah murtad atau ada yang karena sangat marah dan mengatakan, "Kamu telah dikuasai iblis" itu jangan dilakukan! Sebaliknya dengan sikap lembut berupayalah menjawab pertanyaan anak selogis mungkin, ingatlah bahwa pada tahap pertumbuhannya ini remaja mulai berpikir abstrak dan ini berarti ia bergantung penuh pada penggunaan daya nalarnya. Bila kita menjawab tidak berdasarkan nalar, dengan cepat ia menyimpulkan bahwa kita tidak dapat mengertinya, dengan segera ia pun akan memutuskan untuk tidak melanjutkan pembicaraan sebab baginya tidaklah berguna untuk terlibat dalam diskusi dengan kita.
GS : Bagaimana sebagai orang tua, bisa membedakan bahwa apa yang dipertanyakan remaja ini merupakan pergolakan di dalam batinnya dibandingkan dengan dia memang mau murtad ?
PG : Memang bisa saja anak memilih untuk meninggalkan imannya, tapi sebenarnya kalau anak itu hidup di dalam rumah yang relatif konsisten, anak-anak itu melihat, kalau kita mencoba hidup sesuaidengan kepercayaan kita, kecil kemungkinan dia akan terpikir untuk meninggalkan imannya.
Jadi lebih besar kemungkinannya, pergolakan rohani disebabkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi di dalam dirinya. Di dalam hal ini yang sedang kita soroti adalah perubahan cara berpikirnya yang jauh lebih abstrak, dulu sangat hitam putih, dulu anak-anak tidak melihat sedalam itu. Misalkan anak-anak melihat pengemis maka dia melihat orang pengemis, kalau dia melihat orang sakit maka yang dilihat adalah orang sakit, tapi pada usia remajalah anak itu mulai bisa mengaitkan saat melihat orang sakit dengan "Kenapa Tuhan tidak menjawab doanya," melihat orang miskin atau pengemis dia berkata, "Kenapa Tuhan tidak menolongnya, Tuhan tidak memberikan kepadanya kecukupan sehingga dia tidak harus mengemis lagi." Pada masa anak-anak, mereka belum bisa berpikir abstrak namun pada usia remaja mereka mulai berpikir abstrak mengaitkan semua ini. Jadi tidak bisa tidak akan mulai muncul pergolakan-pergolakan ini dan memang kita harus terima bahwa anak-anak ini sebenarnya ingin mencari tahu. Mungkin ini terlintas dan dia ingin tahu jawabannya, jadi kita harus menjawab selogis mungkin. Jika perlu gunakan buku rujukan agar kita bisa menjawabnya dengan lebih baik atau kita bisa memintanya untuk membaca sendiri. Jika kita tidak mengetahui jawabannya maka dengan terbuka akuilah, jangan sampai kita dilihat oleh remaja membenar-benarkan diri, mencoba menjawab tapi arahnya sudah tidak lagi tepat sasaran. Hal-hal itu malah mengganggu bagi si remaja. Jadi terpenting bagi masa ini adalah mengawalnya untuk tetap memelihara relasi dengan Tuhan, misalkan secara berkala kita mengajak anak berdoa bersama, kita membagikan pengalaman hidup dengan Tuhan kepadanya, agar dia bisa melihat bahwa Tuhan itu hidup, mungkin ada doa yang telah dijawab Tuhan, atau jawaban yang diperoleh setelah melewati suatu pergumulan, kita bagikan semua itu agar anak melihat realitas keberadaan Tuhan dan kebaikan-Nya. Kita tidak bisa menjawab semua pertanyaannya namun satu hal yang pasti adalah kita tidak bisa menyangkal bahwa Tuhan itu hidup dan memelihara kehidupan kita.
GS : Biasanya hal itu sudah dilakukan di rumah namun kemudian dia susah untuk diajak berdoa karena kegiatan si remaja juga semakin banyak. Tetapi yang dikhawatirkan dari remaja adalah pengaruh teman-temannya di luar rumah.
PG : Tidak bisa tidak akan ada, Pak Gunawan. Meskipun kita mencoba untuk melindungi anak-anak dari pengaruh-pengaruh yang tidak sesuai tapi tidak bisa tidak, anak-anak kita akan terekspos pada emua itu maka saya kira yang terpenting adalah kita mesti memperkokoh anak kita.
Kita perlu membuka jalur komunikasi dengan anak supaya dia bisa bicara dengan kita apa adanya. Atau misalkan temannya bicara sesuatu yang memertanyakan iman percayanya, itulah pentingnya komunikasi yang terbuka dengan anak sebab di saat itulah dia akan datang kepada kita dan bertanya, karena dia bertanya maka kita bisa memberikan jawaban kepadanya. Sudah tentu akan ada pengaruh-pengaruh dari teman dan kita tidak perlu melindunginya dari teman karena kalau 100% kita melindungi maka anak kita akan terisolasi dan itu pun tidak sehat bagi pertumbuhannya.
GS : Jadi pada masa remaja ini, pola orang tua membimbing anaknya secara rohani harus berubah karena tidak harus lagi diperlakukan sebagai anak-anak yang masih kecil.
PG : Betul sekali. Jadi tidak bisa kita searah dalam memberikan pengajaran kepada anak-anak. Justru yang lebih berperan besar adalah sebuah kesaksian hidup, mungkin saja kita tidak bisa memberian jawaban yang memuaskan, kita mencoba menjawabnya tapi mungkin jawaban kita tidak lagi memuaskan.
Misalkan kita tidak bisa menjawab pertanyaan, "Mengapakah seorang ibu yang masih muda mempunyai anak kecil kemudian terkena penyakit kanker, mereka berdoa meminta penyembuhan Tuhan tapi akhirnya sang ibu itu meninggal dunia, kasihan anaknya tidak memiliki mama," kita tidak akan bisa memberikan jawaban karena kita sendiri tidak tahu kepastian jawaban itu sendiri dan kita hanya bisa memberikan jawaban-jawaban yang lebih bersifat rasional, tapi tetap susah untuk kita terima. Di situlah pentingnya kita mengakui, jangan sampai kita menempatkan diri sebagai orang yang sangat tidak sensitif dengan kondisi kehidupan ini. "Yang penting apa yang dikatakan oleh pembimbing rohani kita maka kita akan langsung berikan kepada anak-anak kita." Akhirnya mereka akan berkata, "Percuma bicara dengan Papa atau Mama karena jawabannya itu seperti mesin, seperti sudah direkam dan langsung dimuntahkan. Tidak pernah ada pergumulan pribadi." Dan anak-anak perlu melihat bahwa kadang-kadang kita pun perlu bergumul dengan hal-hal yang mereka tanyakan dan kita tidak selalu menemukan jawaban yang memuaskan hati kita. Jadi pada akhirnya kita harus berkata kepada si anak, "Kita memang hanya memahami sedikit, begitu banyak hal dalam hidup ini dan ada rencana Tuhan yang tidak kita ketahui tapi yang kita tahu adalah bahwa Tuhan itu baik," dan kemudian kita memberikan contoh waktu kita mengalami masalah dan sebagainya, kita meminta pertolongan Tuhan dan Tuhan menjawab. Jadi disamping apa yang dilihatnya, kita juga mesti menyajikan kepadanya bahwa inilah yang Tuhan lakukan di dalam kehidupan Papa dan Mama. Jadi kita tidak bisa berkata, "Tuhan tidak baik, Tuhan tetap baik dan terutama Tuhan baik karena telah mati untuk dosa-dosa kita. Kalau Tuhan tidak baik maka Tuhan tidak akan rela turun ke dunia menjadi manusia dan akhirnya mati." Lewat semua ini anak lebih dapat mengembangkan konsep tentang Tuhan yang lebih berimbang, ada sisi tentang Tuhan yang misterius yang tidak bisa kita ketahui, namun ada sisi tentang Tuhan yang telah Tuhan singkapkan dan semua itu adalah untuk kebaikan.
GS : Sebenarnya kalau remaja mau bertanya, berarti masih terbuka jalur komunikasi itu. Dan yang dikhawatirkan adalah kalau remaja itu memendam pertanyaannya karena sulit bertanya, sulit mengungkapkan pergumulannya.
PG : Itu sebabnya dari awal, sejak anak-anak masih kecil kita sudah harus memilih jalur komunikasi yang terbuka dengan anak-anak. Biasakanlah anak-anak itu mendapatkan jawaban yang jujur dari kta, dengan adanya sejarah relasi seperti itu besar kemungkinan sewaktu dia memasuki usia remaja dan bertanya maka dia akan datang kepada kita dan meminta jawaban kita.
GS : Penyebab yang lain mengapa timbul suatu pergolakan dalam diri remaja ini apa, Pak Paul ?
PG : Berikut pada masa remaja anak berada pada posisi labil akibat perubahan fisik atau hormonal sehingga rawan mengambil keputusan secara impulsif tanpa berpikir panjang. Pada saat ini tidak jrang para remaja ini memutuskan melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya sehingga jatuh ke dalam dosa.
Kejatuhan ini bisa-bisa membuat dia enggan untuk dekat dengan Tuhan dan malah mendorongnya untuk hidup terpisah dari Tuhan. Saya berikan contoh misalkan remaja mulai terlibat dengan pornografi dan bergumul dengan kekudusan, dia tahu apa yang Tuhan tuntut tapi sekarang dia telah jatuh ke dalam dosa. Besar kemungkinan pergumulan ini membuatnya merasa diri kotor dan tidak layak untuk datang ke hadirat Tuhan. Atau contoh lain remaja jatuh ke dalam dusta, hal ini pun membuat diri tidak layak datang kepada Tuhan dan akhirnya memilih untuk menjauh dari persekutuan dan ibadah. Maka kita mesti menyadari bahwa di saat-saat inilah anak-anak akan cenderung melakukan hal-hal yang tidak berkenan kepada Tuhan dan kejatuhannya ke dalam dosa bisa jadi membuat dia ingin menjauh dari Tuhan karena merasa tidak lagi layak datang kepada Tuhan.
GS : Padahal awalnya hanya sekadar ingin tahu. Dia jatuh ke dalam dosa pornografi karena rasa ingin tahunya yang besar sekali.
PG : Betul. Meskipun dia tahu apa yang Tuhan kehendaki, Tuhan menghendaki kekudusan dan sebagainya namun karena di dalam dirinya juga telah bertumbuh, hormon-hormon seksualnya mulai berkembang akin matang, sehingga gejolak itu begitu kuat dan dia mulai terlibat pornografi.
Atau dalam kasus yang lebih parah lagi ada anak-anak remaja yang mulai ikut-ikut jatuh ke dalam dosa perzinahan, benar-benar melakukannya dengan orang lain. Bisa jadi kalau dia melakukannya, dia memutuskan tidak lagi layak datang kepada Tuhan, untuk apa lagi ikut Paduan Suara, untuk apa ikut PA, untuk apa lagi memimpin PA, mereka tidak mau lagi melakukan dan mengundurkan diri. Orang tua mungkin tidak mengerti hanya bingung, "Kenapa tidak mau ikut lagi, tidak mau lagi terlibat dalam pelayanan." Bisa jadi karena anak kita itu jatuh ke dalam dosa dan merasa diri tidak layak terlibat dalam pelayanan lagi.
GS : Itu adalah suatu reaksi yang sangat keras sekali karena kita tidak mengalami waktu mereka berusia anak-anak, dan ini sesungguhnya apa, Pak Paul ?
PG : Sesungguhnya reaksi kerasnya itu muncul dari reaksinya terhadap kemunafikan. Jadi remaja adalah anak yang baru memasuki masa dewasa untuk pertama kalinya anak harus menghadapi ketidakkonsitenan, paradoks, tidak bisa tidak pada umumnya anak remaja akan mengalami kesulitan mengintegrasikan ketidakkonsistenan ini ke dalam hidupnya yang relatif masih hitam putih membuat dia sukar menerima ketidaksempurnaan.
Itu sebabnya ia cepat melabelkan semua itu sebagai kemunafikan dan kepura-puraan. Jadi waktu remaja melihat dirinya berdosa, tidak lagi kudus maka dia berpikir jangan sampai jatuh ke lembah kemunafikan. Maka dari pada hidup munafik lebih baik dia tidak perlu pergi ke gereja, tidak perlu lagi memimpin pujian atau ibadah. Sekali lagi ini adalah reaksinya terhadap kemunafikan. Remaja memang idealis pada masa-masa ini. Jadi bagian dari ketidakkonsistenan dan kemunafikan, sehingga remaja memilih untuk hidup konsisten dengan cara tidak ingin lagi terlibat dalam pelayanan, tidak perlu lagi bicara tentang Tuhan sebab saya sudah kotor, gagal dan inilah reaksi yang sudah ditunjukkan oleh remaja.
GS : Lalu bagaimana sikap kita sebagai orang tua menghadapi anak yang bereaksi keras seperti itu, Pak Paul ?
PG : Sebagai orang tua sudah tentu kita harus peka dengan pergumulan remaja melawan dosa, kita harus menunjukkan bahwa kita mengerti betapa sulitnya memertahankan kekudusan, misalnya. Kita dapa menyampaikan bahwa kita pun pernah melewati masa pergumulan yang serupa dan kita mengakui bahwa tidak selalu kita menang melawan godaan dosa, kita mungkin bisa membagikan kepadanya bahwa ada momen dalam hidup kita dimana kita tergoda untuk menyerah dan mengambil sikap putus asa.
Jadi penting untuk kita tidak menghakimi, kita justru mau terbuka mengatakan bahwa, "Kita sama-sama orang berdosa." Namun setelah kita menyampaikan penerimaan kita kepadanya tanpa penghakiman maka kita dapat menyampaikan juga hal yang lain yaitu kita menyampaikan penghargaan akan ketulusannya, akan keinginannya dari pada mencemarkan nama Tuhan dan hidup munafik lebih baik dia hidup jauh dari Tuhan. Kita harus hargai tekad seperti itu, tekad tidak mau mencemarkan nama Tuhan, tekad tidak mau hidup munafik namun pada akhirnya kita harus mengingatkannya bahwa hidup kekristenan adalah hidup sebuah pergumulan, sebenarnya ini adalah esensi hidup kekristenan sewaktu kita memutuskan mengikut Tuhan, pada dasarnya kita memasuki sebuah arena perkelahian antara keinginan pribadi dan keinginan Tuhan.
GS : Memang bagi remaja diperlukan suatu teladan atau suatu contoh atau petunjuk yang jelas. Apakah firman Tuhan ada yang menunjukkan hal itu, Pak Paul ?
PG : Ada. Misalnya kita dapat membacakan pergumulan Paulus yang diceritakannya di Roma 7: 15, "Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, etapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat."
Jadi Paulus sendiri pun bergumul, dia tahu apa yang benar tapi tidak dilakukannya. Atau Musa misalnya, Musa tidak menaati perintah Tuhan di Meriba, Tuhan perintahkan kepada Musa untuk berkata-kata atau memerintahkan kepada batu karang itu untuk mengeluarkan air, namun dia malah memukulnya sampai dua kali. Atau Daud jatuh ke dalam dosa perzinahan dan pembunuhan, seorang anak Tuhan yang begitu dekat tapi bisa melakukan dosa seberat itu. Atau Petrus, murid Tuhan Yesus yang jatuh ke dalam dosa dusta dan ketidaksetiaan, menyangkal mengenal Tuhan padahal dia begitu dekat dengan Tuhan Yesus. Lewat semua ini kita tunjukkan kepada anak kita bahwa mereka ini adalah anak-anak Tuhan yang berusaha mengikut Tuhan namun dalam perjalanannya adakalanya anak Tuhan pun jatuh, terpenting adalah kita mengakui dosa, kita bangkit dan berjalan kembali.
GS : Itu mungkin lebih riil bagi remaja, Pak Paul, karena ada contoh-contoh nyata yang mereka kenal sejak mereka anak-anak, tetapi apakah ada penyebab yang lain timbulnya pergolakan rohani di dalam diri remaja ?
PG : Ada, Pak Gunawan. Yang ketiga adalah pada masa remaja anak mengembangkan kemandirian dan salah satu bentuknya adalah memiliki pemikiran dan pendapat sendiri. Salah satu karakteristik kedewsaan adalah kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri tanpa harus tunduk pada kehendak orang.
Sebagai seorang anak yang tengah menuju ke arah kedewasaan, ia pun akan mulai mempraktekkan kemandiriannya dalam pengambilan keputusan namun ini yang harus kita sadari bahwa ada kecenderungan bahwa pada masa remaja ia akan bersikap agak ekstrem misalnya menolak pendapat kita secara membabi buta tanpa pertimbangan yang jelas. Kendati semua ini pasti mengganggu kita yang mendengarnya namun sesungguhnya respons si remaja ini merupakan jalan yang mesti di tempuhnya, dia memang harus melewati jalan yang kadang-kadang kebablasan, terlalu ekstrem dalam memertahankan pendapatnya. Itu sebabnya kita mesti menyeimbangkan respons yang kita berikan kepadanya, di satu pihak kita harus menjaganya jangan sampai mengambil keputusan yang berakibat fatal dan berdampak panjang, namun di lain pihak kita mesti memberinya ruang untuk mengambil keputusan yang tidak tepat. Jadi ada baiknya kita tidak lagi memaksakan kehendak namun berikanlah masukan seperlunya kemudian biarkan dia menimbangnya sendiri dan memutuskannya.
GS : Jadi contoh konkretnya untuk menyeimbangkan tanggapan kita terhadap tindakan ekstrem anak ini seperti apa, Pak Paul ?
PG : Misalkan anak kita itu mulai berkata, "Buat apa ke gereja karena kita juga bisa beribadah kepada Tuhan di rumah, kenapa harus ke gereja karena Tuhan juga ada di sini." Waktu anak mengataka hal seperti itu kita memang bisa bereaksi marah memaksanya ke gereja dan sebagainya tapi lebih baik kita mencoba berdialog dengan anak-anak kita, kita tidak mau dia mengembangkan sikap dimana nanti tidak akan mau ke gereja sama sekali dan itu juga tidak benar.
Tapi di pihak lain kita juga ingin anak kita tetap mempunyai suatu pendapat yang memang juga ada baiknya atau ada benarnya. Jadi kita bisa berkata kepada dia, "Benar kalau kamu berkata seperti itu, Tuhan memang ada di dalam hati kita, kita memang tidak wajib untuk menyembah Tuhan di gereja sebab di rumah pun juga bisa. Tapi bukankah Tuhan juga yang meminta kita datang, berbakti kepadaNya di rumahNya sebab Dialah yang juga menetapkan ibadah bersama itu mulai dari Perjanjian Lama sampai di Perjanjian Baru. Jadi kenapa kita tidak menaati Tuhan meskipun di rumah pun kita juga perlu beribadah kepada Tuhan." Dengan jawaban seperti itu remaja tahu bahwa perkataannya tidak sepenuhnya dipersalahkan orang tua, sehingga dia bisa mulai mengembangkan pemikirannya. Di pihak lain sebagai orang tua kita mengkomunikasikan kepadanya kebenaran-Nya yaitu dia diminta Tuhan untuk tetap beribadah kepada-Nya di gereja.
GS : Jadi bagaimana remaja seharusnya bersikap tentang imannya ?
PG : Pada akhirnya memang remaja itu harus membuat iman kepercayaan kita sebagai milik pribadi, bila di masa lampau ia hanya mengikuti pengarahan kita sekarang dia harus menempuh perjalanan rohni sehingga ia dapat tiba pada kesimpulannya sendiri.
Singkat kata, iman orang tua harus menjadi imannya sendiri, itu sebabnya kita harus membimbing sekaligus memberinya ruang menggumulkan imannya sendiri. Saya akan simpulkan dengan firman Tuhan di Amsal 22:6, "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu." Jadi apabila pada masa kecil kita telah menanamkan firman Tuhan pada dirinya, maka pada masa remaja firman Tuhan akan terus bersemayam di dalam hatinya.
GS : Kalau dia sudah sampai pada keputusan bahwa imannya itu adalah miliknya sendiri sebenarnya dia sudah memecahkan satu masalah didalam pergolakan rohani di dalam dirinya sendiri.
PG : Betul sekali. Meskipun harus melewati jalan yang berliku tapi itu adalah jalan yang penting dan harus, sehingga dia harus sampai kepada keputusan inilah imannya sendiri.
GS : Tentunya masih banyak bentuk pergolakan yang lain dan kita akan bicarakan pada kesempatan yang akan datang. Terima kasih sekali untuk perbincangan kali ini dan kita berharap para pendengar tetap mengikuti kelanjutan perbincangan ini pada siaran yang akan datang. Para pendengar sekalian kami mengucapkan terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Pergolakan Rohani Remaja" bagian yang pertama dan kami akan melanjutkan perbincangan ini pada kesempatan yang akan datang oleh karena itu kami berharap para pendengar bisa terus mengikuti perbincangan di acara Telaga ini. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.