Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan. Kali ini kami akan mengangkat topik peran wanita dalam pelayanan. Hadir bersama kami pada saat ini adalah Ibu Esther Tjahja, S. Psi. dari Universitas Gajah Mada, yang kini menjadi staf psikologi di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang dan juga hadir bersama kami Ibu Pdt. Dr. Netty Lintang seorang gembala sidang Santapan Rohani Indonesia dan juga dosen STT Iman Jakarta. Ibu Esther dan Ibu Netty kami senang sekali bergabung dengan ibu-ibu sekalian dan tentu apa yang Ibu sampaikan pasti bermanfaat bagi para pendengar setia.
Lengkap
PG : Selamat datang kepada Ibu Netty dan Ibu Esther, saya kira kalau membicarakan pelayanan wanita ini saya mempunyai kesan kalau keliru tolong dibenarkan. Yaitu wanita seolah-olah tidak mendaptkan kesempatan yang sama dengan pria di pelayanan.
Apakah Ibu Netty dan Ibu Esther mempunyai pandangan yang serupa atau mempunyai komentar mengenai hal ini?
NL : Misalnya pelayanan apa?
PG : Maksud saya misalkan tidak semua gereja terbuka untuk mentahbis wanita, seperti melawat. Kalau pria melawat siapapun pada segala usia, segala jenis kelamin seolah-olah masih dibolehkan, tai kalau misalnya wanita sebagai seksi pelawatan, melawat pria, hal itu harus dijaga, harus lebih hati-hati sehingga mungkin lapangan itu agak tertutup bagi wanita, misalnya seperti itu, Ibu Netty.
NL : Justru saya lihat team pelawatan terdiri dari pada wanita, cuma usia mereka bukan yang muda. Mereka lebih banyak kesempatan untuk bergerak di dalam pelawatan.
PG : Yang saya maksud memang sepertinya ke arah yang lebih muda dan misalkan pelawat itu tidak banyak, katakan satu orang. Kalau pria sebagai seorang hamba Tuhan, dia melawat jemaatnya yang maih muda dan dia juga penginjil yang muda, biasanya tidak menjadi masalah, tapi kalau dia penginjil wanita dan masih muda, saya rasa sedikit banyak ada rasa enggan untuk melawat seorang pria yang sama-sama mudanya dengan dia.
GS : Bagaimana pandangan atau pengamatan Pak Paul, apa itu ada betulnya, Ibu Netty?
NL : Saya rasa ada betulnya karena mungkin di dalam pandangan orang dan faktanya hamba Tuhan kebanyakan yang pria. Sekarang makin lama makin banyak hamba Tuhan yang wanita, dulu kebanyakan hamb Tuhan itu pendeta biasanya pria.
Jadi waktu mereka pergi sendiri, mereka memang kelihatannya lebih bebas, daripada penginjil wanita pergi sendiri. Itu memang karena dari kebiasaan saja saya pikir.
(1) GS : Dari segi pelayanan ke masyarakat, Bu Esther, peran wanita dan pria itu apakah masih terasa dibedakan, sampai saat ini maksud saya?
ET : Kalau kemasyarakatan secara umum saya lihat justru makin terbuka, dalam arti tidak lagi dipandang dari segi jenis kelamin. Misalnya seperti bidang-bidang sosial, bahkan yang dulu dipegang leh kaum pria sekarang juga sudah banyak wanita yang bisa masuk seperti penyuluh-penyuluh.
Dulu kalau di desa-desa rasanya susah untuk wanita bisa mendengarkan. Tapi rasanya sekarang, saya justru banyak melihat organisasi sosial yang para sukarelawannya justru wanita yang terjun dan sudah bisa diterima.
GS : Kenapa sebenarnya gereja-gereja masih ada masalah untuk menempatkan atau memberikan kesempatan kepada para wanita untuk terjun di dalam bidang pelayanan yang sama itu. Ada beberapa gereja, apakah latar belakang tradisi dari gereja itu atau apa yang menyebabkan?
NL : Ya, saya kira dari latar belakang tradisi gereja tersebut, tapi sekarang yang saya lihat makin lama makin banyak gereja terbuka untuk wanita.
GS : Atau mungkin memang di Akitab sering kali yang menonjol tokoh prianya. Apa mungkin seperti itu, ya Bu?
PG : Ibu Esther rupanya sedang berpikir ingin menjawab, tidak setuju.
ET : Yang menonjol tokoh pria, tidak juga karena kalau kita mau lihat banyak juga tokoh-tokoh wanita yang memegang peranan yang sangat besar di dalam Alkitab, bahkan di dalam deretan hakim-haki tetap ada wanita yang memimpin menjadi hakim juga.
GS : Tetapi kalau kita lihat Tuhan Yesus sendiri memilih murid-muridnya, para rasul itu semua pria.
ET : Rasanya kalau itu tidak bisa dilepaskan dari unsur budaya.
NL : Budaya dan waktu pada zaman itu, karena kalau mau mengajak wanita keluar tidak mudah, pria lebih mudah.
PG : Dengan perkataan lain, karena Tuhan Yesus sendiri waktu mengambil tubuh manusia, dia mengambil tubuh jasmani pria lebih memudahkan dia memanggil murid-murid yang juga pria. Kalau misalkan aat itu Tuhan memilih untuk mengambil tubuh jasmani wanita, kemungkinan besar muridnya semua adalah wanita, sebab akan sangat canggung sekali Dia memanggil pria-pria menjadi muridnya dan pergi ke mana-mana dengan Dia.
ET : Tetapi walaupun muridnya pria-pria, kalau kita mau melihat juga banyak pelayanan yang Yesus lakukan bersama murid-muridnya yang juga ditopang oleh pelayanan para wanita, walaupun memang tiak resmi termasuk dalam daftar 12 murid itu.
PG : Betul, mari kita lihat secara spesifik ya Ibu Esther dan Ibu Netty tentang beberapa tokoh Alkitab. Yang pertama misalkan yang bisa saya ingat tokoh Maryam yaitu kakak wanita dari Musa, mungkin Ibu Netty bisa memberikan komentar tentang siapa Maryam itu dan apa kepentingannya dalam kehidupan Musa?
NL : Ya dia memainkan peranan yang sangat penting karena waktu Musa ditaruh di sungai diawasi oleh Maryam, dia melihat siapa yang mengambil adiknya. Sedangkan pada waktu itu Maryam juga masih kcil, tapi dia begitu cerdas dan tangkas, begitu adiknya diambil oleh putri Firaun, langsung dia begitu pintar mendekati, memberikan usul, proposal kalau pembicaraan sekarang.
Mau tidak saya carikan baby sitternya begitu, saya pikir dia cerdik sekali, jadi kesuksesan Musa itu saya pikir karena andil Maryam sangat besar.
PG : Dengan perkataan lain, kalau tidak ada Maryam saat itu seolah-olah kalau kita tidak menghitung kuasa Tuhan barangkali dan pasti Tuhan berkuasa, Musa mungkin hanyut di sungai. Karena ada Maryam, Musa hanyut masuk ke dalam istana Firaun, ya Bu Netty?
GS : Bagaimana dengan tokoh lain yang kita kenal, anak saya, saya beri nama juga Debora.
ET : Ya itu yang tadi sempat saya singgung, masuk dalam barisan hakim-hakim. Saya salut dengan tokoh ini karena memang dari sini kelihatan bahwa memang Tuhan tidak melihat jenis kelamin untuk mnjadikan seorang pemimpin, padahal budayanya mungkin pada waktu itu juga masih pria yang memegang peranan.
Tetapi Tuhan pakai Debora untuk menjadi seorang hakim dan nabiah. Yang paling saya salut lagi adalah ketika dia mengambil alih kepemimpinan Barak dan memimpin perang. Saya benar-benar tidak bisa membayangkan situasi pada waktu seorang hakim wanita seperti itu.
PG : Yang menarik sebetulnya Debora memberi hak pertama itu kepada Barak untuk memimpin perang dan yang sangat lucu Barak tidak berani. Barak bahkan berkata aku hanya akan maju berperang jika egkau turut maju berperang denganku, kalau engkau tidak maju berperang aku pun tidak mau berperang.
Jadi kita melihat Barak sangat cemas sekali dan Tuhan akhirnya memberikan nubuat kepada Debora, dan Debora langsung mengatakan kepada Barak bahwa yang mendapat kehormatan membunuh Sisera bukanlah engkau tapi seorang wanita, jadi perang itu dipimpin oleh seorang wanita, musuhnya yaitu Sisera juga dibunuh oleh seorang wanita. Apa kesimpulan Ibu Netty setelah melihat fenomena itu?
NL : Ya sangat menarik sekali, jadi saya kaitkan dengan pelayanan di gereja. Kadang-kadang pemimpin di satu gereja itu adalah wanita, wanita yang lebih banyak aktifitasnya. Kenapa bisa seperti tu? Saya pikir-pikir prianya tidak mau keluar, entah dia itu takut, entah dia tidak mau bayar harga, pokoknya pria tidak mau keluar, wanita yang keluar.
GS : Alasan klasiknya adalah kesibukan karena pekerjaan.
NL : Ya mungkin bermacam-macam alasan, jadi akhirnya kepemimpinan itu jatuh di tangan wanita.
PG : Dan saya cenderung berpikir, Bu Netty, bahwa Debora menjadi hakim, memang sudah tentu ditunjuk Tuhan. Tapi secara naturalnya, secara alamiahnya saya kira seseorang hanya bisa menjadi seorag pemimpin, atau hakim jikalau kepemimpinannya diakui.
Dan saya kira secara alamiahnya masyarakat pada saat itu atau umat Yahudi saat itu melihat bahwa memang Debora memiliki kepemimpinan tersebut, kualitas yang sangat-sangat mencengangkan sehingga mereka mengakuinya dan percuma kalau Tuhan tetapkan Debora sebagai hakim kalau tidak diakui sama sekali. Dia tidak mungkin membawa bani Naftali dan Zebulon untuk berperang saat itu. Jadi kita melihat bahwa ada sesuatu yang sangat alamiah terjadi di situ, bahwa masyarakat mengakui kepemimpinan Debora tanpa mempertanyakan sama sekali dan menganggap itu sebagai suatu yang dikehendaki dan disetujui oleh Tuhan dan Barak pun pada waktu saya membacanya, tidak ada kesan bahwa Barak malu atau minder, bahwa dia harus dipimpin oleh Debora. Tapi dia mengajukan permintaan yang sangat polos, yang sangat tulus, apa adanya, bahwa saya tidak berani dan engkau yang lebih mempunyai nyali. Jadi dia akhirnya dengan senang hati memberikan hak itu kepada Debora dan tidak berebut kekuasaan di sini, saya melihat betapa indahnya hubungan pria dan wanita yang seperti ini.
GS : Ada satu tokoh yang menarik sampai namanya dipakai di dalam buku di Alkitab yang sekarang dipakai juga oleh Ibu Esther. Tentu kita bertanya kepada Ibu Esther, kenapa Ibu begitu kagum dengan tokoh ini atau orang tua Ibu mungkin, atau ada sesuatu harapan, saya tidak tahu, silahkan Bu.
ET : Saya pikir itu mungkin harapan orang tua, tapi saya senang.
PG : Maksudnya harapan agar Ibu Esther jadi permaisuri.
ET : Ya, sayangnya pemerintah di Indonesia bukan kerajaan sehingga saya tidak bisa menjadi seorang permaisuri. Tetapi kembali lagi terlihat jelas di sini kalau memang wanita bisa memegang perann yang begitu penting juga, sekalipun mungkin bukan dalam bentuk frontal seperti Debora yang jelas-jelas memimpin dan kelihatan adalah pemimpin.
Tetapi Tuhan juga bisa memakai wanita khususnya ratu Ester ini. Bagaimana dia bisa menjadi alat/saluran untuk bisa menghubungi suaminya atau sang raja untuk kemudian bisa mengubah berbagai peristiwa yang tadinya direncanakan dengan jahat oleh Haman, tapi akhirnya dengan keberanian Ester dan dukungan dari Tuhan, dia bisa melakukan hal tersebut.
GS : Memang ada segi kelemahlembutan dari wanita yang seringkali digunakan untuk bisa menaklukkan pria, bagaimana menurut Bu Netty?
NL : Saya percaya memang di dalam diri Ester ada kelemahlembutan tetapi saya juga melihat memang dibalik itu ada dukungan Tuhan, sehingga begitu dia tampil di hadapan raja ia diterima, disambutbegitu hangat.
PG : Dan seperti tadi yang disinggung oleh Ibu Esther bahwa peranan Ester sangat penting sekali hingga satu bangsa diselamatkan. Kalau Ester tidak bertindak memang kemungkinan besar keadaan bansa Israel pada saat itu sangat-sangat terancam bahkan bisa punah.
Yang lainnya lagi, Ibu Netty, yang sekarang sedang saya pikirkan adalah peranan dari wanita-wanita seperti Maria Magdalena, Susana, Yohana dalam pelayanan Tuhan Yesus. Yang menarik buat saya adalah mereka begitu setia melayani Tuhan Yesus, memberikan dukungan keuangan dan sebagainya. Bahkan di kayu salib yang dicatat dalam Alkitab adalah mereka para wanita tersebut dan kita tahu juga yang pertama menjenguk kubur Tuhan Yesus adalah para wanita ini. Dan yang menarik lagi seolah-olah semua orang pertama yang melihat Tuhan Yesus bangkit adalah Maria Magdalena dan para wanita lainnya. Apa kesimpulan yang bisa Ibu Netty tarik dari semuanya ini?
NL : Saya hanya bisa berkata bahwa rupa-rupanya Tuhan begitu spesial memperhatikan wanita yang dianggap lemah, tidak ada apa-apanya khususnya pada zaman itu tapi diangkat posisinya begitu tingg, begitu dihargai, begitu dikenang oleh Tuhan sendiri, saya merasakan itu cuma anugerah saja.
PG : Memang dikatakan bahwa Injil Lukas adalah Injil yang sangat memperhatikan wanita, Bu Netty dan memang banyak sekali kisah-kisah tentang wanita yang dicatat oleh dokter Lukas, salah satunyajuga yang dicatat adalah tentang nabi Hana yang turut bersyukur, berdoa kepada Tuhan sewaktu dia melihat bayi Yesus.
Dan dikatakan di Alkitab bahwa dia hanya menikah 7 tahun kemudian sampai umur 80-an hidup menjanda dan yang dia lakukan adalah berdoa dan berpuasa di Bait Allah. Di sini kita melihat sekali peranan wanita yang sangat besar meskipun seolah-olah di belakang layar, tapi dialah yang seolah-olah menjadi pendoa bagi umat Israel yang sedang menantikan Mesias. Mungkin banyak orang di situ yang bekerja hari lepas hari tidak pernah memikirkan tentang hal ini, tapi tiba-tiba ada seorang wanita yang berpuluhan tahun di belakang layar menjadi seorang pendoa bagi umat Israel dan sebetulnya bagi umat manusia datangnya seorang Mesias. Di sini mungkin sekali lagi menegaskan yang Ibu Netty katakan bahwa Tuhan melihat wanita secara spesial karena kita harus akui mereka adalah makhluk atau kaum yang seringkali tersingkirkan malahan tertekan oleh masyarakat pada umumnya. Dan Tuhan memang adalah Tuhan yang penuh belas kasihan.
GS : Di bidang pelayanan Ibu Netty banyak berkecimpung di bidang jemaat, memang banyak aktifitas yang Ibu Netty katakan dihadiri oleh kaum Ibu, tapi kadang-kadang mereka merasa tidak terbekali untuk menjadi seorang pemimpin dalam jemaat. Sehingga yang dipilih adalah seksi konsumsi lalu menghias ruangan tetapi kalau begitu ditempatkan menjadi ketua panitia dia menjadi ragu, bagaimana Ibu memberikan semangat atau dorongan pada ibu-ibu ini?
NL : Ya saya pikir itu mungkin ada kaitan dengan gembala sidangnya. Jadi kalau gembala sidangnya bisa mengangkat dan memberikan kesempatan pembinaan-pembinaan pada kaum wanita, saya pikir merek bisa dibekali, dilengkapi sehingga mereka lebih kompeten lagi dan lebih mampu.
Dan saya lihat zaman sekarang ini banyak gereja sudah mulai memperhatikan pembinaan untuk pekerja wanita.
(2) GS : Ibu Esther, pengaruhnya bagaimana kalau ibu-ibu ini sudah berkeluarga. Maksud saya pelayanan itu menyita banyak waktu. Banyak suami atau anak yang mengeluh istrinya terlalu lama di gereja daripada di rumah. Kalau Ibu Esther, bagaimana pandangannya?
ET : Sebenarnya itu sisi ekstrimnya ya, tetapi kalau saya melihat justru sekarang sebenarnya di gereja-gereja banyak kepemimpinan wanitanya yang menonjol, ya Ibu Netty. Seperti pernah di satu greja, ketua remajanya wanita, ketua pemudanya wanita dan kegiatan kaum ibunya begitu bersemangat.
Jadi ibu-ibu itu begitu luar biasa antusiasnya untuk mengadakan berbagai aktifitas dan nyatanya bisa. Jadi saya pikir mungkin asal setiap wanita kembali lagi, khususnya yang telah mendapat peran tambahan menjadi seorang istri atau ibu, memperlihatkan keseimbangan juga ya kalau memang terlalu sibuk di gereja. Tetapi kembali terlepas dari itu sebenarnya dukungan dari keluarga juga dibutuhkan, kalau memang keluarga mendukung untuk seorang ibu bisa terlibat. Nyatanya banyak juga yang bisa berhasil dalam pelayanannya dan keluarganya pun baik-baik pula.
GS : Ya atau mungkin si suami memang merasa terkalahkan secara psikologis, dipimpin istrinya berdiri di mimbar atau berdiri memimpin, nah ini ada kecanggungan dari pihak si suami atau tidak, Ibu Esther?
ET : Tapi ada juga suami-suami yang justru bangga melihat istrinya yang memimpin liturgi, bisa dikatakan pada teman-temannya di sebelahnya itu istri saya, ada juga yang tidak.
PG : Menurut Ibu Esther dan Ibu Netty, apakah memang perlu ada pembatasan dalam pelayanan untuk wanita. Ataukah Ibu Netty dan Ibu Esther berprinsip tidak ada pembatasan pokoknya didasari atas krelaan untuk berkorban, kesanggupan untuk melakukannya, ya sudah.
NL : Saya pikir ini juga tidak terlepas dari tradisi dan kebudayaan, biasanya kalau kepemimpinan yang katakan top secara manusia itu jarang misalnya ketua majelis wanita. Setahu saya jarang, saa pernah dengar memang satu, dua tapi jarang sekali.
Jadi entah apakah berada di bawah alam sadar manusia, tidak ditentukan tapi sudah menentukan begitu. Ini sesuatu yang tidak adil juga karena sebetulnya dia mampu, tapi rasanya tidak tahu bagaimana di dalam hati manusia sudah ada garis-garis tersendiri begitu.
PG : Kadang-kadang yang saya lihat terus terang sedikit mengusik, misalkan dalam rapat, menetapkan jabatan atau tugas, tidak bisa tidak kalau misalnya membicarakan sekretaris mata semua melirikke wanita.
Sebetulnya kita tahu ada orang-orang yang berjenis kelamin pria yang sangat terampil dalam hal-hal sekretaris, karena karunianya karunia untuk mencatat dengan teliti, administrasi dan kebetulan si wanitanya kacau berantakan, jadi saya ingin mendapatkan tanggapan juga dari Ibu Esther. Apakah seharusnya dilakukan pembatasan, memang budaya mengatakan begitu, tapi apakah Alkitab mengajarkan begitu, Bu Netty dan Bu Esther?
ET : Kalau mau bicara soal kemampuan, kompetisi bakat kepemimpinan seperti itu sebenarnya batasannya tidak perlu. Sampai seperti itu lagi begitu tegas, tapi memang orang-orang susah untuk melepskan stereotip, pokoknya begitu sekretaris, bendahara kadang-kadang bapak-bapak, mengatakan sudah ibu-ibu saja.
Atau mungkin satu lagi konsumsi pokoknya pasti wanita. Tapi kadang-kadang memang bukan salahnya, sudah bentukan juga kadang-kadang kaum wanita sudah meletakkan dirinya, jadi tidak dibatasi. Tapi memang sudah sepertinya saya pada posisi yang memang biasanya untuk wanita saja. Jadi memang tidak mudah juga untuk kita katakan tidak perlu lagi dibuat pembatasan, karena mau tidak mau pembentukannya juga sudah seperti itu.
PG : Bu Netty, waktu kita melihat 1 Korintus 12 Tuhan menjabarkan fungsi karunia, Tuhan menempatkan karunia dan semuanya Tuhan panggil adalah anggota tubuh Kristus. Saya tidak meliat ada satu karuniapun yang dikaitkan dengan jenis kelamin atau pemberiannya itu sama sekali tidak didasari atas jenis kelamin.
Tuhan membicarakan itu benar-benar dalam konteks netral, baik kepada wanita maupun kepada pria Tuhan akan memberikan karunia-karunia itu. Tapi sayangnya, akhirnya budaya dan tata krama kita ini yang membatasi menurut saya, tubuh Kristus karena budaya dan tata krama, kita yang membatasi sumbang sih wanita, setuju ya Ibu Netty?
NL : Setuju, kalau melihat kasus dari Debora ini saya pikir seharusnya tidak perlu dibatas-batasi, siapa yang jadi pemimpin itu dengan sendirinya muncul dan diakui begitu.
GS : Saya rasa pengakuan itu makin lama akan makin jelas karena memang zamannya menuntut seperti itu. Itu yang saya lihat cuma di sisi lain khususnya gereja, gereja tidak harus mempersiapkan jemaatnya yang pria atau yang wanita. Atau menerima kenyataan ini kadang-kadang kita kalah cepat dengan pergerakan yang ada di luar gereja itu.
ET : Tapi saya optimis kalau ke depannya nanti akan semakin membaik. Dalam arti peran wanita juga akan lebih besar lagi dan juga tidak akan kalah dengan apa yang selama ini dilakukan oleh kaum ria.
(3) PG : Saya ingin tanya kepada Ibu Esther dan Ibu Netty, apakah yang ibu-ibu lakukan sebagai kaum yang memang terdesak ya, yang dibatasi meskipun seharusnya tidak seperti itu. Apa yang ibu-ibu lakukan menghadapi hal ini?
NL : Saya pikir pakailah kesempatan yang memang sudah ada, dipakai semaksimal mungkin dan juga bukan saja pasif tapi juga lebih aktif untuk menciptakan kesempatan, memakai kesempatan dan mencipakan kesempatan.
Jadi bukan mengada-ada tapi tunjukkanlah bahwa apa yang Tuhan berikan, apa yang Tuhan bebankan dalam hati para wanita dan direalisasikan menurut apa yang Tuhan berikan bersandar kekuatan dari Tuhan dan juga tunjukkan kesetiaan kita di dalam pelayanan sehingga orang dapat melihat bahwa inilah wanita, mereka dapat melayani dengan bagus dan dengan konsisten.
GS : Bagaimana Ibu Esther?
ET : Ya, saya setuju dengan kesempatan itu, sebenarnya kadang-kadang ada kesempatan tetapi wanitanya yang membatasi diri. Sebenarnya tidak perlu seperti itu, kalau memang kesempatan itu ada ata menciptakan kesempatan, saya setuju dengan Ibu Netty karena itu sudah mengarah pada keterbukaan, tapi kalau wanitanya tidak siap maka hilanglah, lewatlah kesempatan itu.
GS : Jadi memang mungkin suatu saat akan tercapai keseimbangan antara peran wanita dan pria, sehingga kita tidak bicara lagi soal gender di dalam pelayanan maupun di dalam masyarakat. Pak Paul, bagaimana menanggapi hal ini?
PG : Saya akan membacakan dari Filipi 3:17, Firman Tuhan berkata: "Saudara-saudara ikutilah teladanku dan perhatikanlah mereka yang hidup sama seperti kami yang menjadi teladamu."
Paulus sangat mendasari integritas keabsahan dan keefektifan pelayanan atas dasar suri teladannya, kehidupannya. Saya kira itu yang bisa saya simpulkan dan yang tadi Ibu Netty dan Ibu Esther sudah uraikan, sebagai wanita kita perlu memberikan suri teladan yang indah sehingga orang di luar akan melihat kesaksian hidup kita, kesetiaan kita, kesanggupan kita dan mereka akhirnya mau tidak mau harus mengakui sumbangsih yang telah diberikan oleh para wanita dalam pelayanan. Nah mudah-mudahan setelah itu langkah selanjutnya adalah membukakan pintu yang lebih baik kepada para wanita untuk mengambil bagian dalam pelayanan. Saya kira tujuan akhirnya bukan siapa yang harus menang, pria - wanita siapa yang harus di atas, tapi agar Tuhan Yesus dipermuliakan dan tubuh Kristus bekerja dengan sangat efektif dan sehat. Saya kira itulah kesimpulan yang bisa kita tarik pada hari ini, Pak Gunawan.
PG : Terima kasih, Pak Paul, jadi demikianlah tadi saudara yang kami kasihi Anda telah mengikuti perbincangan dengan Ibu Esther dan Ibu Pdt. Netty Lintang dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang peran wanita dalam pelayanan. Bagi Anda yang berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Dan kepada Ibu Esther Tjahja serta Ibu Pdt. Dr. Netty Lintang kami mengucapkan banyak terima kasih untuk kesempatan bincang-bincang kali ini dan para pendengar akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih.