Lengkap
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami yang terdahulu yakni mengenai "Pasangan Yang Mesti Dihindari". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul pada kesempatan yang lalu kita berbincang-bincang tentang dua karakter atau dua sifat calon pasangan yang mesti dihindari sebelum dia menjadi pasangan tetap kita di dalam hidup berkeluarga, supaya kita bisa melanjutkan dan para pendengar kita juga bisa mengikuti perbincangan kita, mungkin Pak Paul bisa mengulas sekilas apa yang telah kita perbincangkan pada kesempatan yang lalu.
PG : Ada kecenderungan kita sebelum kita menikah, Pak Gunawan, yaitu membutakan mata terhadap fakta, meskipun orang sudah berkata "Jangan, orang ini seperti ini," tapi kita berkata, "Tidak apa"kita sering beranggapan bahwa, "Seseorang bisa berubah, siapa yang tidak punya kelemahan dan sebagainya," sehingga menoleransi karakter-karakter tertentu yang memang sangat berbahaya atau tidak baik bagi pernikahan.
Kita sudah bahas dua di antaranya yaitu orang yang kerap berbohong, akhirnya kita tidak bisa percaya kepada dia lagi dan itu akan meruntuhkan pernikahan karena apa pun yang dikatakannya kita selalu mempertanyakan, "Benar tidak, ya ?" Atau yang kedua adalah orang yang pemukul dan pemarah, sedikit-sedikit marah, sedikit-sedikit memukul. Kalau pada masa berpacaran saja seperti itu, maka ini pertanda buruk, kalau kita beri peringatan sekali kemudian diulang lagi maka kita harus benar-benar berkata, "Saya tidak bisa lagi bersamamu." Karena kalau pola ini sudah terbentuk yaitu kalau setiap kali dia marah dia mau mengancam kita, dia mau memukul kita, itu berarti akan menjadi bagian dari kehidupan kita yang bukan saja buruk bagi jiwa kita, tapi juga buruk bagi anak-anak kita yang lain yang harus hidup di dalam kehidupan yang mencekam.
GS : Sekarang kita akan masuk ke dalam karakter yang berikutnya. Karakter itu apa Pak Paul ?
PG : Yaitu pasangan yang beremosi labil. Kenapa kita juga harus menghindar dari orang yang beremosi labil ? Pertama-tama saya akan jelaskan dulu tentang beremosi labil, beremosi labil lebih dar sekadar ciri kepribadian Sanguin atau Melankolis, sesungguhnya kebanyakan kasus emosi labil merupakan buah dari akar kepahitan dan penderitaan di masa lalu.
Saya akan jelaskan sesungguhnya kita lahir membawa tabung emosi yang kosong dan di dalam keluarga yang sehat tabung ini akan terisi dengan kasih sayang dan pengarahan dari orang tua, sekali tabung ini terisi penuh maka pengalaman seburuk apa pun tidak akan dengan mudah mematahkan isi yang padat dan penuh itu. Tapi sebaliknya jika kita tidak menerima isian yang positif melainkan yang negatif maka pastilah tabung emosi kita akan berisi kepahitan dan derita. Sekali tabung terisi dengan kepahitan dan derita, maka akan sukar sekali bagi pengalaman positif untuk datang masuk dan menggantikan kepahitan. Itu sebabnya pada akhirnya orang ini akan terus bereaksi dengan pahit dan negatif, semua ditafsir dari kacamata buruk dan sebagai akibatnya, emosinya menjadi labil dan negatif apalagi kalau dia melihat ada orang tua bertengkar, memukul, saling berteriak dan sebagainya. Ini adalah lingkup kehidupan yang berpotensi besar untuk menciptakan emosi labil bagi anak itu setelah dewasa.
GS : Kita sebagai pacarnya atau pasangan hidupnya bisa mengetahui bahwa orang ini beremosi labil dari mana, Pak Paul ?
PG : Misalnya karena ada sesuatu yang tidak diharapkan terjadi, misalkan kita sudah berjanji akan menjemputnya kemudian kita terlambat dan dia bisa marah. Memang dia tidak memukuli kita, tapi da bisa marah sampai berjam-jam, sepertinya hatinya sudah gelap sehingga dia tidak bisa sama sekali menikmati malam itu.
Jadi malam itu dia habiskan dengan marah-marah dan besok pagi dia juga masih membawa emosi marahnya. Misalkan ada sesuatu yang terjadi, sehingga dia bisa merasa sedih dan sedihnya itu berlarut-larut, atau dia murung karena sesuatu terjadi dan dia murung terus sampai waktu yang panjang. Jadi sebuah reaksi emosi yang memang dalam kadar yang kuat dan dalam kurun waktu yang panjang. Memang karena emosinya yang kuat sehingga waktu dia sedih menjadi sangat sedih, kalau marah akan marah sekali dengan waktu yang lama dan seringkali turun naik. Sehingga kita tidak bisa memprediksi kapan dia akan senang dan kapan dia sedih karena untuk hal-hal yang terlalu sepele dia bisa menjadi sangat terganggu sampai berhari-hari atau berjam-jam, dan kita tidak tahu apa penyebabnya, "Kenapa hal-hal seperti itu harus membuatnya marah seperti itu." Jadi sekali lagi sebuah ketidakmampuan menguasai emosi.
GS : Tentunya tidak mudah, Pak Paul, untuk bisa hidup berdampingan dengan orang seperti itu dan kira-kira kesukaran apa yang akan kita alami kalau misalnya seseorang itu tetap nekat menikah dengan orang seperti itu, Pak Paul?
PG : Misalnya yang pertama emosi orang ini cepat terpancing, kadang naik dalam kemarahan, kadang jatuh dalam kesedihan pada akhirnya kita frustrasi tidak tahu apa yang harus dilakukan, kalau kia diam salah, bersuara pun salah.
Jadi ujung-ujungnya kita menjadi serba salah dan frustrasi sekali. Karena emosinya begitu kuat dan labil, sehingga dia bisa mendengarkan kita waktu dia beremosi tenang tapi kalau tidak maka dia tidak akan mendengarkan kita. Kalau kita ada masalah dengan orang lain maka kita bisa bicara dan membereskannya, tapi kalau dengan orang yang beremosi labil hal itu tidak bisa terjadi karena kalau dia sedang murung, sedih maka dia tidak bisa diajak bicara, waktu dia sedang marah kita juga tidak bisa mendiamkannya. Jadi akhirnya kebanyakan orang akan berkata, "Saya harus menjauh karena kalau nanti semuanya salah saya akan tersambar api."
GS : Tapi orang-orang yang beremosi labil, sebenarnya sekali pun dia marah tapi tetap juga bisa tenang.
PG : Masalahnya adalah kalau untuk orang yang cepat marah tapi dengan cepat tenang itu tidak apa-apa. Tapi kalau dia marah dan dia akan terus dikuasai oleh api kemarahan dalam waktu yang panjan untuk alasan yang relatif sepele, atau kalau dia sedang gundah gulana, cemas maka dia bisa cemas untuk waktu yang panjang dan persoalannya adalah untuk hal-hal yang memang tidak masuk akal, terlalu sepele, namun reaksinya bisa begitu kuat.
Orang yang beremosi labil berbeda dengan kebanyakan orang biasa yang kalau marah karena hal besar. Jadi memang karena urusan yang sepele dan kemarahannya atau emosinya bisa berlanjut untuk waktu yang panjang.
GS : Apakah ini bukan untuk orang-orang yang sensitif ? Jadi perasaannya peka.
PG : Sudah tentu orang yang mempunyai emosi labil pada umumnya mempunyai perasaan yang relatif peka. Jadi dia mudah sekali bereaksi. Di dalam pernikahan akhirnya dia juga menjadi peka dengan tidakan-tindakan kita, kalau misalkan dia melihat tindakan-tindakan kita seolah-olah sudah muak dan sepertinya kita mau meninggalkan dia maka dia akan malah bereaksi sebab dia tidak mau kehilangan kita, karena dia merasa kalau kita suami atau istri yang baik yang bisa mendengarkan dia dan sebagainya.
Maka kalau dia melihat kita sepertinya kita mulai tidak suka dengan dia karena tindakan-tindakannya maka dia akan makin mencekam, dia makin membatasi ruang gerak kita supaya kita tidak kemana-mana.
GS : Berarti dia punya kekhawatiran bahwa kita tidak mencintai dia lagi atau kurang perhatian terhadap dia, Pak Paul ?
PG : Betul sekali. Dia memang mesti terus-menerus diyakinkan bahwa kita di sini untuk dia dan kita akan terus mencintainya apa pun perilakunya, karena dia juga mempunyai kemampuan berpikir sehigga ada waktu-waktu di mana dia bisa berpikir dan berkata, "Benar ya, jangan-jangan pasangan saya ini sudah tidak tahan lagi sama saya dan dia mulai memikirkan untuk keluar dari pernikahan ini."
Waktu ini terbersit dalam benaknya maka dia makin ketakutan dia makin mau menguasai si suami atau si istri.
GS : Kalau mereka jadi menikah, dampaknya terhadap anak-anak apa, Pak Paul ?
PG : Anak-anak akhirnya akan menjadi sama dengan si pasangannya yaitu tidak tahu harus bereaksi apa, tidak tahu harus berbuat apa, karena memang tidak bisa diprediksi. Untuk hal sesepele apa pu, orang ini bisa langsung mengamuk, cemas dan macam-macam.
Jadi akhirnya reaksi dari orang di sekelilingnya adalah berusaha menjaga jarak supaya jangan sampai ada apa-apa. Jadi akhirnya orang merasa untuk menjaga perasaan dia. Hal ini ada baik dan buruknya. Makin orang menjaga perasaan dia, maka dia makin merajalela tapi susahnya kalau ditegasi, dikerasi, ditegur maka tidak mempan, karena sewaktu-waktu dia akan marah lagi, sehingga akhirnya menjadi frustrasi.
GS : Tapi Pak Paul, misalkan kalau hal ini merupakan akibat dari masa lalu dengan orang tuanya, apakah ini masih bisa ditolong ?
PG : Sebetulnya bisa, Pak Gunawan. Jadi dengan bimbingan yang panjang, dia harus dicerahkan dan melihat, "Kenapa dia bisa seperti itu" dan mengetahui bahwa ini adalah perilaku yang mempunyai akr yaitu akar kepahitan.
Inilah yang mesti dibereskan sehingga pada akhirnya dia bisa mengampuni orang-orang yang bersalah pada masa kecil. Yang kedua pada akhirnya dalam konseling dia mesti belajar untuk menguasai diri, bagaimana pun juga dia harus bebankan bebannya pada pundaknya, sebab kecenderungannya orang ini adalah menyalahkan orang sebagai pencetus kemarahannya, membuat dia marah. Jadi dia harus tempatkan ini pada perspektif yang tepat, yaitu dialah yang mesti berubah.
GS : Pak Paul, sebelum kita beranjak kepada karakter yang lain yang perlu dihindari mungkin untuk pasangan yang beremosi labil, Pak Paul bisa memberikan ayat Firman Tuhan ?
PG : Firman Tuhan di Amsal 16:32 dan pasal 17:1 berkata, "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya melebihi orang yang merebut kota. lebih baik skerat roti yang ering, disertai dengan ketentraman, dari pada makanan daging serumah disertai dengan perbantahan."
Orang yang beremosi labil adalah orang yang tidak dapat menguasai diri, hidup dengan dia tidak pernah sepi perbantahan pada akhirnya relasi nikah retak sebab kita tidak nyaman berdekatan dengannya.
GS : Memang ini perlu dipikirkan sebelum menjalin relasi yang lebih serius seperti pernikahan, Pak Paul.
PG : Sebelum kita menikah, kita harus benar-benar melihat dan kalau tidak ada perubahan lebih baik dihindari.
GS : Lalu karakter apa yang mesti dihindari di dalam hubungan ini ?
PG : Yang keempat adalah pasangan yang hanya mementingkan diri sendiri, pernikahan adalah tempat dimana diri harus ditanggalkan, orang yang mementingkan dirinya adalah orang yang tidak memahamikasih dan tidak dapat mengasihi sebab berapa besarnya kasih ditentukan oleh betapa besarnya kepedulian kita pada perasaan orang yang dikasihi dan berapa relanya kita menyesuaikan diri dengan dia.
Jadi bisa kita simpulkan, Pak Gunawan, orang yang hanya mementingkan dirinya sesungguhnya belum mengenal kasih dan belum dapat mengasihi dengan benar.
GS : Kalau ada orang yang kita katakan egois, masalah-masalah apa yang bisa timbul dalam hubungan ini ?
PG : Misalnya yang pertama Pak Gunawan, orang yang mementingkan dirinya hanya dapat melihat segalanya dari sudut pandangnya. Dia adalah orang yang kaku dalam bersikap dan menuntut kita untuk meahami dan melaksanakan kehendaknya.
Jadi benar-benar merupakan jalan searah, tidak ada yang namanya jalan dua arah, jadi hanya sesuai kehendaknya, sesuai kemauannya, sesuai pemikirannya sehingga semua dilihat dari kacamatanya, sulit bagi dia menempatkan diri pada orang lain atau pasangannya. Susah untuk mengetahui, kenapa orang ini bisa seperti ini ? Itu sangat sulit bagi dia. Apa yang dia pikirkan itulah yang harus terjadi dan itu yang benar.
GS : Padahal pada masa pacaran orang cenderung menahan keinginannya sendiri dan mementingkan calon pasangannya itu.
PG : Ada orang-orang yang memang sejak pacaran sudah menampakkan gejala ini, meskipun tidak begitu jelas, misalnya kalau dalam masa berpacaran dia susah berkorban, untuk menjemput kita saja rasnya sudah berat dan mencari-cari jalan supaya kita pulang sendiri, sekali-kali kita pulang sendiri itu tidak apa-apa tapi kalau lebih sering dijemput itu malah lebih baik lagi.
Itu adalah orang-orang yang sama sekali tidak mau repot. Misalnya dalam perbedaan pendapat dia selalu mencoba memaksakan pikirannya dan kalau kita tidak bisa menerima pemikirannya maka dia akan diam dia tidak akan mau menyelesaikan, sebab dia beranggapan kalau dia benar dan kitalah yang harus menyesuaikan diri dengan dia. Jadi ciri-ciri itu sebenarnya sudah mulai terlihat.
GS : Memang orang ini selalu ingin dipahami tetapi tidak mau memahami orang lain, Pak Paul ?
GS : Masalah yang lain apa, Pak Paul, yang sering kali timbul ?
PG : Orang yang mementingkan dirinya sukar sekali menjalin keintiman, sebab keintiman dibangun di atas penyerahan dan pengorbanan diri dan orang ini, tidak berserah dan dia juga tidak berkorban Pada akhirnya kitalah yang dituntut untuk terus berserah dan berkorban bagi dia dan bagaimanakah mungkin menjalin keintiman.
Kita tahu Pak Gunawan, di dalam pernikahan keintiman itu bagian integral yang penting sekali, kita rasakan kasih sayang lewat keintiman dan kita juga mewujudkan kasih sayang lewat keintiman. Dan orang ini susah sekali, dia susah dekat, dia susah membagi karena untuk dapat intim kita harus saling bagi, kita harus bisa mengerti satu sama lain, kita juga harus berani berkorban baik satu sama lain. Inilah hal-hal yang nanti menciptakan keintiman, karena dia tidak bisa seperti itu maka akhirnya keintiman tidak ada dalam pernikahan kita.
GS : Atau dia mau orang lain intim dengan dia, tapi dia sendiri tidak mau intim dengan orang lain begitu, Pak Paul ?
PG : Yang dia maksud dengan orang lain intim dengan dia adalah sesuai dengan jadwal dia, sesuai dengan keinginan dan caranya. Tapi yang namanya benar-benar intim, dia tidak bisa karena untuk orng yang sudah penuh dengan dirinya sendiri tidak akan bisa memasukkan orang lain ke dalam dirinya, sudah penuh dengan dirinya, semua ruangan dalam dirinya itu dihadiri oleh dia, bagaimana dia bisa menghadirkan orang lain dalam dirinya, itu sangat susah sekali.
GS : Mungkin ada masalah lain yang bisa timbul, Pak Paul ?
PG : Orang yang mementingkan dirinya biasanya membawa segudang masalah lainnya sebab sifat ini merupakan masalah yang berasal dari keluarga asalnya. Misalnya adalah kalau dia anak favorit, sehigga dia yang selalu didahulukan, itu sebabnya dia juga menuntut kita untuk mendahulukan keinginannya.
Ini berarti tingkat kedewasaannya rendah dan sudah tentu ini berdampak besar dalam membina rumah tangga. Atau dia tidak dihargai sehingga bertumbuh besar dengan keinginan untuk dihargai, itu sebabnya dia berlomba untuk mendapatkan keberhasilan dan hal ini membuat dia berbangga hati, hasil kebanggaan yang keluar dari kehausan ini terbentuk keegoisan yang tidak pernah dapat terpuaskan.
GS : Mengenai anak favorit, Pak Paul, itu terjadi bukan karena maunya dia. Biasanya orang tualah yang membentuk dia menjadi anak yang favorit di keluarga itu, Pak Paul.
PG : Sayangnya akibat kekurang tahuan orang tua, sehingga orang tua memperlakukan si anak seperti itu dan kerugiannya nanti akan ditanggung oleh si anak. Dia akhirnya beranggapan bahwa dia buka saja anak favorit di dalam keluarga tapi juga orang favorit di dunia ini, sehingga semua orang harus menganggap dia adalah orang terfavorit atau spesial sehingga orang harus selalu mengalah dan mengorbankan diri bagi dia.
Jadi benar-benar orang itu harus hidup mengelilinginya dan bisa melayaninya, bagaimana membuatnya bisa merasa senang, karena hal itulah yang dulu dialaminya dari orang tuanya, orang tuanya benar-benar sepertinya melayani dia, dia adalah anak yang di atas, diagung-agungkan dan itu juga yang dituntutnya dari orang lain pula. Dan kita tahu, itu adalah sebuah sikap yang pasti akan membuat orang jauh dari dia.
GS : Tapi biasanya pada masa pacaran, biasanya pasangannya itu selalu memfavoritkan dia, apakah itu bisa memberikan kepuasan terhadap dirinya, Pak Paul ?
PG : Pada saat-saat masih berpacaran belum ada sesuatu yang terjadi dan sudah tentu dia akan senang, dia difavoritkan, dia dipuja, dia dicintai, dia diperhatikan. Tapi kita tahu bahwa kita adalh manusia terbatas dan pada saat-saat tertentu lainnya akan ada hal-hal lain yang menyita perhatian kita sehingga kita tidak bisa selalu memberikan perhatian kepada dia sebesar itu.
Atau yang kedua adalah kita tidak selalu bisa sehati sepikir, seia sekata dengan dia, adakalanya kita juga akan mengeluarkan pendapat kita, di situ baru kita lihat berapa besarnya ego dia dalam mementingkan dirinya. Kalau dia susah sekali melihat dari sudut pandang kita, dia selalu membantah apa yang kita katakan dan dia ajukan pendapatnya lagi, itu yang akhirnya membuat kita merasa, "Ternyata benar, memang dia tidak mampu melihat dari kacamata saya." Kita coba objektif, kita tanya orang lain dan orang lain berkata, "Dia yang harus berubah, dia harus mengoreksi dirinya" namun dia tetap tidak melihatnya dan inilah yang kira-kira menjadi masalahnya.
GS : Jadi kalau memang seperti itu Pak Paul, sebenarnya orang yang mementingkan diri sendiri ini akan mengalami kesulitan mencari pasangan hidup ?
PG : Sebetulnya ya, tapi seperti yang tadi kita sudah bahas, ada saja orang-orang yang terdesak oleh kebutuhan, usia, ditekan oleh lingkungan harus menikah dan sebagainya atau diberi nasehat, Tidak apa-apa dia banyak kelebihannya" misalnya dalam salah satu faktor yang seringkali memainkan peranan besar adalah kekuatan ekonomi atau kemapanan ekonomi.
"Ya sudahlah dia sudah mapan ekonomi, kerjaannya bagus, sudah punya rumah , mau cari yang seperti apa lagi?" Jadi akhirnya orang tergoda dan berpikir, "Benar ya, mungkin standart saya terlalu tinggi, sudahlah tidak apa-apa" dan masalahnya adalah begitu kita masuk ke dalam rumahnya memang kita akan kehilangan diri kita, sungguh-sungguh kita akan kehilangan diri kita, sebab dia benar-benar akan hidup oleh dirinya sendiri.
GS : Tapi apakah masih ada hal lain yang menyulitkan diri kita dalam berkeluarga atau berpasangan dengan orang yang hanya mementingkan diri sendiri, Pak Paul?
PG : Sebenarnya hidup dengan dia sama dengan hidup menghamba dan ini adalah sebenarnya sesuatu yang hampir mustahil, kita tidak lagi memikirkan pendapat kita, semuanya harus sesuai dengan dirina, kepentingan kita juga tidak terlalu dia pedulikan.
Kalau pun dia pedulikan kepentingan kita, nantinya untuk kepentingan dia juga. Jadi yang murni untuk kepentingan kita itu tidak ada dalam pikirannya. Apakah kita bisa tahan hidup seperti itu ? Saya kira dalam keadaan yang normal tidak ada orang yang bisa tahan hidup seperti itu. Jadi akhirnya kita akan sangat tertekan, kita tidak bahagia lagi sebab kalau kita mulai mau meminta dia berdialog dengan kita, memperhatikan kita, itu bukanlah hal yang menyukakan dia dan dia memutuskan komunikasi, pokoknya dia akan melakukan cara dia, dan kita harus menurutinya. "Kapan dia akan datang, kapan dia akan melihatnya dari sudut kita" ini adalah derita yang harus kita alami oleh karena kita menikah dengan orang yang hanya mementingkan dirinya sendiri.
GS : Memang kalau dalam masa pacaran kita sudah melihat hal seperti itu, sebaiknya kita mengundurkan diri saja Pak Paul, sebelum terjebak dalam hubungan pernikahan tapi kalau sudah masuk dalam hubungan pernikahan maka tidak ada cara lain dan harus menjalani penderitaan itu, Pak Paul ?
PG : Betul, sebab kalau kita hidup dengan orang seperti ini akan serba susah kalau kita tidak melawannya maka jarak akan makin menjauh, dia merasa kalau kita sudah tidak di pihaknya lagi, kita idak peduli dengan dia dan dia merasa "Kenapa saya harus dekat-dekat dengan kamu sekarang, saya tidak berhutang apa-apa kepada kamu."
Jadi justru dialah yang akan lebih cepat menghindar dari kita, lebih cepat lagi memisahkan diri, jadi memang serba susah.
GS : Kalau orang punya karakter negatif seperti ini, Pak Paul dan saling bertemu apakah ini bisa menjadi suami istri atau tidak, Pak Paul ?
PG : Kebanyakan tidak. Memang secara tidak langsung orang yang seperti ini akan mencari orang yang bermental hamba. Kalau dia bersama dengan orang yang sehat, dia tahu kalau pasangannya tidak aan terima dengan perlakuannya seperti ini.
Jadi secara tidak langsung di bawah alam sadarnya dia memang akan lebih mudah tertarik dengan tipe-tipe orang yang ikut saja, yang baik, yang menghamba dan dia memang akan mencari orang yang seperti itu.
GS : Jadi seperti orang yang mementingkan dirinya sendiri, kalau bertemu dengan orang yang suka memukul berarti dia akan habis.
GS : Dan biasanya orang seperti ini tidak mau dekat-dekat, Pak Paul?
PG : Betul, dia justru akan mencari yang dianggapnya cocok dengan dia dan bisa mengerti dia. Itulah kira-kira pada masa berpacaran yang akan diungkapkan olehnya, "Saya suka dengan dia, dia bisamengerti saya dan sebagainya."
Misalkan dalam pernikahan kalau kita mulai menunjukkan diri kita, bahwa kita mulai tidak suka maka dia mulai bersitegang, kita mulai berbantahan dengan dia dan kita akan melihat secara langsung bahwa sikapnya berubah sekali, dia tidak menerima pendapat orang lain sebab bagi dia orang harus ikut dia, tidak boleh ikut orang lain.
GS : Pak Paul untuk mengetahui karakter-karakter seperti ini dibutuhkan banyak waktu, makanya dalam masa pacaran dibutuhkan waktu yang lama untuk saling mengenal, lebih intim dan sebagainya, sebelum kita memutuskan untuk menikah.
PG : Tepat sekali, saya bisa simpulkan Pak Gunawan, terburu-buru atau tergesa-gesa adalah resep kehancuran dalam pernikahan. Jangan terburu-buru, terburu-buru adalah resep kehancuran.
GS : Apalagi kalau pernikahan itu terpaksa dilakukan Pak Paul, entah itu karena kehamilan sebelum pernikahan atau karena desakan orang tua, itu akan lebih berbahaya, Pak Paul ?
GS : Pak Paul, dalam hal ini khusus untuk pasangan yang hanya mementingkan diri sendiri, apakah ada ayat Firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan ?
PG : Saya bacakan Amsal 16:18, "Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan." Orang yang mementingkan dirinya adalah orang yang congkak, dia menganggap diri dan kepetingannya berada di atas orang lain.
Firman Tuhan berkata, "Kecongkakan mendahului kehancuran, tinggi hati mendahului kejatuhan." Orang yang congkak, orang yang mementingkan dirinya sebetulnya sedang menuju kepada kehancuran dan kejatuhan.
GS : Tentu masih banyak karakter-karakter negatif yang lain tetapi yang kita sudah perbincangkan ada 4 macam karakter negatif dan itu cukup membuat kita berhati-hati di dalam menentukan pasangan hidup.
GS : Apa yang kita perbincangkan ini akan banyak menolong para pendengar kita. Terima kasih sekali, Pak Paul. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Pasangan Yang Mesti Dihindari (Bagian yang kedua)." Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.