Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idayanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang nasehat praktis untuk mengasuh anak usia 0-9 tahun. Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
PG : Pak Gunawan dan Ibu Ida, kita ini adalah orang-orang paro baya dan usia kita melewati paro baya. Pada usia-usia ini, saya kira lazimlah untuk kita menengok ke belakang dan menyadari baha waktu telah berjalan dengan begitu cepatnya.
Secara pribadi saya cukup sering mengkilas balik dan melihat dengan terkejut kenapa waktu berjalan begitu cepat, dan terutama saya mengukur cepat lambatnya perjalanan waktu dengan pertumbuhan anak-anak saya. Rasanya dulu masih bayi, masih enak digendong dan bisa dibawa ke mana-mana, tiba-tiba sekarang sudah besar. Anak-anak saya dua dari tiga di antara mereka itu telah menginjak usia remaja, usia belasan tahun semua. Ternyata waktu kita bersama anak memang tidak banyak, dulu saya berpikir bahwa kita bisa menghabiskan waktu dengan anak sampai mereka usia 18 tahun, sekurang-kurangnya sampai mereka lulus SMA. Ternyata saya perhatikan sebetulnya waktu bersama anak tidak sampai 18 tahun, sebab sesungguhnya waktu anak di atas usia 10 tahun kira-kira usia 11 dan 12 tahun, kita tidak bisa tidak menyadari bahwa anak itu tidak lagi bergantung pada kita, sehingga hubungan mereka dengan kita mulai mengalami perubahan. Jadi sesungguhnya waktu di mana mereka sangat bergantung dan dekat dengan kita kalau saya hitung di antara 9 dan 10 tahun itu atau kalau mau ditarik mungkin sampai usia 12 tahun, sampai dia lulus SD. Setelah dia memasuki usia remaja mulailah dia memperlakukan kita dengan berbeda dan ketergantungannya pada kita pun tidak sama lagi. Jadi saya kira penting untuk kita memanfaatkan waktu yang singkat itu dengan sebaik-baiknya. Adakalanya, Pak Gunawan dan Ibu Ida, saya melihat orang tua tidak menyadari bahwa waktu yang mereka miliki dengan anak sesungguhnya sangat singkat dan sesungguhnya apa yang mereka bisa berikan pada anak, pada usia-usia yang subur atau tanamkan pada anak-anak. Sehingga pada usia mendasar itu tatkala anak memang sangat bergantung kepada kita, kita bisa memanfaatkan waktu untuk memberikan hal-hal yang mereka perlukan.
(1) GS : Pak Paul bicara tentang singkatnya waktu dan banyaknya hal yang harus diberikan pada anak-anak kita, aspek apa saja yang perlu kita perhatikan?
PG : Saya melihat sekurang-kurangnya ada 3 aspek Pak Gunawan. Yang pertama adalah aspek emosional, yang kedua adalah aspek sosial, dan yang ketiga adalah aspek rohani.
GS : Kita mulai yang aspek emosional dulu ya Pak Paul, itu contoh konkretnya seperti apa?
PG : Saya melihat anak-anak itu secara emosional sekurang-kurangnya mempunyai 3 kebutuhan mendasar pada usia antara 0-9 tahun. Yang pertama adalah kebutuhan akan kasih dan yang kedua adalah ebutuhan akan disiplin serta yang ketiga adalah kebutuhan akan panutan atau model.
GS : Mengenai kasih itu konkretnya seperti apa, Pak Paul?
PG : Konkretnya adalah orang tua di sini bertugas menyediakan kasih, yang pertama misalnya dengan cara memberikan sentuhan fisik. Saya kadang-kadang terkejut melihat betapa hematnya orang tu memberikan sentuhan fisik kepada anak.
Sebetulnya anak-anak itu terutama pada masa-masa kecil bukan saja senang dengan sentuhan fisik, tapi butuh sentuhan fisik. Bukan saja anak-anak itu akan merasa dihargai dengan sentuhan fisik, tapi sebetulnya sentuhan fisik itu merupakan kebutuhan anak. Anak itu perlu disentuh, dipeluk, disayangi.
IR : Sangat butuh sekali mereka itu untuk dipeluk, disayang, bahkan dicium, ya Pak Paul?
PG : Betul, dan Ibu Ida mungkin bisa mengingat bahwa waktu anak-anak masih kecil, tatkala mereka menangis, Ibu datang memeluknya misalnya membelai, mengusap tubuhnya, apa biasanya yang terjadi pada anak itu?
IR : Dia akan merasa aman ya?
PG : Tepat sekali, jadi waktu anak menerima pelukan, sentuhan, ciuman dampaknya ialah memberikan rasa tenang, aman, dan rasa dicintai. Itu sebabnya bayi bisa membedakan apakah dia dicintai aau kurang dicintai oleh orang tuanya.
Sangat menakutkan sekali kalau kita memperhatikan bahwa dewasa ini begitu banyaknya orang tua yang mendelegasikan masalah menyentuh anak kepada suster mereka. Jadi anak itu memang hanya digendong oleh suster atau ditaruh di tempat tersendiri atau diberi makan, tapi yang diperlukan oleh si anak bukan saja penggendongan atau pemberian makan. Yang diperlukan adalah sentuhan yang mengandung makna 'aku mengasihimu, aku senang denganmu', sentuhan-sentuhan yang membelai, yang mengusap, ciuman, pelukan.
IR : Dan itu mungkin perbedaannya dari ketulusan hati, ya Pak Paul? Kalau baby-sitter mungkin juga melakukan hal itu tapi tidak dengan tulus, ya?
PG : Karena itu bukan anaknya sendiri ya, Bu Ida.
GS : Tapi bagaimana anak yang kecil itu bisa membedakan yang ini sentuhan ibunya, sentuhan ayahnya atau baby-sitternya?
PG : Seharusnya bisa, karena pada awalnya dia itu dilahirkan oleh si ibu dan biasanya pada beberapa bulan pertama itu ibulah yang sering menggendongnya. Jadi dengan kata lain si anak mulai mngenali pertama-tama suara, lalu bau tubuhnya, kemudian serat-serat kulitnya sehingga si anak tahu bahwa yang sedang menggendongnya adalah ibunya.
Waktu si ayah berkomunikasi dengan si ibu, si anak juga mendengar sehingga lama-kelamaan si anak mengenali dua suara yang sangat dekat dengan dia yaitu suara ibu dan suara ayah, meskipun suara ayah sedikit lebih jarang didengarnya. Tapi dua suara itu suara yang dia kenal, apalagi waktu dia menangis, si ayah juga mengambil bagian menggendong, mengelus, membelainya, menciumnya. Nah, si anak mulai membangun jalinan kedekatan dengan kedua orang tuanya ini. Jadi sentuhan-sentuhan fisik itu adalah hal yang sangat penting dan jangan kita berhenti setelah anak kita berusia dua tahun, teruskan peluk dia, sayangi dia, belai rambutnya, belai dahinya, cium pipinya. Itu menandakan orang tua tetap mencintai si anak dan sentuhan fisik itu menjadi bahasa yang sangat kaya serta ampuh. Jadi sebisanya kita sebagai orang tua kalau ingin memberikan keyakinan kepada anak bahwa kita mengasihi mereka, salah satu caranya adalah melimpahi mereka dengan sentuhan fisik itu.
IR : Selain sentuhan fisik Pak Paul, kira-kira contoh yang lain di dalam mengungkapkan kasih apa ada lagi, Pak Paul?
PG : Orang tua bisa juga mengungkapkan kasih dengan cara mengkomunikasikan kebahagiaannya mempunyai anak itu. Anak ini perlu mengetahui dan diyakinkan terus-menerus bahwa kehadirannya diingikan.
Tidak bisa tidak, orang tua akan marah kepada anak, nah anak akan takut pada kemarahan orang tua. Waktu dia dimarahi anak cenderung akan merasa ditolak, saya kira itu adalah hal yang alamiah. Juga orang tua itu menuntut anak, tidak bisa lepas dari tuntutan dan harapan sejak kecil kita akan berkata anak yang baik begini, anak yang tidak baik atau nakal begitu, kamu harus jadi anak yang baik. Meskipun anak sudah tahu standar orang tua apa itu tentang yang baik bukankah anak kadang-kadang tetap melakukan yang tidak kita inginkan. Karena dunia anak tetap adalah dunia tuntutan, dunia harapan, waktu dia gagal memenuhi tuntutan kita atau harapan kita, ada reaksi dalam diri anak bahwa tidak menyenangkan hati orang tuanya, apalagi ditambah dengan reaksi orang tua yang memang marah, tidak senang dan sebagainya. Oleh karena itu orang tua terus-menerus perlu mengkomunikasikan bahwa orang tua bahagia, bahwa kita ini senang mempunyai dia sebagai anak. Mempunyai seseorang di rumah yang kita panggil anak dan dialah anak kita. Seringkali saya dan istri saya mengungkapkan perasaan-perasaan seperti itu dengan berkata misalnya kami senang sekali engkau adalah anak kami. Kadang-kadang istri saya juga berkata, kami tidak bisa membayangkan apa jadinya kalau engkau tidak pernah ada di tengah kami. Jadi hal-hal seperti itu mengingatkan kembali kepada anak bahwa kehadirannya itu dibutuhkan. Sekali lagi ini untuk menjadi penyeimbang tuntutan yang kita memang harus berikan pada anak atau kadangkala sanksi yang harus juga kita terapkan pada anak. Dengan mengkomunikasikan betapa bahagianya kita karena mereka adalah anak kita dan ada di tengah-tengah kita. Dan mendapatkan kepastian bahwa mereka bukanlah beban bagi orang tua, bahwa mereka bukanlah tambahan untuk keluarga ini, tapi mereka adalah anggota keluarga yang memang sangat diinginkan. Itu melambangkan cinta kasih orang tua kepada anak.
GS : Itu biasanya memang dilakukan oleh banyak orang tua Pak Paul, terutama kalau itu anak pertama. Tapi begitu keluar anak kedua, sudah kurang mendapatkan perhatian seperti anak yang pertama tadi. Apalagi kalau jarak antara anak yang pertama dan yang kedua cukup dekat ya, Pak Paul?
GS : Memang beralasan juga, masing-masing punya alasannya, bagaimana caranya membagi supaya mereka itu tetap bisa merasakan dua-duanya diterima dengan sama?
PG : Kadangkala anak sendiri yang akan mengingatkan kita. Misalkan anak saya yang satu akan berkata kepada saya atau istri saya, kenapa akhir-akhir ini Papa atau Mama jarang bersama-sama denan saya, lebih memperhatikan dia daripada saya.
Nah, kalau anak-anak mempunyai komunikasi yang cukup terbuka dengan orang tua, dia akan berani mengungkapkan ketidakpuasannya atau dia merasa kenapa tidak diperlakukan sama seperti kita memperlakukan kakak atau adiknya. Kadangkala itu bisa kita tangkap, namun yang lebih penting lagi, kita sendiri yang harus peka, nah ini yang coba kami lakukan juga di rumah. Kalau kami mau melakukan sesuatu pada salah seorang anak, kami mencoba mengingat dampak perlakuan itu pada adik atau kakaknya, kami coba mengingat hal itu. Karena memang anak-anak peka sekali dengan perlakuan yang berbeda meskipun kita berupaya memperlakukan mereka dengan rata. Anak-anak cenderung menuduh kita tidak memperlakukan mereka dengan sama. Jadi, Pak Gunawan tadi memang memunculkan hal yang penting sekali, ya kecenderungan kita menspesialkan anak yang pertama. Kedua, ketiga, keempat, apalagi kalau 10 anak kita, tidak begitu banyak lagi energi yang kita berikan pada anak-anak yang dibawahnya, jadi memang kita tetap perlu konsisten memberikan cinta kasih kepada mereka semua.
GS : Ada satu hal lagi Pak Paul, anak tidak merasa diterima atau kurang diterima ketika dia dibandingkan dengan kakaknya atau adiknya, apa memang seperti itu?
PG : Itu seringkali terjadi Pak Gunawan, cukup sering orang tua berkata kami membandingkan dengan tujuan baik untuk memacu si anak. Bukankah waktu kami membandingkan dengan yang lebih baik drinya dia akan terpacu.
Hati-hati kalau kita terlalu sering membandingkan, pesan yang anak terima bukanlah mereka dipacu, yang diterima anak adalah orang tua merasa tidak puas dengan mereka. Dan juga kalau dibandingkan dengan adik atau kakak sendiri, seringkali kurang begitu ampuh karena kakak atau adik terlalu dekat, bahkan saudara sepupu pun seringkali menjadi orang yang terlalu dekat. Bukankah kalau misalkan kita dibandingkan dengan saudara sepupu kita yang sering ke rumah kita, kita jadinya sering tidak nyaman juga. Jadi perbandingan sebaiknya bukan dengan orang lain, tapi dengan kemampuan si anak itu sendiri. Kita katakan kami tidak puas dengan hasil ujianmu atau tesmu, karena kami tahu engkau mempunyai kemampuan yang lebih dari ini. Jadi kita coba hindarkan kata-kata "dengan kakakmu bisa begini tinggi, adikmu bisa begitu tinggi, kenapa engkau tidak bisa". Nah jadi dia akan merasa Papa dan Mama lebih senang dengan adik atau kakak, karena mereka memenuhi target Papa Mama, saya tidak memenuhi target berarti saya anak buangan. Jadi orang tua perlu berhati-hati dalam mengungkapkan kata-kata, dalam membandingkan anak satu dengan yang lainnya.
IR : Dan itu menyakitkan biasanya Pak Paul, biasanya anak kalau dibandingkan dia mengungkapkan "aku…aku, dia…dia", seperti itu, Pak Paul.
PG : Betul sekali, mereka akhirnya ingin menunjukkan siapa diri mereka apa adanya, nah kadangkala dampaknya jadi berlebihan. Si anak bukan saja berkata aku ini aku, kakak atau adik ya kakak tau adik, bukannya saya.
Kadang-kadang karena ingin menunjukkan jati dirinya, dia justru melakukan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilainya sendiri, atau yang kita agungkan nilai-nilai yang baik yang kita percayai, justru dia melakukan yang kebalikannya. Hanya untuk membuktikan bahwa dia itu unik, berbeda dari kakaknya atau adiknya.
GS : Pak Paul kedekatan kita dengan anak-anak, orang tua dengan anak-anak khususnya usia masih di bawah 5 tahun seringkali membuat anak itu suka bertanya, sudah dasarnya memang senang bertanya. Dan kalau orang tua memberikan respons itu membuat dia makin banyak bertanya, sampai kadang-kadang banyak orang tua yang mengeluh karena waktunya tersita untuk menjawab pertanyaan yang menurutnya sepele. Sebenarnya bagaimana kita harus menanggapi pertanyaan dari anak yang masih balita?
PG : Pada prinsipnya yang diperlukan oleh anak adalah interaksi, seringkali pada anak-anak yang masih balita kita tidak perlu memberikan jawaban yang kompleks atau yang sangat tepat sebab yag anak butuhkan juga bukannya jawaban yang tepat, atau jawaban yang memang merupakan kebenarannya.
Yang lebih dibutuhkan oleh anak balita sebetulnya adalah sekadar jawaban. Dia mempunyai keingintahuan dan dia menginginkan jawaban itu saja, ketepatannya nomor dua. Waktu anak mulai besar misalkan sudah memasuki pra-remaja, itu penting sekali kita memberikan jawaban yang tepat, sampai usia remaja dan seterusnya. Tapi pada usia-usia di bawah itu yang lebih perlu adalah melayani pertanyaannya, melibatkan si anak dalam dialog, sebab itu yang lebih penting. Dia mempunyai rasa ingin tahu dan dengan mendapatkan jawaban, itu cukup baginya, tepat atau tidak tepatnya itu nomor dua bagi si anak. Waktu kita memberikan jawaban-jawaban kepada pertanyaan anak itu, sebetulnya sekaligus menunjukkan kasih kita kepada anak. Tanpa disadari kalau kita dengan singkat atau sedikit ketus memutuskan pertanyaan anak, sebetulnya itu sedang mengkomunikasikan bahwa aku tidak sabar denganmu, aku sebetulnya tidak begitu menikmati engkau, karena engkau mengganggu. Tapi orang tua yang bisa sabar dan sebaiknya bisa menjawab pertanyaan anak, karena akan membuat anak merasa bahwa dia dikasihi, bahwa dia menanyakan pertanyaan dan dijawab berarti dia merasa cukup penting; yang dia lakukan bukannya sesuatu yang lewat begitu saja, tapi diperhatikan oleh orang tuanya. Pertanyaan-pertanyaan ini sekali lagi adalah upaya anak untuk melibatkan orang tua dalam dialognya. Jadi penting bagi orang tua berusaha sebaiknya untuk meladeni pertanyaan-pertanyaan anak.
IR : Bagaimana kalau anak-anak itu seringkali mengajak bermain Pak Paul, apakah kita juga harus melayani dia?
PG : Sebaiknya ya, sebisanya waktu anak-anak masih kecil kita lebih melibatkan diri bermain dengan anak-anak. Sampai sekarang meskipun anak-anak saya sudah mulai besar mereka menikmati sekal bermain.
Dalam hal ini saya harus akui, istri saya jauh lebih berperan, istri saya sering bermain dengan anak-anak, main halma, main congklak dan sebagainya, saya kadang-kadang juga bermain kartu, bermain catur dengan anak-anak. Sebab permainan adalah dunia anak, jadi kalau kita mau memasuki dunia anak kita harus memasukinya melalui permainan. Waktu kita bermain dengan anak, anak cenderung merasa sangat senang, anak jarang sekali merasa terganggu tatkala kita bermain dengan dia, justru dia menyambutnya dan dia ingin bermain. Kadang-kadang saya suka bercanda dengan anak-anak saya, misalnya anak saya berkata "Aduh sepi, tidak ada teman," lalu saya berkata, "Saya kan teman kamu." Anak saya berkata," Lain ". Kenapa lain saya tanya: "Lain karena Papa tidak bisa bermain dengan saya, teman-teman saya bisa main." Dengan kata lain waktu saya tidak bisa main, lompat, lari dengan dia ke mana-mana, saya mulai memisahkan diri dari dunianya maka sebisanya kita main. Waktu kita bermain dengan anak ini juga sebetulnya merupakan bahasa kasih kepadanya, anak tahu kita mementingkan dia sehingga kita bermain dengan dia. Jadi sama dengan melayani pertanyaan, mengajak dan menerima anak untuk bermain dengan kita juga menunjukkan kasih sayang kita kepada anak.
GS : Masalahnya kita sebagai orang tua tidak selalu dalam kondisi siap untuk melayani mereka, menjawab pertanyaan atau bermain. Katakan pada saat kita tidak siap untuk itu dan mereka memintanya, alasan apa atau bagaimana kita mengalihkan perhatiannya Pak Paul?
PG : Saya kira kita boleh jujur kepada anak dan berkata, saya sedang lelah sekali. Misalkan kita tahu kita akan pulih dengan cepat setelah kita pulang kerja, kita bisa berkata beri Papa wakt atau beri Mama waktu 1 jam, setelah itu kita akan main.
Nah kita bisa sebut main apa dan dia akan menunggu. Kadangkala saya masih ingat waktu anak-anak masih kecil itu yang kami lakukan, kadang-kadang saya juga melakukan itu, saya berkata,"Bisakah kamu tunggu ½ jam lagi, nanti Papa main dengan kamu." Saya masih ingat sekali menantikan ½ jam itu si anak sudah menyiapkan permainannya, dia sudah membuka halmanya, caturnya, dia sudah pasang semuanya, menunggu saya datang untuk bermain. Di situ kita melihat anak rindu sekali bermain dengan orang tuanya, jadi kalau kita lelah, beritahu saya sekarang lelah, bisakah kalau nanti saja. Atau kalau kita tahu kita sangat lelah hari ini kita berjanji, "besok Papa berjanji atau besok Mama berjanji akan bermain dengan kamu," lalu kita tepati besok mau main apa.
GS : Bisakah Pak Paul itu dialihkan misalnya ayah yang sedang tidak siap atau sibuk, lalu kita menyuruhnya main dengan ibunya?
PG : Itu juga boleh asalkan tidak selalu demikian. Bagaimana kalau main dulu dengan ibumu, nanti saya ikut atau saya bergabung, misalnya seperti itu.
GS : Intinya dari semua itu adalah menanamkan keyakinan pada anak bahwa dia itu diterima dan dikasihi.
PG : Tepat sekali Pak Gunawan, kalau kita gunakan bahasa orang dewasa, bukankah teman yang mau berkunjung ke rumah kita adalah teman yang mengasihi kita, teman yang mau menolong kita sepertianak kecil yang bermain dengan kita adalah teman yang kita tahu mengasihi kita.
Jadi sebetulnya sama dengan anak-anak.
GS : Tadi kalau dalam hal menjawab pertanyaan itu, Pak Paul katakan bukan jawabannya itu yang penting artinya harus serius. Juga di dalam permainan bukan menangnya itu yang penting.
PG : Tepat sekali, jadi mainlah dengan anak misalkan main Video Games, apalagi anak-anak laki senang sekali main Video Games. Saya dulu sering sekali main Video Games dengan anak saya, tapi ekarang dia sudah besar, hampir remaja tidak mau main dengan saya.
Kadang-kadang dia saya ajak main lagi tetapi tidak mau, sekarang hanya mau main dengan temannya. Jadi sekali lagi waktu sangat singkat, dulu saya berpikir banyak waktu sampai umur 18 tahun, ternyata makin tahun makin terbatasi hal-hal yang bisa saya lakukan dengan anak-anak saya.
GS : Jadi mungkin ada baiknya orang tua juga mempersiapkan diri dengan pengetahuan dasar terhadap jiwa anak-anak itu.
PG : Betul sekali, akhirnya perhatian lebih terpusatkan keluar.
GS : Tapi saya yakin sekali ada firman Tuhan yang bisa memberikan bimbingan secara tepat.
PG : Firman Tuhan yang akan saya bacakan terambil dari Mazmur 90, Mazmur yang dipercaya ditulis oleh Musa, ayat 10 berkata : "Masa hidup kami 70 tahun dan jika kami kuat 80 tahu dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan.
Sebab berlalunya buru-buru dan kami melayang lenyap." Firman Tuhan meletakkan hidup dalam perspektif yang sebenarnya bahwa hidup tidak selamanya, jadi kita harus memakai waktu dengan sebaik-baiknya. Tuhan memberi waktu hanya beberapa tahun untuk membina, menanamkan prinsip yang indah pada anak-anak kita, jadi jangan sampai waktu itu berlalu tanpa kita memberikan cukup pada anak-anak kita. Sebab firman Tuhan berkata : "Waktu itu berlalunya dengan terburu-buru", saya kira kita yang sudah ½ abad ini bisa menengok ke belakang dan berkata betul waktu berjalan terlalu cepat, jadi pakailah, isilah dengan sebaik-baiknya.
GS : Sampai ada orang yang mengatakan saya tidak ada waktu lagi, juga untuk anak-anak mereka, Pak Paul. Tapi masalahnya yang mengatur waktu adalah kita. Bagaimana kita menggunakan waktu itu dengan sebaik-baiknya. Jadi saya rasa Pak Paul karena tadi di awal perbincangan ini Pak Paul mengatakan ada 3 aspek yaitu aspek emosional, aspek sosial dan aspek rohani. Padahal kita kali ini baru berbicara tentang aspek emosional dan itupun saya rasa masih ada beberapa hal yang harus kita bicarakan, maka pembicaraan ini tentunya menghimbau para pendengar untuk tidak kehilangan sesi yang akan datang. Namun untuk kali ini kami akhiri dulu, saudara-saudara pendengar, kami baru saja memperbincangkan tentang beberapa hal praktis mengasuh anak pada usia 0-9 tahun. Kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Dan dari studio kami mengucapkan terima kasih.