Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang sebuah tema "Menghidupkan Cinta yang Mati". Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Rupanya cinta itu seperti tumbuhan, ada yang mengatakan seperti bara api, yang suatu saat kelihatan berkembang dan tumbuh dengan baik tetapi ada waktunya juga layu atau bahkan tidak ada gairah lagi untuk mencintai suami atau istri, itu menjadi suatu fakta kehidupan bukan begitu, Pak Paul?
PG : Betul sekali Pak Gunawan, saya teringat dengan suatu peribahasa bahasa Inggris yang berbunyi easy comes easy goes, jadi sesuatu yang datang dengan begitu mudah cenderung mudah juga untu pergi atau menghilang dengan cepat.
Jadi cinta kasih juga seperti itu, kita beranggapan bahwa cinta kasih itu sepertinya sebagai suatu perasaan yang menghinggapi kita tanpa kita ketahui kapan dia datang. Nah, cinta kasih yang seperti itu cinta kasih yang mudah sekali untuk hilang lenyap, justru cinta kasih itu benar-benar harus dirawat. Sebagaimana yang telah kita bahas pada siaran yang lampau cinta kasih itu memerlukan kondisi-kondisi dalam bentuk perbuatan yang nyata, nah yang kita sebut love nurturing behaviors jadi perilaku yang menumbuhsuburkan cinta kasih itu. Jadi kalau tidak ada hal-hal tersebut memang cinta kasih itu akan hilang lenyap, Pak Gunawan.
(1) GS : Tandanya apa Pak Paul, bahwa cinta kasih itu sudah mati?
PG : Nomor satu memang tidak ada lagi perasaan mempedulikan, memprihatinkan, mau bersama dengan orang yang dulu kita kasihi itu. Jadi cinta kasih yang lenyap itu tidak harus dinyatakan denga adanya kebencian, kemarahan.
Jadi sesuatu yang tidak ada lagi, yang sudah hampa sehingga pasangan kita menjadi seorang yang asing buat kita dan dia mengalami peristiwa yang buruk seperti apapun juga tidak akan memancing perasaan iba atau kasihan dari diri kita, benar-benar memasabodohkan orang. Saya kira yang terjadi pada saat itu adalah cinta kasih telah mati.
IR : Itu sama saja dengan cinta yang hambar?
PG : Ya jadi istilah cinta yang hambar seolah-olah masih tetap berkonotasi adanya cinta tapi sesungguhnya kalau sudah ke titik hambar sesungguhnya tidak ada lagi cinta.
GS : Karena hakekat cinta itu tidak hambar Pak Paul, manis ada gerakan, ada gairah begitu ya?
PG : Tepat sekali, ada gerakan dalam diri kita kepada orang yang kita cintai tersebut.
(2) GS : Tapi kematian, dalam hal ini kematian cinta bukankah tidak seperti seseorang yang tiba-tiba bisa mati Pak Paul, tentu ada tahapan-tahapannya atau penyebabnya terutama yang coba kita pikirkan pada kesempatan ini. Apakah penyebabnya cinta itu sampai bisa mati, Pak Paul?
PG : Kalau saya boleh mengibaratkan cinta itu dengan sebuah pohon, jadi yang akan mematikan cinta itu adalah dua hal. Yang pertama pohon tersebut kekurangan pupuk, karena kekurangan pupuk maa akhirnya lama-lama dia kering tidak akan bertumbuh dengan sehat.
Dan yang kedua adalah pohon tersebut diserang oleh hama, oleh hal-hal yang merusakkan pohon tersebut, nah jadi cinta kasih akhirnya bisa mati karena faktor yang kedua. Ada perlakuan yang merusakkan hubungan cinta itu.
GS : Yang tadi Pak Paul ibaratkan dengan kekurangan pupuk itu di dalam kehidupan sehari-hari itu seperti apa?
PG : Misalkan begini kita benar-benar menganggap pasangan kita itu bisa sibuk dengan sendirinya, sehingga kita tidak lagi berkewajiban melakukan hal-hal yang diinginkannya yang menyenangkan atinya, yang menggairahkan hatinya.
Nah kita beranggapan bahwa inilah roda kehidupan dan masing-masing harus menjalaninya seperti itu. Nah saya melihat dalam banyak pernikahan, ini yang terjadi Pak Gunawan. Jadi mereka memang serumah tapi kalau benar-benar mereka menjawab dengan jujur apakah sebetulnya masih ada rasa cinta dalam hati mereka. Kemungkinan pertanyaan tersebut menjadi pertanyaan yang sangat asing dan aneh, kemungkinan kita akan mendapatkan jawaban: "Ya sudah umur segini tidak bicarakan cinta-cintalah, itu untuk orang-orang muda." Sebetulnya ungkapan itu bukanlah ungkapan yang jujur, sebab pada intinya jawaban yang terjujur adalah tidak mempunyai perasaan apapun. Jadi orang di sebelah kita itu hanyalah orang yang di sebelah kita yang kebetulan ayah dari anak-anak kita, ibu dari anak-anak kita, tidak lagi apa-apa di situ. Nah apakah pernikahan harusnya begitu saya kira ya tidak, pernikahan seharusnya memang tetap melibatkan adanya unsur cinta kasih. Nah sewaktu seseorang mendiamkan, menganggap pasangannya bisa hidup sendiri tanpa pemberian cinta kasih dari pihaknya, saya kira akan berpotensi besar menghilangkan cinta kasih dari pihak pasangannya terhadap dirinya.
GS : Yang Pak Paul mau katakan cinta kasih harus dipupuk dengan cinta kasih pula, begitu Pak Paul?
PG : Perbuatan-perbuatan kasih, perbuatan-perbuatan yang bernuansa kasih itu ya love nurturing behaviors itu.
GS : Kalau contoh atau penyebab kedua yang tadi Pak Paul katakan diserang hama, faktor-faktor apa yang bisa mematikan cinta?
PG : Itu adalah perlakuan yang menyakitkan hati, perlakuan yang menusuk perasaan pasangan kita. Misalkan kita sudah tahu dia itu tidak suka kita ini pergi dengan teman-teman sembarangan, pulng malam, tetap kita lakukan itu.
Nah pengulangan perbuatan yang menyakitkan hati diibaratkan seperti hama yang akan merusakkan hubungan kasih kita. Sama misalkan kita sudah berkata kepada istri kita, jangan memukul anak begitu keras, engkau memukuli anak begitu keras engkau itu sama menyakiti hatiku, tetap diulang, tetap dilakukan. Nah perbuatan itu seperti hama, akhirnya akan membasmi atau menghilangkan cinta kasih dalam hati kita. Waktu kita melihat anak kita dipukuli seperti itu, kita marah, dia tambah marah akhirnya apa yang terjadi kita diamkan, karena kita tidak berkutik. Nah waktu kita diamkan yang sebetulnya terjadi dalam hati kita adalah kita tidak lagi mempedulikan dia. Kita berkata masa bodoh, tidak bisa ditegur, tidak bisa diberitahu, nah pada saat itu sebetulnya cinta sudah mengalami kematian.
IR : Kalau sudah mengalami kematian, arahnya bisa menimbulkan kebencian, Pak?
PG : Bisa, tepat sekali Ibu Ida, waktu cinta habis, kebencian mudah tumbuh, waktu cinta kuat sesuatu terjadi yang menjengkelkan kita, justru mudah untuk menghilangkan kejengkelan tersebut. Nh kita bisa melihat dalam hubungan yang sehat, hubungan yang sehat tidak berarti bebas dari konflik, bebas dari hal-hal yang akan menjengkelkan hati, selalu akan ada.
Namun dalam hubungan yang sehat cinta kasih kuat, nah cinta kasih itu benar-benar berpengaruh untuk mengusir pergi kejengkelan-kejengkelan itu. Sehingga meskipun kita marah terhadap pasangan kita itu hanya berlangsung untuk waktu yang singkat, sebab dengan segera cinta kita akan benar-benar menetralisir kemarahan kita. Dan kita merasa kok enak berjarak jauh dengan dia, saling mendiamkan, ah ingin dekat lagi, ingin bicara lagi, tapi kebalikannya kalau cinta kasih sudah hampir habis, kejengkelan-kejengkelan terjadi benar-benar bisa menyulut api yang besar.
GS : Tadi yang sudah dikemukakan adalah faktor-faktor eksternal ya Pak Paul, jadi seperti kekurangan pupuk, lalu diserang hama. Kalau dari faktor internal ada tidak Pak Paul, jadi dari dalam diri orang itu sendiri mungkin tiba-tiba saja dulu tidak sungguh-sungguh mencintai?
PG : Bisa, jadi cinta itu memang perlu diuji melalui waktu, orang yang menikah terlalu cepat dengan pengertian wah saya sudah sangat tergila-gila dengan dia, tiga bulan kemudian menikahinya.Saya kira orang itu tidak memberi waktu yang cukup kepada cinta itu untuk bertahan.
Kalau memang cinta yang kuat akan bertahan melewati kurun waktu yang panjang, tiga bulan dua bulan sama sekali tidak cukup. Apalagi setelah tiga bulan berkata saya mau menikahimu, mari kita rencanakan menikah tiga bulan kemudian. Ya mungkin cinta itu masih bisa bertahan setelah tiga bulan karena apa, repot mempersiapkan pernikahan. Namun setelah keramaian itu berakhir saya takutnya cinta itu juga akan berakhir. Sebab cinta itu sering kali didahului oleh perasaan suka, namun cinta tidak identik dengan perasaan suka. Perasaan suka itu memang muncul kalau kita melihat sesuatu yang kita senangi pada diri seseorang atau kita melihat kesamaan interest, kesamaan dirinya dengan diri kita itu tidak bisa tidak akan memunculkan perasaan suka, namun itu tidak identik dengan cinta, sering kali itu pendahuluan kepada cinta namun tidak sama dengan cinta. Kalau tidak ada waktu yang cukup untuk memberikan kesempatan rasa suka itu benar-benar berkembang menjadi cinta, langsung menikah, nah kemungkinan yang terjadi di tengah jalan rasa suka itu menipis dan cinta itu memang tidak ada.
GS : Jadi katakan dalam kondisi yang sangat kritis pasangan suami-istri yang mungkin sudah mengambil keputusan untuk bercerai, sebenarnya kalau memang itu ada cinta yang sejati dalam diri mereka itu masih bisa ditolong, Pak Paul ya?
PG : Masih bisa asal hama itu belum terlalu hebat merusak cinta dan pupuk itu masih sedikit banyak ada. Kalau memang sudah sangat lama tidak mendapatkan pupuk, sama sekali cintanya benar-benr sudah kering malah dihantam oleh hama serangan-serangan yang menyakitkan, susah ya saya kira.
GS : Tadi kita mengambil contoh tanaman, kalau tanaman itu akarnya masih hidup jadi masih ada, mungkin masih bisa ditolong. Bisa bertunas kembali demikian mungkin dengan cinta bisa bersemi kembali Pak Paul?
PG : Asal masih ada akarnya, ya.
GS : Akar yang hidup bukan sekadar akar, tetapi hidup itu.
IR : Akarnya dimakan rayap.
GS : Habis juga, jadi kita tidak bisa terlalu cepat untuk memutuskan cerai saja.
PG : Betul, nah untuk membangkitkan harapan memang tidak mudah. Saya mau mengutip beberapa pokok pikiran yang dikemukakan oleh sepasang suami-istri penulis buku konseling pernikahan yang berama Dellast dan Ruby Vricent mereka memang mengakui proses merestorisasi hubungan kasih yang sudah mati itu melewati waktu yang panjang.
Nah dalam perkiraan mereka bahkan dengan terapi keluarga yang intensif memerlukan waktu sekitar setahun, jadi waktu yang tidak main-main. Nah yang akan harus dilalui oleh pasangan adalah beberapa tahapan dan inilah yang mereka selalu berikan pada para pasangan yang memang mengalami problem yang berat. Pertama-tama mereka memberikan penjelasan kepada para pasangan yang sedang bermasalah, bahwa sebetulnya perasaan cinta mereka itu sangat bergantung pada persepsi. Apakah pasangan kita itu sungguh-sungguh ingin dan mampu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosional kita. Atau kalau saya terjemahkan dengan lebih bebas, apakah pasangan kita itu mampu dan ingin berubah, nah perasaan cinta bergantung pada persepsi atau pandangan tersebut. Dengan kata lain, kalau kita sudah menganggap pasangan kita memang melakukan hal-hal tersebut, jadi sekali lagi cinta itu harus melihat bukti ya perlakuan yang nyata, perbuatan yang riil. Nah, masalahnya adalah kalau pernikahan itu akhirnya sudah hampa perbuatan-perbuatan yang baik tersebut, sehingga akhirnya suami melihat istri tidak ada itikad baik, istri melihat suami tidak ada lagi itikad baik. Nah pada saat itulah pernikahan tersebut menjadi sangat bermasalah. Akan ada tahapan yang harus mereka lalui sewaktu mereka berkeinginan untuk memperbaiki pernikahan tersebut. Tahapan yang pertama adalah yang disebut oleh Nyonya dan Tuan Vricent ini yaitu keragu-raguan akan ketulusan. Jadi sewaktu suami kita mulai berubah reaksi pertama kita adalah kita bertanya apakah dia sungguh ingin berubah, jadi kita mempertanyakan motivasinya apakah sungguh-sungguh dia ingin berubah. Kenapa sampai terjadi seperti itu, sebab kita sudah kehilangan rasa percaya, kita beranggapan bahwa dia itu memang sudah berniat dan telah menunjukkan niatnya menyakiti hati saya, dia terus melakukan hal-hal yang tidak saya senangi. Kesimpulan saya apa, memang dia beritikad jahat kepada saya. Nah waktu si suami mulai berubah si istri akan mempertanyakan motivasinya. Jadi keraguan yang pertama langsung muncul yaitu keraguan atas ketulusan hati si suami tersebut.
GS : Kalau suami diperlakukan seperti itu, sudah berusaha baik, tapi malah tidak dipercayai atau kurang dipercayailah atau diragukan bagaimana sikap Pak Paul?
PG : Sudah tentu reaksi yang alamiah kembali ingin melakukan yang jahat, sebab saya sudah melakukan yang baik, toh dipertanyakan, buat apa. Nah inilah pentingnya penjelasan baik kepada suamimaupun istri dari pihak si terapis keluarga, bahwa prosesnya akan seperti ini jadi jangan berkecil hati.
Sebab dalam kenyataannya menurut pengalaman suami-istri Vricent ini, meskipun perubahan telah terjadi di pihak pasangan, perasaan cinta itu tetap, tidak naik-naik, tetap seolah-olah mati. Dengan kata lain, sewaktu cinta sudah mati cinta itu memerlukan waktu yang sangat panjang dan perbuatan-perbuatan yang luar biasa berubahnya untuk bisa menaikkan kadar cinta itu kembali. Jadi kalau seseorang mudah menyerah pada tahap awal, tidak akan ada perubahan dan ini yang sering kali terjadi juga yang saya harus akui dalam konseling pernikahan yang sering saya tangani. Akhirnya yang satu berkata buat apa berubah, toh tetap tidak dipercaya, nah yang diperlukan adalah terus berubah meskipun tidak ada penghargaan yang diinginkan.
IR : Tapi mereka sering kali putus asa ya, Pak Paul?
PG : Seringnya begitu, Bu Ida.
IR : Jadi harus tahan uji dan harus selalu mengulang-ulang dan mengulang.
PG : Betul, dan ini yang sering saya tekankan pada pasangan nikah. Lakukanlah bukan karena istrimu atau suamimu menginginkannya. Tapi lakukanlah yang benar sebab itulah yang Tuhan kehendaki,jadi lakukanlah untuk Tuhan, meskipun pada tahap-tahap awal ini motivasi engkau dicurigai terus-menerus.
Ya maklumilah, itu akan selalu ada karena mungkin sekali engkau telah menyakiti hatinya, jadi motivasi sekarang yang harus ada adalah lakukanlah untuk Tuhan.
GS : Katakanlah seseorang bisa melalui tahapan yang demikian sulit Pak Paul ya, tahapan apa lagi yang menghadang dia?
PG : Nah kadang ini yang lebih serius lagi, misalkan dalam contoh ini si istri berhasil percaya OK-lah engkau tulus mau berubah. Yang kedua yang akan menghadang dia adalah dia bertanya atau ia meragukan apakah engkau sanggup berubah.
Sebab akhirnya inilah kecenderungan manusia waktu orang melakukan hal yang sama terus-menerus, kita menyimpulkan memang sudah karakternyalah dia begitu. Memang orangnya begitu, kita ubah pasti tidak sanggup berubah, kemampuan untuk berubah tidak ada lagi. Jadi dengan kata lain yang terjadi di sini adalah kita tidak mempercayai kemampuannya sebab kita sudah melabelkan dia adalah orang yang seperti itu. Memang saya harus akui satu hal, sesuatu yang telah menjadi bagian karakter kita, tidak mudah kita ubah, saya makin tua, makin menyadari sedikit sebetulnya yang saya lakukan untuk mengubah orang. Dan dalam banyak hal kita ini tidak berubah banyak, sebenarnya kita masih menyimpan diri yang lama, karakter-karakter yang lama. Perubahan itu benar-benar makan waktu yang panjang. Nah apalagi kalau si istri sudah menerima perlakuan yang buruk bertahun-tahun dan si suami terus begitu. Nah untuk membuat si istri percaya bahwa si suami ini mampu berubah tidak mudah. Itu sebabnya perasaan cinta tetap datar meskipun si suami sudah mulai berubah, sebab si istri akan terus mempertanyakan, sebetulnya bisa tidak engkau berubah. Apakah ini hanyalah teknik-teknik saja yang engkau pelajari sementara waktu, engkau akan kembali kepada karakter dasarnya.
GS : Sampai sejauh itu Pak Paul, cinta itu masih tetap mati?
GS : Lalu apa yang harus dilakukan itu?
PG : Sekali lagi kita harus memberikan penjelasan kepada pasangan tersebut, bahwa memang prosesnyalah seperti ini harus tetap bersabar, yang berubah harus tetap menunjukkan perubahan, janganputus asa.
Nah hadangan yang ketiga misalkan si istri bisa melewati fase yang kedua ini, OK-lah dia mulai percaya suaminya sanggup berubah, atau mempertahankan perubahannya. Nah dengan kata lain, di sini si istri menuntut bukti yang lebih banyak, nah ini yang sering kali membuat pasangannya atau suaminya frustrasi. Apakah saya harus potong kepala saya, baru kau percaya misalnya seperti itu. Nah si suami tidak boleh putus asa harus terus melakukan perubahan itu, terus-menerus, meskipun tidak mendapatkan tanggapan yang diinginkannya. Sehingga suatu saat nanti perlahan-lahan cinta kasih itu mulai menggeliat dan mulai bangkit kembali. Nah makanya tadi saya sudah menyinggung pengamatan yang dipaparkan oleh Dr. Dellast dan Dr. Ruby Vricent bahwa memang sekurang-kurangnya dalam kasus yang mereka tangani itu memakan waktu setahun, dengan terapi intensif yang mereka lakukan.
GS : Memang kalau mendengar pembicaraan ini mungkin banyak orang yang ragu-ragu untuk memulai lagi tetapi Tuhan memanggil kita untuk setia pada pasangan kita. Jadi saya percaya kuasa Roh Kudus itu akan menolong seseorang yang memang sungguh-sungguh mau menghidupkan kembali cinta kasih yang ada dalam diri mereka, bukan begitu Pak Paul?
PG : Jadi keduanya memang dalam hal ini mesti mempunyai komitmen yang luar biasa tingginya, tanpa komitmen yang begitu tinggi, ambruk di tengah jalan. Sebab di pihak si suami yang sekarang mncoba berubah, akhirnya mudah frustrasi dan putus asa, sebaliknya di pihak istri yang telah dilukai dan sudah kehilangan rasa percaya, dia tidak mau tertipu kedua kalinya atau kedua ratus kalinya mungkin.
Sebab dia telah menyaksikan misalnya si suami berjanji untuk berubah atau pernah berubah untuk sekejap, kembali lagi pada sifat yang lamanya; jadi akhirnya si istri akan berkata, saya sudah mengalaminya, yang sekarang saya lihat ini sudah pernah saya lihat dan bukan hanya sekali, berkali-kali. Nah apa yang harus membuat saya percaya bahwa sekarang ini berbeda dari dulu, jadi benar-benar hadangannya luar biasa besarnya. Kalau dua-dua tidak mempunyai komitmen bahwa pernikahan ini harus diselamatkan, kebanyakan ambruk di tengah jalan.
(3) GS : Nah dalam hal ini Pak Paul ya, apa yang firman Tuhan berikan kepada kita?
PG : Saya akan kutipkan dari satu ayat yang kita sudah kenal yaitu di Matius 22:39, "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Kaitannya apa dengan peristiwa-peristiwacinta kasih yang telah mati ini, Tuhan meminta, Tuhan memerintahkan kita untuk mengasihi dan tolok ukurnya adalah seperti kita mengasihi diri sendiri.
Nah bukankah kita orang yang lumayan sabar dalam mengasihi diri kita sendiri, kita adalah orang yang cenderung menoleransi kelemahan diri kita dan akhirnya tetap menyayangi diri. Nah gunakanlah tolok ukur ini untuk mengasihi orang lain, sabarlah, toleransilah kelemahannya. Memang ini memerlukan waktu yang panjang tapi memang keduanya sangat membutuhkan cinta seperti yang Tuhan minta, yaitu cinta yang menoleransi kelemahan. Saya mengerti tidak mudah, saya cukup sering bertemu dengan pasangan yang sudah mengalami sakit hati, yang benar-benar istilahnya itu sudah bonyok, sudah babak belur. Nah bagaimana mungkin mengasihi orang yang menyebabkan dia babak belur? Sangat sulit sekali tetapi mungkin kita kembali mengingat firman Tuhan, kalau kita panjang sabar terhadap diri kita, menoleransi kelemahan kita, gunakanlah tolok ukur yang sama dalam mengasihi orang lain.
GS : Jadi pasti lebih baik kalau cinta kasih itu kita pelihara sebelum mati Pak Paul ya, jadi dengan diberikan pupuk, diciptakan kondisi di mana cinta itu bisa bertumbuh dengan baik, tetapi juga menghindari serangan hama-hama tadi yang Pak Paul sudah singgung.
PG : Betul, kalau sudah kadung mati, membangkitkannya sangat sulit.
GS : Tapi tetap ada harapan Pak Paul.
PG : Tetap ada harapan, asal dua-dua berkomitmen tinggi.
IR : Punya rasa takut kepada Tuhan mungkin juga itu harapan, bahwa kita harus mengampuni orang yang bersalah sebagaimana Tuhan sudah mengampuni kita.
GS : Mungkin kedua belah pihak perlu menyadari hal itu bahwa tidak ada seorangpun yang sempurna, jadi pasti punya kesalahan, itu pasti terjadi pada dua belah pihak Pak Paul ya.
PG : Tidak harus Pak Gunawan, kadang kala memang kesalahan dibuat oleh sepihak.
GS : Sehingga mematikan cinta di antara mereka.
GS : Jadi demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi, kami telah persembahkan sebuah perbincangan dengan tema menghidupkan cinta yang mati. Bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami masih akan membahas lebih lanjut tema ini pada sesi berikutnya, dan kami mengharapkan Anda bisa mengikutinya pada acara TELAGA yang akan datang. Dari studio kami mohon juga tanggapan saran serta pertanyaan-pertanyaan dari Anda yang bisa Anda alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Dan dari studio kami mengucapkan terima kasih.
PERTANYAAN KASET T 51 B
- Apakah yang menandai bahwa cinta itu mati….?
- Apa yang menyebabkan cinta itu mati…?
- Bagaimana persoalan cinta ini menurut firman Tuhan….?