Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idayanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang bagaimana menghadapi kepahitan hidup. Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, saya rasa pernah mengalami kepahitan hidup baik di rumah, masyarakat, tempat kerja bahkan di gereja pun kita bisa mengalami kepahitan hidup itu.
PG : Pada dasarnya Pak Gunawan, kita ini harus menentukan pilihan kita. Apakah kita akan terus menjadi korban kepahitan tersebut ataukah kita melepaskan diri dari kepahitan itu. Artinya kitabisa terus-menerus dikuasai, diperhamba oleh kepahitan itu sehingga hati kita penuh kepahitan dan kita sangat tidak berdaya dibawah kendali kepahitan itu.
Namun saya kira pilihan yang lebih baik dan yang juga Tuhan kehendaki ialah kita melepaskan diri, kita tidak mau lagi berada di bawah kepahitan itu. Pada akhirnya yang harus kita lakukan ialah memberi pengampunan kepada orang yang telah menimbulkan kepahitan pada diri kita. Nah, pada saat kita berhasil memberi pengampunan, pada saat itulah kita terlepas dari menjadi korban kepahitan itu.
GS : Tetapi masalahnya adalah bagaimana kalau orang yang menimbulkan kepahitan hidup itu justru orang yang kita cintai?
PG : Seringkali memang justru yang membuat kita pahit adalah orang-orang yang terdekat dengan kita, orang yang kita percaya, yang kita kasihi. Karena kalau orang itu jauh dari kita dan tidakbegitu berdampak pada kita, diapun tidak begitu mampu atau sanggup membuat kita pahit sampai sedemikian pahitnya.
Justru seringkali orang yang terdekatlah yang membuat kita pahit, misalnya kita mengalami kekecewaan, kita mengalami penolakan, atau kita merasa ditipu oleh orang-orang yang kita kasihi atau yang mengklaim mengasihi kita, itu biasanya menimbulkan kepahitan yang dalam pada diri kita.
GS : Apakah ada contoh yang konkret di dalam Alkitab, Pak Paul?
PG : Di kitab Kejadian dicatat kisah Yusuf. Yusuf seorang anak yang menikmati hidup dengan sangat baik pada masa kecilnya. Ayahnya, Yakub sangat mencintai dia, karena begitu mencintainya sehngga memanjakannya, memberikan dia kemewahan-kemewahan yang tidak diberikan pada kakak-kakaknya.
Akibatnya para kakaknya itu membenci dia. Nah suatu hari waktu Yusuf mengantarkan makanan pada kakaknya, mereka menangkapnya. Tujuan mereka adalah membunuh Yusuf, tapi atas bujukan kakaknya yang paling tua yaitu Ruben akhirnya Yusuf tidak jadi dibunuh namun Yusuf dijual. Kita tahu ceritanya Yusuf mula-mula dijual pada pedagang Ismael dan setelah itu dia dibuang, dijual lagi pada seorang Mesir yang bernama Potifar. Dia di situ menjadi budak, dia bekerja sangat baik sehingga dia mendapatkan kepercayaan yang bagus dari majikannya. Namun istri majikannya ingin mengajaknya berselingkuh tetapi Yusuf menolak, istri majikannya marah sehingga memfitnah Yusuf, lalu Yusuf dijebloskannya ke dalam penjara. Tapi kita tahu ceritanya, akhirnya Yusuf menginterpretasi mimpi juru minuman dan juru roti dari Firaun dan waktu juru roti itu dihukum mati, juru minuman ini dibebaskan kembali. Nah juru minuman inilah yang mengingat Yusuf dan akhirnya Yusuf dipanggil sewaktu Firaun mempunyai mimpi yang tidak dapat dijelaskannya. Kita tahu Yusuf menjadi tangan kanan Firaun, jadi mangkubumi atau perdana menteri pada saat itu. Yusuf menolak menjadi kurban meskipun dia dibuang dan menjadi seorang budak, Yusuf menolak menjadi kurban apa bisa saya katakan sehingga saya menyimpulkan seperti itu. Yusuf menjadi pekerja yang baik sewaktu dia menjadi budak di rumah Potifar, dia bekerja dengan sebaik-baiknya. Sewaktu dia menjadi tahanan, dia menjadi tahanan yang baik pula kepada sesama tahanan lainnya. Nah, di sini kita melihat Yusuf tidak membenamkan dirinya dalam kepahitan terus-menerus, dia tidak menyesali dirinya dan menjadi depresi sehingga tidak ada lagi kemauan untuk hidup. Dengan kata lain, dia menolak menjadi korban kakak-kakaknya, yang memang telah berbuat jahat kepadanya. Kalau kita terus hidup dalam kepahitan, sebetulnya kita ini membiarkan diri menjadi kurban.
GS : Sikap Yusuf yang tidak mau menjadi korban itu Pak Paul, seharusnya itu yang kita contoh. Tetapi bagaimana kita bisa melakukannya, bukankah Yusuf memiliki seperti kekuatan ekstra sesuai dengan panggilannya, misinya tetapi bagaimana dengan kita pada umumnya?
PG : Sebetulnya Pak Gunawan, Yusuf itupun manusia dan menjalani proses penyembuhan secara natural. Mungkin Pak Gunawan dan Ibu Ida masih ingat setelah Yusuf dinobatkan menjadi perdana menter di Mesir, Yusuf tidak langsung memanggil ayah dan kakak-kakaknya datang ke Mesir.
Kita tidak tahu tenggang waktu antara Yusuf dinobatkan menjadi perdana menteri dan kedatangan kakaknya. Namun yang pasti adalah Yusuf tidak ke rumah ayahnya dan memanggil ayah serta kakaknya. Di sini memang Alkitab tidak memberi keterangan apapun, namun dari tindakan Yusuf terhadap kakaknya sewaktu kakaknya datang membeli gandum kepadanya, saya menyimpulkan bahwa memang Yusuf merasa belum siap berjumpa kembali dengan keluarganya. Dia sangat rindu dengan ayahnya, kita tahu dia sangat mencintai ayahnya, namun kalau dia pulang ke rumah dia harus bertemu dengan kakaknya dan tidak bisa tidak akan menimbulkan persoalan tersendiri karena ayahnya akan kaget, Yusuf ternyata belum mati seperti yang diberitakan oleh kakak-kakaknya. Ayahnya mungkin marah kepada kakak-kakaknya, ayahnya sangat kecewa sekali karena telah dibohongi oleh kakak-kakaknya. Itu semua mungkin sekali terbersit dalam pikiran Yusuf kalau dia langsung menjenguk keluarganya. Dengan kata lain, prinsip di sini adalah untuk sembuh dari kepahitan diperlukan waktu dan waktunya tidak sama untuk setiap orang. Bagi orang tertentu mungkin beberapa hari cukup, sehari cukup, bagi orang-orang tertentu mungkin berminggu-minggu sebelum kepahitan itu akhirnya bisa sembuh. Yusuf pun tidak tergesa-gesa, karena dia mungkin sekali menyadari belum siap, akan menimbulkan gejolak dalam keluarganya kalau dia langsung pulang saat itu. Namun kita tahu waktu kakak-kakaknya pulang belakangan Yusuf masih hidup, justru reaksi orang tuanya Yusuf yaitu Yakub adalah sukacita. Dengan kata lain waktunya telah tiba dan semua siap, saya kira kalau Yusuf datang lebih dulu, Yusuf sendiri belum siap.
IR : Tapi ada seorang anak Tuhan, dia terluka hatinya dan dia sulit mengampuni, bagaimana menurut, Pak Paul?
PG : Luka yang terlalu dalam otomatis akan perlu waktu yang lebih panjang untuk bisa sembuh. Namun prinsip berikutnya, selain perlu waktu untuk bisa sembuh, penyembuhan hanya terjadi tatkalaada rasa aman untuk tidak dilukai kembali.
Dengan kata lain, kalau kita harus menghadapi orang yang telah melukai kita dan kita tetap merasa tidak aman bahwa ada kemungkinan dia akan melukai kita lagi, rasanya sulit sekali untuk kita mengalami penyembuhan yang sesungguhnya. Yusuf harus menguji kakak-kakaknya, kita tahu ceritanya waktu mereka datang membeli gandum, Yusuf mengenali mereka tetapi mereka tidak mengenali Yusuf. Di sini bisa kita simpulkan bahwa jarak antara dijualnya Yusuf sampai mereka bertemu lagi itu mungkin belasan atau 20 tahunan lebih. Itu sebabnya banyak perubahan pada wajah Yusuf dan mereka tidak mengenali Yusuf kembali. Yusuf menuduh mereka menjadi mata-mata, mereka sangat kacau dan mencoba membela diri, kemudian Yusuf berkata kalian boleh pulang tapi salah satu daripadamu harus tinggal di sini sebagai bukti bahwa yang kau ceritakan itu betul semua. Nah, Simeon ditahan oleh Yusuf, tujuannya supaya mereka kembali dengan Benyamin adiknya yang paling kecil. Kemudian mereka kembali lagi dengan Benyamin, nah sewaktu mereka selesai makan Yusuf meminta mereka pulang, Yusuf mengisi piala pada kantongnya Benyamin. Kemudian tentara Yusuf datang meminta mereka kembali lagi dan Yusuf mengancam untuk menangkap Benyamin, kakak-kakaknya semua membela Benyamin, mempertaruhkan hidup mereka demi Benyamin. Di saat itulah Yusuf sangat yakin bahwa kakak-kakaknya telah berubah. Mereka yang dulu membenci Yusuf dan mungkin sekali juga membenci Benyamin, ternyata sangat mencintai Benyamin. Kita tahu Benyamin adalah anak dari Rahel, Rahel adalah istri Yakub yang paling dikasihinya. Jadi memang besar kemungkinan yang dibenci bukan saja Yusuf tetapi juga Benyamin. Namun waktu Yusuf melihat mereka mencintai dan membela Benyamin dengan mempertaruhkan hidup mereka, Yusuf tahu bahwa mereka berubah. Seringkali, Bu Ida, kita mudah atau lebih mudah sembuh kalau kita merasa terlindungi, aman bahwa yang melukai kita tidak akan melukai kita lagi. Kalau kita tetap merasa dia masih belum berubah dan masih bisa melukai kita, kita rasanya masih tetap susah sembuh karena kita akan terus was-was dan berjaga-jaga terhadapnya.
IR : Dan apakah lebih baik menghindar, Pak Paul?
PG : Adakalanya itu langkah yang lebih baik, jadi kita menciptakan jarak supaya kita tidak terlukai lagi, daripada terus-menerus kita menjadi korbannya.
GS : Tapi itu akan sulit kalau terjadi pada suami dan istri, Pak Paul, bagaimana mungkin akan dihindari karena itu pasangan hidup kita atau terhadap anak-anak?
PG : Caranya adalah seperti Yusuf tadi, dia menolak menjadi korban. Artinya apa, artinya dia tetap menjalankan apa yang harus dia kerjakan. Jadi misalkan kita sebagai istri atau suami terus-enerus mengalami luka yang diakibatkan perlakuan pasangan kita.
Yang bisa kita lakukan sudah tentu adalah mencoba mengurangi kemungkinan kita dilukai, misalkan kita tahu tindakan kita atau perkataan kita yang tertentu ini memicu kemarahannya, itu kita hindarkan. Jadi memang kita harus mencoba melindungi diri. Yang kedua adalah kita tetap harus hidup artinya yang perlu kita lakukan, kita lakukan. Misalnya kita memang ingin terlibat dalam kegiatan gerejawi tetaplah kita terlibat, jadi jangan sampai orang yang berbuat jahat atau yang telah menimbulkan luka itu mengontrol, menguasai hidup kita sehingga kita terus terbelenggu olehnya, kita harus tetap hidup. Jangan sampai hidup kita akhirnya nonaktif, nah pada saat kita nonaktif kita sungguh-sungguh menjadi korbannya yang tak berdaya.
(1) GS : Dalam hal mengatasi pulihnya seseorang yang sedang pahit hidupnya, maka peranan orang-orang di sekelilingnya itu sangat besar, sehingga dia merasa aman untuk tinggal lagi di tengah-tengah itu. Nah, menumbuhkan rasa percaya kepada lingkungan itu bagaimana, Pak Paul ?
(2) PG : Dalam cerita Yusuf, Yusuf sendiri harus menguji kakak-kakaknya beberapa kali jadi kala u saya hitung dapat dikatakan 3 kali. Dengan perkataan lain, kita memang perlu juga menuji apakah memang orang tersebut telah berubah; jadi orang yang bijaksana tidak langsung menyalahkan dirinya begitu saja.
Kalau memang kita mempunyai indikasi orang tersebut belum berubah, sebaiknya kita memang tetap menjaga diri untuk tidak mempercayakan diri kita kepadanya daripada kita menjadi korbannya lagi, ditipu, dikecewakan, dilukai atau bahkan dijahati. Jadi kita harus melihat perubahan itu. Mungkin saudara-saudara kita yang mendengarkan sekarang bertanya-tanya apakah pada saat itu kita belum memaafkan. Saya kira 2 hal berbeda antara memaafkan dan mempercayakan hidup kita kepada orang-orang tersebut. Kita perlu memaafkan, karena tidak dikehendaki Tuhan memelihara dendam di dalam hati kita, Tuhan menghendaki kita memaafkan. Namun yang lain saya kira mempercayakan diri kita kepada mereka lagi, misalkan kita berkali-kali ditipu, dikecewakan, dijanjikan, ditipu lagi, dijanjikan, ditipu lagi, nah bagi saya sudah waktunya kita berkata saya tidak siap mempercayai kata-katamu lagi. Jadi dengan kata lain, tidak apa-apa kita melindungi diri dan apakah orang tersebut telah berubah, selama belum berubah saya kira kita masih mempunyai rasa tidak aman dan hubungan kita tidak bisa sama seperti dahulu kala.
GS : Pak Paul, beberapa waktu yang lalu kita pernah membicarakan tentang malapetaka, dan kita tahu bahwa semua itu dalam kontrol Tuhan. Juga kepahitan yang kita alami itupun dalam kontrol Tuhan, lalu orang berkata "ini memang salib saya", itu bagaimana pengertiannya?
PG : Ya, kalau dia mengatakan salib saya dalam pengertian porsi kepahitan yang harus saya tanggung, ya tidak apa-apa. Dengan kata lain, saya ingin memberikan prinsip berikutnya dalam penyembhan ini, kita harus akhirnya melihat bahwa ada penggenapan rencana Allah melalui apa yang kita alami.
Misalnya waktu saudara-saudara Yusuf datang menyembahnya, membeli gandum. Waktu masih kecil Yusuf pernah bermimpi, dalam mimpi itu dia melihat ada berkas gandumnya, sebelas berkas gandum kakak-kakaknya dan sebelas berkas gandum itu menyembah pada berkas gandum dia. Mimpinya yang kedua adalah dia melihat matahari, bulan dan sebelas bintang dan semua itu menyembah pada dia. Waktu dia melihat kakaknya menyembah untuk membeli gandum, dia mengingat kembali mimpinya itu, dengan kata lain Yusuf melihat penggenapan rencana Allah. Saya kira akan lebih memudahkan kita untuk memaafkan, mengampuni orang kalau kita melihat bahwa rencana Tuhan sudah digenapi. Pada akhirnya Yusuf menghadapi kakak-kakaknya yang meminta maaf kepadanya, sebab mereka takut sekali Yusuf akan membalas dendam setelah ayahnya, Yakub meninggal dunia. Dan perkataan Yusuf sangat bagus sekali, "Engkau memaksudkannya untuk kejahatan, tapi Tuhan memaksudkannya untuk kebaikan". Dengan kata lain, Yusuf melihat rencana Tuhan digenapi, bahwa sepahit apapun yang dialami ternyata itu memang dalam rencana Tuhan. Nah, rencana Tuhan ini untuk siapa, jelas untuk menyelamatkan saudara-saudaranya bersama orang Israel dari bahaya kematian karena kelaparan. Dengan kata lain, adakalanya rencana Tuhan itu bukannya untuk kita secara langsung, tapi justru untuk orang yang melukai kita, justru untuk orang yang telah mengecewakan kita, justru untuk merekalah Tuhan mempunyai rencana yang spesifik dan menggunakan kita sebagai bagian dari rencanaNya. Dan dalam rencana Tuhan kita memang menjadi orang yang dilukai oleh mereka, namun rencana Tuhan adalah sebetulnya untuk mereka, dalam kisah Yusuf itulah yang terjadi. Rencana Tuhan yang langsung sebetulnya bukan untuk Yusuf, tapi untuk umat Israel, keluarga Yusuf, kakak-kakaknya. Namun memang seolah-olah Yusuf menjadi kurban, tapi bukannya Yusuf menolak menjadi kurban, Tuhan memang memakai dia. Jadi yang dia lihat adalah saya bukan kurban manusia, saya alat yang Tuhan pakai, ini persepsi yang berbeda. Kalau kita melihatnya dari perspektif, dia adalah kurban manusia, maka tidak ada habis-habisnya luka atau kepahitan itu. Tapi kalau kita melihatnya dari perspektif Tuhan, bahwa saya adalah alat yang Tuhan pakai untuk mereka. Saya kira kita juga akan melihat kepahitan dengan mata yang berbeda.
GS : Saya rasa yang mengenyam kebaikan dalam peristiwa Yusuf ini, bukan saja saudara-saudaranya dan umat Israel, tapi juga orang Mesir itu sendiri terselamatkan dari 7 tahun kelaparan itu, Pak Paul.
PG : Tepat sekali, jadi kita melihat rencana Tuhan sangat besar dan tidak pernah terbayangkan oleh manusia. Maka kepahitan yang kita alami seringkali merupakan setitik alat atau bagian dari encana Tuhan yang lebih besar lagi yang tidak mungkin kita pahami dengan kemampuan kita berpikir ini.
Bagus sekali tadi Pak Gunawan memunculkan tentang orang Mesir yang saya juga tidak pikirkan, sebab memang itu untuk kebaikan orang Mesir pula. Jadi sekali lagi Yusuf bukanlah kurban manusia, Yusuf adalah alat Tuhan yang Tuhan gunakan untuk rencana penyelamatannya bagi umat manusia.
GS : Tetapi memang yang mengagumkan itu sejak muda sekali ketika Yusuf itu dijual, dia sudah mempunyai pandangan yang berbeda dengan orang-orang lain, Pak Paul. Dia tidak mudah putus asa dan sebagainya. Nah itu suatu kelebihan atau anugerah Tuhan yang diberikan kepadanya.
PG : Anugerah Tuhan yang diberikan kepadanya dan saya kira juga pilihan Yusuf untuk tidak menyerah pada nasib atau kondisi. Dia bisa menyerah pada suatu kondisi dengan menjadi budak yang sagat jahat, buruk.
Dia bisa menjadi tahanan yang sangat egois, tidak mau menolong teman-teman sesama tahanannya, tetapi ia tidak melakukan semua itu.
IR : Itu rasanya sudah pilihan Tuhan untuk memilih orang-orang yang tepat bagi rencana Tuhan itu.
PG : Tepat, jadi Tuhan memang memilih anak-anaknya yang mampu, taat, rela, dan siap untuk dipakai Tuhan.
IR : Jadi kalau mengalami kepahitan, kita juga harus berpikir, bahwa mungkin Tuhan memakai kita untuk mendatangkan kebaikan bagi orang lain?
PG : Betul, jadi kita adalah alat yang Tuhan sedang pakai untuk orang itu atau untuk situasinya atau untuk orang lain yang kita belum mengerti.
(3) GS : Nah orang yang mengalami kepahitan berkali-kali di dalam kehidupannya itu, berdampak apa sebenarnya?
PG : Dia akan kehilangan kepercayaan pada orang lain, sebab dia melihat dunia ini tidak aman. Dia harus selalu berhati-hati, sebab dia tidak bisa lagi terjebak untuk kesekian kalinya. Jadi basanya orang yang terlukai berkali-kali akan mengalami kesulitan membina hubungan yang intim dengan orang lain, dia memiliki rasa was-was yang sangat tinggi.
IR : Nah Pak Paul, orang yang mengalami kepahitan yang amat sangat, kadang-kadang dia merasa lemah kemudian bunuh diri, itu bagaimana Pak Paul?
PG : Ya dia pada saat itu kemungkinan merasa hidup sudah begitu buruk, jahat, manusia tidak dapat lagi dipercayainya dan mungkin sekali dia meragukan Tuhan mengasihinya sehingga membiarkan da mengalami kekecewaan dan kepahitan berulang kali.
Jadi pada detik itu keputusasaan menguasai dirinya, lebih kuat dari akal sehatnya, lebih kuat dari pengetahuannya akan janji Tuhan, sehingga dia mengambil jalan pintas seperti itu. Bagi yang sudah di ujung tanduk dan yang mendengarkan kita pada saat ini, saya sangat menghimbau agar jangan mengambil jalan pintas, pasti ada jalan lain sebab Tuhan mampu membuka jalan lain yang belum kita pikirkan sekarang. Carilah orang lain untuk bicara pasti akan ada jalan keluar lain.
IR : Karena janji Tuhan ya Pak Paul, bahwa di dalam Tuhan segala perkara dapat kutanggung.
PG : Tepat sekali, jadi dengan kekuatan Tuhan dia bisa memberikan jalan dan kekuatan untuk menanggungnya.
GS : Penghiburan yang terbaik tentu datang dari firman Tuhan sendiri dan apakah firman Tuhan yang mau disampaikan Pak Paul?
PG : Saya akan kutip perkataan Yusuf yang diambil dari Kejadian 50:19-21, "Janganlah takut sebab aku inikah pengganti Allah, memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadapaku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.
Jadi janganlah takut aku akan menanggung makanmu dan makan anak-anakmu juga demikianlah ia menghiburkan mereka dan menenangkan hati mereka dengan perkataannya." Firman Tuhan menjelaskan dan menegaskan bahwa Dia berkuasa bahkan waktu manusia merencanakan dan melakukan yang jahat, Dia bisa menggunakan yang jahat itu tetap untuk berbuat baik. Itulah yang ingin ditekankan Yusuf, tidak ada yang lepas dari kendali Tuhan bahkan yang jahatpun dapat Tuhan pakai untuk mendatangkan kebaikan. Jadi kita seharusnya merasa sangat aman bahwa kita bisa bersandar kepada Tuhan yang begitu berkuasa.
GS : Sebenarnya kalau kita menghayati benar tentang pengampunan yang Tuhan berikan kepada kita, tentu kita akan lebih mudah mengampuni orang-orang yang menyakiti hati kita, Pak Paul. Tetapi masalahnya kadang-kadang kita lupa bagaimana Tuhan itu mengampuni segala dosa-dosa kita.
GS : Jadi saya rasa tidak ada alasan bagi setiap kita untuk cepat-cepat putus asa dan mengingkari kehidupan yang kadang-kadang pahit. Jadi demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi, kami telah persembahkan sebuah perbincangan bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang bagaimana menghadapi kepahitan hidup. Kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Dan dari studio kami mengucapkan terima kasih.