Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengatur Keuangan Keluarga". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Dalam mengatur keuangan keluarga, ternyata banyak sisinya dan tidak mudah. Kita masing-masing mungkin bisa mengelola keuangan kita sendiri tapi begitu kita menikah sebagai suami punya penghasilan dan istri juga punya penghasilan kemudian ada anak-anak, ternyata dalam mengatur keuangan keluarga juga menjadi rumit, Pak Paul. Dan sekarang ini adalah kesempatan yang baik untuk kita bisa membicarakan hal itu, dan ini bagaimana ?
PG : Pada kesempatan ini Pak Gunawan, saya tidak akan membahas pernak-pernik teknisnya yaitu uang itu ditaruh di mana, siapa yang pegang, itu tidak akan saya bahas. Saya akan lebih fokuskan pad pemahaman atau kesamaan nilai karena menurut saya kalau dua belah pihak sudah memiliki suatu pemahaman yang tepat maka nanti masalah teknisnya dapat diatur dan tidak menjadi masalah lagi.
Jadi itulah yang kita akan coba uraikan dan ada beberapa yang bisa saya bagikan. Yang pertama adalah tentang masalah uang ini, dan kita tahu memang sangat sensitif sehingga ada orang yang berkata, "Ada uang ribut dan tidak ada uang juga ribut", memang sensitif. Maka kita harus menyamakan persepsi terhadap uang, sudah tentu kita harus kembali kepada firman Tuhan agar kita berdua bisa mempunyai kesamaan. Jangan sampai kita berkata, "Pokoknya saya benar dan kamu salah," tidak seperti itu! Mari kita lihat apa yang firman Tuhan katakan. Amsal 11:24 berkata, "Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan." Artinya ada orang yang terus berani membagi harta memberikannya kepada yang lain tapi terus bertambah kaya, tapi ada orang yang terus menghemat tidak mau membagi, tidak mau memberikan kepada yang lain, tapi selalu berkekurangan. Dari firman Tuhan ini kita bisa simpulkan bahwa Tuhan ialah pemberi berkat dan bahwa usaha manusia itu terbatas dan tidak akan menentukan pemasukannya. Jadi kita mesti menyadari bahwa kita ini terbatas, sekeras apa pun kita bekerja kalau memang bukan waktunya kita diberkati Tuhan, maka tidak akan bertambah satu sen pun, tapi sebaliknya kalau ini memang pemberian Tuhan, dan sudah waktunya Tuhan maka nanti akan ada penghasilan-penghasilan tidak terduga dan ada berkat-berkat yang tidak kita bayangkan sebelumnya. Maka dari awal Tuhan sudah mengingatkan agar kita bergantung kepada-Nya, bukan kepada kekuatan sendiri. Jadi baik suami atau istri harus mempunyai suatu keyakinan bahwa pemberi berkat dan pemelihara hidup adalah Tuhan, kita kerjakan bagian kita tapi semua itu bergantung pada Tuhan sendiri. Jadi jangan sampai kita lepas dari perspektif ini, semua bergantung kepada kita seakan-akan kalau kita tidak melakukan ini dan itu kemudian kita kekurangan, itu salah ! Sebab Tuhan adalah pemelihara hidup kita.
GS : Pak Paul, untuk menyamakan persepsi seperti itu, kesulitannya adalah persepsi ini terbentuk pada waktu kita di keluarga kita masing-masing. Dan kalau latar belakangnya berbeda, maka seringkali persepsinya juga berbeda.
PG : Betul sekali. Memang ada keluarga yang menekankan bahwa kamu harus cari uang, ini hasil usahamu. Kalau itu yang menjadi pandangan kita maka kita harus kembali ke firman Tuhan dan meyakini ahwa ini yang benar, apa pun yang diajarkan kalau sebelumnya itu berbeda dari yang Tuhan ajarkan, maka itu yang harus kita tanggalkan.
Maka meskipun kita menganggap kita benar, dan pendapat kita harus diikuti, itu salah! Kita harus kembali lagi ke apa yang firman Tuhan telah ajarkan dan itu yang sekarang harus kita yakini.
GS : Ada sebagian orang juga yang menganggap karena penghasilan kita adalah berkat Tuhan maka dia malas-malasan bekerja dan tentu ini bertentangan dengan firman Tuhan juga.
PG : Sudah tentu, jadi kita harus mengerjakan bagian kita, namun Tuhan ingatkan jangan sampai akhirnya kita berkata, "Atas usaha sayalah, atas kecerdasan sayalah, atas ketajaman insting sayalahmaka akhirnya saya berhasil menempati posisi seperti sekarang ini," jangan ! Kita harus kembalikan semuanya kepada Tuhan.
Suami istri yang biasanya sudah sepakat tentang masalah ini, sudah tentu dalam soal uang nantinya akan lebih relaks dan tidak terlalu tegang, kalau tidak akhirnya suami istri itu menjadi mudah tegang karena memang sangat menggantungkan pada kemampuan sendiri. Kalau kita berdua menyadari semua adalah pemberian Tuhan maka kita juga akan lebih relaks soal uang. Jadi kita tidak terlalu lagi mengejar-ngejar dan hidup kita akan jauh lebih berimbang.
GS : Berarti kiat apa yang Pak Paul ingin sampaikan pada kesempatan sekarang ini ?
PG : Yang berikut adalah kendati berkat berasal dari Tuhan, maka kita diminta untuk hidup rajin tidak malas, bukan saja kita mengerjakan bagian kita tapi kerjakanlah dengan sebaik-baiknya, dengn serajin mungkin.
Firman Tuhan di Amsal 20:13 berkata, "Janganlah menyukai tidur, supaya engkau tidak jatuh miskin, bukalah matamu dan engkau akan makan sampai kenyang," sudah tentu Tuhan tidak melarang kita tidur untuk beristirahat, kalau perlu beristirahat, beristirahatlah yang cukup tapi janganlah menjadi orang yang malas dan itu yang Tuhan kehendaki. Kenapa ? Sebab orang yang malas adalah orang yang memang sedang berjalan menuju kepada kemiskinan, sebab kemalasan adalah jalan tercepat menuju kepada kemiskinan. Maka meskipun kita tahu Tuhan adalah pemberi berkat, tidak benar kalau kita berkata, "Saya walaupun tidak bekerja juga tidak apa-apa nanti akan ada berkat Tuhan," itu salah! Bukan saja kita harus bekerja dan melakukan bagian kita tapi kita juga harus melakukannya dengan rajin, ini permintaan Tuhan. Tapi jangan sampai keterlaluan gara-gara rajin dan akhirnya menghasilkan uang, kemudian kita melupakan Tuhan sebagai pemberi berkat itu sendiri.
GS : Ada orang yang salah menafsirkan tentang perkataan Tuhan Yesus, bahwa burung pipit tidak bekerja tetapi diberkati, tapi mereka lupa bahwa apa yang dimakan oleh burung pipit itu tidak dilemparkan Tuhan ke sarangnya. Jadi burung ini juga harus pergi mencari makan.
PG : Betul sekali, jadi dengan kata lain memang Tuhan berharap dan meminta kita untuk bekerja. Hal ini bisa menyelesaikan banyak problem sebab ada orang yang seperti ini, "Saya tidak perlu bekeja tidak apa-apa, yang penting sekarang apa yang bisa saya lakukan untuk Tuhan maka saya lakukan untuk Tuhan."
Tapi masalahnya adalah dia tidak cukup dan dia memang harus bekerja, tidak benar kalau kita berkata seperti itu. Kita harus kerjakan bagian kita, kita jangan melarikan diri dari tanggung jawab dan bersembunyi di balik firman Tuhan bahwa nanti akan Tuhan penuhi. Bagian kita harus kita kerjakan dan Tuhan menginginkan kita untuk menjadi orang yang rajin, jadi jangan menggantikan kemalasan dengan kerohanian dan itu tidak benar.
GS : Kalau uang itu sudah kita dapatkan, Tuhan memberkati dengan uang, dan ini menjadi masalah lagi tentang bagaimana menggunakan uang itu.
PG : Betul sekali. Jadi uang memang harus kita gunakan, tapi bagaimanakah kita menggunakannya. Yang pertama adalah kita harus menggunakan uang untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga sendiri, sbelum digunakan untuk kepentingan orang lain.
Firman Tuhan sudah memberikan kepada kita pedomannya di 1 Timotius 5:8 firman Tuhan berkata, "Tetapi jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman." Jadi artinya sama dengan tadi yang saya sudah tekankan bahwa Tuhan menuntut tanggung jawab. Jadi tidak benar bersembunyi dibalik kerohanian yang sebetulnya itu lebih merupakan kemalasan kita dan itu tidak benar. Tuhan berkata kita harus memenuhi kebutuhan pokok keluarga kita sendiri terlebih dahulu. Kalau orang berkata, "Itu namanya egois" itu salah! Itu namanya bertanggung jawab, itu namanya menaati yang Tuhan kehendaki. Sebab tidak benar, apa yang harus dipenuhi untuk keluarga kita sendiri, kita tidak berikan dan malahan kita berikan kepada yang lainnya dan nanti itu akan sangat melukai atau mencederai perasaan orang-orang di rumah kita sendiri dan kesaksian kita pun sebagai orang Kristen akhirnya merosot. Saya pernah berbicara dengan seseorang yang pernah menceritakan betapa orang tuanya sangat peduli dengan lingkungan, sangat mau menolong orang yang susah tapi masalahnya sewaktu dia kecil dia hidup di dalam kekurangan, karena dia bukanlah keluarga yang berkelebihan jadi seringkali mau membeli buku dan lain-lain tidak mempunyai uang, hidup sangat susah tapi orang tua terlalu memikirkan kebutuhan orang sehingga seringkali uang itu diberikan untuk kebutuhan orang lain terlebih dahulu dan orang yang di rumah kekurangan. Apa yang akhirnya terjadi di rumah ? Orang tuanya sering bertengkar, karena ibu mengharapkan si ayah pulang membawa nafkah tapi seringkali uang itu sudah dibagi-bagi untuk kepentingan orang lain, karena si ibu tidak mempunyai uang yang cukup karena memang hidup mereka kurang dan susah sehingga akhirnya mengeluh dan bertengkar. Akhirnya apa yang dipetik oleh anak-anak bahwa ayah itu tidak bertanggung jawab, ayah itu akhirnya lebih sayang kepada anak orang lain dari pada anak sendiri, itu yang pertama. Dan yang kedua, bukankah anak-anak juga harus hidup di dalam bayang-bayang pertengkaran. Jadi waktu si ayah pulang yang seharusnya membawa gaji, nantinya tidak bisa tidak akan berbuntut pada pertengkaran. Jadi sekali lagi tindakan itu tidak membuahkan berkat malah membuahkan masalah dalam keluarga sendiri. Makanya tidak salah firman Tuhan menegaskan, jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad. Jadi Tuhan menggunakan kata-kata yang keras sekali di sini "murtad" dan "lebih buruk dari orang yang tidak beriman." Tidak ada lagi kata yang lebih keras dari ini semuanya maka jangan sampai kita itu kehilangan perspektif.
GS : Ada orang yang mengatakan akan lebih baik membantu orang lain karena dengan membantu orang lain, dia akan mendapatkan terimakasih atau pujian. Kalau itu digunakan untuk keluarga, keluarganya kadang-kadang juga kurang berterima kasih.
PG : Sudah tentu akhirnya kita harus melihatnya dari sisi yang jelas yaitu tanggung jawab, tanggung jawab kita yang pertama adalah keluarga sendiri dulu. Kita tidak mendapatkan pujian dan sebaginya itu tidak apa-apa sebab yang penting adalah tanggung jawab, ini yang kita harus penuhi.
Jangan sampai kita menjadi orang yang karena haus pujian dari pihak luar makanya mendahulukan kepentingan pihak luar sehingga dari pihak luar orang akan berkata-kata, "Dia baik dan selalu rela mengorbankan diri demi kepentingan orang lain," dipuji-puji tapi dikutuki oleh orang di rumah sendiri, hal itu juga tidak benar. Tuhan selalu punya prinsip yang sangat jelas, Pak Gunawan, yaitu mulai dari seisi rumah, mulai dari lingkungan terdekat. Misalkan juga tentang penyebaran firman atau penyebaran Injil, Tuhan berkata mulai dari Yerusalem, Tuhan tidak berkata "Pergilah ke seluruh dunia ini," tidak seperti itu, tapi awalilah dari Yerusalem-mu kemudian baru ke Yudea-mu kemudian barulah ke tempat yang lebih jauh lagi. Jadi sama dengan hal memelihara kebutuhan juga sama yaitu yang terdekat dulu kemudian baru nanti lapisan luar. Sekali lagi tujuannya bukanlah egois, tapi ini tanggung jawab dan kesaksian hidup.
GS : Memang ini bukan egois, tapi kadang-kadang kita terjerat akan kebutuhan pokok keluarga sendiri Pak Paul, karena kebutuhan keluarga itu terus ada dan tidak ada habisnya sehingga kita juga melalaikan tanggung jawab kita untuk membagikan uang ini untuk orang lain yang membutuhkan di sekitar kita.
PG : Hal ini memang harus kita kombinasikan dengan prinsip yang berikutnya yaitu setelah kita memenuhi kebutuhan pokok keluarga, kita harus memikirkan kebutuhan sesama, sebab Tuhan menjanjikan erkat bagi orang yang murah hati dan ini juga adalah tanggung jawab kita pula untuk memelihara kebutuhan orang lain di luar dari rumah kita.
Firman Tuhan di Amsal 22:9 berkata, "Orang yang baik hati akan diberkati, karena ia membagi rezekinya dengan si miskin." Jadi Tuhan akan melihat dengan cepat orang yang murah hati membagi rezekinya dengan orang yang miskin, ini dijanjikan berkat tapi sekaligus ini menjadi sebuah tanggung jawab karena firman Tuhan berkata, "Kasihilah sesamamu manusia seperti engkau mengasihi dirimu sendiri." Jadi kita memang harus membuktikan kasih kita kepada orang secara konkret pula. Jadi tidak benar kalau kita hanya memperhatikan kepentingan pokok keluarga kita tanpa memedulikan orang lain. Pertanyaan Pak Gunawan bagus, yaitu batasnya sampai mana? Ada orang yang berkata, "Nanti kalau anak saya sudah besar dan memang masing-masing perlu diberikan mobil untuk diantarkan oleh sopir sehingga tidak perlu menunggu, maka itu yang saya harus lakukan". Tidak! Harus ada batasnya saya sangat suka sekali dengan hal-hal yang dikatakan oleh Pdt. Rick Warren setelah beliau menjadi penulis yang laris dan bukunya dinikmati oleh banyak orang, "The Purpose Driven Church" dan "The Purpose Driven Life". Akhirnya dia menjadi orang yang sangat kaya dan dia akui itu, nah apa yang harus dia lakukan dengan uangnya yang kemungkinan besar dalam jumlah jutaan dolar karena hasil penjualan buku-bukunya. Yang pertama, dia harus membayar kembali gajinya dari tahun pertama dia melayani di gerejanya sampai saat itu dan untuk selamanya, dia tidak terima gaji lagi. Yang kedua, sisa uang itu dia akan gunakan untuk mengongkosi atau membiayai perjalanan pelayanannya. Jadi kalau dia diundang, dia tidak lagi menerima pemberian bahkan untuk semua biaya pelayanan tersebut dia tanggung dari uang tersebut. Ketiga dia juga akan menyisakan uangnya untuk membantu pelayanan-pelayanan lainnya, jadi kalau ada yang butuh ini dan itu dia akan gunakan uang-uang itu untuk menolong pelayanan-pelayanan lainnya. Terakhir yang paling saya kagumi, dia berjanji tidak akan meningkatkan taraf kehidupannya, dia tidak pindah ke rumah yang lebih bagus, dia tidak membeli mobil yang paling baru atau yang lebih mahal, itu tidak dilakukannya. Hanya sesuai dengan kebutuhan, sudah tentu kalau mobilnya sudah tua dan perlu diganti maka dia ganti tapi dia akan pertahankan level kehidupannya itu. Jadi dengan kata lain, dia terima uang itu tapi bukan hanya untuk kepentingannya saja, setelah kebutuhan pokok keluarganya telah tercukupi, kemudian dia terus memikirkan bagaimana dia bisa membagikan uang itu kepada yang lain, sebab dia memang melihat bahwa Tuhan memberikan untuk dibagikan, tapi setelah dia dengan tanggung jawab memelihara kepentingan keluarganya.
GS : Bukan hanya untuk masa kita saja, Pak Paul, orang memikirkan juga untuk masa depannya. Jadi selain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok sehari-hari orang juga perlu memikirkan tabungan, dan ini bagaimana ?
PG : Boleh. Jadi tidak ada salahnya. Misalkan kita ini yang sudah paro baya juga memikirkan hari tua dengan pemikiran, saya nanti tidak ingin bergantung dengan anak-anak, jangan sampai menyusahan anak-anak.
Itu tidak apa-apa tapi jangan sampai kita berpikiran seperti ini, "Saya mau pikirkan hari tua saya, kemudian nanti saya juga harus memikirkan cucu-cucu saya, nanti juga perlu ada simpanan untuk mereka," tidak! Hari ini mempunyai kesusahan untuk hari ini, jangan sampai kita terlalu jauh seolah-olah nanti Tuhan tidak bisa memelihara anak cucu kita, tapi Tuhan bisa. Jadi kita melakukan tugas-tugas kita, kalau kita mau sisakan uang silakan. Kita akan masuk ke prinsip berikutnya yang juga sama pentingnya yaitu menyimpan uang adalah kebiasaan hidup yang bijaksana, untuk mengantisipasi pengeluaran tidak terduga dan merupakan tanda hidup berdisiplin karena hidup ini akan diisi dengan hal-hal yang tidak terduga, pengeluaran-pengeluaran itu nanti harus terjadi maka kita memang harus menyimpannya dan dengan kita mulai menabung, itu berarti kita membiasakan hidup berdisiplin. Hidup tak berdisiplin adalah menerima uang berapa kemudian langsung menghabiskan semuanya dan yang lebih celaka lagi adalah kalau menerima uang berapa kemudian mengeluarkan berlipat-lipat kali lebih besar dari penerimaan. Itu bukan lagi hidup tak berdisiplin, tapi itu hidup tidak bertanggung jawab. Firman Tuhan meminta kita belajar dari semut di Amsal 30:25 firman Tuhan berkata, "Belajarlah dari semut, bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas," sebab semut sudah dilengkapi Tuhan dengan insting bahwa di musim dingin mereka tidak bisa mencari makan, jadi kumpulkan semuanya di musim panas sehingga nanti di musim dingin tidak bisa lagi mencari, sudah ada persediaan makanan. Jadi ini suatu tanda hidup berdisiplin dan hidup bijaksana dan orang Kristen diminta Tuhan hidup seperti ini jangan hidup tidak bertanggung jawab.
GS : Karena ada orang yang menganggap, kalau tabungan kita banyak maka orang itu adalah orang yang kurang beriman kepada Tuhan.
PG : Sudah tentu banyak atau tidak banyaknya bergantung pula pada berapa banyak keperluannya. Jadi kalau kita sudah punya uang kemudian kita terus menyimpan dan kita selalu berkata, "Untuk peneluaran tidak terduga" itu juga tidak benar.
Tadi sudah ditekankan bahwa yang kita bisa berikan adalah yang lebih dari apa yang kita punya, kita harus sumbangkan karena Tuhan ingin untuk kita menjadi orang yang murah hati.
GS : Konsep yang lain apa, Pak Paul?
PG : Setelah kita menyisihkan uang untuk pengeluaran tidak terduga, kita juga mesti hidup sebagai orang beriman bukan seperti orang tak beriman. Jadi jangan sampai kita menumpukkan harta demi brjaga-jaga seakan-akan tidak ada Tuhan yang memperhatikan dan memelihara kita.
Kadang-kadang kita seperti itu, menumpuk harta seolah-olah tidak ada Tuhan di dunia ini yang dapat memelihara kita. Tuhan ada ! Firman Tuhan mengingatkan, "Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya?" di Matius 6:30. Pohon-pohon, rumput-rumput, siapakah yang mendandani? Tuhan! Burung pipit di udara siapa yang pelihara ? Tuhan. Masakan Tuhan tidak memelihara kita anak-anak-Nya ? Juga melalui perumpamaan-perumpamaan orang kaya yang bodoh yang membangun lumbung yang lebih besar untuk menyimpan gandum dan barang-barangnya, Tuhan Yesus mengingatkan, "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya," Lukas 12:15. Kadang kita mengelabui diri, sebetulnya kita tamak tapi kita tidak mau dikatakan tamak jadi kita ini berkata, "Kita ini bersiap-siap untuk masa depan." Atau kita tamak dan kita tidak mau dikatakan tamak dan kita berkata, "Kita orangnya hemat, tapi ujung-ujungnya adalah tamak, kita tidak pernah merasa cukup dan ini adalah hal yang tidak Tuhan tidak senangi. Tuhan menginginkan kita hidup bergantung kepada-Nya, bahwa Dia adalah Tuhan yang sanggup memelihara hidup kita, jangan sampai kita hidup seolah-olah tidak ada Tuhan di dunia ini.
GS : Menjadi kaya itu bukan suatu dosa, tetapi ketamakan itulah yang Tuhan tidak inginkan.
PG : Betul sekali. Kalau sampai kaya, itu adalah akibat atau berkat yang memang kita terima dari-Nya tapi kita harus ingat bahwa Tuhan itu tidak ingin kita mengejar-ngejar kekayaan supaya kita enjadi kaya.
Tuhan menginginkan kita mengerjakan bagian kita dan kerjakanlah bagian kita dengan rajin, sesudah itu semua biarkan Tuhan yang mengurus. Entah Tuhan ingin memberkati kita lebih, silakan atau Tuhan memberkati kita cukup, silakan, tapi berkat Tuhan tidak akan kurang, paling sedikit berkat Tuhan itu cukup dan kadang-kadang dilebihkan, kalau berkat Tuhan dilebihkan, untuk keperluan kita sudah, maka tolong berikan kepada yang lain, itu yang Tuhan kehendaki.
GS : Ini adalah konsep kita tentang uang, kalau kita tidak bisa menggunakan uang sebagaimana adanya uang, dan kita memper-ilah uang itu, kita sendiri yang menjadi korbannya.
PG : Betul sekali, kalau orang sudah meng-ilahkan uang, maka hidupnya itu hanya diisi dengan satu yaitu uang saja, sehingga dia gagal melihat hidup seperti Tuhan melihatnya, gagal menikmati hidp seperti Tuhan menghendakinya.
Misalnya orang yang meng-ilahkan uang akan sangat sulit sekali menikmati relasi persahabatan karena dia akan mengukur semua dari uang. Tidak menghasilkan uang maka tidak perlu bicara dengan saya, kalau kira-kira tidak akan ada hasil uang, maka tidak perlu bersahabat dengan saya. Jadi akhirnya semua diukur dari uang. Akhirnya apa yang terjadi? Dia kehilangan segalanya, sebelum dia mati sebetulnya dia sudah seperti mati karena dia sudah kehilangan semuanya. Kasih tidak ada lagi, kemurahan hati tidak ada lagi, orang pun tidak mendapatkan berkat dari dia. Maka konsep yang harus selalu kita ingat dalam rumah tangga kita, bahwa uang adalah titipan Tuhan kepada kita untuk digunakan oleh kita terutama untuk kepentingan Tuhan dan bukan kita maka jangan kita menggenggam uang sebagai milik pribadi. Itu salah! Uang adalah sesuatu yang Tuhan titipkan kepada kita, pertama digunakan untuk kepentingan-Nya, untuk kemuliaan-Nya. Sudah tentu yang tadi kita telah bahas kepentingan-Nya dan kemuliaan-Nya adalah, kita pertama-tama bertanggung jawab kepada keluarga kita sendiri, setelah itu bermurah hatilah karena Tuhan menghendaki agar apa yang Tuhan telah berikan kepada kita secara berlebihan, justru untuk dibagikan supaya yang lain pun juga menerima berkat.
GS : Jadi memang masalah terbesarnya adalah memahami konsep yang benar tentang bagaimana kita bertanggung jawab atas berkat yang Tuhan berikan kepada kita, Pak Paul ?
GS : Barulah setelah itu kita bertanggung jawab menggunakannya ?
PG : Betul sekali. Jadi memang kerangka atau nilai inilah yang kita mesti samakan dengan pasangan kita.
GS : Jadi kalau menggunakan, menyimpan dan sebagainya itu akan bisa teratasi kalau konsep kita tentang uang itu benar dulu.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan yang sangat menarik ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengatur Keuangan Keluarga." Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.